"Dari mana aja kamu, jam segini baru pulang?" tanyaku saat Linda sudah di depan pintu."Dari kerjalah, dari mana lagi memangnya," sahutnya tanpa rasa bersalah."Kerja di hotel maksudnya?" jawabku ketus, membuat Linda tersentak kaget karena sebelumnya aku tidak pernah kasar padanya."Mas kenapa, sih?" sahutnya sambil menerobos masuk dan berjalan cepat menuju kamar. Baru beberapa langkah aku berhasil mengejarnya, kemudian mencekal tangannya."Hentikan sandiwaramu, aku sudah muak dengan semuanya!" ucapku dengan geram."Sandiwara apa? Udah ah, aku capek, mau tidur," jawabnya sembari berusaha melepaskan tangannya.Tiba-tiba ibu keluar dari dalam kamar."Ini ada apa sih, malam-malam kok ribut banget. Linda, dari mana aja kamu baru pulang jam segini? Kenapa ditelepon nggak di angkat? Kamu tahu nggak, apa yang terjadi pada anakmu?!" Bentak ibu saat melihat Linda berdiri di ruang tamu."Ponsel aku hilang, Bu. Memangnya ada apa sama Dila?" tanya Linda. Entah dia benar-benar tidak tahu atau hany
(POV Miranti)Sudah hampir dua minggu dari liburan kami di puncak kala itu. Selama dua minggu ini aku dan Pak Rayhan tidak ada komunikasi sama sekali. Sepertinya dia sengaja memberiku waktu untuk berpikir. Aku menjalani keseharian seperti biasa, tetap fokus bekerja dan menjalankan bisnis yang semakin berkembang pesat. Aku yakin Pak Rayhan juga sedang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga dia tidak sempat menghubungiku.Sebenarnya aku sudah ada jawaban untuk Pak Rayhan, namun untuk menghubunginya lebih dulu tentu aku gengsi. Akhirnya aku hanya menunggu Pak Rayhan yang lebih dulu menghubungiku.Sejujurnya aku memang telah jatuh hati pada laki-laki penyayang itu. Apalagi melihat kedekatannya dengan putriku, Clarissa. Dan setelah beberapa kali shalat istikharah, akhirnya hatiku mantap menjadikan Pak Rayhan sebagai imamku sekaligus ayah untuk Clarissa. Bahkan beberapa kali Pak Rayhan datang dalam mimpiku. Dalam mimpi itu kami bertiga sangat bahagia. Aku menganggap semua itu adalah petunjuk,
Sekitar sepuluh menit akhirnya Pak Rayhan keluar dari kamar mandi, kemudian langsung masuk ke walk in closed untuk berganti pakaian. Tak lama dia keluar lagi dan menghampiriku yang sedang duduk di tepi tempat tidur."Capek, nggak?" tanyanya sembari mengelus punggungku dengan lembut."Iya, lumayan," jawabku pelan."Aku bantu bukain hijabnya ya, terus kita tidur. Besok kita masih ada acara, pagi-pagi harus sudah berada di hotel," ucap Pak Rayhan kemudian langsung membantu membuka hijabku."Kenapa harus resepsi di hotel, Pak? Seharusnya nggak usah berlebihan, uangnya juga bisa ditabung," ucapku kala Pak Rayhan sudah berhasil melepaskan hijab berwarna merah maroon yang menutupi rambutku."Kok, masih panggil 'Pak', apa nggak ada panggilan sayang untukku?" tanyanya sambil memutar tubuhku supaya menghadap ke arahnya."Memangnya mau di panggil apa?" tanyaku balik sambil menatap wajah tampan di depanku."Panggil aku 'Mas' atau 'Ayah' bila kita sedang bersama Clarissa," jawab Pak Rayhan sambil
Di sinilah kami berada sekarang, di sebuah hotel di Raja Ampat. Pemandangan yang memanjakan mata, membuatku betah berlama-lama menatap keindahan alam yang selalu membuatku terpesona.Apalagi hotel tempat kami menginap, bangunannya berupa panggung di atas air, sehingga kami bisa leluasa memandang gundukan-gundukan pulau yang menyerupai tempurung kura-kura yang luar biasa indah.Tak salah banyak yang memilih tempat ini sebagai tempat untuk honeymoon, termasuk kami berdua, aku dan Mas Rayhan. Tempat ini sangat romantis dan tenang, karena jauh dari keramaian.Kami hanya pergi berdua, karena ibu dan Mama Wulan melarang kami membawa Clarissa. Alasannya karena Clarissa harus sekolah sedangkan kami belum tahu akan berlibur berapa lama. Tapi Mama Wulan berjanji, saat Clarissa libur panjang nanti, kami akan berlibur bersama ke luar negeri.Untungnya Clarissa mengerti dan tidak ada drama menangis sama sekali. Sebenarnya aku merasa berat meninggalkan Clarissa, karena selama ini aku belum pernah b
(POV Haris)Ternyata beginilah rasanya diabaikan, juga merindukan seseorang tapi tak dipedulikan. Rasa rindu ini berubah menjadi sangat menyakitkan karena rindu yang tak sampai.Ingin rasanya memeluknya dengan penuh kerinduan, tapi jangankan pelukan, bahkan menoleh dan menyapa pun dia enggan. Tapi itu bukan salahnya, tentu saja semua adalah salahku. Aku yang dulu selalu mengabaikan dan tak pernah memperdulikannya, dan sekarang dia membalasku.Inilah hukuman paling berat dalam hidupku, diabaikan dan dijauhi oleh putri kandungku sendiri.Kini hidupku terasa sangat sepi. Dila putri yang sangat ku sayangi, yang keinginan dan kebahagiaannya selalu ku letakkan di atas segalanya, telah pergi untuk selamanya.Linda perempuan yang sangat kucintai juga telah pergi, setelah menorehkan luka yang teramat dalam di hati ini. Entah di mana dia sekarang, aku sudah tidak peduli lagi.Sedangkan Miranti dan Clarissa ternyata telah bahagia bersama keluarganya yang baru. Aku tidak menyangka Mira bisa begit
(POV Linda)Ternyata nasib tak seindah harapan, perlahan tapi pasti aku mulai mendapatkan balasan atas apa yang telah kulakukan di masa lalu.Setelah diceraikan kemudian di usir dari rumah Mas Haris, aku mengajak om Yongki untuk bertemu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, hanya om Yongki satu-satunya harapanku. Aku memintanya untuk segera menikahiku seperti janjinya padaku selama ini. Meskipun hanya dinikahi secara siri, aku tidak keberatan. Tapi nyatanya om Yongki tidak mau menikahiku, dia mencampakkan aku setelah membuatku ditendang oleh Mas Haris."Om, mana janjimu, katanya Om akan menikahiku. Aku sekarang sudah bercerai dengan suamiku, jadi sekarang aku minta Om segera nikahi aku. Aku butuh status Om, aku nggak mau hubungan kita seperti ini terus," ucapku sambil menatap nanar laki-laki yang sudah cukup berumur di depanku ini. Aku nggak masalah dengan umur, yang penting Om Yongki bisa memberikan apa saja yang aku mau. Bagi orang sepertiku uang adalah segalanya."Kamu jangan mimpi te
"Bun, habis sarapan Ayah balik ke Jakarta, ya." Mas Haris berucap sambil menarik kursi lalu duduk.Aku terdiam mendengar perkataan Mas Haris. Hari ini adalah hari Minggu, seharusnya dia bisa menghabiskan waktu bersama kami. Apalagi sudah tiga minggu, ia tidak pulang untuk menemuiku dan putrinya."Kok balik sekarang, Yah? Kenapa nggak besok pagi aja, sekalian berangkat kerja," sahutku, lalu ikut duduk untuk sarapan bersama."Nggak Bun, ayah balik sekarang aja. Kalau berangkat pagi, macet, takut telat," jawab Mas Haris lagi.Mas Haris memang bekerja di Jakarta. Ia bekerja sebagai staf di sebuah perusahaan yang menyediakan layanan transportasi. Sedangkan aku dan Clarissa tinggal di Bekasi, aku bekerja sebagai guru di sebuah Sekolah Dasar. Dan sudah enam bulan ini aku diangkat menjadi PNS, tapi Mas Haris sendiri tidak tahu kalau aku sudah bukan guru honorer lagi.Sebenarnya bukan aku tidak mau berbagi kabar bahagia ini, tapi Mas Haris yang jarang pulang ke rumah membuatku sering lupa berc
