Kondisi Suseno yang tidak terlalu parah membuat Ayunda merasa sedikit tenang, tetapi tentu saja ia merasa sangat penasaran dengan apa yang terjadi.“Sebenarnya ada apa? Kenapa papa kalian bisa jatuh pingsan seperti tadi?” tanya Ayunda kepada Mentari dan Rembulan.Mereka baru saja pulang ke rumah sementara Suseno dijaga oleh Laura.“Mentari hamil, Ma. Itu yang membuat papa kaget,” jawab Rembulan dengan tegas membuat Ayunda kaget luar biasa.“Tari, benar apa yang dikatakan oleh Bulan? Kamu ini benar-benar tidak tau malu! Pekerjaan kamu itu saja sudah membuat mama malu, lalu sekarang kamu hamil, sejak dulu kamu ini tidak pernah mau berubah. Lihat Rembulan, dia tidak pernah menyusahkan. Katakan siapa ayah dari bayi dalam kandunganmu itu!” cecar Ayunda emosi."Ayah bayi itu adalah aku," kata Aldo dengan lantang. Hal ini jelas membuat Ayunda mereka panik."Kamu nggak usah becanda!" hardik Buana dengan cepat."Iya, Aldo. Ini sama sekali nggak lucu," kata Ayunda.Aldo menggelengkan kepalanya,
“Sudahlah, sekarang ini aku minta Mama, kau dan Tari jangan berdebat terus. Kita pikirkan saja dulu kesehatan papa. Aku harus ke kantor untuk mengurus klien. Seharusnya ini tugasmu Lan, hanya saja kau kemarin pergi liburan. Aku mohon kalian jangan bertengkar lagi. Kita pikirkan nanti saja masalah ini.” Ayunda menghela napas panjang, ia pun mengangguk mengiyakan perkataan sang anak. Benar yang dikatakan Buana. Saat ini mereka harus fokus dulu pada kesehatan Suseno.Mentari yang merasa kesal segera menyambar kunci mobilnya dan bergegas menuju apartemennya. Sementara Rembulan dan Ayunda mempersiapkan segala keperluan Suseno. Buana sendiri bergegas ke kantor karena klien sudah menanti.**Di dalam ruang kerja Buana.“Mau minum apa, Mbak Gina?” tanya Buana, sopan pada Gina.“Gak usah repot-repot, Pak. Kita bisa langsung ke intinya aja?” kata Gina yang mempunyai gaya bicara manja.Buana kembali duduk di sofa tamu, ruang kerjanya setelah Gina menolak tawaran minumnya.“Ok, jadi bagaimana in
Rupanya Gina juga sudah siap menyambut kedatangan Buana, semua sudah ia rencanakan dengan sangat baik. Ia hanya mengenakan tank top yang mencetak dua bukit untuk didaki dan celana pendek ketat yang memperlihatkan kedua tungkai kakinya yang mulus di balik pakaian yang ia kenakan tadi.Sama-sama saling berinisiatif, tangan Buana melepaskan tank top dan celana pendek Gina, sedangkan gadis itu pun membalas dengan membuka kemeja dan celana panjang Buana.Sekarang Buana bisa melihat jelas semua lekuk tubuh Gina. Bentuk dan ukuran dadanya membuat lelaki itu semakin terangsang. Kini dengan puas Buana remas dan lumat. Ternyata setelah tanpa pakaian, lebih indah dan lebih montok aslinya! Pantas saja ia begitu membanggakan asetnya yang berharga ini. Lelaki normal mana yang tidak terobsesi untuk menelanjanginya.“Gina,” desahku berterus terang, di antara napas yang tersengal-sengal.”Kamu cantik sekali sayang. Aku menginginkanmu.”“Aku tahu,” jawab Gina sambil terus memegangi kepala Buana yang me
