163PoV ViolaAku menatap diri sendiri yang tengah dipasangkan sanggul oleh seseorang. Sanggul yang semakin menambah sempurna riasan ini, hingga aku sendiri tidak mengenali siapa diriku. Beberapa orang lainnya di dalam ruangan ini sedang membantu memasangkan kancing kebaya indah berwarna putih tulang dengan ekor panjang di tubuhku.Sudah berjam-jam lamanya orang-orang ini mendandaniku hingga aku pangling dengan diri sendiri. Aku benar-benar seperti seorang ratu. Ya, tentu saja. Ini hari pernikahanku. Aku akan jadi ratu sehari, di hari ini.Ini hari pernikahanku, pernikahan yang diselenggakan dengan sangat mendadak dan terkesan dipaksakan. Persiapannya serba dadakan dan serba kilat. Untung semua sudah diserahkan kepada tenaga professional.Hari ini aku akan menikah dengan laki-laki yang tidak sabar ingin segera memperistriku karena takut keduluan ayah ibu kami.Aku tertawa kecil mengingat beberapa malam lalu, saat Pak Utama datang mengantar anaknya untuk melamarku. Aku pikir awalnya be
164Aku melangkah anggun memasuki area gedung yang sudah disulap menjadi ruang resepsi sekaligus akad. Semua mata tertuju padaku kini, aku bak ratu sejagat yang sedang menjadi sorotan mata semua orang. Bahu tegap, dada membusung dan berjalan dengan langkah diatur. Bahkan langkahku bisa dihitung saking teraturnya.Bukan karena sok anggun, tetapi pakaian yang melekat ditubuh memang mengharuskanku berjalan seperti ini. Kebaya pas badan, kemben yang membuat bernapas pun enggan, kain yang sangat sempit hingga menyulitkan untuk melangkah.Aku duduk di samping lelaki yang sangat tampan dengan kostum pengantin serba putih. Tadi ia melirikku sebelum matanya melebar tak berkedip. Namun, gegas menunduk dan pura-pura tidak melihatku hingga aku duduk berdampingan dengannya.Terlihat jari-jari tangannya saling bertaut satu sama lain. Mungkin ia gugup, takut salah mengucapkan kalimat iqab qabul. Karena konon ada jin yang sengaja menggoda calon mempelai laki-laki agar nervous dan tidak lancar menguca
165 Aku berlari di atas hamparan pasir putih dengan bertelanjang kaki. Tak peduli sisa ombak yang menjilati kaki ini. Seorang lelaki dengan celana pendek dan sama bertelanjang kaki juga, berlari kecil mengejarku. Sesekali ia menangkap pinggangku dan mengangkat tubuh ini menghindari ombak yang datang menerjang kaki kami. Tawa riang sejak tadi tak henti menghiasi bibir kami. Adakah yang lebih berbahagia dariku? Sungguh, tak ada yang dapat menggambarkan kebahagiaan hatiku saat ini yang akhirnya bisa mengecap manisnya surga dunia bersama lelaki terkasih. Lelaki dari masa lalu yang dengannya aku punya kenangan indah masa sekolah. Masa penuh perundungan karena kami remaja berbadan subur. Namun, dengannya kenangan indah itu tercipta, dan keindahan itu kami sempurnakan sekarang. Sesempurna yang kami bisa. Tiada kata yang dapat melukiskan kebahagiaan yang tengah kurasa saat ini. Aku akhirnya bisa bersatu dengan lelaki yang ketulusannya tak akan kudapatkan dari lelaki lain. Ia yang saat aku
