Tingkah laku Malibeng ini sejak tadi diamati Lengkoro dari balik bebatuan. Lengkoro merasa heran karena dirinya tidak tahu kemana pemuda yang bertarung melawan Malibeng tadi pergi. Tadi dia lihat ada debu beterbangan yang menutupi tubuh Malibeng dan Radipta. Lalu terlihat debu lenyap bersama lenyapnya tubuh Radipta.
Kemana ya perginya pemuda itu? Begitu Lengkoro bertanya-tanya dalam hati. Apakah pemuda itu punya ajian sakti yang membuatnya bisa menghiang? Ataukah dia hanya lari sangat cepat, sehingga aku tidak melihatnya tadi?
Karena asyiknya mengamati Malibeng, Lengkoro tak sadar ketika kakinya terpeleset. Batu-batu yang diinjaknya runtuh. Bebatuan yang runtuh menimbulkan suara gemerisik, suara berisik. Malibeng menoleh ke arah suara berisik. Dia menoleh ke arah tempat yang digunakan Lengkoro untuk bersembunyi sejak tadi.
”Hei, pemuda kencur atau siapa pun Kisanak! Keluarlah dari persembunyian Kisanak kalau Kisanak laki-laki!” tantang Malib
”Benar, saya tidak bohong! Dia itu sebenarnya benda mati yang ’mirip’ manusia,” Suro Joyo memberikan penjelasan. Malibeng memandangi Suro Joyo sambil berkata, “Kisanak ini kok malah membuat saya bingung.” ”Dia itu benda mati yang ’seolah-olah’ hidup seperti manusia.” ”O..., maksud Kisanak, dia itu kelihatannya manusia tetapi tingkah lakunya seperti benda mati?” ”Bukan begitu maksud saya. Itu terlalu mendalam maknanya.” ”Atau mungkin dia itu manusia tetapi pikirannya seperti benda mati?” ”Bukan. Itu juga terlalu tinggi pemaknaannya.” ”Atau mungkin dia manusia tetapi tidak punya hati nurani seperti manusia?” “Ya..., bisa juga seperti itu. Tapi..., bukan itu yang saya maksud.” “Mungkin dia itu manusia yang keberadaannya seperti benda mati.” “Ya, boleh saja dimaknakan begitu. Namun maksud saya bukan begitu. Yang jelas, Kisanak tadi tidak berperang melawan manusia tetapi melawan sesuatu yag seolah-olah
Hati Suro Joyo terasa berantakan. Betapa tidak, gadis yang berdiri di depannya benar-benar gadis yang sempurna! Terutama dari segi penampilan, kecantikan, dan kemolekan bentuk tubuhnya. Dilihat dari penampilan luarnya, gadis di depannya ini benar-benar sempurna.Wajah cantik mempesona, rambut panjang terurai dipadu dengan ikat kepala berupa sutera warna putih. Bentuk tubuhnya tiada kekurangan sedikit pun, tinggi semampai, dan dibungkus pakaian yang paduan warnanya sangat serasi. Paduan warna hijau, kuning, dan warna keemasan. Sedangkan panjang warna biru melilit pinggang yang ramping menambah pesona tersendiri.Namun ada satu hal yang membuat semua orang mesti berhati-hati, di punggungnya ada dua pedang menyilang yang gagangnya berbentuk kepala harimau. Sungguh suatu paduan antara kecantikan sosok wanita dan kekekaran sosok pendekar. Cantik dan kuat. Berkesan cantik, tapi tidak mudah diperdaya. Atau cantik tapi tidak bisa diremehkan begitu saja.Suro Joyo menjad
”Terus terang, Riris Manik, kedatanganku kemari untuk mengenalmu. Mengenal watakmu. Mengenal kepribadianmu. Pada kelanjutannya nanti, aku ingin menyuntingmu,” kata Radipta terus terang. “Aku ingin kamu kelak menjadi pendamping hidupku. Pendamping hidup selama-lamanya. Aku rasanya tidak akan bahagia kalau tidak beristri wanita cantik bernama Riris Manik.”Radipta mengeluarkan segenap kata-kata rayuan. Semua kata-kata manis dikerahkan Radipta. Laki-laki muda itu tak akan tahan melihat kecantikan dan kemolekan Riris Manik. Apalagi pakaian yang dikenakan pendekar jelita itu serba tipis dan tembus pandang!”Ehm..., maaf Radipta. Kalau keunginanmu untuk berkenalan, aku terima dengan senang hati. Hanya saja..., untuk menjadi istrimu, aku butuh waktu untuk berpikir. Aku butuh waktu untuk mengenalmu. Aku butuh waktu untuk mengenal sifat-sifatmu. Jangan sampai aku nanti menjadi istrimu tanpa mengenal segala kelebihan dan kelemahanmu.”
