Share

BAB 157

Penulis: Mayasa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-09 19:06:30
“Bagaimana hubunganmu dengan Andrian?’ tanya tuan Antony pada Rosana ditengah sarapan mereka.

Rosana yang sedang memakan salad-nya langsung terbatuk-batuk ketika kakeknya menanyakan hal itu. Segera dia langsung mengambil susunya dan meneguknya dengan cepat.

“Kakek, kau bertanya seolah aku memiliki hubungan spesial!”

Tuan Antony menyesap kopinya dengan senyum tipis, “kakek hanya bertanya, siapa tahu hubungan kalian berkembang setelah hampir dua minggu bersama.”

Rosana menatap malas kakeknya, “aku berangkat kerja dulu, ada kunjungan ke pabrik bersama Andrian pagi ini.”

Tuan Antony hanya mengangguk pelan, masih dengan senyum penuh arti di wajahnya. “Baiklah, hati-hati di jalan. Sampaikan salamku pada Andrian.”

Rosana bangkit dari kursinya, lalu merapikan tasnya dengan cepat. “Kakek ini benar-benar… terlalu berharap,” gumamnya pelan, meski rona merah tipis kembali muncul di pipinya.

Saat melangkah pergi, Tuan Antony menatap punggung cucunya dengan tatapan dalam. “Aku tidak asal berharap, R
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 158

    “Apa ada masalah dengan tulangnya?” tanya Rosana setelah dokter keluar dari ruang pemeriksaan.Dokter itu tersenyum, “tuan Andrian hanya cidera kecil, namun tidak akan mempengaruhi pergerakannya. Tapi untuk tiga hari kedepan jangan biarkan tuan Andrian melakukan aktivitas fisik.”Rosana yang mendengar itu mengangguk, “Apa saya sudah bisa melihatnya?”Dokter itu mengangguk ramah. “Tentu, beliau sudah bisa menerima tamu. Tapi tetap jangan membiarkan dia terlalu banyak bergerak.”Rosana menghela napas lega, lalu berjalan menuju kamar perawatan tempat Andrian dirawat. Begitu membuka pintu, dia langsung menemukan pria itu duduk santai di ranjang rumah sakit, masih dengan senyum usilnya meski ada sedikit perban di bagian bahu.“Sudah puas membuat semua orang panik?” tanya Rosana dengan nada setengah kesal, setengah lega.Andrian menaikkan alis, lalu tersenyum tipis. “Belum, sepertinya aku akan benar-benar puas kalau kamu duduk di sini dan menyuapiku makan siang nanti.”Rosana memutar bola m

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-09
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 159

    “Dimana Rosana?” tanya Naina saat mansion utama cukup sepi.Nyonya Sisca yang tengah menyeduh tehnya tersenyum, “sejak kemarin belum pulang, mungkin proyeknya berjalan mulus.”Tuan Antony yang mendengar itu tertawa, “awalnya saja yang pura-pura tak mau, sekarang malah tak mau pulang.”Naina yang mendengar itu menjadi penasaran, “Bibi, maksudnya Rosana sekarang bersama Andrian?”Nyonya Sisca hanya tersenyum makin lebar, sembari menuangkan teh ke dalam cangkirnya. “Kau tahu sendiri Rosana itu, makin dia menolak, makin penasaran. Dan Andrian cukup lihai memainkan ritme. Mereka sudah tiga kali kunjungan kerja bersama dalam seminggu.”Tuan Antony mengangguk sambil terkekeh, “Dulu waktu Rosana masih kecil, kalau dia bilang tidak suka sesuatu, pasti seminggu kemudian sudah jadi favoritnya. Sepertinya pola itu masih berlaku.”Naina ikut tertawa kecil, tapi matanya tetap berbinar penasaran. “Wah, aku jadi makin ingin tahu seperti apa kerjasama mereka sebenarnya. Jangan-jangan proyeknya sudah b