166“Apa Papi menyuruh Hisam untuk mematai-matai kami di sini?” Kak Dala langsung menelepon Papi begitu kami sampai di kamar. Rasa penasaran suamiku sepertinya tidak bisa ditunda. Aku hanya duduk memperhatikannya.Tak dapat kudengar Papi bicara apa, karena Kak Dala tidak me-loudspeker ponselnya. Aku hanya bisa menerka-nerka apa yang sedang mereka bicarakan. Sejatinya aku pun heran kenapa Bang Hisam ada di sini. Dengan seorang wanita pula. Dia pura-pura cuek lagi saat kami menemuinya seolah sengaja menunjukkan dirinya juga sedang bersenang-senang.Mungkin benar yang dikatakan suamiku tadi, jika Bang Hisam itu seorang buaya darat. Nyatanya dia tak malu berciuman di depan umum. Padahal baru kemarin ia bilang menyukaiku juga. Untung saja aku tidak tergoda berpindah ke lain hati. Karena sebenarnya Kak Dala selalu di hati ini. Kebencian memang pernah menguasai hati ini, tetapi dia tak pernah benar-benar pergi.Suamiku terlihat mengakhiri panggilannya. Ia menutup telepon dengan wajah yang ma
167“Kak, jadi sebenarnya Kakak tidak pernah melakukannya dengan Michelle?” Akhirnya aku memberanikan diri bertanya setelah sebelumnya menyimpan rasa penasaran itu rapat-rapat.Kami baru saja selesai memadu kasih, entah untuk ke berapa kalinya hari ini. Ya, hari-hari kami saat ini hanya dipakai untuk bercinta dan memadu kasih. Seperti tujuan awal ke sini yang memang untuk berbulan madu.Kami berada di bawah selimut yang sama. Bahkan napas belum sepenuhnya normal dan peluh masih belum juga kering. Namun, rasa penasaran sudah mengusik hati.“Hei, kenapa harus menanyakan hal seperti itu di saat seperti ini?” Kak Dala mencubit hidungku lembut.“Aku penasaran saja, Kak. Sejak lama ingin menanyakannya.”Kak Dala menarik napas panjang sebelum membaringkan dirinya di sebelahku. Kini kami berbaring sejajar.“Apa kau tidak dapat membedakan mana yang berpengalaman dan mana yang belum?” tanyanya dengan mengganjalkan kedua tangannya di bawah kepala.Aku memiringkan tubuh hingga menghadapnya. Kemud
168Seminggu sudah aku dan Kak Dala menghabiskan waktu untuk berbulan madu. Menikmati hangatnya cinta kami yang bersemi indah. Terkadang masih belum percaya bila kami sudah bersatu. Pasalnya jalan yang kami lalui sangat berliku. Baik di pihakku juga dia sendiri.Dulu, aku pernah sangat yakin jika Alvinlah jodohku. Kami bahkan hampir menikah. Bersyukur Tuhan begitu baik padaku. Menunjukkan siapa Alvin sebenarnya di saat hampir saja aku terjerumus. Tak terbayang bila aku mengetahui semuanya di saat kami sudah menikah dan aku sudah menyerahkan diri kepadanya. Karena satu lagi fakta yang terkuak dari kematian Alvin, jika ia mengidap AIDS.Aku memejam dengan kuat. Alvin, ia seperti bunglon yang bisa meyesuaikan diri dengan lingkungan. Ia bisa menjadi lelaki sejati jika sedang dibutuhkan. Makanya aku bersyukur semua terbuka sebelum semua terlambat.Aku membuka mata saat merasakan sentuhan lembut di punggung tangan. Dapat tertangkap netra ini lelaki yang dengannya aku baru saja menikmati kei
169“Di-bu-nuh?” Aku bergumam gagap setelah sebelumnya menutup mulut dengan kelima jari. Kutatap dalam wajah gadis yang jauh sekali bila dibandingkan dulu. Kini, ia tampak berantakan dan tak terawat. Padahal dulu saat Yuni masih berjaya, Feli sangat cantik dan terawat. Karenanya aku seperti upik abu bila berada di dekatnya.Dulu Feli adalah bintang di sekolah, pun di tempat-tempat bergaulnya. Wajahnya yang cantik dan tubuh langsingnya yang indah membuat banyak pria memujanya. Termasuk Arman yang sangat tergila-gila dengan Feli. Hingga keluarganya dengan mudah menggelontorkan uang untuk pesta pernikahan dan juga memberi hutang kepada Yuni.Arman tidak merasa dirugikan meskipun Feli dan Yuni terus memoroti harta mereka. Hingga menjelang hari pernikahan, akhirnya Feli kabur entah ke mana, dan aku akhirnya yang menjadi tumbal. Harus menggantikannya menjadi pengantin yang tak diharapkan.Wajar sebenarnya keluarga Arman marah, karena mereka sudah banyak dirugikan. Walaupun tidak dibenarkan
