Beranda / Pendekar / PENDEKAR LEMBAH HANTU / Bab 31 Latihan di Sungai

Share

Bab 31 Latihan di Sungai

Penulis: Freya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-15 23:58:39

Kegembiraan Hasta seketika musnah sudah, Resi Raju yang diharapkan bisa membantunya mempelajari kitab Sang Hyang Agni, ternyata menolak membantunya. Terdengar bisikan berulang di telinganya

"Paksa dia, Resi itu bohong, dia tidak mau membantumu."

Bisikan laknat itu terus berbunyi membuat Hasta semakin puyeng, panik dan tidak dapat lagi berpikir jernih. Hasta yang mulai marah menggebrak meja dan membentak

"Braaak!"

"Kamu mau bantu aku tidak?!"

Namun Raju tetap menolaknya

"Ki Sanak, percayalah mempelajari ilmu itu sama saja dengan membunuhmu perlahan-lahan. Kalaupun selamat, kamu akan jadi gila!"

"Tidak, kamu jangan bohong?"

Sementara itu di kamar sebelah, Amrita putri Resi Raju mendengar keributan di kamar bapaknya. segera keluar dari kamarnya lalu buru-buru masuk kamar Bapaknya.

"Greeek!"pintu kamar terbuka.

"Bapak, apa yang terjadi?"Amrita bertanya dengan panik.

Hasta menoleh, dilihatnya seorang gadis India yang cantik berdiri di depan pintu. Mendadak Hasta bergerak cepat mendekati
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 32 Hantu Leak Api

    Turangga berjalan dengan hati-hati agar tuannya tidak jatuh. Sesampainya di halaman rumah Hasta, Turangga meringkik panjang dengan suara keras berkali-kali sehingga abdinya keluar dari rumah. Melihat Hasta yang sudah lemas duduk di punggung Turangga. abdibya berseru kaget "Ndoro Hasta!" "Aku lelah, tolong aku!"perintah Hasta lirih. Setelah itu Hasta ambruk tak sadarkan diri. ****** Hasta tersadar dari pingsannya, seluruh tubuhnya terasa sakit semua. Tiba-tiba asap tebal muncul di depannya. Saat asap mulai menipis, tampaklah satu sosok makhluk manusia berkepala kerbau. "Mahesasura, mau apa kamu kemari?"tanya Hasta. "Sekedar mengingatkan saja, sampai saat ini kamu belum memberiku tumbal manusia lagi." Hasta terkejut, baru-baru ini dia memang sudah jarang memperhatikan Mahesasura karena sibuk mempelajari Sang Hyang Agni. "Maaf, belakangan aku sibuk. Baiklah aku akan mencari tumbal baru untukmu." **** Keesokan harinya, masyarakat kota Trowulan kembali dikejutkan deng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-16
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 33 pertolongan

    Rangga yang baru saja datang dari Gunung Pawitra telah tiba di Trowulan. Saat sedang mencari kedai makan, dari kejauhan dia melihat ada makhluk seram sedang mengganggu orang lewat. Rangga menghunus pedang Inti Air, lalu melompat tinggi melayang menebas kepala leak. Mata leak yang besar bulat berwarna kemerahan melotot marah, lalu menyemburkan api dari mulutnya."Wuuuur!"Tak ada jalan lain, Rangga terpaksa menjatuhkan tubuhnya ke samping daripada terkena sambaran api. "Buuuk."Tubuh Rangga terbanting keras di tanah. Leak itu bertambah ngamuk melihat serangannya luput, dia mengeram marah lalu kembali menyerang. Kali ini kedua tangannya yang berkuku panjang dan tajam seperti belati menyambar-nyambar menyerang Rangga yang baru saja bangkit dari jatuhnnya."Hei kukumu perlu dipotong, sudah terlalu panjang itu. Mau aku bantu potong kuku?"ujar Rangga sambil menebas si Leak."Wuuus," sambaran pedang Rangga kembali menyerang leak di bagian tangan."Kreess!" Pedang Rangga bergerak memotong k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 34 Awehpati

    Halaman depan bangunan tua itu sudah ditumbuhi rumput dan semak-semak yang tinggi. Namun ada jalan setapak yang pas dilewati satu orang. Lebih tepatnya jalan setapak itu terbentuk karena rumput di area itu sering diinjak untuk jalan menuju rumah.Dengan hati-hati Rangga berjalan menyusuri jalan setapak menuju pintu rumah yang kayunya sudah pecah Ada jalan setapak, berarti ada yang rutin masuk kemari, semoga saja ada orang yang menginap di sini. Semoga saja rumah tua ini ada penghuninya, pikir Rangga.Rangga berjalan menuju pintu rumah lalu membukanya perlahan. "Krieeet!'Suara pintu yang engselnya sudah rusak itu berbunyi nyaring memecah keheningan malam. Kondisi rumah itu ternyata tidak seperti yang dibayangkannya. Ruangan di dalam rumah rusak itu ternyata lumayan bersih. Tidak ada serpihan kayu, batu ataupun barang-barang tua dan kotor di dalamnya. Yang ada hanyalah tikar dan sebuah lemari kayu. Lampu minyak dengan sinarnya yang temaram menerangi ruang depan.Benar dugaanku, ada

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 35 Jarum Beracun

    "Siapa Ki Sanak ini? Apa salah saya kepada anda?"tanya Rangga. Namun orang itu tak menggubris Rangga. "Sssst...diam kamu, kamu pasti anak Ra Tanca yang disembunyikan itu." Rangga bertambah kesal, dia tidak kenal orang itu tapi orang itu langsung menuduhnya sebagai anak Ra Tanca. "Aku tidak kenal Ra Tanca, aku anak Ki Dipo dari desa Pandakan. Kamu kalau bicara jangan ngawur!" Orang itu bertambah kesal, dia kembali membentak Rangga "Aaah, diam kamu!" Orang itu kembali menoleh pada Awehpati "Sebentar lagi pasukan Teliksandi akan kemari membawamu ke penjara bersama anak Ra Tanca. Kecuali...." Awehpati tertegun lalu bertanya "Kecuali apa?!" Orang itu tersenyum aneh lalu berkata "Kecuali jika kamu serahkan pisau bedah Ra Tanca yang dipakai untuk membunuh Gusti Prabu Jayanegara!" "Setu, untuk apa kamu mencari pisau bedah terkutuk itu?" Ooh...jadi nama orang ini Setu, sepertinya mereka saling kenal pikir Rangga. "Setu, ternyata kamu ini sama bodohnya dengan mereka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 36: Buronan Kerajaan

    Dengan wajah memelas Awehpati berkata "Rangga, aku ini sudah tua dan pelupa, wajar jika aku salah. Tapi kan yang penting kamu masih selamat?" Rangga sebenarnya sudah geregetan dengan orang tua aneh itu. Tapi mengingat Awehpati yang memang tampaknya mulai pikun, Rangga berusaha memakluminya. "Rangga, kamu sudah sehat kan?"Awehpati memastikan lagi. Rangga mengangguk dan berkata "Ya, badanku sudah segar kembali. Memangnya kenapa?" "Baguslah kalau begitu, bantu aku mengubur Setu,"Awehpati menyerahkan cangkul pada Rangga. Rangga membantu mengubur jenazah Setu di sekitaran semak-semak. Usai mengubur jenazah Awehpati berkata "Kita harus segera pergi dari sini, tak lama lagi pasukan Majapahit akan memburuku kemari." Rangga mulai penasaran dengan jatidiri Awehpati. Dia lalu bertanya "Ki Sanak siapa anda sebenarnya? Kenapa pasukan Majapahit itu memburu anda?" "Nanti saja aku ceritakan, sekarang kita harus pergi ke arah barat. Aku mau berlindung ke kerajaan Sunda Galuh yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 37 Perubahan Hasta