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 160

    Sore hari yang sangat malas, Naina seharian ini tak ingin melakukan apapun selain tidur di sofa sambil bermain ponselnya.Marven yang baru kembali dari tempat Gym langsung tersenyum saat melihat istrinya tampak bosan.“Kamu sedang lihat apa? Apakah ada yang menarik dari suami mu yang baru pulang dari Gym?”Naina menoleh lalu tersenyum, “tidak, hanya melihat sosial media. Aku baru sempat memposting foto pernikahan kita dan banyak yang berkomentar di postinganku.”Marven berjalan santai ke arah sofa sambil melepas jaket gym-nya, memperlihatkan lengan yang berotot dan kaos yang sedikit basah oleh keringat. Ia lalu duduk di tepi sofa, menatap Naina dengan sorot mata menggoda.“Foto yang mana? Yang aku peluk kamu erat atau yang kamu hampir cium aku duluan?” godanya dengan nada rendah dan senyum menyebalkan.Naina langsung melempar bantal ke arah Marven, meski senyumnya tak bisa disembunyikan. “Jangan GR! Itu candid waktu kamu bisikin sesuatu, bukan aku yang mau nyium.”Marven menangkap ban

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-10
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 161

    “Ini semuanya untukku?!” Rosana yang melihat semua oleh-oleh dalam satu koper besar langsung berbinar.Dia dengan tak sabar membukanya, dan semua barang kebanyakan adalah dress cantik, tas dan juga pernak pernik yang cantik dari jepang.Naina tersenyum senang melihat reaksi adiknya yang begitu antusias. “Tentu saja, itu semua untukmu. Kami sengaja pilih satu koper khusus biar kamu nggak protes nanti.”Rosana langsung mengeluarkan satu per satu barang dari dalam koper, matanya berbinar seperti anak kecil yang baru saja mendapat mainan baru. “Kak Naina, kamu memang kakak ipar terbaik sedunia!”Marven yang baru selesai makan hanya mengangkat alis, “Dan aku? Tak dianggap?”Rosana menoleh sambil memeluk sebuah dress berwarna pastel. “Kak Marven juga baik... kadang-kadang,” ucapnya cepat sambil tertawa geli.Naina ikut tertawa, “Aku merasa seperti punya adik yang berusia belasan tahun.”Rosana semakin tersenyum lebar, “aku kan memang awet muda,” katanya sambil mengibaskan rambutnya.Naina m

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 162

    “Kau masih marah karena ciuman kemarin?”Rosana yang sebelumnya fokus pada tabletnya langsung menoleh tajam ketika Andrian membahas masalah ciuman yang tak disengaja kemarin.“Jangan mengajakku bicara,” ucapnya dengan dingin.Andrian tersenyum tipis, “padahal itu tidak sengaja, misal sengaja juga kita saling menikmati.”Pukulan keras langsung diterima oleh Andrian, Rosana langsung naik pitam karena pria itu berkata seolah dia juga menyukai ciuman itu.Andrian langsung meringis sambil menahan pipinya yang memerah. “Aduh! Rosana, kau benar-benar kuat juga kalau marah,” katanya masih berusaha tersenyum meskipun jelas-jelas kesakitan.Rosana berdiri dengan tangan masih mengepal, matanya menyala penuh amarah. “Jangan pernah bilang hal seperti itu lagi! Kau pikir aku semudah itu dibuat luluh hanya karena—karena insiden memalukan itu?!”Andrian mengangkat kedua tangannya menyerah, “Oke, oke… aku minta maaf. Mulutku memang terlalu lancang. Tapi aku serius minta maaf, Rosana.”Rosana menghela

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 163

    “Jika anda menghabiskan sushi hingga tumpukan piringnya mencapai satu meter lebih anda akan diberikan diskon,”Ucap pelayan saat mereka menyajikan sushi di meja Andrian dan Rohana.“Berapa persen?” tanya Andrian yang tampak tertarik.Rosana langsung menendang pelan kaki Andrian karena pria itu seperti orang yang mencari diskonan besar untuk makan.Pelayan itu tersenyum ramah, “Diskonnya lima puluh persen, Tuan. Tapi harus benar-benar satu meter penuh, ya.”Andrian langsung bersinar matanya, “Tantangan diterima.”Rosana mendesah dan menatapnya tajam, lalu menendang pelan kaki Andrian di bawah meja. “Kau serius mau makan sebanyak itu hanya demi diskon?”Andrian menoleh padanya dengan ekspresi polos, “Ini bukan soal diskon, ini soal kehormatan pria sejati dalam menaklukkan tantangan sushi.”Rosana memutar matanya, “Kau ini seperti anak kecil.”Andrian menyeringai, “Dan kau yang akan aku buat bangga saat tumpukan piringku mencapai puncaknya.”“Yang ada kau muntah di tengah jalan.”“Tapi j

