Share

BAB 17

Penulis: Mayasa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-10 17:05:23

“Jake…” Suara Evelyn yang sangat lembut memanggil Jake, membuat pria yang baru tiba tersenyum.

“Sudah bangun, hm?” Tanya Jake dengan begitu lembut.

Evelyn tersenyum lalu mengangguk seperti anak kecil. “Apa tadi kau menemui istrimu?”

“Iya, untuk melihatnya sebentar. Dan dia juga sudah sadar, sudah ku bilang bukan jika Naina pasti sehat kembali. Jadi kau tak perlu menyalahkan diri lagi karena dia mendonorkan darahnya padamu.” Kata Jake dengan lembut.

Evelyn menunduk, memalingkan wajahnya dengan ekspresi seolah menahan rasa bersalah. "Tapi aku tetap merasa bersalah, Jake. Aku tidak pernah ingin ini terjadi. Aku hanya ingin sembuh, bukan menyakiti orang lain..." ucapnya lirih, suaranya hampir seperti bisikan.

Jake menghela napas panjang, lalu duduk di tepi ranjang Evelyn. Ia menggenggam tangan wanita itu dengan lembut, menatapnya dengan mata penuh keyakinan. "Evelyn, dengarkan aku. Semua ini bukan salahmu. Jika ada yang harus disalahkan, itu aku. Aku yang mengambil keputusan ini, dan aku
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 18

    Kehidupan tenang Naina kembali terusik. Setelah Marven pergi, dia berpikir jika dia bisa istirahat dengan nyaman. Tapi, siapa sangka jika dia harus kedatangan dua makhluk hidup yang sebenarnya ingin dia buang jauh. “Naina…” Suara lembut yang dibuat-buat oleh Evelyn membuat Naina serasa ingin muntah. “Evelyn memanggilmu, paling tidak pasang wajah senyum. Apa harus kau jutek seperti itu?” Kata Jake dengan nada tidak suka. Naina menghela nafasnya, “Kalian kenapa disini? Dokter bilang aku butuh istirahat, jadi daripada mengusikku lebih baik kalian pergi saja.” Evelyn tersenyum tipis, meskipun senyumnya tidak mampu menyembunyikan nada mengejek yang terselip dalam suaranya. “Oh, Naina, kami hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja. Lagipula, aku merasa bersalah karena kamu sampai harus mendonorkan darahmu untukku.” Jake melirik Naina dengan tatapan tajam. “Evelyn mencoba bersikap baik, tapi kau malah membalasnya dengan sikap dingin seperti ini. Apa kau tidak punya rasa terima kasih?”

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 19

    “Tuan, sudah sangat larut. Apakah Anda tidak sebaiknya pulang?” tanya Naina dengan nada hati-hati. Bagaimanapun, dia adalah wanita yang sudah berstatus istri. Jika orang lain melihat situasi ini, tentu akan menjadi bahan pembicaraan yang tidak menyenangkan. Marven yang tadinya sibuk dengan laptopnya langsung mendongak, menatap Naina yang duduk di ranjang. Tatapannya tenang, namun penuh otoritas. “Saya tidak masalah tidur di sofa,” jawabnya dengan nada datar namun tegas. “Jika kamu ingin tidur, maka tidurlah. Saya tidak akan mengganggu.” Naina menggigit bibirnya, merasa dilema. Bagian dari dirinya ingin bersikap profesional, namun situasi ini membuatnya merasa canggung. Apalagi, Marven tampak begitu santai, seolah keberadaannya di sini adalah hal yang biasa. “Baiklah, Tuan. Tapi... tolong jangan begadang terlalu lama,” gumamnya akhirnya, sebelum menarik selimut untuk menutupi dirinya, berusaha mengabaikan rasa canggung yang terus menghantuinya. Pada akhirnya Naina terlelap dalam t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-11
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 20

    Tiap lorong rumah sakit yang dilewati, jantung Naina berdetak kuat, seperti memberi isyarat akan sesuatu yang tak terduga. Perasaan was-was menyelimuti, semakin terasa saat mereka tiba di taman rumah sakit.“Wajahmu terlihat tegang. Apa kamu tidak nyaman?” tanya Marven, suaranya rendah namun penuh perhatian.Naina terkejut, buru-buru menggeleng. “Eh—tidak, Tuan. Saya cukup nyaman. Taman di rumah sakit ini dirawat dengan sangat baik,” jawabnya gugup, berusaha menutupi kegelisahannya.Marven mengangguk pelan. “Benar. Matahari pagi ini cukup hangat, bagus untuk pemulihanmu,” katanya sambil mendorong kursi roda Naina menuju kursi di tengah taman.Setelah memastikan Naina duduk nyaman, Marven juga mengambil tempat di kursi di dekatnya. Mereka menikmati pemandangan taman yang dihiasi hamparan bunga berwarna-warni.Tiba-tiba, Marven berkata, “Sebenarnya, saya tidak terlalu menyukai bunga.”Naina terdiam sejenak, sedikit kaku mendengar pernyataan itu. Dia melirik ke belakang, mencoba membaca