    Terdengar suara berkelebat di antara pepohonan. Di hadapan mereka berdiri satu sosok berkulit gelap. Melihat Rangga sosok itu berkata "Oh, ternyata kamu teman si Raja Racun, kalian berdua adalah buronan yang paling dicari kerajaan Majapahit." Rangga terkejut, sosok itu ternyata adalah Hasta. Hampir saja Rangga tidak mengenalinya karena Hasta yang dia kenal sejak di padepokan adalah Hasta yang berkulit kuning langsat dan bersih seperti umumnya pemuda dari keluarga kaya. Rangga juga melihat ada aura gelap di sekeliling Hasta, seperti aura pelaku ilmu hitam. "Aku bukanlah buronan kerajaan, urusan dia sama sekali tidak ada hubungannya denganku. Aku hanya kebetulan saja bertemu dia di sini,"tukas Rangga. "Siapa bilang kamu bukan buronan kerajaan? Semenjak aku dan pasukan Araraman mencarimu di Lembah Hantu, kamu sudah dicari sebagai mata-mata pemberontak Sadeng,"ujar Hasta dengan nada penuh kemenangan. Wajah Rangga langsung membesi, dia semakin geram terhadap Hasta yang telah memfi

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 38 Wajah Tengkorak

    Anehnya, Hasta tidak terluka atau kesakitan. Dia langsung berdiri kembali menyerang Rangga dengan beringas. "Hiyaaa!" Hasta melompat tinggi melayang ke arah Rangga. Tangannya bergerak melemparkan bola api ke arah Rangga. Rangga menghindar dan bola api itu kembali menghantam pohon. "Dhaaar!" Pohon itupun terbakar, hampir saja Rangga terkena serangannya. Terlambat sedikit saja dia akan mengalami nasib yang sama seperti pohon itu. Entah darimana datangnya tiba-tiba muncul kabut ungu yang turun di antara Rangga dan Hasta. Kabut itu baunya harum memabukan seperti wangi bunga melati yang sangat pekat membuat kepala Rangga mulai terasa pusing. Rangga berusaha bertahan agar tidak jatuh tersungkur. "Kurang ajar, ternyata kamu menggunakan racun!"seru Rangga. Rangga melihat Hasta yang kebingungan, sehingga dia mulai curiga. "Jangan-jangan ini ulah si Raja Racun, pikir Rangga. Belum sempat berpikir lebih lanjut tiba-tiba Rangga merasakan pandangannya berkunang-kunang dan akhirnya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 39 Gusti Prabu Kiyongko

    Wajah tengkorak itu tak menjawab, dia hanya menatap Rangga dengan lubang mata tengkoraknya, lalu kembali menatap ke depan sambil mendayung perahu perlahan. Rangga memang sudah terbiasa dengan hantu-hantu pendekar di Lembah Hantu. Namun dengan tengkorak hidup ini, Rangga merasakan Aura neraka saat berada di dekatnya."Makhluk ini bukanlah sesuatu yang baik, dia seperti penjaga gerbang neraka,"bisik Rangga pada Awehpati.Awehpati mengangguk, dia sudah sering menemui hal seperti ini saat mencari bahan obat di alam sebelah."Sebaiknya kamu berdoa sebisamu, mohon keselamatan pada Sang Hyang Widhi agar dapat segera menemukan Bunga Ungu."Sepanjang perjalanan Rangga terus berdoa memohon keselamatan pada Sang Hyang Widhi. Perahu terus melaju menembus kabut pekat di sungai. Perjalanan itu seperti sebuah perjalanan panjang tanpa akhir. Rangga yang merasa kuatir menoleh pada Awehpati yang tampak tenang duduk di perahu sambil terkantuk-kantuk."Ki Sanak, apa perjalanan kita masih lama?"tanya R