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 164

    “Iya, apakah tidak ada tanda-tanda kehamilan?” tanya Marven dengan penuh harapan.Mereka melakukannya tanpa libur, seharusnya harapannya bisa tercapai karena dia sudah bekerja sangat keras.Naina terbatuk-batuk sampai Marven segera mengambilkan minum untuknya.“Kamu gila? kita baru menikah jalan tiga minggu ini.”Marven menyodorkan gelas air ke Naina sambil mengelus punggungnya pelan. “Tiga minggu yang produktif,” jawabnya dengan nada serius tapi ekspresi wajah yang terlalu berharap membuat Naina hampir menyemburkan air yang baru ia teguk.“Produktif dari mana?” katanya geli sambil meletakkan gelasnya. “Aku bahkan belum telat datang bulan.”Marven menghela napas dramatis dan bersandar di sofa. “Setiap malam itu perjuangan, sayang. Aku merasa seperti sedang ikut olimpiade.”Naina langsung memukul bantal ke wajah Marven sambil tertawa, “Olimpiade dari mana, dasar lebay!”Marven menarik bantal itu dan menatap istrinya dengan penuh tekad. “Kalau ini gagal, aku akan mengalami paceklik.” N

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-12
  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 165

    “Hari ini perilisan resmi produk yang Rosana dan Andrian kerjakan?” tanya Naina pada suaminya itu yang tengah mengangkat barbel di balkon kamar mereka.“Iya, kamu tak ingin datang? Jika tidak ya tak usah datang. Aku bisa membuat alasan.” Ucap Marven dengan enteng.Naina langsung mendengus, suaminya selalu saja menyimpulkan apapun sendiri, “Aku hanya ingin memastikan. Pantas saja pelayan tadi sibuk memilihkan gaun untukku.”Marven menurunkan barbel perlahan, ototnya masih tegang tapi senyumnya mulai mengembang. Ia menatap Naina yang berdiri dengan tangan bersedekap dan alis sedikit terangkat.“Hm, pelayan membuat istriku terlihat tertekan. Sudah aku bilang jika tak ingin tak usah datang, toh ini bukan acara yang wajib kita datangi.”“E-eh, bukan begitu. Kenapa sih kamu, selalu saja seperti ini.”Marven langsung mendekati istrinya dan langsung membopongnya hingga dia duduk di pangkuannya.“Karena aku ingin istriku hidup bebas,”Naina memegang bahu pria itu dengan senyum tipis, “bagaiman

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-13

Bab terbaru

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 186

    Beberapa bulan kemudian, suasana mewah dan hangat menyelimuti ballroom utama di mansion keluarga Tuner. Dekorasi elegan dipenuhi bunga putih dan ungu, selaras dengan tema pernikahan Rosana dan Andrian. Para tamu duduk tenang menyaksikan dua sejoli yang kini berdiri di altar, saling menatap dengan mata berbinar.Rosana terlihat anggun dalam gaun putih panjang yang menjuntai lembut, sementara Andrian tampak gagah dengan setelan jas hitam elegan. Di tengah keheningan yang khidmat, suara pendeta pun terdengar lantang dan syahdu:“Silakan ucapkan janji suci pernikahan kalian.”Andrian mengambil tangan Rosana dengan mantap. Suaranya terdengar tenang, namun penuh emosi.“Aku, Andrian, berjanji untuk mencintaimu, Rosana, di setiap hari baik maupun buruk. Aku akan menjadi rumah tempatmu pulang, pelindung saat kau lelah, dan sahabat yang selalu ada. Hari ini, aku tidak hanya menikahi wanita yang kucintai… aku juga menikahi masa depanku.”Rosana menarik napas pelan, matanya berkaca-kaca. Ia meng

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 185

    “Baby boy datang….” Nyonya Sisca membawa box bayi dengan semangat.Naina yang terbaring di ranjang tersenyum bahagia karena ini adalah pertama kalinya dia melihat putranya setelah beberapa hari dalam perawatan.Nyonya Sisca meletakkan box bayi itu dengan hati-hati di samping ranjang Naina. “Lihatlah, dia sudah membuka matanya tadi pagi. Seperti sedang mencari-cari ibunya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca karena haru.Naina mengangkat tangannya pelan, matanya sudah basah melihat sosok mungil di dalam box itu. “Sayang… sini, peluk mama,” bisiknya lirih.Marven dengan hati-hati mengangkat bayi itu dan meletakkannya di dada Naina. Tangis kecil si bayi langsung mereda saat merasakan dekapan ibunya.“Raynar Elric Tuner,” gumam Naina sambil mencium kening putranya. “Selamat datang di dunia, nak…”Marven berdiri di samping mereka, mengelus lembut kepala istrinya dan putranya. “Keluarga kita lengkap sekarang…” ucapnya pelan, penuh rasa syukur.Rosana yang menyaksikan dari pintu hanya ter

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 184

    Di luar ruang operasi, ketiganya tampak berdoa masing-masing menunggu kabar baik.Setelah beberapa jam telah terlewati, mereka mendengar suara tangis bayi di dalam.Nyonya Sisca dan Rosana langsung menoleh, senyum mereka akhirnya merekah.“Bayinya selamat!” Ucap Nyonya Sisca bahagia.Namun Marven sama sekali tak merasa lega, karena dia belum melihat dokter keluar dan bagaimana keadaan istrinya di dalam.Marven berdiri perlahan, tubuhnya kaku seperti batu. Suara tangis bayi yang seharusnya menjadi kabar bahagia justru terasa menggantung baginya. Matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.Rosana berdiri di sampingnya, ikut terdiam saat menyadari ekspresi kakaknya tak berubah. Nyonya Sisca, yang sebelumnya tersenyum lega, kini ikut dilanda cemas lagi.Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.Seorang dokter keluar, wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan sikap profesional. Marven langsung menghampirinya dengan langkah tergesa.“Dok,

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 183

    “Sayang, hati-hati!”Suara Marven menggema cukup keras dari balik balkon, namun Naina yang sedang berjalan santai dari arah taman tidak terlalu mendengarnya. Fokusnya tertuju pada burung kecil yang bertengger di pagar, membuat langkahnya sedikit melambat.Namun tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tertanam tak rata di jalan setapak. Dalam sekejap, tubuh Naina kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh ke samping, dan suara benturan tubuhnya di tanah disertai ringisan kesakitan langsung membuat jantung Marven seakan berhenti berdetak.“Naina!”Ia langsung berlari menuruni anak tangga tanpa pikir panjang. Beberapa pelayan yang melihat kejadian itu pun ikut panik.“Aaahh… Marven… perutku…” suara Naina lirih namun penuh ketakutan, tangannya menggenggam erat perutnya yang besar.Ketika Marven sampai di sisinya, ia melihat noda darah mulai merembes dari balik gaun Naina. Wajahnya langsung pucat. “B-Ben! Siapkan mobil sekarang! Cepat! Kita ke rumah sakit!” teriaknya tanpa menoleh.Ben yang

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 182

    “Di lamar?!” Marven dan Naina langsung menoleh bersamaan saat mendengar hal itu.Rosana menundukkan kepalanya malu, “Iya kak,”Naina langsung menjerit kecil penuh antusias sambil memeluk adiknya, “Aaaa! Ros, selamat! Ya ampun, kamu akhirnya dilamar juga! Aku seneng banget!”Marven hanya menghela napas panjang lalu menatap Andrian tajam tapi dengan nada menggoda, “Kau berani-beraninya melamar adikku tanpa izin? Minimal kasih kode dulu”Andrian mengangkat tangan seperti menyerah, “Sumpah, tuan Marven, saya niatnya baik dan serius. Dan cincin itu bukan cuma simbol, saya juga sudah siapkan semuanya untuk langkah selanjutnya.”Naina menoleh ke Marven sambil tersenyum penu

