Share

BAB 75

Penulis: Mayasa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 11:48:07

“Kamu menyuruhnya mengikuti pencuri itu?!” Amarah Marven langsung memuncak kala mendengar jika Ben kehilangan jejak Naina selama mengejar pencuri dokumen itu.

Ben langsung menunduk merasa bersalah, “Maafkan saya, tuan. Saya tidak tahu jika akan kehilangan jejak Nyonya.”

Marven mengepalkan tangannya, matanya menajam penuh kemarahan. “Cari dia! Saya tidak peduli bagaimana caranya, temukan Naina sekarang juga!”

Ben segera mengangguk dan memberi instruksi kepada timnya. Sementara itu, Marven mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.

“Nyalakan semua kamera lalu lintas di sekitar lokasi terakhirnya. Saya ingin laporan dalam lima menit.”

Pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Apakah Naina baik-baik saja? Apakah pria yang dia kejar berbahaya?

Marven menatap jam tangannya, waktu terasa berjalan sangat lambat. Satu menit, dua menit… hingga akhirnya ponselnya kembali bergetar.

“Tuan, kami menemukan rekaman CCTV. Nyonya Naina terlihat memasuki gang sempit, lalu menghil
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 76

    “T-tuan, bisakah anda menurunkan saya? Sekarang para pelayan sedang melihat kita.” Cicit Naina kala Marven terus memeluknya dalam gendongannya.Marven hanya melirik sekilas ke arah para pelayan yang berdiri terpSaya di depan mansion, beberapa bahkan tampak terkejut melihat bos mereka yang biasanya dingin kini menggendong seorang wanita dengan penuh perhatian. “Biar saja,” jawabnya singkat, tetap melangkah masuk ke dalam rumah tanpa niat menurunkannya. “Tapi… Tuan…” Naina menggigit bibirnya, wajahnya mulai memanas karena tatapan penasaran dari para pelayan. “Diam.” Marven memotong dengan nada otoritatif, tetapi tangannya justru semakin mengeratkan pelukan di sekitar tubuh Naina. Begitu masuk ke dalam mansion, Marven langsung menuju ke kamarnya. Dia menendang pintu hingga terbuka dan membaringkan Naina di atas tempat tidurnya dengan hati-hati. “Jangan keluar sebelum Saya bilang boleh,” katanya tegas sambil melepas jasnya. Naina menatapnya dengan bingung. “Kenapa?” Marven m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 77

    “Dia tidak pulang, Jake?” Tanya Evelyn saat Jake sejak tadi mondar mandir di depan pintu apartemen.Jake yang sejak tadi kesal berusaha menelpon Naina, namun nomor teleponnya selalu tidak aktif.“Dimana dia?” Gumamnya dengan penuh amarah.Evelyn yang melihat itu langsung berdiri dan menghampiri Jake, “Sejak Naina bekerja dia selalu pulang telat bahkan baru beberapa hari kerja sudah diajak dinas diluar kota. Jake, apa kau tidak curiga?” Tanya Evelyn seolah menambah bumbu kemarahan Jake.“Apa maksudmu?” Tanyanya dengan serius.“Apa kau tidak sadar, Naina memiliki barang-barang mahal sedangkan kau tak pernah memberikannya. Apa sebenarnya dia menjadi seorang simpanan? Secara logika Naina tak mungkin mampu membeli barang itu.” Kata Evelyn dengan wajah terkejut.Jake mengepalkan tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras mendengar kata-kata Evelyn. Kata ‘simpanan’ yang keluar dari mulut wanita itu membuat amarahnya semakin memuncak. “Tidak mungkin,” gumam Jake, mencoba menyangkal. “Naina buk

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 78

    Suasana di meja makan menjadi sangat canggung. Diamnya Naina setelah Marven menanyakan soal apakah pria itu pantas atau tidak membuatnya bingung.“Tuan, saya wanita yang sudah bersuami.” Kata Naina dengan pelan.Marven adalah pria tampan dan mempunyai status tinggi, dia pantas mendapatkan wanita yang lebih dari dirinya. Tak ada celah dari Marven untuk mendapatkan wanita yang sempurna untuk menduduki posisi Nyonya Tuner.“Saya bisa menunggu.” Kata Marven dengan serius.Naina menegang. Jawaban Marven begitu tenang, tapi berat di hatinya. Dia tidak tahu harus menjawab apa.“Tuan, saya tidak bisa memberikan harapan,” katanya akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan.Marven tersenyum kecil, tapi matanya tetap tajam. “Saya tidak butuh harapan, Naina. Saya hanya ingin kamu tahu bahwa Saya di sini. Dan Saya tidak akan ke mana-mana.”Naina menunduk, menatap tangannya yang menggenggam sendok dengan erat. Hatinya berperang—antara rasa takut, ragu, dan sesuatu yang lain yang enggan dia akui.Sej