170“Kak, bagaimana ini?” Aku menatap suamiku yang sejak tadi memasang wajah merengut. Sejak kami datang dan Feli sudah menyambutku dengan tangisan dan semua kisah sedihnya, Kak dala sudah memasang wajah tidak suka.Aku yakin ada banyak hal yang membuatnya seperti itu. Pertama ia masih ingin menikmati waktu bulan madu kami dan menerusakannya di sini. Kami bahkan berencana berenang bersama begitu sampai rumah. Aku belum bisa berenang dan ia berjanji akan mengajariku. Dan terbayang bukan, bagaimana indahnya diajari berenang oleh pasangan halal di mana kami sudah bebas melakukan apa pun.Walaupun pada kenyataannya mungkin tidak jadi berenang karena ada hal lain yang lebih indah untuk dilakukan, setidaknya membayangkan di kolam renang pribadi dengan lelaki terkasih akan sangat indah. Apalagi dulu aku beberapa kali mengintipnya berenang sendiri dan membayangkan yang tidak-tidak.Sayangnya, begitu kami sampai aku langsung harus mengurusi Feli. Aku tidak bisa megabaikannya begitu saja. Selai
445 “Jadi begitu, De. Kamu sama Amanda tidak masalah, kan?” Sultan menatap sepasang suami istri muda yang duduk di hadapannya. Di mana bayi tiga bulan terus mengeluarkan suara-suara lucu khas bayi dalam pangkuan Dewa. “Papa sudah ingin pensiun. Menikmati hidup berdua saja dengan Mama kalian. Ya, itung-itung bulan madu lagi untuk mengganti masa-masa awal pernikahan kami yang sempat carut-marut.” Dewa, Amanda, dan Vino yang duduk di sofa lainnya saling pandang sebelum memiringkan bibir masing-masing. ‘Siapa yang nikah, siapa yang bulan madu.’ Batin mereka mengejek. “Vino memang baru memasuki dunia ini, dan ia juga masih sangat muda. Tapi jika ia ada kemauan untuk belajar, pasti bisa kok. Apalagi didampingi wanita yang berbakat. Papa yakin perusahaan tidak akan dibawa tenggelam. Lagipula, Papa tidak akan melepas sepenuhnya. Ada orang kepercayaan Papa yang akan membimbing dan mengawasi Vino.” Sekali ini Dewa melirik Amanda di sampingnya seraya membenahi bayi Devano yang sudah mulai t
443“Abang, emang nggak berat?” tanya Kirani sesaat setelah Vino menurunkan tubuhnya di sofa. Ia baru saja dari kamar mandi. Dan sejak kejadian jatuh itu, Vino selalu membopongnya setiap hendak ke kamar mandi.Kedua tangan Kirani masih melingkar manja di leher sang suami, hingga lelaki itu meminta dilepaskan dengan isyarat dagu. Awalnya Kirani tak mau melepaskan tangannya. Tentu saja untuk menggoda sang suami.“Ok,” ujar wanita itu akhirnya seraya melepaskan tangannya karena Vino menatapnya tanpa kedip seolah bersiap kembali menerkamnya. Mereka baru saja menyelesaikan satu ronde percintaan pagi ini. Masa iya mau mengulang lagi bahkan sebelum sarapan.Sungguh, mereka tidak menyangka jika pernikahan akan seindah ini. Tiga hari di hotel, hanya makan, tidur, dan bercinta. Begitu seterusnya selama tiga hari tanpa melakukan apa pun lagi.“Nggak berat, kan, aku?” ulang Kirani karena Vino belum menjawab pertanyaanya.“Nggak,” jawab Vino yang duduk di sampingnya. Tangannya meraih remote TV, m
