Setelah Mas Haris pergi, aku membujuk Clarissa. Lalu mengajaknya ke rumah omanya, yang terletak di perumahan yang berbeda dengan perumahan tempat tinggal kami.
Dengan mengendarai motor, aku membonceng Clarissa di belakangku. Aku sudah terbiasa melakukan ini, apa lagi setelah Clarissa masuk sekolah. Setiap hari sebelum berangkat bekerja, aku mengantarkannya ke sebuah TK yang tidak terlalu jauh dari rumah ibuku.Aku selalu berusaha mensugesti diri sendiri, bahwa aku bisa dan aku kuat. Aku bersuami tapi nyatanya seperti tak bersuami. Semuanya kulakukan sendiri, mengurus rumah, mengurus anak, dan juga bekerja. Bahkan waktu Clarissa masuk sekolah TK kemarin, Mas Haris tak ada andil sedikit pun membantu. Semua aku yang mengurus, seakan dia lupa kalau sudah punya anak.Tapi aku bersyukur, karena aku masih punya keluarga yang tinggal tidak terlalu jauh dari rumah kami. Ibu selalu berusaha menguatkan aku. Begitu pun Mita dan suaminya tidak pernah menolak dan lelah membantuku, terutama menjaga anakku bila aku sedang berkerja.Biasanya pulang sekolah Clarissa akan dijemput oleh Mita, adik perempuanku satu-satunya. Clarissa akan berada di rumah ibuku sampai aku pulang bekerja dan menjemputnya. Alhamdulillah aku bisa berkerja dengan tenang, karena anakku dijaga oleh keluargaku sendiri.Mita dan suaminya sangat menyayangi Clarissa, apalagi mereka sampai sekarang belum dikaruniai seorang anak. Sebelum menikah, Mita dan Bagus sama-sama bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit. Tapi setelah menikah, Mita resign dan memilih menjadi ibu rumah tangga. Mereka sangat mendambakan hadirnya buah hati dalam pernikahan mereka.Sekitar 30 menit akhirnya kami sampai di depan rumah ibu. Aku mematikan motor, Clarissa turun dan membantu membuka pintu gerbang. Lalu aku memasukkan motor kedalam halaman."Oma ...." Clarissa memanggil omanya dari teras."Clarissa, salam dulu, Nak," ucapku mengingatkan putriku untuk mengucapkan salam."Iya, Bunda, maaf ...." jawab Clarissa."Assalamualaikum ...." Aku dan Clarissa mengucap salam berbarengan."Walaikumsalam ...." Terdengar suara Mita menyahut dari dalam rumah. Tak lama terlihat ia keluar menyambut kami. Clarissa menghampiri tantenya lalu mencium punggung tangannya."Ponakan tante datang, tapi tumben kok kelihatan sedih gitu sih. Kenapa sayang?" Mita langsung menggandeng Clarissa masuk ke ruang keluarga.Clarissa diam tidak menjawab. Tapi dia menurut saja digandeng tantenya masuk.Setelah mencium punggung tangan omanya, Clarissa duduk di sebelah omanya yang sedang menonton televisi."Kenapa sayang, kok cemberut?" tanya ibu sambil mengalihkan pandangan dari TV, lalu beliau menatap cucu kesayangannya."Ayah udah nggak sayang sama Clarissa," jawabnya sambil menunduk. Air matanya jatuh di pipi chubbynya.Mendengar perkataan Clarissa, ibu dan Mita berpandangan. Lalu mereka melihat ke arahku seolah meminta penjelasan."Haris pulang, Mir?" tanya ibu sambil menatapku."Iya, Bu, kemarin sore Mas Haris pulang. Tapi pagi ini udah balik lagi ke Jakarta," jawabku lalu duduk di sofa tunggal di samping ibu."Kenapa Mas Haris balik hari ini, Mba? 'Kan bisa balik besok pagi sekalian berangkat kerja. Lagian udah berapa minggu nggak pulang, emang nggak kangen sama anak Istri apa?" tanya Mita sedikit kesal."Nggak tahu, Dek. Tadi kata Mas Haris kalau berangkat pagi macet, takut telat. Padahal Clarissa pengen jalan-jalan, tapi Mas Haris nggak bisa. Jadinya Clarissa ngambek, deh," terangku."Clarissa pengen jalan-jalan sama ayah bunda. Tapi ayah sekarang sibuk terus, Tante," ucap Clarissa masih menangis lalu memeluk tantenya."Cup, cup, kesayangan tante. Kalau jalan-jalan sama bunda, sama tante, sama oma, terus sama om Bagus, gimana? Mau nggak?" bujuk Mita sambil mengusap punggung anakku.**Setelah berhasil membujuk Clarissa, akhirnya kami pergi jalan-jalan untuk menyenangkan hatinya yang masih sedih karena tidak bisa pergi dengan ayahnya. Kami pergi mengendarai mobil Mita dan Bagus.Sebenarnya aku juga punya mobil yang dibeli dengan uang tabunganku dan Mas Haris. Tapi aku lebih nyaman bepergian dengan menggunakan motor, karena lebih cepat sampai ke tempat tujuan dibandingkan dengan naik mobil. Akhirnya mobil lebih sering dipakai oleh Mas Haris."Jadi kita mau jalan-jalan kemana? Clarissa mau kemana, sayang?" tanya Mita sambil menoleh kearah Clarissa."Clarissa mau ke pantai Tante, Clarissa mau lihat laut," sahut Clarissa sambil tersenyum."Oh, Clarissa mau lihat laut. Ya sudah, kita ke Anc*l aja ya," sahut Bagus."Iya, mau, Om. Horee ..., Clarissa bisa liat laut!" teriak Clarissa sambil bertepuk tangan. Aku dan ibu tersenyum melihatnya. Syukurlah putriku sudah kembali ceria.Akhirnya setelah semua setuju, kami berangkat menuju pantai Impian Jaya Anc*l.Sampai di sana hari sudah siang, kami memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu. Kami makan di salah satu restoran tak jauh dari situ. Setelah selesai makan, kami segera membeli tiket masuk karena Clarissa sudah tidak sabar ingin segera melihat laut.Turun dari mobil, Clarissa langsung menarik tanganku menuju pantai. Terlihat sekali dia sangat bahagia dan tidak sabar ingin bermain air.Hari Minggu pengunjung di tempat wisata sangat ramai. Tapi entah kebetulan atau apa, saat mataku tak sengaja melihat seseorang yang sangat kukenal. Kukucek mataku untuk meyakinkan penglihatanku.Mas Haris. Ternyata benar itu suamiku. Apa lagi saat aku melihat ternyata dia bersama keluarganya. Ada Dila--keponakannya, anak Mas Harlan dan Mba Linda. Tak jauh dari Mas Haris yang sedang bermain air dengan keponakannya, aku juga melihat Mba Linda dan juga ibu mertuaku. Mereka tampak sangat bahagia.Aku tersenyum getir melihat pemandangan itu. Ada yang berdenyut perih dalam hatiku. Teringat pagi tadi putriku ingin jalan-jalan dengan ayahnya, tapi Mas Haris menolak. Bahkan Mas Haris terlihat terburu-buru saat pulang dari rumah.Tak terasa air mataku mengalir, sakit sekali hatiku. Ingin rasanya aku menghampiri mereka, tapi tidak kulakukan. Untuk apa? Mas Haris nyata-nyata tidak ingin membawa kami jalan-jalan, dia hanya ingin membawa keluarganya yang di Jakarta.'Kenapa kamu melakukan ini, Mas? Apa aku dan Clarissa tidak lebih berharga dari keluargamu.' batinku.Tentu aku sakit hati, Istri mana yang tidak terluka melihat ketimpangan perlakuan seperti