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 79

    “T-tuan, bisa lepaskan saya?” Naina merasa sangat gugup, sudah lama waktu berlalu saat Marven memeluknya dengan begitu erat.“Saya masih membutuhkanmu.” Gumam Marven yang tak melepaskan pelukannya sedikitpun.Naina menelan ludahnya dengan susah payah. Suara Marven terdengar begitu lelah, begitu tulus, dan itu membuat hatinya semakin goyah.Akhirnya Naina menyerah dan tetap diam di posisinya meskipun posisi mereka sebuah kesalahan.“Kamu tahu?” Tiba-tiba suara Marven yang berat terdengar. “Saya sudah mengenalmu sangat lama, tapi sepertinya kamu melupakan saya.” Katanya dengan pelan, seolah dia kecewa dengan kenyataan itu.Naina yang mendengar itu bingung, dia benar-benar tak mengenal Marven sebelumnya bahkan dia juga tak pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan hilang ingatan.Jadi.. Kapan mereka bertemu?“Tuan, mungkin anda salah orang.” Kata Naina dengan lembut, karena mungkin Marven salah mengingat seseorang dan menganggapnya itu dirinya.Marven tertawa kecil, tetapi tidak ada

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 80

    “Akhirnya kau tau pulang juga, Naina!” Amarah Jake langsung menyambut Naina kala dia masuk ke dalam apartemen.Naina menghela nafasnya, jika saja dia tak merencanakan kehancuran mereka. Tentu saja dia tak akan kembali.“Jake, lihat sepertinya bibir Naina seperti bekas gigitan.” Kata Evelyn sambil menunjuk bibir Naina yang memang sedikit bengkak.Naina diam-diam menggulung bibirnya ke dalam mulutnya, ingatannya langsung pada ciuman panasnya bersama Marven tadi.Jake menyipitkan matanya, menatap Naina dengan penuh curiga. "Kau dari mana semalaman?" Suaranya terdengar tajam. Naina mengangkat kepalanya, mencoba untuk tetap tenang. "Aku lembur," jawabnya singkat, tidak ingin memberikan celah bagi Jake atau Evelyn untuk menyerangnya lebih jauh. Evelyn tertawa sinis, lalu melipat tangannya di depan dada. "Lembur? Atau justru tidur di tempat pria lain?" sindirnya tajam. Jake mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Jangan bilang kau—" "Kalau aku memang bersama pria lain, apa masala

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 81

    “Ini.. kamar saya?” Tanya Naina dengan terkejut. Dia kira setelah memutuskan untuk mengambil fasilitas tempat tinggal, ia akan ditempatkan di mess pelayan. Tapi ternyata.. “Kenapa? Kurang bagus? Memang ini terlihat terlalu sederhana. Atau kamu mau kamar saya saja, saya bisa tidur dimanapun.” Kata Marven dengan lembut. "T-tidak! Ini sudah lebih dari cukup!" Naina buru-buru menjawab, matanya masih terpaku pada kamar luas dengan desain elegan di depannya. Marven menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap Naina dengan senyum samar. "Bagus kalau kamu suka." Naina melangkah masuk dengan ragu, tangannya menyentuh sprei lembut di ranjang besar itu. "Tapi... bukankah ini terlalu mewah untuk saya?" Marven mendekat, membuat jantung Naina berdebar tanpa alasan. "Kamu pantas mendapatkan yang terbaik, Naina." Naina menatap Marven sejenak, lalu berkata “Saya terus merepotkan anda, tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih kepada anda.” Marven tersenyum tipis, lalu mempersempit jar

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-17
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 82