442“Manis,” ujar Kirani seraya menarik wajahnya. Menjauhkan dari wajah lelaki di bawahnya. Semburat merah langsung menghiasi wajahnya. Ia ingin beranjak, tetapi tangannya ditahan.“Apanya yang manis?” tanya sang lelaki dengan tatapan lekat. Melihat wanita yang duduk di pangkuannya tersipu, adalah sesuatu yang membuatnya gemas. Padahal mereka sudah dua hari menikah. Tak terhitung sudah berapa kali melihat tubuh polos masing-masing. Tapi wanitanya selalu saja tersipu dan malu-malu.Tangan sang lelaki menarik lembut pinggang wanitanya agar kembali mendekat, kemudian berbisik di telinganya.“Apanya yang manis, hem?”Semburat merah tak henti-hentinya menghiasi wajah wanita yang pagi ini hanya memakai kemeja putih milik sang suami. Kemeja yang terlihat kebesaran di tubuh mungilnya, tetapi sangat seksi di mata sang suami.Cup.Sebuah kecupan singkat mendarat di bibir sang wanita.“Ini yang manis?”“Ish, Abang apaan, sih?” Tangan sang wanita mengibas di depan wajah merahnya.“Jadi, kamu baru
441Kirani mengerjap sebelum menoleh perlahan ke sisi kanannya di mana seorang lelaki tengah tertidur pulas dengan setengah tengkurap. Ditatapnya dengan seksama wajah yang walaupun terlihat lelah, tetapi senyum kebahagiaam dan kepuasan berpendar di sana. Tak terasa kedua sudut bibirnya tertarik ke samping. Ia ikut tersenyum melihat wajah sang lelaki yang penuh kepuasan.Pandangannya beralih perlahan menyusuri tangan kekar sang lelaki yang menumpang di atas tubuhnya. Dengan hati-hati, Kirani mengangkat tangan itu dan munurunkan dari atas tubuhnya, ia ingin ke kamar mandi. Rasa tidak nyaman di tubuh bagian bawah, membuatnya ingin ke kamar mandi.Namun, saat ia mencoba untuk bangkit, rasa tidak nyaman itu berubah perih yang membuatnya urung bangkit. Kirani menyibak selimut putih yang menutupi tubuhnya. Tapi gegas ia menutupnya lagi saat sadar jika tubuhnya masih polos.Wanita itu kembali merebahkan kepalanya. Matanya memejam, hingga semua yang terjadi semalam, terbayang dengan jelas. Die
441Vino duduk di tepi ranjang pengantin yang sudah dihias demikian rupa. Aroma mawar yang segar menguar dari kelopak-kelopak merah yang terhampar di atas kasur. Kedua tangan pemuda tersebut menopang tubuhnya di belakang punggung. Wajahnya menengadah dengan bibir terus menyunggingkan senyum.Terbayang bagaimana Kirani memeluknya sepanjang jalan tadi karena ketakutan. Triknya membuat wanita yang sudah disahkan tadi pagi berhasil. Ia tidak lagi melepaskan pelukan bahkan hingga mereka tiba di hotel.Padahal semua hanya akal-akalannya saja. Vino tahu jika gadis itu sebenarnya hanya pura-pura tidur, untuk menghindarinya.“Kena, kau!” gumamnya geli masih sambil tersenyum-senyum sebelum menyadari sesuatu.Vino menegakkan duduknya, kemudian menoleh dan memandang pintu kamar mandi di kamar hotel itu. Baru disadarinya jika Kirani sudah sangat lama berada di dalam sana. Terlalu asyik melamun, membuat Vino bahkan melupakan jika ia tengah menunggu wanita itu keluar.Sang pemuda berdiri, kemudian b
438“Dilihatin terus bininya. Nggak bakal aku ambil juga.” Sebuah sindiran disertai tepukan di pundak Vino membuat pemuda itu mengerjap dan menoleh. Hingga tampak olehnya Dewa yang tengah memiringkan bibir di sampingnya.“Abang manusia paling maruk dan munafik kalau sampai ngambil istriku juga.” Vino balas melemparkan sindiran pedas.“Sudah ditinggal nikah sama perempuan lain, eh masih mau diambil lagi? Ter-lan-jur.”“Ter-la-lu, kali ….”“Suka-suka akulah.” Setelah mengatakan itu, Vino langsung berjalan menyongsong mempelai wanitanya yang baru selesai berganti kostum.Ya, hari ini adalah hari yang telah ditentukan untuk menyatukan cintanya dengan Kirani. Hari yang akan Vino catat dalam buku besar hidupnya sebagai hari bersejarah di mana ia akhirnya melepas masa lajang dengan gadis yang sejak lama menarik perhatiannya.Hari ini adalah hari bahagia yang bukan saja untuknya dan Kirani, tetapi juga untuk kedua keluarga. Terbukti dari wajah-wajah keluarga inti yang berbinar dan berseri ba
