Share

BAB 74

Author: Mayasa
last update Last Updated: 2025-02-11 17:02:55

Hampir dua jam Ben dan Naina mencari dokumen yang hilang, meskipun seharusnya Naina sudah memasuki jam pulang tapi dia tetap profesional membantu Ben mencari.

Ben mengusap wajahnya dengan frustasi. “Sudah hampir dua jam, tapi masih belum ketemu juga…”

Naina duduk sejenak di kursi, mencoba mengingat kembali segala sesuatu yang terjadi hari ini. Dia tidak mungkin masuk ke ruang kerja Marven tanpa izin, dan setahunya, hanya beberapa orang tertentu yang bisa mengakses ruangan itu.

“Tadi pagi, siapa saja yang masuk ke ruangan Tuan Marven?” tanya Naina, mencoba berpikir logis.

Ben menghela napas, mencoba mengingat. “Saya, Pak Johan, dan seorang staf kebersihan. Tapi staf kebersihan tidak mungkin mengambil dokumen penting, mereka hanya membersihkan ruangan.”

Naina memiringkan kepalanya. “Tunggu… staf kebersihan?”

Ben menatapnya dengan serius. “Iya, kenapa?”

“Kita tidak bisa mengesampingkan siapa pun,” kata Naina tegas. “Apakah ada rekaman CCTV di sekitar ruangan itu?”

Ben tampa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 75

    “Kamu menyuruhnya mengikuti pencuri itu?!” Amarah Marven langsung memuncak kala mendengar jika Ben kehilangan jejak Naina selama mengejar pencuri dokumen itu.Ben langsung menunduk merasa bersalah, “Maafkan saya, tuan. Saya tidak tahu jika akan kehilangan jejak Nyonya.”Marven mengepalkan tangannya, matanya menajam penuh kemarahan. “Cari dia! Saya tidak peduli bagaimana caranya, temukan Naina sekarang juga!” Ben segera mengangguk dan memberi instruksi kepada timnya. Sementara itu, Marven mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. “Nyalakan semua kamera lalu lintas di sekitar lokasi terakhirnya. Saya ingin laporan dalam lima menit.” Pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan. Apakah Naina baik-baik saja? Apakah pria yang dia kejar berbahaya? Marven menatap jam tangannya, waktu terasa berjalan sangat lambat. Satu menit, dua menit… hingga akhirnya ponselnya kembali bergetar. “Tuan, kami menemukan rekaman CCTV. Nyonya Naina terlihat memasuki gang sempit, lalu menghil

    Last Updated : 2025-02-12
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 76

    “T-tuan, bisakah anda menurunkan saya? Sekarang para pelayan sedang melihat kita.” Cicit Naina kala Marven terus memeluknya dalam gendongannya.Marven hanya melirik sekilas ke arah para pelayan yang berdiri terpSaya di depan mansion, beberapa bahkan tampak terkejut melihat bos mereka yang biasanya dingin kini menggendong seorang wanita dengan penuh perhatian. “Biar saja,” jawabnya singkat, tetap melangkah masuk ke dalam rumah tanpa niat menurunkannya. “Tapi… Tuan…” Naina menggigit bibirnya, wajahnya mulai memanas karena tatapan penasaran dari para pelayan. “Diam.” Marven memotong dengan nada otoritatif, tetapi tangannya justru semakin mengeratkan pelukan di sekitar tubuh Naina. Begitu masuk ke dalam mansion, Marven langsung menuju ke kamarnya. Dia menendang pintu hingga terbuka dan membaringkan Naina di atas tempat tidurnya dengan hati-hati. “Jangan keluar sebelum Saya bilang boleh,” katanya tegas sambil melepas jasnya. Naina menatapnya dengan bingung. “Kenapa?” Marven m

    Last Updated : 2025-02-12
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 77