    “Melanjutkan perjodohan?” Suara Marven berubah menjadi lebih dingin.Ben menelan ludahnya takut, “Benar, tuan besar juga tahu jika saat makan malam itu anda bersama Nyonya Naina. Sepertinya tak ada jalan lain, tuan.” Kata Ben dengan pelan.Marven memandang ke arah Ben dengan tatapan tajam, “Pakai cara lain.” Kata Marven dengan tegas.Ben langsung menatap tuannya, “A-apa?!”“Akuisisi perusahaan keluarga Olivia Sandes. Kakek hanya ingin memperkuat bisnis keluarga, maka ambil bisnisnya dan hadiahkan untuk pria tua itu.” Kata Marven dengan dingin.Ben menatap Marven dengan mata membelalak, hampir tak percaya dengan perintah tuannya yang begitu tegas dan tanpa keraguan. “Tuan, ini—” “Saya tidak akan menikahi siapa pun selain Naina,” potong Marven dengan suara tajam. “Jika kakek ingin memperkuat bisnis keluarga, aku akan memberikannya lebih dari yang dia harapkan. Olivia Sandes bukan masalahnya, bisnisnya yang menjadi daya tarik utama, bukan?” Ben menelan ludahnya. “Tapi, tuan, ini ak

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-18
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 83

    “Anda..” Ucapan Naina menggantung kala pelayan yang berada di dekatnya berbisik.“Beliau adalah Nyonya Sisca Tuner, anak tiri tuan besar dan bibi tiri tuan Marven.” Bisik pelayan itu pelan.Naina yang mendengar itu terdiam beberapa saat. Jika statusnya seperti itu, berarti dia tidak boleh bersikap sembarangan.“Nyonya, maaf bersikap kurang sopan. Mari duduk, saya akan menyiapkan teh untuk anda.” Sambut Naina dengan ramah tanpa ingin memicu konflik lebih lanjut.Namun, Nyonya Sisca hanya menyeringai sinis. “Ah, kau cukup tahu diri rupanya.” Dia berjalan dengan angkuh ke sofa terdekat dan duduk dengan sikap penuh wibawa.Sementara itu, Naina dengan tenang menuangkan teh ke dalam cangkir dan meletakkannya di hadapan Nyonya Sisca. “Silakan, Nyonya.”Wanita itu menatap teh tersebut sebelum mengangkat alis. “Kau tidak takut aku akan menumpahkannya ke wajahmu?”Naina tersenyum tipis. “Saya percaya Nyonya bukan orang yang kekanak-kanakan.”Pelayan yang ada di sekitar mereka hampir menahan nap

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-19

Bab terbaru

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 117

    “Bagaimana? Apakah dia hamil?”Marven langsung menembak pertanyaan saat dokter keluarga memeriksa Naina setelah kembali ke mansion.“Hamil?” Dokter keluarga itu mengerutkan dahi, menatap Marven sejenak sebelum kembali memeriksa hasil catatannya.“Tidak, dia tidak hamil,” jawabnya dengan nada datar namun meyakinkan. “Tekanan darahnya sedikit rendah dan lambungnya iritasi, mungkin karena kelelahan dan pola makan yang tidak teratur. Itu saja.”Marven menarik napas lega, namun tak sempat menyembunyikan ekspresi lega yang langsung terlihat oleh Naina yang duduk di sisi ranjang.“Kenapa kamu curiga aku hamil?” tanya Naina dengan bingung.Marven menatap Naina beberapa detik, seolah memilih kata-kata yang tepat. Ia lalu duduk di tepi ranjang, tak mengalihkan pandangannya darinya.“Karena kamu tiba-tiba mual, pucat… dan kamu terlihat tidak seperti biasanya,” ujarnya dengan tenang. “Dan… bibi Sisca juga langsung menebaknya.”Naina mengerutkan kening, “Jadi kamu percaya omongan bibi Sisca?”Marv

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 116

    Brak!Suara ponsel yang hancur ke lantai menggema di ruangan kamar itu. Rosana yang melihat sosial media bibinya langsung mendidih karena melihat kemesraan Naina dan Marven.Dia menggigit kuku jarinya dengan gelisah, hingga suara ketukan kaca dari arah balkon membuatnya menoleh.Dengan cepat dia bangkit dan menghampiri orang itu dengan semangat, “Bagaimana? kau sudah menemukan rahasia wanita itu?”Pria dengan masker hitam itu mengangguk, “ternyata dia wanita yang sudah menikah, dan baru saja bercerai.”Mendengar itu Rosana menyeringai, “licik juga dia, pasti kakak tidak tahu jika dia seorang janda!’Pria itu menyerahkan sebuah map berisi dokumen. “Ini salinan surat perceraiannya. Lengkap dengan data mantan suaminya.”Rosana membuka map itu dengan antusias, matanya berbinar saat membaca setiap lembarannya. “Ini... ini sempurna,” gumamnya. “Dengan ini, aku bisa membuat kakak membencinya. Seorang Tuner tak mungkin bersama janda!”Dia terkekeh pelan, namun nada tawanya dipenuhi kebencian.