438 “Hallo, jagoan. Tunggu, ya, nanti Om buatkan teman bermain yang lucu-lucu buat kamu.” Lontaran Vino yang tengah menggoda bayi laki-laki berumur dua bulan membuat ruangan yang baru saja dipakai acara lamaran menjadi hangat dan ceria. “Kamu mau teman bermain laki-laki atau perempuan? Atau dua-duanya?” tanya sang pemuda lagi seolah sedang bicara dengan orang dewasa. Semua orang yang berada di ruangan itu tersenyum melihatnya. Kecuali gadis berhijab yang memerah pipinya. “Apa? Dua-duanya? Ya, udah, nanti Om Vino ganteng bikinin dua-duanya sekaligus biar ramai, ya. Biar kamu banyak teman mainnya.” Sebuah toyoran pelan mendarat di kepala Vino pasca kalimat itu terucap dari bibirnya. Pemuda itu mendongak. Tapi tak lama kembali menghadapkan wajahnya ke arah bayi laki-laki yang juga menatapnya dengan bibir mungilnya bergerak-gerak lucu. Vino tak peduli walaupun Amanda baru saja menoyornya gemas. “Lihat, ibumu, Jagoan! Dia iri. Karena bapakmu cuma bisa bikin satu aja. Eh, tapi nanti b
437 Malvino berdiri menunduk di antara orang-orang berpakaian serba hitam. Hatinya tak urung teriris menyadari jika sahabat kecilnya kini sudah terbujur kaku di balik gundukan tanah merah yang sedang ia dan orang-orang itu kelilingi. Berkali-kali tetesan embun jatuh dari pelupuk matanya tanpa siapa pun tahu. Sebuah kacamata hitam menutupi kenyataan jika sejak awal datang ke sana, matanya sudah basah. Vino tidak pernah menyangka jika nasib Nada akan berakhir setragis ini. Ia harus meregang nyawa di tangan laki-laki yang sudah membuatnya berbadan dua, setelah sebelumnya bayi yang ia kandung juga harus keluar paksa. Vino menahan napas, membayangkan jika Nada harus mengirimnya pesan dengan menahan sakit yang teramat. Tuhan selalu punya rencana yang tak terduga. Di saat ia hampir saja menjadi kambing hitam atas meninggalnya Nada karena semua diarahkan padanya sebagai pembunuh, di saat itu seorang wanita datang ke apartemen Nada dan memergoki jika Nada tengah meregang nyawa di tangan su
436Vino tersenyum saat mengingat bagaimana reaksi Kirani tadi. Bola mata kecil gadis itu sampai nyaris loncat dari rongganya sebelum akhirnya menunduk dengan pipi merona.“Sudah Vino, jangan mengganggu Kirani. Mama hanya memintamu menyerahkan makanan. Sana tunggu di luar lagi.” Ucapan sang ibu membuyarkan kenikmatannya menatap wajah merah karena malu itu.“Jangan hiraukan dia, Kiran. Laki-laki memang begitu, tidak malu mengabarkan dirinya masih perjaka padahal kita tidak pernah bertanya.” Viola mengusap lengan Kirani yang masih menunduk.“Kenapa harus malu, Ma? Itu bukan aib, kan? Itu justru kebanggaan kami. Dan itu sangat penting diketahui wanita yang akan menikah dengan kami karena akan menjadi nilai plus—”“Sudah, sudah. Tidak perlu memaksa, berikan Kirani waktu untuk berpikir. Karena keputusan yang tepat akan didapat dengan berpikir jernih tanpa emosi. Kalau kamu terus menggodanya seperti ini, bisa-bisa ia memutuskan tidak lagi mempertimbangan kamu saat ini juga karena ketakutan