Pagi ini Batari bersiap bekerja, tugasnya untuk menyiapkan sarapan telah digantikan oleh Sri. Baik Batari dan Xabier keluar dari kamar berbeda untuk sarapan. "Pak, saya mohon izin terlambat masuk kerja, ya. Ingin ke dokter kandungan," ucap Batari usai sarapan. Batari berdiri ingin meninggalkan ruang makan terlebih dulu."Memangnya ada apa dengan kandungnya kamu?" selidik Xabier menatap perut besar Batari."Tidak ada masalah apa-apa, Pak. Ini kontrol rutin sekali dua bulan," jelas Batari.Xabier mengangguk, bagi Batari itu pertanda Xabier setuju. Selama ini kontrol rutin kandungannya dilakukan di hari restoran yang benar-benar tidak sibuk. Batari meminta izin pada Domarita sewaktu pelanggan restoran sedikit.Kini, Batari memanfaatkan kesempatan menyampaikan langsung pada bos restoran tempat dirinya bekerja.Batari bersiap dengan tas kecilnya. Sewaktu melewati ruang tamu, Xabier memanggilnya. Pria itu tengah duduk di sana."Ada apa, Pak?" tanya Batari mendekat. "Aku... ikut ke dokter
Hari ini digelar putusan hakim untuk kasus yang menimpa restoran Xabier. Xabier datang bersama Batari ke persidangan terakhir ini."Menyatakan bahwa Penggugat adalah sebagai pihak yang pertama sekali membuat dan/atau memproduksi memperkenalkan, menggunakan desain kemasan kotak makanan dengan merek "Di Bawah Pohon Rindang."Sontak Xabier menutup matanya, ia tahu kelanjutan dari pembacaan keputusan hakim itu. Intinya gugatan Wisang menang dalam persidangan.Batari menoleh pada Xabier, dia memahami kalau suaminya akan mengganti sebesar 50 Milyar seperti yang dituntut oleh Wisang. Ditambah lagi, kemasan pembungkus makanan tidak diperkenankan lagi dipakai oleh restoran milik Xabier, meskipun tidak perlu mengganti nama restoran. Batari turut bersedih atas apa yang menimpa Xabier.Di kursi lain, Batari bisa melihat senyum kemenangan Wisang ditujukan padanya. Batari tidak nyaman dipandang tajam oleh Wisang, bahkan dia mengedipkan sebelah mata pada Batari. Tidak sopan, cetus Batari dalan hati
Andalaska mengunjungi rumah Xabier usai menonton berita mengenai putusan hakim yang memenangkan lawan Xabier, yakni Wisang. Andalaska ingat pria itu mantan teman Xinda, pernah makan bersama Batari di sebuah restoran. Di rumahnya, Batari sedang mengerjakan tugas ringan dibantu Sri sore itu, sebentar lagi jam kerja Sri akan berakhir. Sementara itu, Xabier tengah membersihkan diri di kamarnya serta memeriksa berkas kelanjutan kasus restorannya. Usai mengerjakan tanggung jawabnya, Sri berpamitan pulang pada Batari. Semenjak Sri bekerja di sana, Batari selalu memintanya membungkus makan malam untuk dinikmati Sri di kamar kosnya.Batari senang memiliki teman yang sama-sama orang desa. Rasanya ada ketersambungan saat mereka berbincang mengenai hidup dan aktivitas selama timggal di desa.Saat Batari akan menutup pintu rumah, ia bisa melihat gerbang di buka Jaka lebih lebar dan tampaklah kendaraan yang diyakini Batari sebagai milik mama mertuanya.Hati Batari sering gusar kala melihat Andala
Batari terisak mendengar tuduhan yang dilayangkan oleh Andalaska. Dia sadar kalau Andalaska tidak menyukainya menjadi menantu. Batari paham kalau perbedaan dengan Xabier membuat Andalaska memandang rendah dirinya.Semakin lama berada di dekat Andalaska dan Xabier membuat Batari tidak nyaman. Ia terus berusaha melepas genggaman tangan Xabier yang mengencang."Mama minta kamu ceraikan perempuan ini, kamu tidak jelek Xabi, tidak juga miskin. Serafina pasti bisa membantu mengatasi kerugian restoran kamu lalu menjadi jaya kembali.""Mama!"Suara keras Xabier membuat Batari dan Andalaska sama-sama tercengang dan menatap ke arah Xabier. Mereka terdiam mendengar hardikan Xabier.Xabier memejamkan kedua matanya, ia melepaskan tangan Batari, menarik nafas lalu kembali membuka kelopak menatap Andalaska. Xabier melihat mata Andalaska berkaca-kaca, seketika Xabier merasa bersalah telah meninggikan nada suara pada ibu kandungnya."Maafkan, Ma. Aku... refleks," ucapnya.Andalaska menggeleng-gelengk
