“Kejadian kemarin sebenarnya bukan ulah musuh, tapi hanya orang bayaran dari Rosana untuk melancarkan rencananya.” Suara Marven tampak tenang menjelaskan.Tuan Antony menghela nafasnya, dia memegang tongkatnya dengan tangan gemetar. “Dia memang harus dijauhkan darimu, tapi sepertinya dia sudah sedikit sadar. Apa yang kau lakukan di mansion?”Marven yang mendengar itu tersenyum, menatap kakeknya dengan dalam.“Saya tak melakukan apapun. Tapi sepertinya Naina yang merubahnya dalam sekejab.”“Naina?”Marven mengangguk, “maka dari itu saya tidak terlalu memikirkan kenakalan Rosana, karena saya tahu Naina sudah membuat wanita itu sadar.”Tuan Antony menatap ke arah Marven, “kau benar-benar ingin menikahinya?”Marven menatap lurus ke arah Tuan Antony, senyum lembutnya mengendap di sudut bibir. “Ya, Kek… Saya benar-benar ingin menikahi Naina. Bukan karena dia kuat, atau sabar… tapi karena dia membuat saya ingin menjadi pria yang lebih baik. Bersamanya, semuanya terasa… pulang.”Tuan Antony m
“Nyonya, ini dokumen yang harus ditinjau dan ada kunjungan ke Restoran Victoria.” Suara asistennya yang bernama Fian membuat Naina tersenyum.Tak terasa sudah dua bulan dia bekerja disini dan sekarang memiliki asisten yang membantunya.“Oke. Untuk siang nanti aku sekalian makan siang dengan Marven. Tolong atur tempat ya..” kata Naina dengan lembut.Fian mencatat cepat di tabletnya, lalu mengangguk. “Baik, Nyonya. Saya akan reservasi di tempat yang tenang dan privat. Apakah ada menu khusus yang ingin dipesan?”Naina tersenyum kecil sambil menutup dokumen di tangannya. “Marven suka pasta seafood, tapi aku ingin ada hidangan penutup yang manis juga. Mungkin crème brûlée?”Fian mencatat cepat lagi, “Akan saya atur. Apakah ada hal lain yang perlu saya siapkan untuk makan siang nanti?”Naina menggeleng, lalu menatap keluar jendela. Hari itu cerah, cocok untuk makan siang bersama seseorang yang ia cintai. “Itu saja, Fian. Terima kasih.”Setelah Fian keluar, Naina sempat termenung sejenak. Sa
“Bagaimana makanannya?” tanya Naina sambil memakan pastanya.Marven mengangguk pelan, menaruh garpunya dan menyeka mulut dengan serbet. “Enak. Sausnya pas, tidak terlalu berat. Pasta-nya juga dimasak al dente, persis seperti seleraku.”Naina tersenyum, lalu mencicipi pasta di piringnya sendiri. “Aku minta mereka ganti resep sausnya dua minggu lalu. Ternyata hasilnya tidak buruk.”Marven menatapnya dengan kagum. “Kamu benar-benar memperhatikan detail sekecil itu, ya?”“Kalau ingin restoran ini bangkit, semua harus diperhatikan,” jawab Naina ringan. “Mulai dari rasa makanan, suasana ruang, sampai hal-hal kecil yang orang pikir tidak penting.”Marven mencondongkan tubuh sedikit ke arahnya. “Termasuk memilih tempat duduk yang pencahayaannya paling bagus untuk difoto?”Naina tersenyum simpul. “Tentu. Lagipula, sayang kalau wajah kamu tidak mendapat pencahayaan sempurna.”Marven tertawa pelan. “Jadi aku memang hanya aset visual, ya?”“Kamu aset yang sangat menguntungkan,” jawab Naina sambil
“Gaun ini sangat cocok, pilihan bibi the best!” Komentar Rosana saat melihat Naina memakai gaun pilihan Nyonya Sisca.Nyonya Sisca meninggikan dagunya seolah bangga pada dirinya sendiri, “tentu saja, pilihanku selalu bagus. Tapi aku bingung, lebih baik rambut ini di gerai atau di stylist agar lebih cantik? Bagaimana menurutmu, Rosana?”Naina hanya tersenyum melihat dua wanita yang malah terlihat excited pada acara makan malamnya dengan Marven.Rosana memiringkan kepala, menatap Naina dengan penuh pertimbangan. “Kalau menurutku... rambut digerai akan memberi kesan anggun dan natural. Tapi kalau mau sedikit dramatis, gaya sanggul longgar juga akan cantik sekali.”Nyonya Sisca mengangguk cepat. “Setuju. Tapi jangan terlalu kaku ya, biar tetap ada kesan lembut. Kita kan bukan mau ke pesta kerajaan, hanya makan malam... istimewa.”Naina tertawa pelan. “Kalian lebih semangat dari aku sendiri.”Rosana menggoda, “Ya iyalah! Ini bukan makan malam biasa. Siapa tahu kakak melamarmu nanti.”Naina
Marven menarikkan kursi untuk Naina dengan anggun, lalu duduk di seberangnya sambil menatap wajah wanita itu yang tampak bahagia sekaligus bingung.“Kamu memesan semua ini?” tanya Naina lagi, matanya masih menyapu setiap hidangan yang tertata cantik—semuanya adalah makanan favoritnya, dari sup labu yang lembut, pasta krim dengan jamur, sampai minuman favoritnya yang jarang ada di menu restoran biasa.Marven tersenyum hangat. “Tentu saja. Makan malam khusus untukmu harus ada semua makanan yang kamu sukai.”Naina tersenyum lembut, “Kamu benar-benar memperhatikanku, ya?”“Setiap detik,” jawab Marven tenang. “Aku tahu kamu suka makan dengan suasana yang tenang, cahaya lembut, dan makanan yang bukan hanya enak… tapi juga membawa kenangan.”Naina menatapnya, matanya sedikit berkilat. “Kamu tahu, ini seperti mimpi.”Marven membalas tatapannya dengan lembut, “Kalau begitu… aku harap malam ini jadi mimpimu yang paling indah.”Dan perlahan, suasana di antara mereka berubah—lebih hangat, lebih d
“A-apa?” Naina gugup mendengar permintaan itu.Namun Marven masih menatapnya dengan lekat, “Aku ingin dirimu malam ini, Naina. Tapi, jika kamu belum siap aku masih bisa menunggu selama malam pertama pernikahan kita.” Katanya dengan lembut meskipun matanya menunjukkan keinginan yang membara.“A-aku …”DOR!Suara Confetti popper mengejutkan mereka berdua dan berlanjut dengan suara sorakan dari Rosana dan juga Nyonya Sisca.“Selamat! Akhirnya akan ada pernikahan di keluarga Tuner!”Marven menghela napas panjang, menutup mata sejenak sebelum menoleh dengan ekspresi kesal ke arah dua orang yang baru saja merusak suasana.Di ambang pintu, Rosana berdiri dengan senyum lebar, sementara Nyonya Sisca bertepuk tangan penuh semangat. Balon-balon kecil beterbangan, dan mereka tampak begitu menikmati momen itu—meskipun jelas sekali bahwa Marven tidak.“Kalian sengaja, kan?” tanya Marven, suaranya terdengar pasrah.Rosana mengangkat bahu dengan wajah polos. “Sengaja apa? Kami hanya ingin memastikan
“Kenapa datang wajahmu kusut sekali?” tanya nyonya Sisca dengan penasaran saat Marven datang dengan hawa yang tak enak.Namun dia tak menjawab, hingga tawa Rosana dan Naina terdengar mendekat membuat Marven mendengus kesal.Nyonya Sisca tersenyum tipis, “Kau ingin berduaan dengan Naina? Bibi bisa membantumu.” Bisiknya pelan.Marven melirik Nyonya Sisca dengan penuh harapan. “Serius, Bi? Aku sudah lelah diganggu Rosana terus.”Nyonya Sisca terkekeh kecil, matanya berbinar jahil. “Tentu saja. Percayakan pada bibi.”Tak lama kemudian, Rosana dan Naina tiba di ruangan, masih tertawa karena sesuatu yang mereka bicarakan sebelumnya.“Kenapa Kak Marven cemberut begitu?” Rosana menggoda, melirik ke arah pria itu yang tampak lesu.Nyonya Sisca langsung berdeham, lalu menepuk tangan seolah mengumumkan sesuatu yang penting. “Rosana, bantu bibi memilih perhiasan untuk acara pertunangan nanti, ya? Rasanya ada beberapa koleksi yang perlu diatur ulang.”Rosana tampak ragu sejenak, tapi begitu meliha
“Tampaknya anda diet ya, nyonya? Gaun yang di fitting minggu lalu masih kebesaran.” Kata desainer pada Naina saat Naina mencoba gaun pernikahannya dan juga resepsi pernikahannya.Naina tersenyum malu, “Saya rasa lengan saya kemarin terlalu besar jadi takut membuat desain nyonya Laurent tak tampil maksimal karena kekurangan saya.”Nyonya Laurent, sang desainer, menggeleng sambil tersenyum. “Kekurangan? Oh sayang, kau justru terlihat semakin anggun dengan tubuh yang sedikit berisi. Tapi kalau kau merasa lebih nyaman seperti ini, kita bisa menyesuaikannya.”Marven yang sejak tadi duduk di sofa ikut berkomentar, “Aku bahkan tidak sadar kamu diet. Kenapa tidak bilang padaku?”Naina tertawa kecil sambil menatapnya melalui cermin. “Bukan diet ketat, hanya mengurangi makanan manis saja.”Marven mendengus pelan, “Kalau begitu, malam ini aku akan memastikan kamu makan lebih banyak.”Nyonya Laurent tertawa melihat interaksi mereka. “Kalian pasangan yang manis. Baiklah, aku akan menyesuaikan gaun
Beberapa bulan kemudian, suasana mewah dan hangat menyelimuti ballroom utama di mansion keluarga Tuner. Dekorasi elegan dipenuhi bunga putih dan ungu, selaras dengan tema pernikahan Rosana dan Andrian. Para tamu duduk tenang menyaksikan dua sejoli yang kini berdiri di altar, saling menatap dengan mata berbinar.Rosana terlihat anggun dalam gaun putih panjang yang menjuntai lembut, sementara Andrian tampak gagah dengan setelan jas hitam elegan. Di tengah keheningan yang khidmat, suara pendeta pun terdengar lantang dan syahdu:“Silakan ucapkan janji suci pernikahan kalian.”Andrian mengambil tangan Rosana dengan mantap. Suaranya terdengar tenang, namun penuh emosi.“Aku, Andrian, berjanji untuk mencintaimu, Rosana, di setiap hari baik maupun buruk. Aku akan menjadi rumah tempatmu pulang, pelindung saat kau lelah, dan sahabat yang selalu ada. Hari ini, aku tidak hanya menikahi wanita yang kucintai… aku juga menikahi masa depanku.”Rosana menarik napas pelan, matanya berkaca-kaca. Ia meng
“Baby boy datang….” Nyonya Sisca membawa box bayi dengan semangat.Naina yang terbaring di ranjang tersenyum bahagia karena ini adalah pertama kalinya dia melihat putranya setelah beberapa hari dalam perawatan.Nyonya Sisca meletakkan box bayi itu dengan hati-hati di samping ranjang Naina. “Lihatlah, dia sudah membuka matanya tadi pagi. Seperti sedang mencari-cari ibunya,” ujarnya dengan mata yang berkaca-kaca karena haru.Naina mengangkat tangannya pelan, matanya sudah basah melihat sosok mungil di dalam box itu. “Sayang… sini, peluk mama,” bisiknya lirih.Marven dengan hati-hati mengangkat bayi itu dan meletakkannya di dada Naina. Tangis kecil si bayi langsung mereda saat merasakan dekapan ibunya.“Raynar Elric Tuner,” gumam Naina sambil mencium kening putranya. “Selamat datang di dunia, nak…”Marven berdiri di samping mereka, mengelus lembut kepala istrinya dan putranya. “Keluarga kita lengkap sekarang…” ucapnya pelan, penuh rasa syukur.Rosana yang menyaksikan dari pintu hanya ter
Di luar ruang operasi, ketiganya tampak berdoa masing-masing menunggu kabar baik.Setelah beberapa jam telah terlewati, mereka mendengar suara tangis bayi di dalam.Nyonya Sisca dan Rosana langsung menoleh, senyum mereka akhirnya merekah.“Bayinya selamat!” Ucap Nyonya Sisca bahagia.Namun Marven sama sekali tak merasa lega, karena dia belum melihat dokter keluar dan bagaimana keadaan istrinya di dalam.Marven berdiri perlahan, tubuhnya kaku seperti batu. Suara tangis bayi yang seharusnya menjadi kabar bahagia justru terasa menggantung baginya. Matanya tak lepas dari pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat.Rosana berdiri di sampingnya, ikut terdiam saat menyadari ekspresi kakaknya tak berubah. Nyonya Sisca, yang sebelumnya tersenyum lega, kini ikut dilanda cemas lagi.Beberapa menit kemudian, pintu ruang operasi akhirnya terbuka.Seorang dokter keluar, wajahnya tampak lelah, namun tetap menunjukkan sikap profesional. Marven langsung menghampirinya dengan langkah tergesa.“Dok,
“Sayang, hati-hati!”Suara Marven menggema cukup keras dari balik balkon, namun Naina yang sedang berjalan santai dari arah taman tidak terlalu mendengarnya. Fokusnya tertuju pada burung kecil yang bertengger di pagar, membuat langkahnya sedikit melambat.Namun tiba-tiba kakinya menginjak batu kecil yang tertanam tak rata di jalan setapak. Dalam sekejap, tubuh Naina kehilangan keseimbangan. Dia terjatuh ke samping, dan suara benturan tubuhnya di tanah disertai ringisan kesakitan langsung membuat jantung Marven seakan berhenti berdetak.“Naina!”Ia langsung berlari menuruni anak tangga tanpa pikir panjang. Beberapa pelayan yang melihat kejadian itu pun ikut panik.“Aaahh… Marven… perutku…” suara Naina lirih namun penuh ketakutan, tangannya menggenggam erat perutnya yang besar.Ketika Marven sampai di sisinya, ia melihat noda darah mulai merembes dari balik gaun Naina. Wajahnya langsung pucat. “B-Ben! Siapkan mobil sekarang! Cepat! Kita ke rumah sakit!” teriaknya tanpa menoleh.Ben yang
“Di lamar?!” Marven dan Naina langsung menoleh bersamaan saat mendengar hal itu.Rosana menundukkan kepalanya malu, “Iya kak,”Naina langsung menjerit kecil penuh antusias sambil memeluk adiknya, “Aaaa! Ros, selamat! Ya ampun, kamu akhirnya dilamar juga! Aku seneng banget!”Marven hanya menghela napas panjang lalu menatap Andrian tajam tapi dengan nada menggoda, “Kau berani-beraninya melamar adikku tanpa izin? Minimal kasih kode dulu”Andrian mengangkat tangan seperti menyerah, “Sumpah, tuan Marven, saya niatnya baik dan serius. Dan cincin itu bukan cuma simbol, saya juga sudah siapkan semuanya untuk langkah selanjutnya.”Naina menoleh ke Marven sambil tersenyum penu
“Wow cantik sekali, pilihanku memang tak pernah salah,” puji Andrian saat melihat Rosana keluar dengan gaun hijau cantik namun tak berlebihan.Rosana menahan senyumnya sambil memukul lengan pria itu, “jangan menggodaku!”Andrian tertawa ringan sambil merapikan jasnya, lalu membuka pintu mobil untuk Rosana. “Aku hanya jujur, kok. Lagipula, malam ini sepertinya aku yang beruntung bisa pergi dengan wanita secantik kamu.”Rosana tersipu, tapi tetap gengsi untuk mengakuinya. “Huh, bisa aja kamu. Ayo jalan, sebelum aku berubah pikiran.”Andrian mengangguk sambil menahan senyum puas. “Baik, nona Rosana. Tapi kalau kamu berubah pikiran dan memutuskan untuk mencintaiku sekarang juga, aku nggak keberatan.”Rosana hanya mendecak pelan, “Dasar kamu…,” lalu masuk ke mobil dengan senyum yang tak bisa ia sembunyikan.Dan saat mereka sampai di sebuah restoran yang menyajikan makanan ala timur tengah, Rosana masuk dengan dibantu oleh Andrian yang setia menggandengnya.“Selamat datang, tuan dan nona. M
“Kematian pada ibu hamil memang beberapa terjadi tuan, tapi itu hanya sebagian kecil dari ibu yang selamat,” jelas dokter saat diundang langsung diruang kerja Marven.Marven sejak kemarin terus dihantui oleh rasa ketakutan istrinya sampai menyuruh Ben mengundang ahli kandungan untuk berkonsultasi sendiri.Dokter yang duduk dengan tenang di hadapan Marven menatap pria muda itu dengan bijak. “Saya paham kekhawatiran Anda, Tuan Marven. Kecemasan seperti ini sangat wajar, apalagi bagi suami yang sangat mencintai istrinya dan calon anaknya. Tapi izinkan saya memberikan sedikit ketenangan…”Marven, yang duduk bersandar dengan tangan saling menggenggam di depan mulutnya, hanya mengangguk pelan. Matanya tampak lelah—bukan karena kurang tidur, tapi karena dihantui ketakutan sejak Naina mengungkapkan kekhawatirannya.“Pertama, kondisi nyonya Naina sejauh ini sangat baik. Tensi, detak jantung janin, pertumbuhan, semua dalam batas normal dan sehat. Tak ada indikasi bahaya seperti preeklampsia, pl
“Sejak kapan perutmu sudah sebesar ini, sayang?” Marven terkejut saat bangun tidur mendapati perut istrinya membuncit dan ada gerakan kecil disana.Naina dengan kesal langsung memukul pelan suaminya itu, “ini sudah hampir tujuh bulan, wajar jika perutku besar.”Marven terkekeh pelan, “Sebentar lagi kita akan bertemu baby boy,” gumamnya sambil menciumi perut istrinya dengan gemas namun langsung ditendang oleh anaknya dari dalam.Marven terperanjat kecil saat perut istrinya menendang balik tepat di pipinya. “Wah! Ini anakmu atau petarung MMA, sih?” ucapnya sambil tertawa geli, masih memegang pipinya yang baru saja ‘disentuh’ oleh calon buah hatinya.Naina ikut tertawa, meski sedikit meringis karena tendangan itu memang cukup kuat. “Dia aktif banget, apalagi kalau dengar suara kamu. Mungkin dia tahu ayahnya cerewet.”Marven menyipitkan mata berpura-pura tersinggung. “Cerewet demi anak dan istri tercinta, oke? Lagian, suara ayahnya ini yang bikin kamu nyaman di perut sana, ya kan, Nak?” k
“Bagaimana keadaan istri saya dok? apakah dia dan calon anak saya baik-baik saja?” tanya Marven dengan wajah kalut penuh ketakutan dan merasa bersalah karena melakukannya dengan keras hingga istrinya kesakitan.Dokter terlihat tenang, menatap Marven dan Naina yang duduk di ranjang rumah sakit. Naina sudah berbaring dengan infus di tangan, sementara Marven masih menggenggam jemarinya erat-erat.“Untung kalian cepat datang,” ucap dokter sambil mengecek data di tablet-nya. “Istri Anda mengalami kontraksi ringan akibat tekanan fisik yang terlalu intens. Tapi tenang, kondisi janinnya masih stabil, tidak ada tanda bahaya besar. Namun…”Marven menegakkan tubuhnya, wajahnya menegang. “Namun…?”Dokter menatap Marven dalam-dalam. “Dia harus benar-benar beristirahat dan menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat, termasuk… hubungan suami istri. Setidaknya sampai trimester pertamanya benar-benar aman. Saya akan beri obat pereda kram, dan nanti ada vitamin tambahan juga.”Marven menghela napas