ini. Suami lebih memprioritaskan orang lain, ketimbang anak dan istrinya sendiri."Mir, bukankah itu Haris?" tanya ibu sambil mengarahkan pandangan kearah Mas Haris yang tidak menyadari kalau kami sedang memperhatikan mereka. Serentak Mita dan Bagus langsung menoleh ke arah yang di tunjukkan ibu."Benar, Mba. Itu 'kan Mas Haris." Mita ikut menimpali ucapan ibu. Mendengar perkataan om dan tantenya, Clarissa pun menoleh kearah pandangan kami."Ayah, kenapa Ayah di sini? Bukannya tadi Ayah bilang nggak bisa, waktu aku minta jalan-jalan. Tapi ternyata Ayah malah jalan-jalan sama Dila," Mata Clarissa berkaca-kaca menatap kearah ayahnya."Ayah lebih sayang sama Dila dari pada sama aku, Bun." Akhirnya tangis Clarissa pecah.Hatiku bagai diremas-remas, tak sanggup rasanya melihat putriku terluka. Kupeluk Clarissa kemudian langsung menggendongnya menuju ke mobil.Akhirnya kami memutuskan pulang, karena tidak ingin melihat Clarissa makin sedih dan terluka. Di perjalanan semua orang terdiam, sepertinya semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku masih memeluk putriku yang menangis, hingga akhir nya dia tertidur."Mir ...." panggil ibu pelan, membuat lamunanku seketika buyar."Iya, Bu." Sambil menghapus air mata aku menoleh pada ibu."Entah kenapa perasaan Ibu tidak enak. Melihat perubahan sikap suamimu, sepertinya ada yang disembunyikan oleh Haris. kamu harus cari tahu, Nak." Ibu menoleh dan menatapku, aku tahu ibu juga sedih anak dan cucunya diperlakukan seperti ini.Andai saja bapak masih ada, aku yakin bapak akan melindungi aku dan Clarissa. Sekarang kami tidak ada pelindung, hanya ada Bagus satu-satunya laki-laki di keluarga ini."Iya, Bu. Aku pasti akan cari tahu. Ibu jangan terlalu banyak pikiran ya, jaga kesehatan Ibu," ucapku pada ibu, aku tidak mau ibu sakit karena memikirkan masalah keluargaku.Bersambung ....Pagi hari seperti biasanya sebelum berangkat ke tempat kerja, aku mengantar Clarissa ke sekolah terlebih dahulu. Setelah Clarissa masuk kelas, gegas aku berangkat menuju sekolah tempatku mengajar. Hari ini aku mengisi dua kelas, masing-masing dua jam mata pelajaran.Tadi pagi sebelum berangkat, aku sudah menelepon Mita dan minta tolong untuk menjaga Clarissa lebih lama dari biasanya. Aku mengatakan kalau hari ini aku akan pulang terlambat, karena sedang ada urusan. Tentu saja Mita tidak keberatan untuk menjaga Clarissa. Dia juga tidak banyak bertanya tentang urusanku. Mita memang adik yang pengertian dan bisa diandalkan.Jam 12.10 wib setelah menyelesaikan semua pekerjaan, aku langsung mengendarai motor menuju Jakarta. Rencananya hari ini aku akan mulai menyelidiki Mas Haris. Aku akan mengintai Mas Haris di tempat kerjanya.Perjalanan Bekasi-Jakarta cukup melelahkan, apa lagi hari ini sangat panas. Tapi itu semua tidak membuatku mengurungkan niat untuk mendatangi kantor Mas Haris. Ak