"Mempertahankan pernikahan ini seperti memegang bara api baik untuk saya dan Bapak, tidak ada hal yang menguntungkan dengan mempertahankan hubungan ini."Xabier termangu mendengar kalimat demi kalimat tenang yang terlontar dari mulut Batari."Kalau pilihan Bapak tetap mempertahankan pernikahan ini, saya tidak menjamin juga akan diam saja bila orang-orang dekat Bapak merendahkan saya, apalagi... anak saya," lanjut Batari sambil mengusap perutnya yang semakin membesar.Jantung Batari sebenarnya berdegup kencang saat mengucapkan kalimat menantang itu. Namun, Batari teringat tidak ada seorang pun yang akan berdiri di sampingnya bila dia direndahkan karena menjadi istri seorang Xabier."Apa sekarang kamu mengancamku?" tanya Xabier menoleh melihat paras Batari yang diterpa bulan purnama."Ini bukan ancaman, Pak, hanya peringatan. Sebentar lagi anak saya akan lahir ke dunia, saya tidak boleh lengah dan lemah. Meskipun orang dari desa bukan berarti saya terima setiap perendahan yang dilempar
Andalaska menemui Serafina ke perusahaannya, meskipun Serafina menawarkan akan berkunjung ke rumah Andalaska malam hari, perempuan paruh baya itu menolak.Serafina yang baru saja selesai mengadakan rapat internal, memasuki ruang kerja pribadi dan menemukan Andalaska di sana."Halo, Tante. Maaf menunggu lama," ucap Serafina ramah, ia duduk berhadapan dengan Andalaska."Tidak masalah.""Tante mau minum apa?""Apa saja."Serafina menghubungi bagian pantry untuk menyiapkan hidangan kecil untuk tamunya."Kamu tahu, tante dua hari lalu menemui Xabier ke rumahnya. Berita tentang kekalahan Xabier dalam sidang, membuat tante berkunjung ke sana.""Tante menegur istrinya itu, si perempuan desa, kamu tahu... Xabier membentak tante dengan suara keras."Serafina bisa melihat paras Andalaska terluka dan marah."Tante merasa direndahkan oleh anak sendiri, Xabier tidak pernah berlaku seperti itu sebelumnya. Parahnya lagi, dilakukan di hadapan pelayan restoran itu."Refleks Serafina menggelengkan kepal
Tidak lama lagi Batari akan melahirkan, menjelang bulan ke sembilan. Batari telah mengetahui jenis kelamin anaknya, hanya saja ia menyembunyikannya dari Xabier.Saat Xabier menemani ke dokter kandungan, Batari memohon pada dokternya untuk tidak membuka perihal jenis kelamin anaknya."Nanti kamu lahiran dengan cara apa? Mau operasi?" tanya Xabier di mobil usai menemani Batari kontrol kehamilan rutin."Alami saja, Pak. Lebih murah."Xabier menggaruk pelipisnya, menduga kalau Batari mengira dirinya benar-benar bangkrut seperti yang dikabarkan oleh media online."Kamu khawatir aku tidak bisa membayar persalinan nanti?"Batari menoleh pada Xabier, merasa kalau apa yang dikatakan oleh Xabier tidak salah, tetapi tidak sepenuhnya benar."Tidak juga, Pak. Kalau di desa, dulu melahirkan dibantu paraji, sekarang bidan. Tidak ada alasan untuk operasi sejauh ini."Xabier mengangguk. "Ya, terserah kamu saja," ucapnya tidak ingin memperdebatkan cara anak dalam kandungan Batari lahir ke dunia.Xabier
Xabier gelisah di dalam kamar, matanya sulit terpejam di waktu seharusnya tidur, ia memikirkan kenyataan bahwa Batari adalah orang yang ditolongnya bertahun yang lalu.Sewaktu kuliah kerja ke pedesaan Xabier pernah berkunjung, tetapi hanya sampai di kecamatan saja. Xabier ingat bagaimana Batari memohon pada Xabier agar diselamatkan dari orang yang mengancam kesuciannya sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.Pria setengah mabuk berhasil melarikan diri usai Xabier menghajarnya dengan beberapa pukulan. Saat berkendara, Xabier sedang bersama orang desa sana, ia mengenali Batari sebagai kerabat dari Suyati, lalu mereka mengantar Batari ke rumah kerabat Suyati.Pertemuan itu awal perjumpaan mereka. Xabier menyadari ada kalung liontin terjatuh di kendaraannya usai tiba di Surabaya.Suatu kali, beberapa tahun kemudian, Xabier pernah kembali ke kecamatan untuk melayat pemilik rumah tempat tinggal kuliah kerja yang tutup usia.Xabier mencari Batari, sayangnya, dia tidak ingat lagi rumah yang dik
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca