Tidak lama lagi Batari akan melahirkan, menjelang bulan ke sembilan. Batari telah mengetahui jenis kelamin anaknya, hanya saja ia menyembunyikannya dari Xabier.Saat Xabier menemani ke dokter kandungan, Batari memohon pada dokternya untuk tidak membuka perihal jenis kelamin anaknya."Nanti kamu lahiran dengan cara apa? Mau operasi?" tanya Xabier di mobil usai menemani Batari kontrol kehamilan rutin."Alami saja, Pak. Lebih murah."Xabier menggaruk pelipisnya, menduga kalau Batari mengira dirinya benar-benar bangkrut seperti yang dikabarkan oleh media online."Kamu khawatir aku tidak bisa membayar persalinan nanti?"Batari menoleh pada Xabier, merasa kalau apa yang dikatakan oleh Xabier tidak salah, tetapi tidak sepenuhnya benar."Tidak juga, Pak. Kalau di desa, dulu melahirkan dibantu paraji, sekarang bidan. Tidak ada alasan untuk operasi sejauh ini."Xabier mengangguk. "Ya, terserah kamu saja," ucapnya tidak ingin memperdebatkan cara anak dalam kandungan Batari lahir ke dunia.Xabier
Xabier gelisah di dalam kamar, matanya sulit terpejam di waktu seharusnya tidur, ia memikirkan kenyataan bahwa Batari adalah orang yang ditolongnya bertahun yang lalu.Sewaktu kuliah kerja ke pedesaan Xabier pernah berkunjung, tetapi hanya sampai di kecamatan saja. Xabier ingat bagaimana Batari memohon pada Xabier agar diselamatkan dari orang yang mengancam kesuciannya sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.Pria setengah mabuk berhasil melarikan diri usai Xabier menghajarnya dengan beberapa pukulan. Saat berkendara, Xabier sedang bersama orang desa sana, ia mengenali Batari sebagai kerabat dari Suyati, lalu mereka mengantar Batari ke rumah kerabat Suyati.Pertemuan itu awal perjumpaan mereka. Xabier menyadari ada kalung liontin terjatuh di kendaraannya usai tiba di Surabaya.Suatu kali, beberapa tahun kemudian, Xabier pernah kembali ke kecamatan untuk melayat pemilik rumah tempat tinggal kuliah kerja yang tutup usia.Xabier mencari Batari, sayangnya, dia tidak ingat lagi rumah yang dik
Batari menghabiskan waktu di rumahnya, tadi pagi ia melepaskan Xabier yang sempat menyentuh perutnya sebagai tanda pamit bekerja. Sungguh hatinya diliputi rasa bahagia yang diikuti penolakan. Batari merasa kelemahannya bisa menjadi bumerang di kemudian hari.Batari teringat bagaimana orang di sekitar Xabier tidak menyukainya dikarenakan perbedaan status sosial. Peristiwa Xabier mengemukakan tidak akan ada perceraian di antara mereka di hadapan Andalaska belumlah cukup kuat sebagai pertanda Xabier memiliki perasaan khusus padanya.Bisa jadi, sikap itu untuk menghindari pertengkaran dengan dirinya saja.Batari sibuk menyusun pakaian bayi di kamar khusus yang dirancang oleh Xabier. Awalnya Batari berkeberatan sebab di desa kamar bayi disamakan dengan ibunya.Xabier mengatakan kalau kamar itu bukan dimaksudkan memisahkan ibu dan anak, melainkan menaruh segala keperluan bayi. Benar saja, Xabier menaruh banyak benda terkait bayi di kamar itu."Aku tidak mengetahui jenis kelaminnya. Ini kep
Malamnya, Xabier pulang larut. Selesai jam restoran, Xabier pergi menenangkan diri ke sebuah klub.Xabier memesan bir non alkohol, bila ada yang mendekatinya Xabier menolak dengan mengatakan menikmati kesendirian.Perasaan Xabier bercampur aduk; rasa takut kehilangan, gusar, marah dan kesal, bahkan Xabier mempertanyakan diri sendiri apakah cemburu bila Batari memilih Wisang dibandingkan dirinya, ayah kandung calon anak mereka.Helaan nafas panjang dan berat Xabier menarik perhatian seorang perempuan. "Apakah Anda kesepian? Saya bisa menemani," tawarnya sembari melepas senyum menawan.Ini perempuan kesekian yang menawarkan pertemanan satu malam. "Pergi, jangan ganggu!" ujar Xabier mengawai lengannya yang disentuh oleh perempuan cantik berpakaian mini.Perempuan itu tampak kesal sebab Xabier kasar menanggapi dirinya."Kalau tidak mau bersenang-senang pulang sana ke istri," ucap perempuan itu sewot, dia tahu kalau sosok yang menikmati kesendirian itu adalah model terkenal, Xabier.Kali
Pagi hari Batari masih bergelung di balik selimut, seseorang mengetuk pintu kamarnya berkali-kali. "Bu... Bu Tari...." Beberapa kali panggilan, suara itu menghilang.Batari menggeliat sambil membuka matanya. Gerakannya mendadak terhenti, ia mengamati ke sekeliling kamar dan tubuhnya sendiri.Batari berpakaian lengkap berada di dalam ruang pribadinya. Ternyata, kejadian manis tadi malam mimpi belaka, tidak terjadi apa-apa pada dirinya.Sulutan rasa kecewa membuat paras Batari berubah datar, sedetik kemudian menjalar rasa hangat yang menandakan dirinya malu dengan pikiran sendiri. Mengapa Batari harus kecewa, sepertinya perasaannya terhadap Xabier semakin dalam.Batari khawatir bila terus-terusan dekat dengan Xabier bisa jadi perasaannya terhempas percah suatu waktu.Usai menanyakan masalah Xabier semalam, suaminya itu mengatakan kalau tidak memiliki masalah apapun. Xabier dengan tenang membuka pintu, masuk lalu mengunci dari dalam.Lagi-lagi panggilan dan ketukan pintu terdengar, lamu
Andalaska melirik pria yang pernah mendekati anak gadisnya, Xinda. Ia mengamati perubahan penampilan dibanding pertemuan tidak sengaja mereka di restoran dan siar media."Sera, apa kamu tidak salah bekerja sama dengan orang ini?" tanya Andalaska remeh."Ya Tante, Wisang akan membantu kita memisahkan Xabier dan istrinya."Andalaska menunjukkan wajah mencela agar Wisang merasa terganggu."Wisang, silakan duduk." Serafina ramah menyambutnya. Wisang mengenakan kemeja dibalut jas, duduk di tempat yang ditunjuk oleh Serafina.Bibir Andalaska bergerak miring meninggalkan kesan buruk pada Wisang."Mengapa kita harus berurusan dengan orang-orang kampung? Apakah tidak ada jenis manusia lain yang lebih baik dari dia?"Andalaska masih mengingat wajah sedih putri kesayangannya saat itu.Serafina berdehem, merasa tidak enak dengan sambutan buruk Andalaska. "Tante, kita dengar dulu rencana Wisang. Jangan buru-buru marah," Serafina berusaha menenangkan Andalaska. "Tante tidak suka dengan mereka ber
Pagi ini Xabier sarapan seorang diri, kegelisahan menjadi-jadi dalam dirinya. Xabier teringat dengan ajakan Wisang pada Batari untuk menemui dirinya di sebuah tempat yang tidak diketahui.Tarikan nafas berat menandakan Xabier sangat khawatir. Khawatir untuk apa? Xabier masih sulit memastikan perasaan hatinya. Takut kecewa kembali membayangi keputusan Xabier untuk berpisah dari Batari. Sementara kata cinta, selalu dihempasnya dari pikiran, selalu ditolak mentah-mentah sehingga kepalanya penuh dengan dugaan-dugaan buruk tentang Batari. Xabier benar-benar tidak tenang menjalani hidup bila dikaitkan dengan Batari. Dia lebih tenang menghadapi gugatan 50 milyar dibandingkan mengurus soal hati."Sial!" Xabier melempar serbet yang ada di pangkuannya ke atas meja. Ia berdiri lalu berjalan menuju kamar Batari kemudian mengetuk pintu tanpa bantuan Sri seperti tempo hari."Tari... Batari... buka pintunya aku mau bicara." Xabier mengetuk pintu berkali-kali. Xabier ingin menarik kembali keputusa
Xabier cepat membelokkan kendaraannya di areal parkir, begitu melihat mobil Wisang melaju sembari kaca jendelanya bergerak menutup ke atas. Xabier mengira Batari ada di dalam, ia fokus mengikuti arah perjalanan.Sementara itu, Wisang terlihat bergerak ke kiri dan kanan memastikan angkutan umum warna merah yang tadi ditumpangi Batari. Ada beberapa mobil yang sama melesat di jalanan, jangan sampai salah mengikuti target.Batari menunduk di dalam angkutan yang ditumpanginya, ia akan pergi ke terminal. Batari berencana untuk meninggalkan kota Surabaya ke sebuah daerah pedesaan untuk membuka lembaran hidup baru.Berkali-kali Batari menghela nafas panjang, ingin rasanya menangis, tetapi posisi dalam kendaraan yang penuh orang membuat Batari menahannya sekuat hati.Batari mengusap sayang kandungannya, tidak lama lagi dia akan berjumpa dengan anaknya. Wajahnya kembali berseri dan bersemangat."Hanya kamu dan ibu ya, Nak. Kita harus kuat menjalani hidup ini," ujarnya dalam hati.Tibalah Batari
Kesehatan Ayasya membaik, suhu tubuh telah kembali normal dan muntah tidak lagi menghantui keseharian di rumah sakit. "Moga tidak sakit lagi menjelang pernikahan nanti," ucap Ayasya berjalan menuju lobi rumah sakit.Hari ini, Ayasya diizinkan pulang ke rumah oleh pihak rumah sakit. Betapa senang Ayasya karena ia pun merasa jauh lebih sehat dibanding beberapa hari lalu.Ayasya dijemput oleh Xaba, sementara itu keluarga Santos yang lain memiliki kesibukan sendiri.Xaba sengaja menggunakan jasa pengemudi agar dirinya bisa duduk berdekatan dengan Ayasya di bangku penumpang belakang."Ayas, aku mau bertanya."Ayasya yang duduk menyender ke lengan Xaba menegakkan tubuh lalu menoleh pada Xaba. Kendaraan melaju menuju kediaman Santos."Apa, Mas?" tanyanya."Kamu keturunan dari Dewandaru apakah kamu mau mengurus hak sebagai ahli waris?" tanya Xaba yang sejurus kemudian dihadiahi pelototan dari Ayasya. "Eh, bukan maksud aku macam-macam, tidak seperti pikiran kamu, ya. Hanya bertanya, bila kam
Elang masuk begitu saja ruang rawat Ayasya bermodalkan pesan alamat dan nama ruang rawat inap yang dikirim oleh Ayasya. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Elang di saat Ayasya tengah berbaring di ranjang pasien. Raut sendu memancarkan kecemasan dari Elang.Sontak Ayasya bangkit menyender dengan mata membelalak sejenak lalu normal kembali."Tidak."Elang mendekat hingga membuat gerakan bergeser ke sudut pada Ayasya."Stop di sana, Elang! Katakan cepat soal papa saya," tuntut Ayasya yang sebenarnya masih memerlukan istirahat. Dengan sisa keberanian, ia memberi tahu lokasi rumah sakit tempatnya dirawat dengan tujuan mengetahui kisah lama orang tuanya."Apa kita bisa bicara baik-baik, Ayas, tanpa ada nada suara yang tinggi?"Elang berjalan bertambah dekat ke arah Ayasya. Tangan Ayasya terkepal di balik selimut rumah sakit. Baginya, Elang terlalu mengulur waktu. "Sebagian sudah saya ceritakan pada kamu. Kamu adalah putri dari Sri dan seorang pengusaha bernama Dewandaru. Anak di luar pernikahan
Elang sengaja bepergian ke Surabaya untuk menemui Ayasya. Sepanjang penerbangan, tidak luntur senyum di balik masker yang dikenakan.Beralasan akan mengunjungi makam orang tua dan lembaga pendidikan swasta yang dimiliki keluarga Dewandaru, langkah Elang menjejak ke Surabaya kembali.Bayangan Ayasya begitu lekat dalam pikiran Elang. Perempuan manis yang menarik hati sejak zaman mereka menimba ilmu di kampus milik keluarga Dewandaru.Lain hal dengan Ayasya yang gelisah pagi ini, suhu tubuhnya meningkat."40 derajat. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Xinta yang duduk di samping ranjang. Ia seorang dokter yang mengetahui cara menurunkan demam, tetapi butuh pengujian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada penyakit tersembunyi di balik demam.Di situ berdiri pula Xaba dan Batari yang khawatir terhadap kondisi Ayasya. Xinta meminta mereka semua memakai masker selama berada di dekat Ayasya. "Pusing, sakit otot, dingin," jawab Ayasya sambil menggigil dan terbatuk-batuk serta hidung pun sampai
"Pak, lagi-lagi kita dikirim surat kaleng. Kali ini sarung tangan bayi dan foto lama Sri. Buat apa itu semua, Pak? Apa hubungan ke kita?"Sewaktu Batari dan Xabier berdiskusi di ruang keluarga, tanpa sengaja Ayasya menguping pembicaraan. Tadinya, hanya sekedar lewat menuju dapur.Namun, suara riuh menjelang tengah malam menarik Ayasya untuk mengetahui apa yang dibicarakan. "Sulit untuk dimengerti maksud pengirim. Mau dilaporkan ke pihak berwajib, tapi kali ini tidak ada ancaman di isi suratnya."Menggigit bibir sendiri, Ayasya gelisah berdiri di ujung dinding. Tidak ingin ketahuan, buru-buru Ayasya meninggalkan tempat menuju ke kamar pribadinya. "Apa maunya Elang? Sampai nekat. Jahat sekali," ujar Ayasya sambil duduk di ujung ranjang. Keesokan pagi, Ayasya sengaja bangun pagi lalu jalan-jalan ke halaman besar kediaman Santos. Rasa penasaran membuatnya singgah ke pos jaga. "Olahraga, Bu?" sapa seorang penjaga."Ya, Pak."Demi apa Ayasya menjadi pribadi berbeda hari ini. Biarlah pik
Mengingat hingga malam Xaba akan syuting, terlintas niat Ayasya untuk menemui Elang ke restoran, menagih nama siapa ayah kandungnya.Menimbang Xaba akan keberatan bila ia mengutarakan niat bertemu Elang, Ayasya masih menyimpan rahasia sendiri rapat-rapat. "Awww."Tangan Ayasya berdarah teriris pisau. Ia gegas membersihkan jari telunjuk kiri ke wastafel."Kamu kenapa?"Mendengar suara asing dari dapur, Xaba lantas beranjak dari kamar."Kurang hati-hati mengiris sayur, Mas."Tidak seperti biasa menurut Xaba."Melamun? Lamunin apa, sih?"Xaba mencolek dagu Ayasya, mencoba menghibur tunangannya."Gak ada, Mas. Hanya kurang fokus saja."Ayasya menuju kotak P3K, mengambil cairan antiseptik lalu membalut dengan plester luka."Sudah beres," ucap Ayasya. Xaba memerhatikan Ayasya dengan seksama."Jangan pikirkan hal lain sewaktu memegang pisau, harus konsentrasi, bila tidak, bisa melukai diri sendiri."Ayasya menghela napas lalu mengangguk menyetujui perkataan Xaba. Pesan Elang sangat memenga
"Pak, lengan saya ini sakit lagi," rungut Batari seraya menunjukkan pada Xabier yang telah siap beristirahat malam hari.Sejak pemberitaan tentang Wisang, Batari didiamkan oleh Xabier. Merasa ada yang kurang.Xabier bangkit dari rebahnya. "Sakit kenapa?" tanyanya dengan paras khawatir. Wajah Batari meringis menunjukkan kalau sakitnya benar-benar mengganggu."Perbannya tidak apa-apa. Di dalam sakit sekali, 'kah?" tanya Xabier sambil mengelus pelan luka Batari.Batari mengangguk sambil mengintip dari sudut mata bagaimana ekspresi suaminya. Ia tertawa samar, Xabier masih cemas bila dirinya kenapa-napa."Kamu jangan dulu urusan dapur sampai sembuh total, Bu." Xabier malah menggerutu. "Mau ke rumah sakit buat periksa?"Batari menggeleng, menolak ide Xabier. "Ini tadi karena Bapak tepis tangan saya waktu nonton, jadi agak sakit," rengek Batari. "Iya, 'kah? kekencengan aku awasin tangan kamu, ya."Batari mengangguk lagi membenarkan perkataan Xabier. "Maaf, ya. Aku kalau menyangkut 'orang
Restoran mewah yang dipesan oleh Xaba memikat hati Ayasya. Ini pengalaman baru lagi buatnya, masuk ke restoran yang mengusung interior elegan.Ruang makan menampilkan replika akar pohon yang menggantung di udara. Ada pula pepohonan di sekitar mereka.Dari ketinggian saat ini, mereka bisa melihat keluar pemandangan indah gemerlap lampu kota Jakarta. Sungguh menakjubkan bagi Ayasya."Kamu cantik."Ayasya terfokus pada arsitektur restoran, lain hal dengan Xaba yang sedari tadi menatap paras Ayasya yang ceria seolah-olah itulah pemandangan menarik dibanding yang lain.Ayasya tersipu malu, temaram lampu ruangan menyembunyikan bagaimana merona pipinya kini. Dipuji Xaba menjadi kesukaan bagi dirinya sendiri."Mas juga sangat tampan." Lagi-lagi Ayasya malu melontarkan pujian hingga ia tertunduk tidak mampu menatap manik pria yang sebentar lagi akan menjadi kekasihnya."Aku harap kamu suka tempat ini."Ayssya menyapu pandangan ke sekeliling ruangan. Hanya ada mereka berdua saat ini serta bebera
Menemani Xaba bekerja ke Jakarta menjadi momen indah untuk Ayasya. Suasana berbeda ia rasakan."Mas, untuk berlian pesanan Mas itu, biar saya saja yang ambil ke tokonya, ya," tawar Ayasya malam hari seusai makan malam di unit Xaba. Xaba memberi perhatian, menaruh ponselnya di meja.Selagi Xaba mencerna tawaran itu. Ayasya kembali melanjutkan. "Kita tidak lama di Jakarta, sementara Mas masih harus bekerja. Biar saya saja," lanjut Ayasya."Setelah itu, tidak kemana-mana lagi, 'kan?""Tidak. Langsung pulang.""Ada pengawalan buat kamu seperti biasa, ya. Bila ada keperluan atau hal mencurigakan kamu bisa meminta bantuan mereka."Ayasya memasuki sebuah toko berlian. Pada hari-hari sebelumnya, Xaba menunjukkan sebuah berlian yang bakal dipakai calon istrinya di pernikahan mereka.Bantahan Ayasya untuk tidak menghabiskan uang membeli perhiasan mahal tidak didengar oleh Xaba."Berlian juga bentuk investasi, Ayas. Kamu akan terlihat cantik di pesta nanti," ucap Xaba kala itu."Berarti saat in
Batari diharuskan untuk rawat inap lantaran ada luka terbuka di bagian lengan dan bahu akibat pecahan kaca mobil mengenai dirinya."Malam ini saya saja yang menjaga Ibu, Pak, Mas," tawar Ayasya. Akhirnya, Xaba meminta Ayasya datang ke rumah sakit.Xaba dan Xabier saling pandang."Bapak saja, tidak masalah.""Ayas benar, Pa. Keadaan Papa kena benturan juga akan sulit mengurus Ibu di rumah sakit. Aku yang bantu Papa di rumah. Ayas menjaga Ibu di sini."Melihat kondisinya sendiri, barulah Xabier menerima ide dari putra dan calon menantunya."Kamu cepat beritahu kalau ada yang janggal atau kondisi ibu terbaru Ibu, ya," ucap Xaba sembari membelai kepala Ayasya. "Ada penjaga yang bertugas. Kasus rem blong ini juga sudah ditangani pihak berwajib."Xabier mengatakan demikian agar ada rasa aman dalam diri Ayasya selama menjaga Batari di rumah sakit.Xaba dan Xabier berpamitan pada Ayasya, Batari berbaring di ranjang dalam keadaan terlelap.Ayasya mengusap lengan Batari, ia iba dengan keadaan ca