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 181

    “Wow cantik sekali, pilihanku memang tak pernah salah,” puji Andrian saat melihat Rosana keluar dengan gaun hijau cantik namun tak berlebihan.Rosana menahan senyumnya sambil memukul lengan pria itu, “jangan menggodaku!”Andrian tertawa ringan sambil merapikan jasnya, lalu membuka pintu mobil untuk Rosana. “Aku hanya jujur, kok. Lagipula, malam ini sepertinya aku yang beruntung bisa pergi dengan wanita secantik kamu.”Rosana tersipu, tapi tetap gengsi untuk mengakuinya. “Huh, bisa aja kamu. Ayo jalan, sebelum aku berubah pikiran.”Andrian mengangguk sambil menahan senyum puas. “Baik, nona Rosana. Tapi kalau kamu berubah pikiran dan memutuskan untuk mencintaiku sekarang juga, aku nggak keberatan.”Rosana hanya mendecak pelan, “Dasar kamu…,” lalu masuk ke mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.Dan saat mereka sampai di sebuah restoran yang menyajikan makanan ala timur tengah, Rosana masuk dengan dibantu oleh Andrian yang setia menggandengnya.“Selamat datang, tuan dan nona. M

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 180

    “Kematian pada ibu hamil memang beberapa terjadi tuan, tapi itu hanya sebagian kecil dari ibu yang selamat,” jelas dokter saat diundang langsung diruang kerja Marven.Marven sejak kemarin terus dihantui oleh rasa ketakutan istrinya sampai menyuruh Ben mengundang ahli kandungan untuk berkonsultasi sendiri.Dokter yang duduk dengan tenang di hadapan Marven menatap pria muda itu dengan bijak. “Saya paham kekhawatiran Anda, Tuan Marven. Kecemasan seperti ini sangat wajar, apalagi bagi suami yang sangat mencintai istrinya dan calon anaknya. Tapi izinkan saya memberikan sedikit ketenangan…”Marven, yang duduk bersandar dengan tangan saling menggenggam di depan mulutnya, hanya mengangguk pelan. Matanya tampak lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena dihantui ketakutan sejak Naina mengungkapkan kekhawatirannya.“Pertama, kondisi nyonya Naina sejauh ini sangat baik. Tensi, detak jantung janin, pertumbuhan, semua dalam batas normal dan sehat. Tak ada indikasi bahaya seperti preeklampsia, pl

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 179

    “Sejak kapan perutmu sudah sebesar ini, sayang?” Marven terkejut saat bangun tidur mendapati perut istrinya membuncit dan ada gerakan kecil disana.Naina dengan kesal langsung memukul pelan suaminya itu, “ini sudah hampir tujuh bulan, wajar jika perutku besar.”Marven terkekeh pelan, “Sebentar lagi kita akan bertemu baby boy,” gumamnya sambil menciumi perut istrinya dengan gemas namun langsung ditendang oleh anaknya dari dalam.Marven terperanjat kecil saat perut istrinya menendang balik tepat di pipinya. “Wah! Ini anakmu atau petarung MMA, sih?” ucapnya sambil tertawa geli, masih memegang pipinya yang baru saja ‘disentuh’ oleh calon buah hatinya.Naina ikut tertawa, meski sedikit meringis karena tendangan itu memang cukup kuat. “Dia aktif banget, apalagi kalau dengar suara kamu. Mungkin dia tahu ayahnya cerewet.”Marven menyipitkan mata berpura-pura tersinggung. “Cerewet demi anak dan istri tercinta, oke? Lagian, suara ayahnya ini yang bikin kamu nyaman di perut sana, ya kan, Nak?” k

  • PELUKAN PANAS SANG PRESDIR   BAB 178

    “Bagaimana keadaan istri saya dok? apakah dia dan calon anak saya baik-baik saja?” tanya Marven dengan wajah kalut penuh ketakutan dan merasa bersalah karena melakukannya dengan keras hingga istrinya kesakitan.Dokter terlihat tenang, menatap Marven dan Naina yang duduk di ranjang rumah sakit. Naina sudah berbaring dengan infus di tangan, sementara Marven masih menggenggam jemarinya erat-erat.“Untung kalian cepat datang,” ucap dokter sambil mengecek data di tablet-nya. “Istri Anda mengalami kontraksi ringan akibat tekanan fisik yang terlalu intens. Tapi tenang, kondisi janinnya masih stabil, tidak ada tanda bahaya besar. Namun…”Marven menegakkan tubuhnya, wajahnya menegang. “Namun…?”Dokter menatap Marven dalam-dalam. “Dia harus benar-benar beristirahat dan menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat, termasuk… hubungan suami istri. Setidaknya sampai trimester pertamanya benar-benar aman. Saya akan beri obat pereda kram, dan nanti ada vitamin tambahan juga.”Marven menghela napas

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status