Setelah Mas Haris pergi, aku membujuk Clarissa. Lalu mengajaknya ke rumah omanya, yang terletak di perumahan yang berbeda dengan perumahan tempat tinggal kami.Dengan mengendarai motor, aku membonceng Clarissa di belakangku. Aku sudah terbiasa melakukan ini, apa lagi setelah Clarissa masuk sekolah. Setiap hari sebelum berangkat bekerja, aku mengantarkannya ke sebuah TK yang tidak terlalu jauh dari rumah ibuku.Aku selalu berusaha mensugesti diri sendiri, bahwa aku bisa dan aku kuat. Aku bersuami tapi nyatanya seperti tak bersuami. Semuanya kulakukan sendiri, mengurus rumah, mengurus anak, dan juga bekerja. Bahkan waktu Clarissa masuk sekolah TK kemarin, Mas Haris tak ada andil sedikit pun membantu. Semua aku yang mengurus, seakan dia lupa kalau sudah punya anak.Tapi aku bersyukur, karena aku masih punya keluarga yang tinggal tidak terlalu jauh dari rumah kami. Ibu selalu berusaha menguatkan aku. Begitu pun Mita dan suaminya tidak pernah menolak dan lelah membantuku, terutama menjaga
(POV Linda)Ternyata nasib tak seindah harapan, perlahan tapi pasti aku mulai mendapatkan balasan atas apa yang telah kulakukan di masa lalu.Setelah diceraikan kemudian di usir dari rumah Mas Haris, aku mengajak om Yongki untuk bertemu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, hanya om Yongki satu-satunya harapanku. Aku memintanya untuk segera menikahiku seperti janjinya padaku selama ini. Meskipun hanya dinikahi secara siri, aku tidak keberatan. Tapi nyatanya om Yongki tidak mau menikahiku, dia mencampakkan aku setelah membuatku ditendang oleh Mas Haris."Om, mana janjimu, katanya Om akan menikahiku. Aku sekarang sudah bercerai dengan suamiku, jadi sekarang aku minta Om segera nikahi aku. Aku butuh status Om, aku nggak mau hubungan kita seperti ini terus," ucapku sambil menatap nanar laki-laki yang sudah cukup berumur di depanku ini. Aku nggak masalah dengan umur, yang penting Om Yongki bisa memberikan apa saja yang aku mau. Bagi orang sepertiku uang adalah segalanya."Kamu jangan mimpi te
(POV Haris)Ternyata beginilah rasanya diabaikan, juga merindukan seseorang tapi tak dipedulikan. Rasa rindu ini berubah menjadi sangat menyakitkan karena rindu yang tak sampai.Ingin rasanya memeluknya dengan penuh kerinduan, tapi jangankan pelukan, bahkan menoleh dan menyapa pun dia enggan. Tapi itu bukan salahnya, tentu saja semua adalah salahku. Aku yang dulu selalu mengabaikan dan tak pernah memperdulikannya, dan sekarang dia membalasku.Inilah hukuman paling berat dalam hidupku, diabaikan dan dijauhi oleh putri kandungku sendiri.Kini hidupku terasa sangat sepi. Dila putri yang sangat ku sayangi, yang keinginan dan kebahagiaannya selalu ku letakkan di atas segalanya, telah pergi untuk selamanya.Linda perempuan yang sangat kucintai juga telah pergi, setelah menorehkan luka yang teramat dalam di hati ini. Entah di mana dia sekarang, aku sudah tidak peduli lagi.Sedangkan Miranti dan Clarissa ternyata telah bahagia bersama keluarganya yang baru. Aku tidak menyangka Mira bisa begit