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 21

    “Urus kakek. Saya sibuk,” ucap Marven dingin, suaranya datar namun tegas saat mendengar laporan dari asistennya.“Tapi, Tuan. Tuan besar sangat marah karena Anda menolak pertemuan ini,” kata Ben dengan nada was-was di seberang telepon, mencoba meyakinkan bosnya.“Bukan hal besar. Saya tidak peduli. Jika bukan hal penting, jangan hubungi saya lagi,” balas Marven dengan tegas sebelum menutup telepon tanpa menunggu tanggapan lebih lanjut.Saat ia berbalik, matanya bertemu dengan sosok Jake yang berdiri tepat di belakangnya. Wajah Jake tegang, matanya penuh dengan amarah dan rasa tidak terima.“Aku hanya memperingatkanmu satu hal,” Jake memulai dengan nada tajam, suaranya penuh ancaman. “Jangan dekati Naina, atau berharap dia bisa lepas dariku. Aku bisa menghancurkanmu jika perlu. Jangan lupa siapa aku—Jake Vesper. Keluarga Vesper adalah pengusaha berpengaruh di kota ini. Pria biasa sepertimu? Kau pasti akan habis!”Marven hanya menatap Jake dengan pandangan dingin, tanpa sedikit pun eksp

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-12
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 22

    Dua hari berlalu, waktunya Naina pulang ke rumah. Jake yang hari ini entah mengapa tampak lebih perhatian dari sebelumnya.“Aku sudah merekrut pelayan untuk memasak dan membersihkan rumah, mulai sekarang kau tak perlu kelelahan lagi.” Kata Jake dengan lembut.Naina hanya diam dan berjalan pelan menuju ke kamarnya, dari lantai dua dia mendengar seruan Jake lagi. “Aku akan pergi ke kantor, jadi istirahatlah yang baik.” Katanya dengan keras namun tak dihiraukan Naina.“Apa gunanya berubah? Pasti ada sesuatu yang nanti dia minta seperti biasanya.”Gumam Naina kemudian masuk ke dalam kamarnya.Di dalam, dia lebih memilih membuka laptopnya. Entah apa yang membuatnya ingin membuka laptop lamanya kala kuliah.Kenangan foto-fotonya bersama Jake saat masih pacaran tampak begitu bahagia, “Bagaimana bisa orang bisa berubah dalam waktu satu tahun?” Gumam Naina, mengingat perubahan Jake tepat saat ulang tahun pernikahan mereka yang ke–1.Dan setelah itu hidupnya seperti di neraka, benar-benar menyi

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 23

    Sampai pagi, Jake tak pulang ke rumahnya. Membuat Naina tak perlu beralasan untuk pergi bekerja hari ini. Dia juga sudah meminta pak Johan untuk menjemputnya di depan gang.“Selamat pagi pak.” Kata Naina dengan ramah.Pak Johan tersenyum, “Apa anda sudah sehat? Kata tuan jika anda masih sakit tidak perlu pergi bekerja hari ini.” Kata pak Johan dengan ramah.“Saya sudah sehat dan juga tidak pusing lagi. Dibanding terus di rumah saya lebih sehat bekerja.” Kata Naina.Pak Johan mengangguk lalu menjalankan mobilnya, “Saya sangat terkejut kala mendengar anda koma kemarin. Padahal saya mengantar anda dalam keadaan sehat. Apakah ada sesuatu yang terjadi?”Naina tersenyum tipis, “Ada insiden kecil, tidak parah kok, pak. Oh iya jangan lupa ke toko roti yang sebelumnya ya pak. Tuan, sangat suka rotinya di toko itu jadi saya berencana setiap hari membawakannya.”Pak Johan tersenyum mendengar permintaan Naina.”Baik.”Di sepanjang perjalanan, Naina memandang keluar jendela, menikmati pemandangan p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-13
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 24