    “Dia tidak pulang, Jake?” Tanya Evelyn saat Jake sejak tadi mondar mandir di depan pintu apartemen.Jake yang sejak tadi kesal berusaha menelpon Naina, namun nomor teleponnya selalu tidak aktif.“Dimana dia?” Gumamnya dengan penuh amarah.Evelyn yang melihat itu langsung berdiri dan menghampiri Jake, “Sejak Naina bekerja dia selalu pulang telat bahkan baru beberapa hari kerja sudah diajak dinas diluar kota. Jake, apa kau tidak curiga?” Tanya Evelyn seolah menambah bumbu kemarahan Jake.“Apa maksudmu?” Tanyanya dengan serius.“Apa kau tidak sadar, Naina memiliki barang-barang mahal sedangkan kau tak pernah memberikannya. Apa sebenarnya dia menjadi seorang simpanan? Secara logika Naina tak mungkin mampu membeli barang itu.” Kata Evelyn dengan wajah terkejut.Jake mengepalkan tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras mendengar kata-kata Evelyn. Kata ‘simpanan’ yang keluar dari mulut wanita itu membuat amarahnya semakin memuncak. “Tidak mungkin,” gumam Jake, mencoba menyangkal. “Naina buk

    Last Updated : 2025-02-13
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 78

    Suasana di meja makan menjadi sangat canggung. Diamnya Naina setelah Marven menanyakan soal apakah pria itu pantas atau tidak membuatnya bingung.“Tuan, saya wanita yang sudah bersuami.” Kata Naina dengan pelan.Marven adalah pria tampan dan mempunyai status tinggi, dia pantas mendapatkan wanita yang lebih dari dirinya. Tak ada celah dari Marven untuk mendapatkan wanita yang sempurna untuk menduduki posisi Nyonya Tuner.“Saya bisa menunggu.” Kata Marven dengan serius.Naina menegang. Jawaban Marven begitu tenang, tapi berat di hatinya. Dia tidak tahu harus menjawab apa.“Tuan, saya tidak bisa memberikan harapan,” katanya akhirnya, suaranya hampir seperti bisikan.Marven tersenyum kecil, tapi matanya tetap tajam. “Saya tidak butuh harapan, Naina. Saya hanya ingin kamu tahu bahwa Saya di sini. Dan Saya tidak akan ke mana-mana.”Naina menunduk, menatap tangannya yang menggenggam sendok dengan erat. Hatinya berperang—antara rasa takut, ragu, dan sesuatu yang lain yang enggan dia akui.Sej

    Last Updated : 2025-02-14
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 79

    “T-tuan, bisa lepaskan saya?” Naina merasa sangat gugup, sudah lama waktu berlalu saat Marven memeluknya dengan begitu erat.“Saya masih membutuhkanmu.” Gumam Marven yang tak melepaskan pelukannya sedikitpun.Naina menelan ludahnya dengan susah payah. Suara Marven terdengar begitu lelah, begitu tulus, dan itu membuat hatinya semakin goyah.Akhirnya Naina menyerah dan tetap diam di posisinya meskipun posisi mereka sebuah kesalahan.“Kamu tahu?” Tiba-tiba suara Marven yang berat terdengar. “Saya sudah mengenalmu sangat lama, tapi sepertinya kamu melupakan saya.” Katanya dengan pelan, seolah dia kecewa dengan kenyataan itu.Naina yang mendengar itu bingung, dia benar-benar tak mengenal Marven sebelumnya bahkan dia juga tak pernah mengalami kecelakaan yang mengakibatkan hilang ingatan.Jadi.. Kapan mereka bertemu?“Tuan, mungkin anda salah orang.” Kata Naina dengan lembut, karena mungkin Marven salah mengingat seseorang dan menganggapnya itu dirinya.Marven tertawa kecil, tetapi tidak ada

    Last Updated : 2025-02-15
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 80

    “Akhirnya kau tau pulang juga, Naina!” Amarah Jake langsung menyambut Naina kala dia masuk ke dalam apartemen.Naina menghela nafasnya, jika saja dia tak merencanakan kehancuran mereka. Tentu saja dia tak akan kembali.“Jake, lihat sepertinya bibir Naina seperti bekas gigitan.” Kata Evelyn sambil menunjuk bibir Naina yang memang sedikit bengkak.Naina diam-diam menggulung bibirnya ke dalam mulutnya, ingatannya langsung pada ciuman panasnya bersama Marven tadi.Jake menyipitkan matanya, menatap Naina dengan penuh curiga. "Kau dari mana semalaman?" Suaranya terdengar tajam. Naina mengangkat kepalanya, mencoba untuk tetap tenang. "Aku lembur," jawabnya singkat, tidak ingin memberikan celah bagi Jake atau Evelyn untuk menyerangnya lebih jauh. Evelyn tertawa sinis, lalu melipat tangannya di depan dada. "Lembur? Atau justru tidur di tempat pria lain?" sindirnya tajam. Jake mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. "Jangan bilang kau—" "Kalau aku memang bersama pria lain, apa masala