Sejak kematian Pidaka, Riris Manik mengasingkan diri ke pantai utara dengan membuat Sanggar Teratai Perak. Dia tinggal seorang diri. Riris Manik ‘memelihara’ teman yang dia anggap setia. Teman yang dia anggap setia adalah balas dendam. Riris Manik ingin melakukan balas dendamnya pada setiap laki-laki yang dia anggap menyakiti dirinya. Dia mengumpankan setiap laki-laki yang dianggap mempermainkan dirinya pada buaya-buaya piaraan yang tinggal di danau bawah sanggar!”Kamu tentu tidak tahu apa yang terjadi pada ibuku sejak kematian ayahku,” kata Radipta sambil tetap melengos. Radipta tidak berani menatap Riris Manik yang mempunyai kekuatan gaib pada matanya itu. ”Ibuku bunuh diri karena putus asa! Untunglah aku diasuh oleh seorang penduduk desa yang dekat dengan rumahku. Kalau tidak ada yang mengasuh, aku pasti sudah tewas dimakan harimau hutan!””Itu semua sudah berlalu, Radipta,” Riris Manik merajuk. Merayu. Dia menggunaka
”Riris Manik! Kalau kamu menemui kesulitan, temui Keksi Anjani di tengah Alas Waru!” demikian pesan Keksi Anjani yang dilambari tenaga dalam. Walau Keksi Anjani sudah jauh dari Sanggar Teratai Perak, tetapi suaranya terdengar di telinga Riris Manik. Beberapa saat kemudian, suasana sanggar kembali sepi.Riris Manik berusaha mengejar Keksi Anjani sampai daratan, tetapi Keksi Anjani telah lenyap bagai siluman! Keksi Anjani tidak meninggalkan jejak sedikit pun. Benar-benar Keksi Anjani melesat sangat cepat tanpa bisa diikuti pandangan mata Riris Manik. Benar-benar gerak Keksi Anjani laksana gerakan siluman. Riris Manik hendak berbalik ke Sanggar Teratai Perak dalam suasana hati kecewa. Namun langkahnya tertahan oleh kedatangan Malibeng.”Saya Malibeng,” kata pendekar dari tanah seberang itu. ”Apakah Kisanak yang bernama Riris Manik?””Benar,” jawab Riris Manik sambil mengamati laki-laki sepantaran dirinya itu dengan ce
”Benar,” jawab Garjitalung mantap, tanpa ragu-ragu. Tidak ada sedikit pun keraguan pada diri Garjitalung. Garjitalung yakin jawabannya akan membuat Riris Manik semakin percaya bahwa dirinya benar-benar sangat mencintai pendekar cantik itu.Tiba-tiba mata Riris Manik bersinar biru. Sinar mata Riris Manik memancar ke arah kedua mata Garjitalung. Pancaran sinar biru berlangsung selama beberapa kejapan mata. Sinar itu menyilaukan mata Garjitalung. Sampai-sampai pemuda itu memejamkan mata untuk beberapa saat.Maksud Garjitalung ingin menghindar dari sinar mata Riris Manik. Namun, semua telah terjadi. Walau sinar biru yang memancar dari mata Riris Manik telah padam, tapi kekuatan Pesona Mata Dewi terlanjur memikat sukma Garjitalung. Garjitalung bakal kehilangan kesadaran diri. Jiwanya dalam kendali Riris Manik. Garjitalung bakal memenuhi segala perintah Riris Manik!”Kalau begitu,” kata Riris Manik,”letakkam tombak saktimu di jembatan sem
”Eh..., belum,” jawab Saroyo. Laki-laki itu berkata secara jujur. Dia mengatakan apa adanya.”Ah, masa?” tanya Riris Manik sambil tersenyum menggoda. “Kamu laki-laki, aku wanita, berada di sanggar yang sepi. Masa tidak tahu? Kamu pasti tahu apa yang dilakukan laki-laki dan wanita yang berada di dalam satu kamar.””Bukan..., bukan begitu. Kukira kamu mau minta tolong padaku untuk mencari binatang buruan besok pagi. Karena kamu tahu kan bahwa pekerjaanku berburu di hutan. Lagi pula, aku... aku sudah punya anak istri.””O..., soal istri? Soal anak?” Riris Manik berkata sambil menatap mata Saroyo dalam-dalam. Dia gunakan kekuatan Pesona Mata Dewi. Sinar biru yang memancar dari matanya telah merasuk ke jiwa Saroyo. Walau sinar biru itu hanya bersinar sekilas, tetapi kalau sudah ditatap laki-laki, maka si laki-laki tersebut bakal terpikat Riris Manik. Begitu juga dengan Saroyo. Sukma laki-laki muda itu sudah