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25

Bab terbaru

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 69 : Cerita Rahu

    "Terimakasih,"Rangga mengembalikan bumbung bambu itu pada Retno.Retno diam-diam mengamati Rangga yang saat itu keadaannya tampak kumal dan kotor. Kumis dan jenggot tumbuh tak beraturan di wajahnya. Kukit tubuhnya tampak menghitam karena daki dan keringat yang menyebarkan bau asem."Siapa namamu?"tanya Retno."Aku Rangga,"Rangga menjawab sambil mengunyah umbi Garut. Perutnya sekarang sudah lebih enak, asam lambungnya sudah diredam oleh umbi Garut yang bisa mengurangi produksi asam lambung."Ikutlah ke rumahku, nanti kamu bisa mandi dan berganti baju.""Nggak usah repot-repot, aku harus segera pulang ke kampungku. Bunga Ungu ini harus segera kuberikan pada ibuku untuk obat.""Di mana kampungmu?"tanya Retno."Aku tinggal di Lembah Hantu, kampungku jauh dari sini.""Sebentar lagi hari gelap dan kabut akan turun. Kamu akan kesulitan mencari jalan pulang. Bisa-bisa kamu akan tersesat di kampung gaib,"tutur Retno.Rangga berhenti mengunyah sekarang dia bisa merasakan tubuhnya begitu lelah

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 68 Retno Palsu

    Saat itu hari sudah menjelang pagi. Matahari mulai menampakan diri di ufuk timurDimana aku sekarang? Kenapa Pasar itu tiba-tiba lenyap dan kenapa matahari sudah terbit padahal tadi sepertinya hari masih malam?pikir Rangga.Saat itu Rangga merasa tubuhnya begitu lemah, kepalanya masih sedikit pusing. Rangga berjalan sempoyongan lalu duduk di tanah. Dia mengamati bunga Ungu di tangannya sambil bergumam"Untuk mendapatkan bunga ini aku harus memasuki gerbang gaib beberapa kali. Semoga Mbah Janti dapat sembuh setelah makan bunga ini."Rangga membuka ikat kepalanya, lalu dengan hati-hati membungkus bunga itu lalu menggembolnya di dadanya.Saat sedang beristirahat tiba-tiba Rangga teringat Awehpati. Orang tua itu sedari tadi belum juga dilihatnya dilihatnya di sekitar tempat itu."Waduh, Awehpati, dimana dia?"Rangga berdiri lalu celingukan mencari sosok Awehpati di tempat itu. Tapi sejauh mata memandang, tidak ada satu orangpun di tempat itu. Rangga sendirian si padang batu itu, dia berte

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 67 Padang Tandus

    Kakek itu tersenyum menatap Rangga lalu berkata "Akhirnya sampai juga kamu kesini." Rangga tiba-tiba teringat sesuatu. Kakek itu adalah kakek yang memberinya obat untuk Mbah Janti dalam mimpinya. "Mbah, akhirnya kita bisa berjumpa di sini. Siapa kakek sebenarnya?" "Ah, aku ini bukan siapa-siapa, panggil saja aku Mbah Jalak." "Bunga Ungu itu apa bisa saya ambil sekarang?"tanya Rangga. Mbah Jalak tersenyum lalu berkata "Sabar dulu Ngger, bunga itu tidak ada di sini. Besok kita ke pasar mencari bunga itu. Sekarang kamu istirahat dulu." Di rumah itu Rangga dan Awehpati makan minum dan beristirahat. Rangga dan Awehpati yang sudah kelelahan akhirnya tertidur pulas. Entah berapa lama mereka tertidur. Tiba-tiba saja kakek itu sudah membangunkan mereka "Bangun Ngger, kita ke pasar sekarang." Rangga masih setengah mengantuk, dengan malas-malasan dia bangun lalu bertanya "Mbah, bukannya pasarnya masih buka besok malam?"tanya Rangga. Kakek itu tertawa melihat Rangga kebingu