Di hari kedua penyelidikanku kemarin, aku masih belum menemukan bukti apapun. Sehingga aku memutuskan untuk pulang. Tapi aku merasa semakin bingung dengan kedekatan Mas Haris dan Mba Linda. Sehingga aku memutuskan untuk kembali lagi keesokan harinya.Hari ini hari ketiga. Setelah selesai bekerja, aku memilih pulang ke rumah ibuku terlebih dahulu. Aku merasa kasihan dan merasa bersalah pada putriku, karena sudah dua hari aku meninggalkannya."Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam, kemudian langsung masuk ke dalam rumah."Walaikumsalam," jawab Mita dan Clarissa bersamaan sambil menoleh ke arahku."Bunda ..., Bunda udah pulang." Clarissa tersenyum lalu menghampiri dan memelukku."Senang banget ya, Bunda udah pulang," jawabku lalu menyambut pelukan putriku."Iya, Bun. Clarissa senang, apa lagi sebentar lagi Clarissa mau ulang tahun," jawabnya sambil menarik tanganku, lalu mengajak duduk di sofa di sebelah Mita."Bun ..., kalau Clarissa ulang tahun, ayah pasti pulang kan?" tanya Clarissa
Sudah tiga hari sejak acara ulang tahun Dila di rumahnya beberapa hari yang lalu, tidak sekalipun Mas Haris menghubungiku untuk sekedar menanyakan keadaan putrinya.Aku terpaksa mengirim pesan wa supaya Mas Haris tidak lupa acara ulang tahun putrinya besok. Semua kulakukan demi putriku, supaya Clarissa tak merasa sedih dan kecewa lagi.[Mas, jangan lupa besok Clarissa ulang tahun. Nanti sore, Mas Haris pulang ke Bekasi 'kan?] Pesan kukirim dan tak lama langsung centrang biru, artinya Mas Haris sudah membaca pesanku.[Belum tahu, Bun. Lihat nanti ya.] Pesan balasan dari Mas Haris langsung membuat emosiku naik.[Mas, tolong luangkan waktu untuk anakmu. Masak untuk keponakan, kamu bela-belain nggak masuk kerja. Sedangkan untuk anak kandungmu, banyak pertimbangan.] Aku membalas pesan Mas Haris dengan emosi yang sudah siap meledak.Lelah, sungguh aku merasa lelah selama ini hanya diam dan mengalah.[Ayah 'kan bilang lihat ntar, Bun. Bukan nggak bisa, nanti diusahakan."][Nggak, aku nggak m
Sore kemarin Mas Haris tidak pulang, Clarissa sudah mulai cemberut karena ayahnya tak kunjung datang. Tapi aku masih bisa menenangkannya, dengan berkata mungkin ayahnya baru bisa pulang pagi ini. Aku memintanya untuk bersabar sedikit lagi.Pagi-pagi sekali, Ibu, Mita, dan Bagus sudah datang membantu mempersiapkan dekorasi. Snack dan gift untuk anak-anak yang datang di acara ulang tahun Clarissa sudah dari semalam kusiapkan, memang tidak begitu banyak hanya mengundang beberapa anak di sekitar rumah.Pagi ini aku memompa balon beraneka warna, kemudian Mita dan Bagus memasangnya di ruang tamu supaya tampak ramai dan meriah.Hari sudah semakin siang, tapi Mas Haris tak juga kelihatan batang hidungnya. Dia juga tidak memberi kabar apa-apa.Sebenarnya aku merasa sungkan untuk menghubungi Mas Haris lagi. Kenapa seolah aku harus mengemis padanya, supaya hadir di acara ulang tahun putrinya sendiri. Ini benar-benar terlihat bodoh. Tapi aku menahan semua rasa demi putriku.Aku beranjak menjauh d