    Last Updated : 2025-02-16
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 81

    “Ini.. kamar saya?” Tanya Naina dengan terkejut. Dia kira setelah memutuskan untuk mengambil fasilitas tempat tinggal, ia akan ditempatkan di mess pelayan. Tapi ternyata.. “Kenapa? Kurang bagus? Memang ini terlihat terlalu sederhana. Atau kamu mau kamar saya saja, saya bisa tidur dimanapun.” Kata Marven dengan lembut. "T-tidak! Ini sudah lebih dari cukup!" Naina buru-buru menjawab, matanya masih terpaku pada kamar luas dengan desain elegan di depannya. Marven menyandarkan tubuhnya di ambang pintu, menatap Naina dengan senyum samar. "Bagus kalau kamu suka." Naina melangkah masuk dengan ragu, tangannya menyentuh sprei lembut di ranjang besar itu. "Tapi... bukankah ini terlalu mewah untuk saya?" Marven mendekat, membuat jantung Naina berdebar tanpa alasan. "Kamu pantas mendapatkan yang terbaik, Naina." Naina menatap Marven sejenak, lalu berkata “Saya terus merepotkan anda, tidak tahu bagaimana caranya berterima kasih kepada anda.” Marven tersenyum tipis, lalu mempersempit jar

    Last Updated : 2025-02-17
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 82

    “Melanjutkan perjodohan?” Suara Marven berubah menjadi lebih dingin.Ben menelan ludahnya takut, “Benar, tuan besar juga tahu jika saat makan malam itu anda bersama Nyonya Naina. Sepertinya tak ada jalan lain, tuan.” Kata Ben dengan pelan.Marven memandang ke arah Ben dengan tatapan tajam, “Pakai cara lain.” Kata Marven dengan tegas.Ben langsung menatap tuannya, “A-apa?!”“Akuisisi perusahaan keluarga Olivia Sandes. Kakek hanya ingin memperkuat bisnis keluarga, maka ambil bisnisnya dan hadiahkan untuk pria tua itu.” Kata Marven dengan dingin.Ben menatap Marven dengan mata membelalak, hampir tak percaya dengan perintah tuannya yang begitu tegas dan tanpa keraguan. “Tuan, ini—” “Saya tidak akan menikahi siapa pun selain Naina,” potong Marven dengan suara tajam. “Jika kakek ingin memperkuat bisnis keluarga, aku akan memberikannya lebih dari yang dia harapkan. Olivia Sandes bukan masalahnya, bisnisnya yang menjadi daya tarik utama, bukan?” Ben menelan ludahnya. “Tapi, tuan, ini ak

    Last Updated : 2025-02-18

Latest chapter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 186

    Beberapa bulan kemudian, suasana mewah dan hangat menyelimuti ballroom utama di mansion keluarga Tuner. Dekorasi elegan dipenuhi bunga putih dan ungu, selaras dengan tema pernikahan Rosana dan Andrian. Para tamu duduk tenang menyaksikan dua sejoli yang kini berdiri di altar, saling menatap dengan mata berbinar.Rosana terlihat anggun dalam gaun putih panjang yang menjuntai lembut, sementara Andrian tampak gagah dengan setelan jas hitam elegan. Di tengah keheningan yang khidmat, suara pendeta pun terdengar lantang dan syahdu:“Silakan ucapkan janji suci pernikahan kalian.”Andrian mengambil tangan Rosana dengan mantap. Suaranya terdengar tenang, namun penuh emosi.“Aku, Andrian, berjanji untuk mencintaimu, Rosana, di setiap hari baik maupun buruk. Aku akan menjadi rumah tempatmu pulang, pelindung saat kau lelah, dan sahabat yang selalu ada. Hari ini, aku tidak hanya menikahi wanita yang kucintai… aku juga menikahi masa depanku.”Rosana menarik napas pelan, matanya berkaca-kaca. Ia meng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 185