Pagi itu suasana sedikit mendung, tampak Buana baru saja terbangun. Lelaki itu merasakan kepalanya sedikit sakit dan saat ia menoleh ke samping ia tersentak saat melihat Gina yang pulas tanpa sehelai benang pun.Dengan cepat, Buana pun membangunkan gadis cantik yang semalam sudah memuaskan hasratnya itu."Bangun! Bangun, kamu!" kata Buana sambil mengguncangkan tubuh Gina.Berbeda dengan Buana yang panik. Gina membuka matanya dan tersenyum dengan manis pada Buana."Pagi, Mas. Duh, tidurnya pulas sekali, ya. Mentang-mentang udah dipuasin. Ngomong-ngomong kamu liar banget semalam, permainanmu juga hot sekali. Aku sampai keenakan," kata Gina dengan suara yang serak- serak manja."Kita ... aku semalam udah ngapain? Kenapa kita ada di kamar ini? Kenapa kamu bisa sama aku?" cecar Buana, panik.Selama ini, dia belum pernah mengkhianati kepercayaan dari Laura. Pasti Laura sudah menunggunya sejak semalam."Kamu semalam tiba-tiba pusing dan memintaku mengantarkan ke mobilmu. Lalu, kamu mengeluh
Siang itu Suseno sudah diizinkan untuk pulang dan Buana sebagai anak lelaki paling tua pun menjemput sang ayah di rumah sakit. Aldo yang memang menangani ayah mertuanya ikut membantu Suseno masuk ke dalam mobil. Hanya Buana dan Aldo yang menjemput Suseno karena Ayunda menunggu di rumah bersama Rembulan."Papa nanti mau kalian semua berkumpul. Papa nggak mau masalah ini berlarut-larut," kata Suseno memecahkan kesunyian. Aldo yang sedang menyetir mobil menghela napas panjang dan melirik ke mertuanya."Maafkan saya, Pa. Semuanya terjadi begitu saja di malam itu. " "Jika kamu mencintai Mentari, kenapa kamu menikahi Rembulan?" tanya Buana pada akhirnya. Kembali Aldo menghela napas panjang. "Saya akan jelaskan semua di rumah," jawabnya. "Mentari di mana?" tanya Suseno. "Tadi, aku sudah meneleponnya, Pa. Dan anak itu bilang dia akan ke rumah. Saat ini dia ada di apartemen," jawab Buana. Suseno hanya menarik napas panjang. Sejak dulu, Buana dan Rembulan memang tidak pernah akur deng
Aldo menatap Rembulan dengan tatapan yang sulit untuk dimengerti. Selama beberapa saat ia menghela napas panjang dan mengembuskannya berulang-ulang. "Maafkan aku, Lan," ujarnya."Maaf aja nggak akan mengubah semuanya, Mas. Aku nggak pernah sudi jika kau duakan," kata Rembulan dengan kesal."Jadi, kau mau aku memilih?" tanya Aldo."Mas, pikirkan baik-baik. Aku nggak mau kamu menyesal nantinya," kata Mentari."Nggak, Tari. Aku mau semua selesai saat ini juga. Aku nggak bisa membiarkan masalah berlarut-larut," kata Aldo."Kau harus memilih, aku atau Mentari. Jika kau memilih Mentari, maka ceraikan aku," kata Rembulan."Baik, kalau begitu. Disaksikan kedua orang tua dan kakakmu, saat ini aku menalakmu, Rembulan. Mulai saat ini kau bukan istriku lagi.""A-aku terima, Mas," kata Rembulan dengan suara bergetar dan tangisnya pun pecah dalam pelukan sang ibu."Aldo!" seru Ayunda. Namun, Suseno menggelengkan kepalanya dan memegang tangan sang istri."Mentari ... semoga kau bahagia dengan
"Mama nggak ngerti bagaimana kamu bisa menghamili adik ipar kamu sendiri, Aldo. Mama malu kepada keluarga Pak Suseno. Kamu ini bagaimana sih!" Laksmini tampak berjalan mondar mandir dengan kesal. Ia dan Herdy sang suami jelas terkejut dengan berita yang dibawa oleh Aldo siang itu. Yang Laksmini tau hubungan Aldo dan Rembulan sangat harmonis. Wanita itu memang sempat kecewa saat mengetahui jika menantunya keguguran. Tetapi, itu tidak membuatnya membenci atau marah kepada menantunya itu. Di mata Laksmini, Rembulan adalah menantu yang sangat baik. Ia wanita karir, pengusaha yang sangat pintar meski tidak membangun karir dari nol tetapi toh semua orang bisa melihat bagaimana kinerja Rembulan membuat perusahaan milik Suseno maju. "Sudahlah, Ma. Mungkin memang jodohnya Mas Aldo dan Mbak Bulan hanya sampai sini. Kita nggak bisa memaksakan juga," sahut Ralia adik bungsu Aldo. Gadis cantik itu memang menyukai Mentari, sehingga saat mendengar jika Aldo berc