Setelah berusaha untuk menenangkan diri. Akhirnya aku memutuskan untuk mendatangi Mas Haris di hotel. Tapi sebelumnya aku menelepon Ayu terlebih dahulu.[Yu, apa Mas Haris masih di hotel?] tanyaku langsung dengan suara serak, aku bahkan lupa mengucapkan salam.[Iya,Mir. Suamimu masih berada di hotel dengan wanita itu,] jawab Ayu.[Yu, aku sedang menuju kesana. Tolong kabari aku kalau Mas Haris check out selagi aku masih di perjalanan,] ucapku lagi.[Oke, Mir. Tapi kamu ke sini naik apa dan dengan siapa? Kamu jangan bawa mobil atau motor sendiri ya. Keadaan kamu lagi kayak gini, bahaya kalau bawa kendaraan sendiri karena kamu pasti nggak fokus,] jawab Ayu perhatian, mungkin dia merasa kasihan padaku.[Iya ,Yu, aku kesana dengan saudaraku, kamu jangan khawatir. Terima kasih ya, Yu. Jangan lupa share location,] jawabku lalu menutup telepon."Akhirnya kebohonganmu akan segera terbongkar, Mas," ucapku geram sambil mengepalkan tangan.Aku bangun lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci
"Keterlaluan kamu, Mas ...!"Aku langsung berteriak saat sudah masuk ke dalam kamar hotel, dan melihat Mas Haris sedang di atas ran-jang dengan selingkuhannya.Dan yang lebih membuatku terkejut adalah saat aku melihat pasangan z*nah Mas Haris adalah--Mba Linda--kakak iparnya sendiri, istri Mas Harlan.Rasanya aku tak bisa mempercayai apa yang aku lihat. Bisa-bisanya mereka selingkuh dan berbuat z*nah. Sepertinya mereka sudah tidak punya otak untuk berpikir, sehingga tidak memikirkan lagi perasaanku dan Mas Harlan.Mendengar teriakanku Mas Haris yang sedang bermandikan peluh kenik-matan tersentak kaget, dan refleks menghentikan aktivitasnya. Saat dia menoleh, matanya melotot menatapku yang juga sedang menatapnya dengan kobaran api amarah. "Mir ...," ucap Mas Haris lalu turun dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai, lalu buru-buru memakainya. Kemudian dia berjalan menghampiriku, sedangkan j4l4ng itu berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut.Plak!"Itu dari C
Kemarin setelah pulang dari Jakarta, aku memutuskan untuk ikut ke rumah ibu dan menginap di sana. Dalam keadaan seperti ini aku butuh teman untuk bercerita, aku juga butuh tempat untuk bersandar dan menguatkanku yang saat ini tengah rapuh. Dan bagiku, keluarga adalah tempat terbaik untuk berbagi segala rasa.Aku tidak menyesali apa yang terjadi dalam hidupku. Mungkin ini adalah cara Allah untuk membuatku menjadi orang yang lebih baik, orang yang lebih kuat kedepannya nanti. Apa lagi ada Clarissa, yang membuatku benar-benar harus menjadi seorang ibu yang tangguh dan serba bisa.Kedepannya mungkin tugasku akan semakin berat. Aku harus memerankan peran ganda, yaitu menjadi seorang ibu sekaligus sebagai seorang ayah untuk Clarissa.Bagiku meskipun pahit, terbongkarnya kebohongan Mas Haris itu lebih baik. Dari pada seumur hidup harus terjebak, dan tidak tahu tentang perselingkuhan mereka. Sekarang setelah semua terbongkar, aku harus fokus untuk bekerja dan membesarkan putri semata wayangk
"Maaf, Bu. Pak Wahyu sudah menunggu di ruangannya," ucap Sekretaris itu sopan, kemudian dia kembali ke meja kerjanya.Mendengar ucapan Sekretaris Pak Wahyu, Mas Haris mengerenyitkan dahinya."Ada urusan apa kamu menemui Pak Wahyu?" tanya Mas Haris heran. Aku tak menjawab pertanyaan Mas Haris, hanya menanggapi dengan tersenyum kecil. Kemudian aku berjalan meninggalkannya menuju ruangan Direktur utama."Tunggu saja kejutan kecil dariku, Mas. Aku akan membalas perbuatan kalian padaku," gumamku lirih sambil mengepalkan tangan.Tok tok tok! Aku mengetuk pintu perlahan."Masuk...!" Terdengar suara bariton dari dalam ruangan. Aku membuka pintu, kemudian masuk."Selamat siang, Pak." Aku berucap lalu mengangguk sopan saat sudah berada di depan Pak Wahyu."Selamat siang. Silahkan duduk, Bu," jawab Pak Wahyu."Maaf, Ibu bukannya istri Pak Haris, salah satu karyawan saya. Soalnya tadi waktu Ibu duduk di ruang tunggu, Pak Haris berkata kalau Ibu istrinya. Jadi, ada perlu apa Ibu menemui saya?" ta