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 115

    “Awas, hati-hati,” kata Marven saat membantu Naina turun dari mobil.Nyonya Sisca yang melihat itu tersenyum tipis,”Kalian membuatku iri saja.”“Terlambat, bibi sudah tidak laku di pasaran,” kata Marven dengan tenang sambil menggandeng tangan Naina.Nyonya Sisca langsung melotot tajam. “Hei, kurang ajar! Aku ini masih laku, tahu!” Marven hanya mengangkat bahu dengan santai. “Oh ya? Mana buktinya?” Naina menahan tawa melihat interaksi keduanya. “Bibi masih sangat cantik, pasti banyak yang tertarik,” katanya mencoba menenangkan suasana. Nyonya Sisca tersenyum bangga sambil melirik Marven. “Lihat? Naina saja tahu.” Marven mendengus pelan lalu kembali fokus menggandeng tangan Naina. “Baiklah, kalau bibi merasa masih laku, cepat cari pasangan supaya tidak mengganggu kami.” Nyonya Sisca terkekeh, lalu menggeleng. “Tidak semudah itu, Nak. Aku masih ingin melihat bagaimana kau menangani hubunganmu sendiri.” Naina tersenyum canggung, sementara Marven hanya mendesah pasrah. Perjalana

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 114

    “Kenapa?” tanya Nyonya Sisca dengan santai, “lihat, Naina tampak tak keberatan jika menginap.”Marven mendengus, “Tidak boleh, dia harus pulang!”Rosana yang mendengar itu semakin kesal karena dua orang sedang memperebutkan wanita itu sedangkan dia diabaikan begitu saja.“Kak, biarkan saja Naina pergi. Lebih baik kakak temani aku untuk memilih kado untuk ulang tahun kakek yang sebentar lagi diadakan,” kata Rosana dengan lembut.Nyonya Sisca tersenyum miring, “Lihat, adikmu perlu ditemani jadi jangan ganggu bisnisku.”Marven melirik Rosana sekilas sebelum kembali menatap Naina. “Kalau begitu, saya ikut.” Naina mengerjap, sedikit terkejut. “Apa?” Rosana langsung merajuk, “Kak! Aku yang membutuhkanmu sekarang, bukan dia!” Marven tetap tenang, tapi suaranya penuh ketegasan. “Ben bisa menemanimu memilih hadiah. Saya akan pergi dengan Naina.” Rosana menggigit bibirnya, merasa semakin diabaikan. Nyonya Sisca tertawa kecil, menyesap tehnya dengan santai. “Kalau kau ikut, siapa yang a

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 113

    “Sudah satu jam, sepertinya Marven tidur disana,” gumam Naina pelan.Akhirnya dia tak menunggu lagi, dengan cepat dia mematikan lampu kamar dan menutupi dirinya dengan selimut tebal.Namun, baru saja Naina mencoba memejamkan mata, pintu kamar terbuka dengan pelan. Marven masuk dengan langkah tenang, lalu menutup pintunya kembali. Suara kunci yang diputar membuat Naina yang berpura-pura tidur langsung sadar. Dia merasakan ranjang di sebelahnya sedikit tenggelam ketika Marven duduk di sana. “Kamu pura-pura tidur?” suara beratnya terdengar di kegelapan. Naina tidak menjawab, tetap diam di bawah selimutnya. Marven tersenyum tipis, lalu dengan santai menarik selimut itu hingga wajah Naina terlihat. “Saya tidak tidur di sana. Saya hanya menunggu sampai dia tertidur.” Naina mengerjapkan mata, menatap Marven dalam cahaya redup. “Kamu tidak perlu menjelaskannya,” katanya pelan. “Tapi saya ingin,” balas Marven dengan suara rendah, lalu berbaring di sampingnya. Pria itu langsung ik