"Aku nggak pernah membunuh siapa pun, Tari!" "Tidak dengan tanganmu sendiri, Tante. Dan sekarang jangan bilang kamu sedih dengan kondisi papa. Sejak dulu kamu selalu melarang jika Papa membelaku. Semua kamu lakukan karena sengaja ingin memisahkan aku dan kedua saudaraku. Supaya anak harammu bisa menguasai harta Papa kelak. Itu kan yang kamu rencanakan selama ini?" Ayunda menatap anak sambung sekaligus keponakannya ini. Ah, masa lalu itu ... kenapa Mentari bisa tau?"Kamu-""Aku tau kalau Tante punya anak yang Tante jauhkan dari kami karena permintaan Oma dan Opa. Aku tau semuanya, Tante. Jadi, jangan bersikap sok manis di depanku. Aku memang jahat sudah merebut Aldo dari Rembulan. Tapi, aku punya alasan." Ayunda tertawa sinis, "Kamu melakukan itu semua karena kamu memang busuk hati, Tari." "Ya ... ya. Aku memang tidak akan pernah mau terkalahkan oleh siapa pun termasuk kamu, Tante!" "Katakan kepadaku apa rencanamu?" tanya Ayunda. "Aku belum gila, Tante. Yang je
Rumah Mentari mendadak ramai, dua kamar tamu terisi dan setiap hari ada saja yang membuat Mentari tertawa geli. Laksmi dan Rembulan dengan semangat membagi tugas. Laksmi merawat Mentari dengan jamu-jamu tradisional buatannya dan juga tak lupa mengoleskan obat buatannya ke perut Mentari.Setiap pagi, Laksmi akan membuatkan kunyit asam sirih untuk Mentari minum setiap hari. Selain itu untuk mengembalikan bentuk tubuh Mentari seperti semula, Laksmi membuat jamu dengan bahan-bahan yang terdiri dari 7 gram daun papaya, daun jinten, 10 gram kayu rapet, 10 gram daun sendok, 7 gram daun iler, 7 gram daun sambilonto dan 7 gram asam Jawa. Semua bahan-bahan ini ia tumbuk halus lalu direbus dalam dua gelas air hingga mendidih. Dan, Mentari mau tidak mau meminumnya sambil memejamkan mata.Belum lagi setiap pagi Laksmi mengoleskan kapur sirih yang campur jeruk nipis sebelum memakaikan bengkung yang panjangnya hampir 7 meter itu di perut Mentari. Dan, meski Mentari merasa sesak, Laksmi benar-benar
_4 bulan kemudian_Tidak banyak hal yang terjadi dalam waktu 4 bulan. Semua berjalan dengan normal dan juga lancar-lancar saja. Namun, pagi saat akan menjalankan ibadah solat subuh Mentari terkejut melihat ada darah yang menetes, dan ia merasa perutnya terasa sedikit sakit. Perlahan, ia membangunkan Aldo."Mas, perutku sakit..." keluh Mentari. Aldo langsung membuka matanya dan menatap istrinya yang meringis kesakitan. Ia bertambah panik saat melihat ada darah yang mengalir di kaki Mentari."Ya Allah, kita ke rumah sakit sekarang. Tunggu, aku panaskan mobil sebentar."Aldo langsung mengganti pakaiannya, dan ia berlari keluar kamar. Sutinah yang melihat Aldo panik langsung menghampiri."Ada apa, Pak?" tanyanya."Ibu mau lahiran. Cepat bawakan tas yang sudah disiapkan."Untung saja seminggu sebelumnya Laksmi datang dan berinsiatif untuk mengemasi perlengkapan Mentari. Setelah memberikan tas berisi perlengkapan. Sutinah pun membantu Mentari mengganti pakaiannya. Aldo makin panik saat Men
Shanghai memang terkenal sebagai pusat wisata. Shanghai Centre Theatre adalah salah satunya. Mentari dan Aldo pun memutuskan untuk menikmati hiburan yang berbeda dengan tontonan yang lain. Mereka sangat terhibur dengan pertunjukan acrobat yang mengusung kelas dunia. Penampilan para pemainnya tidak perlu di ragukan.Karena mereka sudah sangat terlatih. Mereka menggunakan gerakan-gerakan yang sangat eksotis, untuk koreografer, Mentari pun merasa sangat terhibur. Karena koreografer yang di sajikan memang sangat mengagumkan. Wisata acrobat ini memang sangat terkenal di China, karena itulah Mentari memilih Shanghai sebagai destinasi Baby Moon mereka.Setelah menikmati tontonan yang menarik, Fengying mengajak mereka ke Pasar malam kuliner Changli.Pasar malam di Shanghai ini sering dikunjungi oleh wisatawan dan penduduk setempat yang rela antri untuk melahap daging ayam dan kebab makanan laut bakar saat mayoritas penduduk di kota itu tertidur lelap. Tempat ini merupakan tempat yang disukai t
Mentari hanya tersenyum dan mendekat kemudian masuk ke dalam pelukan Aldo. Dibiarkannya Aldo membelai perutnya dengan mesra."Mas, jika terjadi sesuatu denganku lalu kau harus memilih, siapa yang akan kau pilih? Aku atau anak kita?" tanya Mentari."Jangan pernah bertanya sesuatu hal yang aku tidak bisa menjawabnya Mentari. Kau dan anakku adalah harta yang terindah dalam hidupku. Aku tidak bisa memilih salah satu dari kalian berdua.""Aku kan hanya bertanya, Mas."Tiba-tiba saja Mentari melihat suami tercintanya itu menitikkan air mata."Jangan, Ri. Aku selalu meminta pada Tuhan supaya kau dan anak kita sehat dan selamat. Aku ingin melihatmu menggendong anak kita. Aku ingin kita merawat dan membesarkan anak kita bersama, kemudian kita akan menua bersama. Kau adalah segalanya buatku Mentari," kata Aldo dengan suara yang bergetar karena air mata. Mentari terharu melihat kesungguhan di mata Aldo. Ia pun memeluk suaminya dengan erat sambil memejamkan matanya."Kau kenapa, Ri? Apa ada yang
Hari ini Aldo dan Mentari tampak rapi. Mereka akan menghadiri pesta pernikahan Kendric sahabat Aldo. Ya, Kendric akan menikah dengan wanita pilihan Sita yang bernama Herlina. Sebenarnya, Aldo sedikit khawatir dengan kondisi Mentari. Tapi, setelah bertanya kepada dokter Elvira , Aldo pun berani membawa Mentari ke pesta pernikahan. Lagipula Mentari juga merasa tidak enak jika tidak menghadiri pernikahan sahabat baik sang suami."Kita hanya sebentar saja di sana ya, sayang. Aku tidak mau kau terlalu lelah. Dan kau juga tidak boleh mengenakan sepatu tinggi. Ingat, dokter Elvira menganjurkan untuk memakai flat shoes.""Iya, Mas. Kita hanya sebentar saja kesana. Setelah itu kita langsung pulang. Lagipula, seminggu ini aku hanya berbaring seharian sambil menonton, aku ingin keluar sebentar saja," kata Mentari.Aldo tersenyum dan memeluk Mentari, perlahan ia mengelus perut Mentari yang masih rata dan mendekatkan wajahnya pada perut sang istri."Hai jagoan papa, kamu harus sehat di perut Mama
Ridwan dan Rembulan kebetulan memang sedang berada di rumah hanya tertawa mendengar cerita Aldo tentang sang istri."Mangga muda? Kamu mampir saja kemari, pohon manggaku kebetulan sedang berbuah. Dan, kalau tidak salah ada beberapa yang masih mengkal dan pasti asam rasanya. Mampirlah, biar aku pilih yang muda dan mengkal," kata Ridwan. Aldo langsung bersemangat, ia pun bergegas mengemudikan mobilnya menuju ke rumah Ridwan.Sesampainya di rumah Ridwan, ternyata iparnya itu sudah menunggu."Maaf merepotkan, Wan. Tadinya aku mau mencarinya ke toko buah. Tapi...""Memang begitu wanita jika sedang ngidam," jawab Ridwan sambil tersenyum."Beberapa hari ini, aku memang melihat Mentari sering muntah-muntah. Tapi, aku pikir hanya masuk angin biasa saja. Tiba-tiba tadi pagi ia langsung jatuh pingsan. Aku benar-benar panik.""Kamu harus lebih memperhatikannya. Wanita disaat sedang hamil terlebih di trimester pertama biasanya mudah marah, mudah menangis. Mood nya harus benar-benar kamu jaga.""