Dalam keadaan seperti ini, Bandu bagaikan kerasukan sukma lain yang menguasai sukma asli Bandu. Segala tindakan Bandu di luar kendali. Di luar kamauan hati nuraninya yang paling suci. Bandu tidak bisa mengendalikan diri sendiri. Sesuatu yang selalu dilarang apabila dia ingin melakukannya pada Riris Manik, kini bebas dia lakukan.Ketika Bandu ingin melepas baju Riris Manik, tiba-tiba ada seorang gadis cantik berumur belia datang di tempat itu. Arumsari! Ya ..., dia Arumsari kekasih Bandu! Arumsari datang dengan wajah merah padam akibat kemarahan yang tak tertahankan.”Binatang! Kalian benar-benar binatang!” bentak Arumsari dengan suara keras. Nada suaranya meninggi. “Perilaku kalian benar-benar seperti binatang. Kalian sudah tidak punya rasa malu lagi.”Bandu dan Riris Manik kaget atas kehadiran Arumsari yang tidak diduga sama sekali. Bandu segera terjingkat dan bangun dari kelenaannya. Sedangkan Riris Manik dengan tenang berdiri sambil me
CataAkibat kena hantaman Ajian Maruta Seketi, tubuh melesat tinggi ke langit dengan tubuh berputar. Namun kali ini Suro Joyo bisa menguasai angin puting beliung. Dia bersalto beberapa kali sehingga lepas dari kisaran angin puting beliung Ajian Maruta Seketi. Malah dengan gesitnya dia menghantamkan pukulan Rajah Cakra Geni ke arah lawan saat dirinya melayang ke bumi! Sinar merah melesat ke arah Keksi Anjani yang sudah berada pada keadaan luka. Dia berusaha menghantamkan ajiannya dengan menggunakan tangan kiri. Paniratpati tidak tega mengetahui keadaan Keksi Anjani. Dia menyambar tubuh Keksi Anjani. Dia bawa lari ke tempat yang aman, lalu meletakkannya di bawah pohon besar. Leretan ajian dari Suro Joyo menghantam batu besar. Batu itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil. Bahan ada yang menjadi debu. Debu melayang ke udara bebas. ”Paniratpati..., kalau kamu ingin mempersuntung diriku, habisi Suro Joyo terlebih dahulu!” rayu Keksi Anjani dekat telinga Paniratpati. Laki-laki muda berwa
Godar mundur beberapa langkah untuk menghindari tendangan yang lebih keras dan mematikan. Setelah berjarak beberapa tombak, Godar berhasil menguasai diri. Dia pasang kuda-kuda lagi sambil mengarahkan pedang yang ujungnya telah patah, ke arah lawan.“Wooo, kamu bisa selamat dari serangan pertamaku,” kata Rumpang. “Hanya pedangmu yang patah, bukan lehermu! Kalau orang lain, mungkin ada anggota tubuh yang kutung.”“Aku berbeda dengan siapa pun, termasuk denganmu,” sahut Godar untuk mencari celah-celah kelemahan supaya bisa menundukkan lawan. “Kalau orang lain mati akibat serangan pedang bajamu, tetapi aku tidak. Aku masih bisa menandingi serangan pedang baja.”“Baiklah, kalau pada serangan pertama kamu bisa lolos dari maut, sekarang kamu tidak bisa lolos lagi, hiaaat!” kata Rumpang sambil menyabetkan pedang bajanya. Rumpang pmengalirkan tenaga dalam ke tangan kanan yang menggenggam pedang baja warna hitam.