(POV Linda)Ternyata nasib tak seindah harapan, perlahan tapi pasti aku mulai mendapatkan balasan atas apa yang telah kulakukan di masa lalu.Setelah diceraikan kemudian di usir dari rumah Mas Haris, aku mengajak om Yongki untuk bertemu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, hanya om Yongki satu-satunya harapanku. Aku memintanya untuk segera menikahiku seperti janjinya padaku selama ini. Meskipun hanya dinikahi secara siri, aku tidak keberatan. Tapi nyatanya om Yongki tidak mau menikahiku, dia mencampakkan aku setelah membuatku ditendang oleh Mas Haris."Om, mana janjimu, katanya Om akan menikahiku. Aku sekarang sudah bercerai dengan suamiku, jadi sekarang aku minta Om segera nikahi aku. Aku butuh status Om, aku nggak mau hubungan kita seperti ini terus," ucapku sambil menatap nanar laki-laki yang sudah cukup berumur di depanku ini. Aku nggak masalah dengan umur, yang penting Om Yongki bisa memberikan apa saja yang aku mau. Bagi orang sepertiku uang adalah segalanya."Kamu jangan mimpi te
(POV Haris)Ternyata beginilah rasanya diabaikan, juga merindukan seseorang tapi tak dipedulikan. Rasa rindu ini berubah menjadi sangat menyakitkan karena rindu yang tak sampai.Ingin rasanya memeluknya dengan penuh kerinduan, tapi jangankan pelukan, bahkan menoleh dan menyapa pun dia enggan. Tapi itu bukan salahnya, tentu saja semua adalah salahku. Aku yang dulu selalu mengabaikan dan tak pernah memperdulikannya, dan sekarang dia membalasku.Inilah hukuman paling berat dalam hidupku, diabaikan dan dijauhi oleh putri kandungku sendiri.Kini hidupku terasa sangat sepi. Dila putri yang sangat ku sayangi, yang keinginan dan kebahagiaannya selalu ku letakkan di atas segalanya, telah pergi untuk selamanya.Linda perempuan yang sangat kucintai juga telah pergi, setelah menorehkan luka yang teramat dalam di hati ini. Entah di mana dia sekarang, aku sudah tidak peduli lagi.Sedangkan Miranti dan Clarissa ternyata telah bahagia bersama keluarganya yang baru. Aku tidak menyangka Mira bisa begit
Di sinilah kami berada sekarang, di sebuah hotel di Raja Ampat. Pemandangan yang memanjakan mata, membuatku betah berlama-lama menatap keindahan alam yang selalu membuatku terpesona.Apalagi hotel tempat kami menginap, bangunannya berupa panggung di atas air, sehingga kami bisa leluasa memandang gundukan-gundukan pulau yang menyerupai tempurung kura-kura yang luar biasa indah.Tak salah banyak yang memilih tempat ini sebagai tempat untuk honeymoon, termasuk kami berdua, aku dan Mas Rayhan. Tempat ini sangat romantis dan tenang, karena jauh dari keramaian.Kami hanya pergi berdua, karena ibu dan Mama Wulan melarang kami membawa Clarissa. Alasannya karena Clarissa harus sekolah sedangkan kami belum tahu akan berlibur berapa lama. Tapi Mama Wulan berjanji, saat Clarissa libur panjang nanti, kami akan berlibur bersama ke luar negeri.Untungnya Clarissa mengerti dan tidak ada drama menangis sama sekali. Sebenarnya aku merasa berat meninggalkan Clarissa, karena selama ini aku belum pernah b