    “Baby boy datang….” Nyonya Sisca membawa box bayi dengan semangat.Naina yang terbaring di ranjang tersenyum bahagia karena ini adalah pertama kalinya dia melihat putranya setelah beberapa hari dalam perawatan.Nyonya Sisca meletakkan box bayi itu dengan hati-hati di samping ranjang Naina. “Lihatlah, dia sudah membuka matanya tadi pagi. Seperti sedang mencari-cari ibunya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca karena haru.Naina mengangkat tangannya pelan, matanya sudah basah melihat sosok mungil di dalam box itu. “Sayang… sini, peluk mama,” bisiknya lirih.Marven dengan hati-hati mengangkat bayi itu dan meletakkannya di dada Naina. Tangis kecil si bayi langsung mereda saat merasakan dekapan ibunya.“Raynar Elric Tuner,” gumam Naina sambil mencium kening putranya. “Selamat datang di dunia, nak…”Marven berdiri di samping mereka, mengelus lembut kepala istrinya dan putranya. “Keluarga kita lengkap sekarang…” ucapnya pelan, penuh rasa syukur.Rosana yang menyaksikan dari pintu hanya ter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 184

    Di luar ruang operasi, ketiganya tampak berdoa masing-masing menunggu kabar baik.Setelah beberapa jam telah terlewati, mereka mendengar suara tangis bayi di dalam.Nyonya Sisca dan Rosana langsung menoleh, senyum mereka akhirnya merekah.“Bayinya selamat!” Ucap Nyonya Sisca bahagia.Namun Marven sama sekali tak merasa lega, karena dia belum melihat dokter keluar dan bagaimana keadaan istrinya di dalam.Marven berdiri perlahan, tubuhnya kaku seperti batu. Suara tangis bayi yang seharusnya menjadi kabar bahagia justru terasa menggantung baginya. Matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.Rosana berdiri di sampingnya, ikut terdiam saat menyadari ekspresi kakaknya tak berubah. Nyonya Sisca, yang sebelumnya tersenyum lega, kini ikut dilanda cemas lagi.Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.Seorang dokter keluar, wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan sikap profesional. Marven langsung menghampirinya dengan langkah tergesa.“Dok,

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 183

    “Sayang, hati-hati!”Suara Marven menggema cukup keras dari balik balkon, namun Naina yang sedang berjalan santai dari arah taman tidak terlalu mendengarnya. Fokusnya tertuju pada burung kecil yang bertengger di pagar, membuat langkahnya sedikit melambat.Namun tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tertanam tak rata di jalan setapak. Dalam sekejap, tubuh Naina kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh ke samping, dan suara benturan tubuhnya di tanah disertai ringisan kesakitan langsung membuat jantung Marven seakan berhenti berdetak.“Naina!”Ia langsung berlari menuruni anak tangga tanpa pikir panjang. Beberapa pelayan yang melihat kejadian itu pun ikut panik.“Aaahh… Marven… perutku…” suara Naina lirih namun penuh ketakutan, tangannya menggenggam erat perutnya yang besar.Ketika Marven sampai di sisinya, ia melihat noda darah mulai merembes dari balik gaun Naina. Wajahnya langsung pucat. “B-Ben! Siapkan mobil sekarang! Cepat! Kita ke rumah sakit!” teriaknya tanpa menoleh.Ben yang

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 182

    “Di lamar?!” Marven dan Naina langsung menoleh bersamaan saat mendengar hal itu.Rosana menundukkan kepalanya malu, “Iya kak,”Naina langsung menjerit kecil penuh antusias sambil memeluk adiknya, “Aaaa! Ros, selamat! Ya ampun, kamu akhirnya dilamar juga! Aku seneng banget!”Marven hanya menghela napas panjang lalu menatap Andrian tajam tapi dengan nada menggoda, “Kau berani-beraninya melamar adikku tanpa izin? Minimal kasih kode dulu”Andrian mengangkat tangan seperti menyerah, “Sumpah, tuan Marven, saya niatnya baik dan serius. Dan cincin itu bukan cuma simbol, saya juga sudah siapkan semuanya untuk langkah selanjutnya.”Naina menoleh ke Marven sambil tersenyum penu