    “Kamu berani menentang kakek, Marven?” Suara dingin itu memecah keheningan di ruangan khusus tamu perusahaan, menyelimuti atmosfer dengan ketegangan.Marven tetap tenang, lalu duduk di hadapan pria tua berumur lebih dari tujuh puluh lima tahun itu. “Saya tidak punya waktu untuk membahas hal-hal yang tidak penting, Kek. Jika kedatangan kakek hanya untuk membicarakan pernikahan bisnis, lebih baik kembali ke Jerman. Nikmati masa tua di kampung halaman,” ucap Marven dengan nada datar namun penuh ketegasan.Antony mengepalkan tangannya erat pada pegangan tongkat kayu yang dibawanya, ekspresi wajahnya mengeras. “Kamu semakin tidak tahu aturan! Kamu sudah tiga puluh tahun tapi masih lajang. Apakah kamu ingin keturunan Tuner berhenti di generasimu?!”Marven menghela napas panjang. Lagi-lagi masalah pernikahan dan keturunan—topik yang selalu menjadi fokus utama setiap pertemuan mereka. “Tahun depan, saya pastikan sudah menikah. Siapapun orangnya, Kakek tidak perlu ikut campur,” jawabnya tajam

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 25

    “Apartemen ini, kan?” gumam Naina sambil memeriksa pesan dari Jake yang berisi alamat apartemen tempat mereka tinggal sementara di ibu kota.Dengan sedikit ragu, dia memasukkan pin berupa tanggal pernikahan mereka dan pintu pun terbuka. Naina melangkah masuk, mendapati apartemen itu kosong. Suasana sunyi menyelimuti, hanya barang-barang yang telah tertata seadanya yang menjadi tanda kehadiran Jake di sana.Dia menghela napas, merasa sedikit lega karena setidaknya tempat itu sudah siap dihuni. Tanpa membuang waktu, Naina mulai merapikan barang-barangnya dan juga milik Jake, menyusun pakaian ke dalam lemari dengan cekatan meski pikirannya melayang ke berbagai arah.“Apa aku sebaiknya memindahkan ayah ke rumah sakit di ibu kota saja?” gumamnya pelan, menghentikan aktivitasnya sejenak. Kekhawatiran menyelimuti hatinya; tidak ada yang bisa menjaga ayahnya jika terjadi sesuatu mendesak.Namun, pikiran itu segera dihadang oleh kenyataan. Dia menghela napas panjang. “Tapi aku masih harus mend

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-14

Bab terbaru

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 61

    “Aku ada perjalanan dinas selama tiga hari.” Kata Naina sambil meletakkan kopi pagi di depan Jake. Hal itu membuat Jake yang sedang bekerja di depan laptopnya langsung mengalihkan perhatiannya, “Aku rasa kau baru saja bekerja, kenapa sudah diajak perjalanan dinas?” Tanyanya dengan curiga.Naina masih bersikap tenang, seolah dia tak membohongi Jake. “Ada karyawan lama yang sedang cuti melahirkan, jadi atasan menyuruhku untuk ikut sambil belajar.” Jake yang mendengar itu ragu, “Oke, hanya tiga hari kan?” Tanya Jake dengan santai.Naina yang mendengar itu langsung mengangguk, dia sedikit bersemangat kala melihat Jake tak mempersulitnya.Jake menyesap kopi yang disajikan Naina sambil tetap menatapnya penuh selidik. "Kau pergi dengan siapa saja?" tanyanya lagi.Naina tersenyum tipis. "Dengan tim kantor, tentu saja," jawabnya ringan, menghindari menyebut nama Marven secara langsung.Jake mengangguk, seolah menerima jawaban itu. Namun, sorot matanya tetap tajam, seakan ingin mencari celah

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 60

    BRAK!!Suara pintu yang terbanting membuat Naina sedikit tersentak, setelah mereka kembali ke apartemen amarah Jake masih belum mereda.Naina menghela nafasnya kemudian masuk ke dalam kamar, lalu mulai melepaskan semua perhiasan yang dia pakai.Dan pada saat itu juga Jake ikut masuk ke dalam kamar, namun hal yang tak Naina duga, pria itu langsung mencekiknya.Naina terkejut, tangannya secara refleks mencengkram pergelangan tangan Jake, mencoba melepaskan cekikannya. Matanya membelalak, dada terasa sesak, sementara napasnya mulai tersengal. "Ka—kau gila...!" desisnya dengan suara tercekik, berusaha keras untuk melepaskan diri. Mata Jake merah penuh amarah. "Kau mempermalukanku, Naina! Di depan semua orang! Kau menamparku demi pria lain!" suaranya dipenuhi kebencian, cengkeramannya semakin erat. Naina mulai kehilangan tenaga. Kepalanya terasa pusing, pandangannya mulai buram. Jika ini terus berlanjut, dia bisa kehabisan napas. Namun, di saat kesadarannya hampir hilang, tiba-tiba