Di sinilah kami berada sekarang, di sebuah hotel di Raja Ampat. Pemandangan yang memanjakan mata, membuatku betah berlama-lama menatap keindahan alam yang selalu membuatku terpesona.Apalagi hotel tempat kami menginap, bangunannya berupa panggung di atas air, sehingga kami bisa leluasa memandang gundukan-gundukan pulau yang menyerupai tempurung kura-kura yang luar biasa indah.Tak salah banyak yang memilih tempat ini sebagai tempat untuk honeymoon, termasuk kami berdua, aku dan Mas Rayhan. Tempat ini sangat romantis dan tenang, karena jauh dari keramaian.Kami hanya pergi berdua, karena ibu dan Mama Wulan melarang kami membawa Clarissa. Alasannya karena Clarissa harus sekolah sedangkan kami belum tahu akan berlibur berapa lama. Tapi Mama Wulan berjanji, saat Clarissa libur panjang nanti, kami akan berlibur bersama ke luar negeri.Untungnya Clarissa mengerti dan tidak ada drama menangis sama sekali. Sebenarnya aku merasa berat meninggalkan Clarissa, karena selama ini aku belum pernah b
Sekitar sepuluh menit akhirnya Pak Rayhan keluar dari kamar mandi, kemudian langsung masuk ke walk in closed untuk berganti pakaian. Tak lama dia keluar lagi dan menghampiriku yang sedang duduk di tepi tempat tidur."Capek, nggak?" tanyanya sembari mengelus punggungku dengan lembut."Iya, lumayan," jawabku pelan."Aku bantu bukain hijabnya ya, terus kita tidur. Besok kita masih ada acara, pagi-pagi harus sudah berada di hotel," ucap Pak Rayhan kemudian langsung membantu membuka hijabku."Kenapa harus resepsi di hotel, Pak? Seharusnya nggak usah berlebihan, uangnya juga bisa ditabung," ucapku kala Pak Rayhan sudah berhasil melepaskan hijab berwarna merah maroon yang menutupi rambutku."Kok, masih panggil 'Pak', apa nggak ada panggilan sayang untukku?" tanyanya sambil memutar tubuhku supaya menghadap ke arahnya."Memangnya mau di panggil apa?" tanyaku balik sambil menatap wajah tampan di depanku."Panggil aku 'Mas' atau 'Ayah' bila kita sedang bersama Clarissa," jawab Pak Rayhan sambil
(POV Miranti)Sudah hampir dua minggu dari liburan kami di puncak kala itu. Selama dua minggu ini aku dan Pak Rayhan tidak ada komunikasi sama sekali. Sepertinya dia sengaja memberiku waktu untuk berpikir. Aku menjalani keseharian seperti biasa, tetap fokus bekerja dan menjalankan bisnis yang semakin berkembang pesat. Aku yakin Pak Rayhan juga sedang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga dia tidak sempat menghubungiku.Sebenarnya aku sudah ada jawaban untuk Pak Rayhan, namun untuk menghubunginya lebih dulu tentu aku gengsi. Akhirnya aku hanya menunggu Pak Rayhan yang lebih dulu menghubungiku.Sejujurnya aku memang telah jatuh hati pada laki-laki penyayang itu. Apalagi melihat kedekatannya dengan putriku, Clarissa. Dan setelah beberapa kali shalat istikharah, akhirnya hatiku mantap menjadikan Pak Rayhan sebagai imamku sekaligus ayah untuk Clarissa. Bahkan beberapa kali Pak Rayhan datang dalam mimpiku. Dalam mimpi itu kami bertiga sangat bahagia. Aku menganggap semua itu adalah petunjuk,
"Dari mana aja kamu, jam segini baru pulang?" tanyaku saat Linda sudah di depan pintu."Dari kerjalah, dari mana lagi memangnya," sahutnya tanpa rasa bersalah."Kerja di hotel maksudnya?" jawabku ketus, membuat Linda tersentak kaget karena sebelumnya aku tidak pernah kasar padanya."Mas kenapa, sih?" sahutnya sambil menerobos masuk dan berjalan cepat menuju kamar. Baru beberapa langkah aku berhasil mengejarnya, kemudian mencekal tangannya."Hentikan sandiwaramu, aku sudah muak dengan semuanya!" ucapku dengan geram."Sandiwara apa? Udah ah, aku capek, mau tidur," jawabnya sembari berusaha melepaskan tangannya.Tiba-tiba ibu keluar dari dalam kamar."Ini ada apa sih, malam-malam kok ribut banget. Linda, dari mana aja kamu baru pulang jam segini? Kenapa ditelepon nggak di angkat? Kamu tahu nggak, apa yang terjadi pada anakmu?!" Bentak ibu saat melihat Linda berdiri di ruang tamu."Ponsel aku hilang, Bu. Memangnya ada apa sama Dila?" tanya Linda. Entah dia benar-benar tidak tahu atau hany