Sekitar sepuluh menit akhirnya Pak Rayhan keluar dari kamar mandi, kemudian langsung masuk ke walk in closed untuk berganti pakaian. Tak lama dia keluar lagi dan menghampiriku yang sedang duduk di tepi tempat tidur."Capek, nggak?" tanyanya sembari mengelus punggungku dengan lembut."Iya, lumayan," jawabku pelan."Aku bantu bukain hijabnya ya, terus kita tidur. Besok kita masih ada acara, pagi-pagi harus sudah berada di hotel," ucap Pak Rayhan kemudian langsung membantu membuka hijabku."Kenapa harus resepsi di hotel, Pak? Seharusnya nggak usah berlebihan, uangnya juga bisa ditabung," ucapku kala Pak Rayhan sudah berhasil melepaskan hijab berwarna merah maroon yang menutupi rambutku."Kok, masih panggil 'Pak', apa nggak ada panggilan sayang untukku?" tanyanya sambil memutar tubuhku supaya menghadap ke arahnya."Memangnya mau di panggil apa?" tanyaku balik sambil menatap wajah tampan di depanku."Panggil aku 'Mas' atau 'Ayah' bila kita sedang bersama Clarissa," jawab Pak Rayhan sambil
(POV Miranti)Sudah hampir dua minggu dari liburan kami di puncak kala itu. Selama dua minggu ini aku dan Pak Rayhan tidak ada komunikasi sama sekali. Sepertinya dia sengaja memberiku waktu untuk berpikir. Aku menjalani keseharian seperti biasa, tetap fokus bekerja dan menjalankan bisnis yang semakin berkembang pesat. Aku yakin Pak Rayhan juga sedang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga dia tidak sempat menghubungiku.Sebenarnya aku sudah ada jawaban untuk Pak Rayhan, namun untuk menghubunginya lebih dulu tentu aku gengsi. Akhirnya aku hanya menunggu Pak Rayhan yang lebih dulu menghubungiku.Sejujurnya aku memang telah jatuh hati pada laki-laki penyayang itu. Apalagi melihat kedekatannya dengan putriku, Clarissa. Dan setelah beberapa kali shalat istikharah, akhirnya hatiku mantap menjadikan Pak Rayhan sebagai imamku sekaligus ayah untuk Clarissa. Bahkan beberapa kali Pak Rayhan datang dalam mimpiku. Dalam mimpi itu kami bertiga sangat bahagia. Aku menganggap semua itu adalah petunjuk,
"Dari mana aja kamu, jam segini baru pulang?" tanyaku saat Linda sudah di depan pintu."Dari kerjalah, dari mana lagi memangnya," sahutnya tanpa rasa bersalah."Kerja di hotel maksudnya?" jawabku ketus, membuat Linda tersentak kaget karena sebelumnya aku tidak pernah kasar padanya."Mas kenapa, sih?" sahutnya sambil menerobos masuk dan berjalan cepat menuju kamar. Baru beberapa langkah aku berhasil mengejarnya, kemudian mencekal tangannya."Hentikan sandiwaramu, aku sudah muak dengan semuanya!" ucapku dengan geram."Sandiwara apa? Udah ah, aku capek, mau tidur," jawabnya sembari berusaha melepaskan tangannya.Tiba-tiba ibu keluar dari dalam kamar."Ini ada apa sih, malam-malam kok ribut banget. Linda, dari mana aja kamu baru pulang jam segini? Kenapa ditelepon nggak di angkat? Kamu tahu nggak, apa yang terjadi pada anakmu?!" Bentak ibu saat melihat Linda berdiri di ruang tamu."Ponsel aku hilang, Bu. Memangnya ada apa sama Dila?" tanya Linda. Entah dia benar-benar tidak tahu atau hany