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 181

    “Wow cantik sekali, pilihanku memang tak pernah salah,” puji Andrian saat melihat Rosana keluar dengan gaun hijau cantik namun tak berlebihan.Rosana menahan senyumnya sambil memukul lengan pria itu, “jangan menggodaku!”Andrian tertawa ringan sambil merapikan jasnya, lalu membuka pintu mobil untuk Rosana. “Aku hanya jujur, kok. Lagipula, malam ini sepertinya aku yang beruntung bisa pergi dengan wanita secantik kamu.”Rosana tersipu, tapi tetap gengsi untuk mengakuinya. “Huh, bisa aja kamu. Ayo jalan, sebelum aku berubah pikiran.”Andrian mengangguk sambil menahan senyum puas. “Baik, nona Rosana. Tapi kalau kamu berubah pikiran dan memutuskan untuk mencintaiku sekarang juga, aku nggak keberatan.”Rosana hanya mendecak pelan, “Dasar kamu…,” lalu masuk ke mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.Dan saat mereka sampai di sebuah restoran yang menyajikan makanan ala timur tengah, Rosana masuk dengan dibantu oleh Andrian yang setia menggandengnya.“Selamat datang, tuan dan nona. M

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 180

    “Kematian pada ibu hamil memang beberapa terjadi tuan, tapi itu hanya sebagian kecil dari ibu yang selamat,” jelas dokter saat diundang langsung diruang kerja Marven.Marven sejak kemarin terus dihantui oleh rasa ketakutan istrinya sampai menyuruh Ben mengundang ahli kandungan untuk berkonsultasi sendiri.Dokter yang duduk dengan tenang di hadapan Marven menatap pria muda itu dengan bijak. “Saya paham kekhawatiran Anda, Tuan Marven. Kecemasan seperti ini sangat wajar, apalagi bagi suami yang sangat mencintai istrinya dan calon anaknya. Tapi izinkan saya memberikan sedikit ketenangan…”Marven, yang duduk bersandar dengan tangan saling menggenggam di depan mulutnya, hanya mengangguk pelan. Matanya tampak lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena dihantui ketakutan sejak Naina mengungkapkan kekhawatirannya.“Pertama, kondisi nyonya Naina sejauh ini sangat baik. Tensi, detak jantung janin, pertumbuhan, semua dalam batas normal dan sehat. Tak ada indikasi bahaya seperti preeklampsia, pl

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 179

    “Sejak kapan perutmu sudah sebesar ini, sayang?” Marven terkejut saat bangun tidur mendapati perut istrinya membuncit dan ada gerakan kecil disana.Naina dengan kesal langsung memukul pelan suaminya itu, “ini sudah hampir tujuh bulan, wajar jika perutku besar.”Marven terkekeh pelan, “Sebentar lagi kita akan bertemu baby boy,” gumamnya sambil menciumi perut istrinya dengan gemas namun langsung ditendang oleh anaknya dari dalam.Marven terperanjat kecil saat perut istrinya menendang balik tepat di pipinya. “Wah! Ini anakmu atau petarung MMA, sih?” ucapnya sambil tertawa geli, masih memegang pipinya yang baru saja ‘disentuh’ oleh calon buah hatinya.Naina ikut tertawa, meski sedikit meringis karena tendangan itu memang cukup kuat. “Dia aktif banget, apalagi kalau dengar suara kamu. Mungkin dia tahu ayahnya cerewet.”Marven menyipitkan mata berpura-pura tersinggung. “Cerewet demi anak dan istri tercinta, oke? Lagian, suara ayahnya ini yang bikin kamu nyaman di perut sana, ya kan, Nak?” k

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 178

    “Bagaimana keadaan istri saya dok? apakah dia dan calon anak saya baik-baik saja?” tanya Marven dengan wajah kalut penuh ketakutan dan merasa bersalah karena melakukannya dengan keras hingga istrinya kesakitan.Dokter terlihat tenang, menatap Marven dan Naina yang duduk di ranjang rumah sakit. Naina sudah berbaring dengan infus di tangan, sementara Marven masih menggenggam jemarinya erat-erat.“Untung kalian cepat datang,” ucap dokter sambil mengecek data di tablet-nya. “Istri Anda mengalami kontraksi ringan akibat tekanan fisik yang terlalu intens. Tapi tenang, kondisi janinnya masih stabil, tidak ada tanda bahaya besar. Namun…”Marven menegakkan tubuhnya, wajahnya menegang. “Namun…?”Dokter menatap Marven dalam-dalam. “Dia harus benar-benar beristirahat dan menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat, termasuk… hubungan suami istri. Setidaknya sampai trimester pertamanya benar-benar aman. Saya akan beri obat pereda kram, dan nanti ada vitamin tambahan juga.”Marven menghela napas

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status