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 66 Tugu Batu

    Para manusia babi itu terkejut saat melihat kehadiran wanita itu. Namun salah satu dari mereka berkata"Kami berada jauh di luar gapura batu kalian. Tempat ini daerah bebas, kamu tidak usah ikut campur!"Wanita itu mendengus marah"Huuuh dasar babi guling mabok, mata kalian sudah picak semua ya. Coba teliti lagi dimana batas wilayah kalian?!"bentak perempuan itu.Salah satu dari manusia babi berjalan melihat dan meneliti lingkungan di sekitarnya. Di satu titik dia berhenti, matanya menatap ke satu obyek di depannya. Tiba-tiba wajahnya berubah pucat lalu berlari menghampiri teman-temannya."Celaka, dia benar! Kita sudah terlalu jauh masuk ke wilayah mereka!"ujarnya dengan panik.Salah satu temannya ada yang meragukan keterangannya. "Yang benar saja, gapuranya kan yang itu!"tangannya menunjuk gapura dari dua batu yang berjajar."Batasnya bukan gapura tapi tugu batu yang itu!"tangannya menunjuk tugu batu yang terletak jauh di depan mereka. Sontak gerombolan manusia babi itu terdiam, na

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 65 Gapura Batu

    Rangga menoleh ke arah suara itu, ketika melihat siapa yang memanggilnya Rangga terkejut, ternyata beberapa manusia berkepala babi telah mengejarnya. "Sial, mereka berhasil menyusul kita!"maki Rangga. Rangga dan Awehpati mengerahkan ilmu meringankan tubuh agar mereka dapat bergerak lebih cepat. Namun ternyata para manusia babi itu juga memiliki ilmu meringankan tubuh yang tak kalah hebat. Dalam sekejap mereka mampu menjaga jarak dalam jangkauan pandangan mereka. Sehingga sulit bagi Rangga maupun Awehpati untuk menghindar. Bahkan lama kelamaan jarak mereka sudah semakin dekat. Mereka terus bergerak cepat hingga tibalah mereka di sebuah padang savana. Sebuah lahan terbuka ditumbuhi rumput dan semak-semak. Di beberapa tempat ada bebatuan berserakan di tanah. Para manusia berkepala babi semakin dekat hingga salah satu dari mereka melompat jauh, melayang di atas kepala Rangga, lalu mendarat di depan Rangga dan Awehpati menghalangi jalan mereka. Langkah Rangga terhenti, manusia be

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 64 Melarikan Diri

    "Lalu bagaimana nasib teman-temannya yang lain?"tanya seseorang."Mereka sama-sama terbakar tapi masih bisa selamat,"seseorang menjawab.Terdengar suara ramai warga kampung yang menanggapi berita itu. Lalu seseorang berkata"Sebaiknya kita urus jenazah Randu dulu sajaTak lama kemudian Jiwan muncul di depan pintu kamar mereka berpamitan."Ki Sanak, saya tinggal pergi dulu ya. Ada warga yang meninggal, saya mau mengurus jenazahnya dulu.""Silahkan saja Ki Sanak,"jawab Awehpati.Jiwan keluar rumah menyusul rombongan teman-temannya. Setelah itu suasana kembali sepi. Saat itu juga perasaan Rangga mulai tak enak. Dia menjawil Awehpati yang duduk di dekatnya."Ki Sanak, perasaanku kok tidak enak ya?""Iya, aku juga kita pergi saja dari sini,"jawab Awehpati."Kita pergi sekarang,"Rangga langsung bangun mengemasi barang-barangnya.Usai berkemas Rangga berkata lagi"Kita pamitan dulu dengan Nyai Jiwan, tapi kalau orangnya sudah tidur kita langsung pergi saja."Berdua mereka mencari Nyai Jiwan