_ 5 TAHUN KEMUDIAN_Tak terasa pernikahan Mentari dan Aldo menikah sudah lima tahun. Kehidupan rumah tangga mereka berjalan dengan sangat baik dan begitu mesra. Pagi itu, Mentari terbangun dengan perasaan yang sedikit tidak nyaman. Ia merasa seminggu ini dia begitu mudah lelah."Kenapa sayang?" tanya Aldo saat melihat sang istri kembali berbaring lagi setelah solat subuh bersama."Tidak tau, Mas. Aku rasanya tidak enak badan. Tadi,saat aku masak aroma masakan itu membuat aku mual dan pusing. Jadi, aku minta Inem yang melanjutkan. Tidak apa-apa, kan?"Aldo tersenyum, ia meraba dahi Mentari, tidak demam tapi ia melihat wajah Mentari tampak pucat."Kamu ini istriku, bukan chef atau asisten rumah tangga yang harus selalu siap memasak. Kita ke dokter, ya?""Aku mungkin hanya masuk a..."Tiba-tiba Mentari merasa mual yang luar biasa, ia bergegas bangkit dan langsung ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Demi melihat kondisi sang istri, Aldo langsung menyusul ia mengurut tengkuk
Siang itu Erlangga menepati janjinya. Ia menjenguk Ayunda di rumah sakit jiwa. Kondisi wanita itu masih sama seperti ketika Mentari datang berkunjung. Saat Erlangga datang, Mentari dan Aldo tampak baru saja mengunjungi Ayunda."Kamu sudah bertemu dia?" tanya Erlangga enggan menyebutkan nama Ayunda. Mentari hanya mengangguk."Iya, Mas. Kondisinya masih sama dan menurut dokter setiap hari dia selalu menceritakan tentang anaknya yang bernama Erlangga. Sebaiknya kamu melihatnya." Erlangga menganggukkan kepalanya."Jangan dulu pulang, kita bisa bicara kan?" tanyanya kepada sang adik. Mentari menatap ke arah Aldo dan saat sang suami menganggukkan kepalanya ia pun mengiyakan permintaan Erlangga. Erlangga pun segera melangkah ke ruangan di mana Ayunda dirawat. Tanpa terasa air matanya menetes perlahan. "Kamu nggak perlu menghukum dirimu seperti ini, Nyonya. Kamu hanya perlu bertobat dan meminta ampunan kepada Tuhan." Mendengar suara Erlangga, pandangan
Mentari baru saja menyelesaikan laporannya ketika ponselnya berdering. Saat melihat siapa yang menelepon ia pun segera mengangkatnya. Namun, setelah beberapa saat wajahnya berubah pucat. Dengan cepat ia pun segera berlari ke ruangan sang kakak, Buana. "Mas ...." Buana yang baru saja beranjak hendak makan siang langsung mengerutkan dahi saat melihat adiknya masuk dengan wajah panik."Tari, ada apa? Kamu baik-baik saja?" tanyanya. "Kita harus ke rumah sakit sekarang, Mas.""Siapa yang sakit? Bisma? Papa?" cecar Buana ikut panik. Mentari hanya menggelengkan kepalanya dan segera menarik tangan kakaknya itu dengan cepat. "Kita pakai mobil masing-masing saja, Mas." Buana akhirnya hanya mengikuti saja kemauan sang adik. Saat ini Rembulan dan Ridwan masih dalam perjalanan bulan madu, sementara perusahaan mereka berdua yang mengurus. Mentari yang pintar belajar dengan cepat sehingga perusahaan Suseno pun semakin maju. Buana hanya mengerutkan dahi saat Mentari me