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 59

    “Selamat datang tuan Marven Tuner!”Semua orang membungkuk dengan hormat kecuali Jake yang terpaku pada sosok yang berjalan dengan langkah tegas memasuki ballroom.Tuan Dasman yang melihat itu buru-buru menarik tangan Jake untuk segera membungkuk, Jake yang masih linglung langsung membungkuk namun tatapannya masih tetap berada pada pria itu.“Marven Tuner?” Gumamnya bingung.Bukankah pria itu….Jake langsung menatap ke arah Naina yang ikut membungkuk disana, namun raut wajah istrinya itu tampak biasa seolah sudah mengetahui hal ini.Jake masih tidak ingin menerima hal ini, apa mungkin dia palsu? Tidak mungkin pria sepertinya adalah Marven Tuner yang merupakan elite di ibukota.Jake merasa dadanya sesak. Matanya terus menatap ke arah Marven, mencari-cari sesuatu yang bisa membuktikan bahwa ini semua hanya kesalahpahaman. Namun, semakin lama dia memperhatikan, semakin jelas baginya bahwa pria yang berdiri dengan penuh wibawa di tengah ballroom itu memang benar Marven Tuner—tokoh berpeng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 58

    “Sudah siap?” Tanya Jake dengan lembut kala menghampiri Naina di kamarnya yang tengah bersiap.Naina yang selesai berdandan langsung berbalik, “sebentar aku ingin memakai anting.” Katanya dengan tenang.Jake mengangguk kemudian menunggu di ruang tamu.Naina yang melihat Jake keluar langsung mengeluarkan anting berlian yang diberikan oleh Marven kemarin.“Sangat indah, cocok dengan gaun ini.” Gumam Naina dan memutuskan untuk mengenakan anting itu hari ini.Begitu Naina keluar dari kamar, langkahnya anggun dengan gaun yang membalut tubuhnya sempurna. Setiap detail dari penampilannya terlihat memukau, membuat siapapun yang melihatnya terpikat, termasuk Jake. Jake yang tengah menyesap minuman di ruang tamu refleks berhenti. Matanya membesar sedikit, terpesona oleh sosok istrinya yang begitu memesona malam itu. Gaun itu memang indah, tapi yang lebih mencuri perhatiannya adalah aura percaya diri yang terpancar dari Naina. Ditambah dengan kilauan anting berlian di telinganya, wanita itu ta

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 57

    “Kamu ingin pulang, Naina?” Suara Marven mengejutkan Naina yang tengah merapikan barang-barangnya. “Eh, benar, Tuan. Apakah Anda ada perlu dengan saya?” tanyanya sopan. Marven menggeleng. “Kita searah, ayo saya antar pulang,” katanya dengan tenang. Namun, Naina tersenyum sopan dan menolak. “Saya tidak langsung pergi ke apartemen, Tuan, tapi ke butik. Suami saya meminta saya untuk ke sana hari ini,” ujarnya halus. “Butik?” Marven mengernyit. Naina mengangguk. “Katanya besok ada acara penting, jadi saya harus ikut.” Mendengar itu, Marven langsung menyadari acara penting yang dimaksud Naina. Sudah pasti itu adalah makan malam pebisnis ibu kota yang akan diadakan besok. “Baiklah kalau begitu,” katanya dengan senyum ramah, tak memaksa Naina untuk pulang bersamanya. Naina mengangguk, tersenyum sopan, lalu meminta izin pergi. Marven hanya bisa menatap punggung kecil itu dengan tatapan dalam, seolah memikirkan sesuatu. Sesampainya di butik, Naina tampak menghela nafas kala