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 112

    “Kamu lupa itu sudah menjadi kamar Rosana?” Tiba-tiba suara Marven terdengar kala Naina ingin masuk ke kamar yang biasa dia gunakan.“Ah– maaf, saya akan tidur di mess pelayan,” kata Naina dengan cepat lalu berbalik.Namun, tangannya langsung di cekal oleh Marven, “Kamu marah?”Naina menatap tangan Marven yang mencengkeram pergelangannya, lalu mengalihkan pandangan ke wajah pria itu. Matanya yang biasanya tenang kini menunjukkan sedikit kekecewaan.“Kenapa saya harus marah?” tanyanya, suaranya terdengar datar.Marven menghela napas, menatapnya dalam. “Kalau kamu tidak marah, kenapa ingin tidur di mess pelayan? Tempatmu di sini, bukan di sana.”Naina tersenyum kecil, tapi senyum itu tidak sampai ke matanya. “Karena kamar ini sudah ditempati Rosana.”Marven yang mendengar itu langsung menarik Naina ke kamar yang ada di depan kamar tersebut lalu dengan cepat dia menutup dan menguncinya.Tubuh Naina langsung di himpit oleh tubuh besar itu di depan pintu.“Bukankah ini jadi kesempatan kit

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 111

    “Ini makanan penutup malam ini, tapi hari ini hanya sempat membuat puding saja.” Kata Naina sambil menaruh puding di depan Marven dan tak lupa juga memberikan untuk Rosana.“Puding? Kau tak tahu jika kakak tidak suka makanan manis?” kata Rosana dengan ketus.Naina menatap bingung adik tiri Marven itu, dia tak tahu jika Marven tak menyukai makanan manis. Tapi, dulu Marven sendiri yang bilang dia menyukainya. Yang benar yang mana?Marven menatap puding di depannya, lalu mengangkat sendok dan mengambil sesendok kecil.“Saya tidak suka makanan manis?” Marven mengulang ucapan Rosana sambil melirik ke arahnya. “Sejak kapan kamu tahu selera saya?”Rosana terdiam, wajahnya seketika tegang. “Aku… aku hanya ingat dulu kakak jarang makan makanan manis.”Marven tidak menjawab, ia hanya melanjutkan makan puding buatan Naina tanpa ragu. “Pudingnya enak,” katanya santai, membuat Naina tersenyum kecil.Rosana mengepalkan tangannya di bawah meja. Keakraban ini membuatnya semakin tidak nyaman.Hingga s

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 110

    “Aku dengar Rosana kembali.” Suara Nyonya Sisca membuat Naina yang sebelumnya sedang fokus pada dokumen yang diberikan padanya sedikit buyar.“Benar, bibi.” Katanya dengan singkat namun jelas.“Yah, anak itu memang sedikit manja. Tapi, kau harus hati-hati dengannya.” Kata Nyonya Sisca dengan tenang.Naina menatap Nyonya Sisca dengan sedikit bingung. "Kenapa, Bibi?"Nyonya Sisca menyilangkan tangan di depan dadanya, ekspresinya sulit ditebak. "Rosana itu tidak sebodoh kelihatannya. Dia tahu bagaimana mendapatkan apa yang dia inginkan, dan biasanya dia tidak peduli siapa yang harus disingkirkan untuk itu."Naina terdiam untuk beberapa saat, namun dia sepertinya tak perlu mengurus hal ini.“Terima kasih atas peringatannya, bibi. Tapi sepertinya Rosana tak mungkin menganggap saya saingannya yang harus disingkirkan. Bukankah kita akan menjadi keluarga?”Nyonya Sisca tersenyum kecil, tapi ada kilatan tajam di matanya. “Keluarga, ya? Ya semoga begitu.” Katanya sambil pergi meninggalkan Nain

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 109

    “Kakak!”Suara melengking itu membuat mansion yang biasanya tenang langsung pecah, Naina yang tadinya membantu pelayan menyiapkan sarapan seperti biasa langsung menoleh.“Siapa dia?” Tanya Naina pada pelayan di sampingnya.“Oh, itu Nona Rosana. Adik tiri tuan Marven, Nyonya.” Kata pelayan itu dengan ramah.Naina yang mendengar itu mengangguk, dia benar-benar belum tahu anggota keluarga besar Tuner dan sepertinya mulai sekarang dia harus mencari tahu agar bisa menyambut mereka jika datang.Dengan cepat dia langsung menghampiri wanita itu, dan tersenyum ramah.Namun, saat Naina mendekat Rosana langsung menatapnya sinis. “Kau pelayan baru? Dimana kakak, apa masih tidur? Sepertinya aku akan membangunkannya.” Naina terdiam sejenak, tapi senyumnya tidak luntur. Dia bisa merasakan ketidaksukaan dalam nada bicara Rosana, tapi memilih untuk tetap tenang.“Dia masih mandi, mungkin sekarang sudah selesai.” Katanya dengan lembut.Rosana langsung melirik tajam, “Kenapa kau begitu tahu? Dan bagaim

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status