Benturan keras dua pedang tak terhindarkan. Saat menangkis tadi, gerakan Sengkalis agak terlambat. Pedang Sengkalis melencong. Melenceng. Menyerempet bahu kiri lawan. Palarum terperanjat setelah menyadari bahwa dirinya merasakan sengatan panas akibat goresan kecil pedang di tangan Sengkalis.Palarum mundur beberapa langkah untuk melihat luka di bahu kirinya. Dia lihat hanya goresan kecil akibat terserempet ujung pedang Sengkalis.“Ternyata tidak parah,” gumam Palarum. “Aku bisa menyerang lagi untuk menghabisinya. Seperti yang pernah dikatakan Gusti Putri Keksi Anjani, dengan cara apa pun, lawan harus dilenyapkan!”Sengkalis yang lolos dari sabetan pedang lawan yang mengarah kepala, juga mundur beberapa langkah. Meskipun ujung pedangnya tadi telah menggores bahu kecil Palarum, tapi Sengkalis tetap pasang kuda-kuda untuk menyongsong serangan lawan. Dia lihat Palarum telah siap melakukan serangan lagi dengan ujung pedang mengarah ke depan. M
Setiap ingat kematian Riris Manik dan Mayang Kencana, Keksi Anjani jadi naik pitam. Kemarahannya meledak-ledak tak terkendali. Dua saudara seperguruan telah tewas oleh Suro Joyo. Hanya satu cara dendam Keksi Anjani terlampiaskan, bunuh Suro Joyo. Tak ada hal lain yang bisa menuntaskan kemarahan dan dendam Keksi Anjani kecuali kematian Suro Joyo.Keksi Anjani mengumpulkan segenap tenaga dalamnya pada kedua telapak tangan. Dia ingin melancarkan serangan tangan kosong. Satu jurus dia siapkan untuk menyerang, tapi Suro Joyo tiba-tiba menahan Keksi Anjani supaya tidak menyerang terlebih dulu.”Tunggu! Aku perlu memberi penjelasan padamu dulu,” kata Suro Joyo dengan tenangnya. ”Bukannya aku sombong, memang beginilah pembawaanku. Sifatku seperti ini. Aku kadang-kadang suka bercanda. Mungkin karena kata-kataku kadang-kadang ada yang kasar, mungkin orang-orang menyebutku sombong.”Keksi Anjani menahan gerakannya untuk lawan sedang berbicara untuk
Suro Joyo menghela napas sejenak sambil mengingat-ingat mimpi yang dialaminya saat dirinya tidur. Tepatnya pingsan, lalu dilanjutkan tidur. Waktu pingsan dan tidur itu selama sehari semalam. Berapa lama dirinya pingsan dan berapa waktu pingsan, Suro Joyo tidak tahu. Pingsan dan tidur dialami manusia dalam keadaan tidak sadar. Suro Joyo mimpi saat dirinya tidur.“Tadi aku mimpi didatangi seorang pendekar muda yang umurnya sebaya denganku,” Suro Joyo memulai cerita mimpinya. “Wajah orang itu persis dengan wajahku. Hanya bedanya pakaian yang dikenakannya berwarna kuning. Mulai baju, celana, dan ikat kepala, semua berwarna kuning.”Banaswarih, Bandem, dan Lunjak mendengarkan cerita Suro Joyo sambil mengamati pakaian Suro Joyo yang serba putih. Pakaian yang dikenakan Suro Joyo robek-robek di sana-sini karena kena Ajian Maruta Seketi kemarin.“Pendekar muda yang mirip aku itu membentak-bentakku dengan suara keras,” lanjut Suro Joyo.