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 56

    “Kopi anda, tuan.” Kata Naina sambil menyajikan kopi hitam untuk Marven.“Hm.” Jawab Marven sambil mengangguk kemudian fokus pada pekerjaannya.Naina hanya diam berdiri disana sambil menunggu instruksi selanjutnya, meskipun dia bingung kenapa tuannya kembali begitu cepat saat pekerjaannya menumpuk.“Nyonya Naina, boleh saya minta kopi juga?” Tanya Ben yang sebelumnya tidak ada di ruangan itu, namun saat Naina kembali ternyata Ben sudah duduk disana.Naina langsung mengangguk, “Baik.”Namun Marven langsung menatap Ben dengan tajam, “Kamu punya kaki untuk membuatnya sendiri.” Katanya dengan datar.Ben langsung terdiam, lalu tertawa kecil sambil mengangkat kedua tangannya. “Tuan, saya hanya bercanda. Tidak perlu menatap saya seperti ingin membunuh.” Naina menahan senyum, sedikit bingung dengan suasana ini. Biasanya, Marven selalu tenang dan serius, tapi kali ini dia terlihat lebih... protektif? Marven kembali menyesap kopinya tanpa menanggapi lebih lanjut. Namun, sesekali matanya mel

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 55

    “Aku mengijinkan kau bekerja, terserah kau mau bekerja apa. Ini ijazahmu yang aku bawa.” Kata Jake dengan datar pada Naina yang tengah sibuk menata buku di rak.Tangan Naina berhenti di udara, lalu menatap ijazah sarjananya yang ada di tangan Jake.Lalu dengan wajah datar dia kembali menyusun buku yang ada di tangannya, “Kenapa tiba-tiba?” Katanya dengan datar seolah tak peduli.Jake menghela napas, meletakkan ijazah itu di meja. “Aku hanya berpikir ini yang terbaik untuk kita berdua,” katanya, berusaha terdengar tenang. Naina hanya tersenyum sinis tanpa menoleh ke arah Jake. “Terbaik untuk siapa? Untukku, atau untukmu?” Jake terdiam, tidak langsung menjawab. Naina akhirnya menatapnya, tatapannya tajam. “Kenapa? Apakah uangmu sudah habis membiayai seseorang sampai akhirnya kau sadar aku bisa menghasilkan uang sendiri?” Jake menggeram pelan. “Naina, aku memberimu kebebasan. Kenapa kau malah mencurigai niatku?” Naina tertawa kecil, tapi dingin. “Kebebasan?” Dia berjalan mende

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 54

    “Bulan ini kebutuhan rumah hanya ada sepuluh juta.” Kata Jake dengan santai saat mereka makan malam bersama.Naina yang mendengar itu langsung menghentikan sendoknya di udara dan kembali menaruhnya di piring, “Apa kau tahu listrik bulanan kita berapa? biaya makan kita berapa? Bahkan mobil ibumu masih belum lunas dan harus dibayar bulan ini. Kau pikir sepuluh juta cukup?” Kata Naina.Jake menghela napas panjang, meletakkan sendoknya dengan sedikit kesal. “Naina, aku bukan mesin pencetak uang. Aku sudah berusaha sekeras mungkin, dan aku rasa sepuluh juta cukup kalau kau bisa mengatur pengeluaran dengan lebih baik.”Naina tertawa kecil, tapi tawanya penuh dengan sindiran. “Oh, jadi sekarang aku yang harus belajar mengatur keuangan, ya? Sementara kau dengan mudahnya menghamburkan uang entah ke mana? Mungkin untuk membelikan seseorang dress merah, ya?”Jake langsung menegang, ekspresinya berubah. “Naina, jangan mulai,” katanya dengan nada memperingatkan. “Ibu sudah menghabiskan uang hampir

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 53

    “Terima kasih untuk hari ini,” Kata Marven dengan lembut pada Naina.Naina tersenyum tipis, “Sama-sama, tuan. Senang bisa membantu anda. Apa anda langsung kembali ke ibukota?” Tanya Naina basa-basi.Marven melihat ke arah jam di tangannya, kemudian kembali menatap Naina. “Sepertinya saya menginap di hotel saja. Besok juga tak ada rapat pagi.” Katanya dengan tenang.Naina hanya mengangguk, “Jika begitu saya akan masuk ke dalam.” Kata Naina dengan sopan.“Tunggu Naina.” Tiba-tiba Marven mencegah Naina.Naina akhirnya berhenti dan menatap Marven yang seperti mengambil sesuatu dari sakunya.Marven mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna hitam dari sakunya. Dengan perlahan, dia membukanya, memperlihatkan sepasang anting berlian yang berkilauan di bawah cahaya lampu jalan. "Ini untukmu," kata Marven, suaranya tenang namun dalam. Naina terkejut, matanya membesar saat melihat hadiah itu. "Tuan... ini terlalu berlebihan. Saya tidak bisa menerimanya," katanya dengan ragu, menatap Marven de

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status