"Haris ...." Saat melihatku membuka pintu, ibu memanggil namaku dengan suara parau.Aku tertegun di depan pintu. Mataku tertuju pada sosok yang terbaring di ranjang pasien. Seorang perawat menutupi tubuh kecil itu dengan sehelai kain putih hingga menutupi semua bagian tubuh dari kaki hingga kepala.Melihat semua itu membuat kakiku tiba-tiba lemas, seakan tak punya kekuatan lagi untuk berdiri. Bahkan aku merasa dunia seakan berputar, langit pun seakan runtuh. Rasanya aku tak percaya apa yang kulihat saat ini. Putriku kesayanganku, Dila ....Dengan kaki gemetar aku melangkah masuk menghampiri Dokter yang masih berada di samping putriku."Dokter, apa yang terjadi? Kenapa putri saya ...." Aku tak sanggup melanjutkan kata-kata. Tenggorokan terasa tercekat, menahan pedih di hati."Putri Bapak mengalami gagal ginjal. Di duga karena pemakaian obat-obatan yang mengandung bahan yang berbahaya untuk anak-anak, apalagi digunakan dalam jangka waktu yang lama." Jelas laki-laki berseragam putih itu
Aku sengaja menunda untuk makan malam, dan menunggu sampai Linda selesai mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Linda terkejut mendapati aku masih di kamar sedang duduk di tepi tempat tidur dengan memegang ponsel miliknya."Kok kamu masih di kamar, Mas? Emang belum lapar?" tanyanya lalu menghampiriku."Belum, nungguin kamu dulu. Siapa 'Y'? tanyaku langsung karena sangat penasaran sambil memperlihatkan beberapa panggilan tak terjawab di ponselnya. Mendengar pertanyaanku Linda terlihat gugup tapi hanya sebentar, Setelahnya dia bersikap biasa kembali."Oh, itu bos di tempat kerjaku. Mas kenapa sih nanya-nanya kayak gitu, pakai geledah tas dan hp aku segala. Mas curiga sama aku?" tanya Linda merajuk, kemudian dia yang masih mengenakan handuk duduk di pangkuanku.Aroma sabun yang menguar dari tubuhnya membuatku tak tahan ingin memeluknya. Sejenak aku melupakan rasa curiga yang hinggap di hati dan pikiranku, Linda memang sangat tahu kelemahanku. Setelah itu kami langsung memadu kasih di tempa
Akhir-akhir ini aku merasa nasibku sangat sial. Setelah digerebek dan diusir oleh warga, aku dan keluarga terpaksa meninggalkan rumah, dan mencari kontrakan di dekat kantor tempatku bekerja.Di tempat kerja aku mendapat sanksi tegas, setelah Miranti melaporkan tentang perbuatan asusilaku pada Pak Wahyu. Hingga akhirnya Pak Wahyu memutuskan memindahkanku ke kantor cabang di Bekasi.Aku tidak bisa menolak keputusan Pak Wahyu, karena Pak Wahyu hanya memberi dua pilihan. Pindah ke kantor cabang, atau aku harus membuat surat pengundurkan diri dari perusahaan tempatku bekerja. Pak Wahyu juga mencopot jabatan Manajer yang belum lama ku duduki, hingga kini aku kembali menjadi staf biasa.Sungguh benar-benar sial nasibku, biasanya karyawan yang dimutasi ke kota lain akan dipromosikan dan naik jabatan. Tapi berbanding terbalik denganku, aku malah turun jabatan.Akhirnya mau tidak mauaku membawa keluargaku pindah ke Bekasi. Sementara waktu kami terpaksa tinggal di kontrakan tak jauh dari tempat