"Haris ...." Saat melihatku membuka pintu, ibu memanggil namaku dengan suara parau.Aku tertegun di depan pintu. Mataku tertuju pada sosok yang terbaring di ranjang pasien. Seorang perawat menutupi tubuh kecil itu dengan sehelai kain putih hingga menutupi semua bagian tubuh dari kaki hingga kepala.Melihat semua itu membuat kakiku tiba-tiba lemas, seakan tak punya kekuatan lagi untuk berdiri. Bahkan aku merasa dunia seakan berputar, langit pun seakan runtuh. Rasanya aku tak percaya apa yang kulihat saat ini. Putriku kesayanganku, Dila ....Dengan kaki gemetar aku melangkah masuk menghampiri Dokter yang masih berada di samping putriku."Dokter, apa yang terjadi? Kenapa putri saya ...." Aku tak sanggup melanjutkan kata-kata. Tenggorokan terasa tercekat, menahan pedih di hati."Putri Bapak mengalami gagal ginjal. Di duga karena pemakaian obat-obatan yang mengandung bahan yang berbahaya untuk anak-anak, apalagi digunakan dalam jangka waktu yang lama." Jelas laki-laki berseragam putih itu
Aku sengaja menunda untuk makan malam, dan menunggu sampai Linda selesai mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Linda terkejut mendapati aku masih di kamar sedang duduk di tepi tempat tidur dengan memegang ponsel miliknya."Kok kamu masih di kamar, Mas? Emang belum lapar?" tanyanya lalu menghampiriku."Belum, nungguin kamu dulu. Siapa 'Y'? tanyaku langsung karena sangat penasaran sambil memperlihatkan beberapa panggilan tak terjawab di ponselnya. Mendengar pertanyaanku Linda terlihat gugup tapi hanya sebentar, Setelahnya dia bersikap biasa kembali."Oh, itu bos di tempat kerjaku. Mas kenapa sih nanya-nanya kayak gitu, pakai geledah tas dan hp aku segala. Mas curiga sama aku?" tanya Linda merajuk, kemudian dia yang masih mengenakan handuk duduk di pangkuanku.Aroma sabun yang menguar dari tubuhnya membuatku tak tahan ingin memeluknya. Sejenak aku melupakan rasa curiga yang hinggap di hati dan pikiranku, Linda memang sangat tahu kelemahanku. Setelah itu kami langsung memadu kasih di tempa
Akhir-akhir ini aku merasa nasibku sangat sial. Setelah digerebek dan diusir oleh warga, aku dan keluarga terpaksa meninggalkan rumah, dan mencari kontrakan di dekat kantor tempatku bekerja.Di tempat kerja aku mendapat sanksi tegas, setelah Miranti melaporkan tentang perbuatan asusilaku pada Pak Wahyu. Hingga akhirnya Pak Wahyu memutuskan memindahkanku ke kantor cabang di Bekasi.Aku tidak bisa menolak keputusan Pak Wahyu, karena Pak Wahyu hanya memberi dua pilihan. Pindah ke kantor cabang, atau aku harus membuat surat pengundurkan diri dari perusahaan tempatku bekerja. Pak Wahyu juga mencopot jabatan Manajer yang belum lama ku duduki, hingga kini aku kembali menjadi staf biasa.Sungguh benar-benar sial nasibku, biasanya karyawan yang dimutasi ke kota lain akan dipromosikan dan naik jabatan. Tapi berbanding terbalik denganku, aku malah turun jabatan.Akhirnya mau tidak mauaku membawa keluargaku pindah ke Bekasi. Sementara waktu kami terpaksa tinggal di kontrakan tak jauh dari tempat