Ketika bangun dari pingsannya, Suro Joyo merasa dirinya berada di sebuah tempat yang asing. Dia kini juga bertatapan dengan tiga orang yang asing. Padahal, baru saja dirinya mimpi ditemui sosok yang membuatnya terbangun. Terbangun dari pingsan, juga tidur selama sehari semalam.Suro Joyo duduk sambil mengucek-ngucek mata beberapa kali. Dia ingin memastikan bahwa dirinya sedang sadar. Sudah bangun dari mimpinya. Mimpi yang membuatnya merasa ngeri karena bentakan orang dalam mimpi yang tidak pernah dikenalnya!“Eh…, maaf, kalian ini siapa?” tanya Suro Joyo kepada tiga orang yang menungguinya selama Pendekar Kembara Semesta itu tak sadar diri. “Dan…, aku ini di mana sekarang?”“Namaku Banaswarih,” jawab kesatria tampan itu. “Ini anak buahku, Bandem dan Lunjak.”Banaswarih melanjutkan perkataannya, “Coba Kisanak Suro Joyo ingat kembali peristiwa kemarin. Kemarin Kisanak bertarung melawan Keks
Keksi Anjani tahu bahwa Palasih ingin mengincar nyawanya. Pedang di tangan Palasih yang sekarang berada di ketinggian, siap membabat leher Keksi Anjani. Keksi Anjani menyadari bahwa Palasih tak kan ragu sedikit pun untuk menghabisi dirinya. Palasih sangat bernafsu untuk membunuh bekas pemimpinnya. Perasaan dendam Palasih terhadap Keksi Anjani membuatnya tega melakukan perbuatan keji. Perbuatan keji yang dilakukan Palasih ada dua. Pertama Palasih mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Perbuatan keji kedua, yang sekarang akan dia lakukan. Palasih sangat yakin dirinya bakal bisa memenggal Keksi Anjani! Saat Palasih berada berada di atasku, ini kesempatan yang baik. Kata hati Keksi Anjani. Ini kesempatan yang kutunggu-tunggu. Setiap lawanku melesat ke udara, maka itu kesempatan nyata yang tidak boleh disia-siakan. Aku bisa melakukan sesuatu yang menguntungkan diriku. Benar, kesempatan tersebut tidak disia-siakan Keksi Anjani. Dia menghantamkan ajian
Mereka berdua keluar dari goa. Mereka berdua terbelalak kaget demi dilihatnya sosok pendekar wanita yang berdiri membelakangi mereka. Sosok itu memandang lurus ke timur. Tempat ke arah matahari terbit. Janurwasis dan Palasih tahu siapa wanita yang berdiri tegak dalam posisi membelakangi. Wanita pendekar. Wanita cantik yang menjadi pendiri Pesanggrahan Alas Waru! Ya…, dia Keksi Anjani! Janurwasis sebagai orang selama ini naksir, menginginkan Keksi Anjani untuk dijadikan istri, tentu sangat mengenal Keksi Anjani. Baik dari segi fisik, tubuh, kecantikan, Janurwasis sangat hafal. Begitu juga dengan Palasih. Palasih anak buah sejak lama. Tentu saja Palasih sangat mengenali bentuk tubuh tuan putrinya itu. Keksi Anjani sengaja memunggungi kedua orang yang sama-sama dia anggap pengkhianat dan jahat. Palasih dia anggap pengkhianat karena telah mencuri kitab Ajian Maruta Seketi. Janurwasis dia anggap jahat karena telah memperdaya Palasih, sehingga mencuri kitab rahasia
Godar sejak tadi sudah merasa bahwa posisi pasukan Parangbawana mulai terdesak. Banyak prajurit berguguran di tangan lawan. Lebih-lebih sekarang Suro Joyo yang secara langsung atau tidak langsung membantu Parangbawana dalam keadaan terluka dan dibawa kabur oleh Banaswarih. Kalau keadaan seperti ini terus berlangsung, maka lama kelamaan pasukan Parangbawana bisa tumpas. Kata Godar dalam hati. Pasukan Parangbawana bisa habis tak tersisa. Sehebat apa pun pasukan Parangbawana, mereka sebagian kalah mengenali medan pertempuran, sehingga mudah ditundukkan lawan. Pasukan Parangbawana banyak yang gugur karena kalah mengenal areal pertempuran. Ketika Sengkalis memberi isyarat kepada dirinya, Godar sudah tanggap. Dia memberikan isyarat balik pada Sengkalis bahwa dirinya sudah paham akan isyarat yang diberikan Sengkalis. ”Mundur...!” teriak Sengkalis lantang. Suaranya menggema membelah angkasa. Dia berharap seluruh pasukan Parangbawana yang tersisa bis