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 63 Kampung di Puncak Gunung

    Rangga dan Awehpati berhenti melangkah lalu menoleh. Seorang kakek tua berjalan menghampiri mereka. Warga yang sedang berbincang di pendopo rumah berhenti berbincang memperhatikan mereka. "Ki Sanak, hari sudah malam,apalagi kalian datang dari jauh pasti kalian sudah lelah. Silahkan menginap di rumah saya ,"orang tua itu menawarkan jasanya. Rangga dan Awehpati berpandangan. "Gimana, kita jadi nginep di sini?"tanya Rangga. Sekilas Rangga melihat keraguan dalam mata Awehpati, namun teman seperjalanannya itu hanya mengangguk setuju. "Kalau anda tidak keberatan, kami mau menginap semalam saja di sini,"kata Rangga. Orang tua itu tertawa menepuk bahu Rangga. "Tidak saya tidak keberatan sama sekali. Saya senang bisa menolong orang dari jauh. Siapa nama Ki Sanak sekalian?" "Saya Rangga dan dia teman saya Ki Awehpati." "Saya Jiwan, mari silahkan masuk,"Jiwan mempersilahkan mereka masuk ke rumahnya. Rumah Jiwan rumah gubuk sederhana berlantai tanah. Rangga dan Awehpati samar-s

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 62 Babi Hutan Misterius

    Rangga melirik Awehpati yang masih saja mengikutinya selama dalam perjalanan. Orang tua itu katanya ingin merantau ke wilayah Kerajaan Sunda Galuh untuk menghindari pasukan Majapahit yang memburunya. Tapi bukannya memikirkan cara untuk segera sampai ke wilayah Sunda Galuh, orang tua itu malah mengikutinya mencari Pasar Dieng di gunung Lawu. "Ki Sanak, mungkin sebaiknya anda meneruskan perjalanan ke Sunda Galuh saja. Biar saya sendirian saja mencari Pasar Dieng,"Rangga menyarankan. Awehpati hanya tersenyum lalu menepuk bahunya dan berkata "Ngger, kamu adalah anak dari sahabat sekaligus guruku. Dia sudah kuanggap seperti Saudara sendiri. Setelah dia tiada, akulah yang bertanggungjawab terhadapmu. Lagipula untuk menuju ke arah barat aku tetap harus melewati gunung ini." Rangga diam-diam merasa terharu dengan kebaikan Awehpati. Namun ada satu hal yang mengganggu pikirannya. Di satu sisi dia gembira karena akhirnya dia mengetahui jati dirinya dan orangtua kandungnya. Namun dia juga

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 61 Pengantar Jenazah

    "Kedua isteri dan anak-anaknya masih tinggal di sana tapi para gundiknya sudah pergi meninggaklan tempat itu begitu mendengar Prawara bangkrut. Rumah yang mereka tempati sekarangpun hanya gubug sederhana,"ujar Ki Yasa. Rangga menghela nafas lalu berkata "Kasihan mereka, pastinya berat rasanya sudah terbiasa hidup mewah kini harus hidup miskin seperti leluhurnya dulu." Nyai Yasa masuk kamar dan mengabarkan. "Ki Awehpati masih belum sadar sampai saat ini." Rangga mulai mencemaskan kondisi Awehpati. "Kenapa dia masih belum sadar juga?" "Tidak apa-apa, besok dia sudah bisa sadar. Energi buruk yang didapatnya dari Laut Kidul membuat tubuhnya lemah. Kita bisa minta tolong Pandhita Kasyiwan di pura desa untuk mendoakannya supaya energi buruknya bisa hilang,"Ki Yasa menenangkan Rangga. Ki Yasa lalu memanggil anaknya untuk memanggilkan Pandhita Kasyiwan di pura desa. Setelah anaknya pergi, terdengar pintu rumah diketuk dan suara seorang wanita memberi salam. "Kulonuwun!" N

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status