Di hari kedua penyelidikanku kemarin, aku masih belum menemukan bukti apapun. Sehingga aku memutuskan untuk pulang. Tapi aku merasa semakin bingung dengan kedekatan Mas Haris dan Mba Linda. Sehingga aku memutuskan untuk kembali lagi keesokan harinya.
Hari ini hari ketiga. Setelah selesai bekerja, aku memilih pulang ke rumah ibuku terlebih dahulu. Aku merasa kasihan dan merasa bersalah pada putriku, karena sudah dua hari aku meninggalkannya."Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam, kemudian langsung masuk ke dalam rumah."Walaikumsalam," jawab Mita dan Clarissa bersamaan sambil menoleh ke arahku."Bunda ..., Bunda udah pulang." Clarissa tersenyum lalu menghampiri dan memelukku."Senang banget ya, Bunda udah pulang," jawabku lalu menyambut pelukan putriku."Iya, Bun. Clarissa senang, apa lagi sebentar lagi Clarissa mau ulang tahun," jawabnya sambil menarik tanganku, lalu mengajak duduk di sofa di sebelah Mita."Bun ..., kalau Clarissa ulang tahun, ayah pasti pulang kan?" tanya Clarissa penuh harap."Iya, insyaallah ayah pulang, sayang," jawabku walaupun sebenarnya aku juga tidak yakin Mas Haris akan pulang."Kita ke rumah nenek sekarang yuk, Bun. Kita samperin ayah," ajak Clarissa dengan semangat."Kita tunggu aja ayah pulang ke rumah," tolakku secara halus."Yaa, Bunda ..., kita ke sana aja sekarang," ajaknya sambil merengek.Akhirnya karena Clarissa terus merengek, aku menuruti keinginannya. Jam tiga sore kami pergi ke Jakarta naik taksi online, karena aku tidak mau Clarissa capek bila naik motor.Mudah-mudahan saja jalanan tidak terlalu macet, sehingga jam empat sudah sampai di Jakarta. Anggap saja kami sedang memberi kejutan pada Mas Haris, saat dia pulang kerja kami sudah di rumah ibunya.Sesuai dengan perkiraanku, jam empat kami akhirnya sampai di depan rumah mertuaku. Rumah tampak sepi, namun aku melihat mobil Mas Haris terparkir di garasi padahal ini baru jam empat sore. Seharusnya Mas Haris belum pulang bekerja.Kemudian aku melihat rumah yang berada di sebelah rumah mertuaku, rumah Mba Linda malah tampak ramai. Ada apa di sana?Tampak beberapa anak kecil berdatangan dengan pakaian yang indah seolah akan berangkat ke pesta. Mereka juga membawa kado.Sekarang aku baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahun Nadila, anak Mba Linda dan Mas Harlan. Aku mengingatnya karena ulang tahun Dila hanya beda beberapa hari dari ulang tahun Clarissa. Mereka memang berulang tahun di bulan yang sama, tapi Clarissa lebih tua dua tahun dari Dila yang sekarang baru berusia tiga tahun.Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke dalam rumah Mba Linda. Dan ternyata acara ulang tahun Dila sudah mau di mulai. Tampak ibu mertuaku, Mba Linda, dan Mas Haris yang sedang menggendong Dila berdiri di depan kue tart yang sudah ada lilin yang menyala siap untuk ditiup.Melihatku dan Clarissa datang, Mas Haris tampak kaget lalu buru-buru memberikan Dila yang sedang digendongnya pada Mba Linda. Kemudian dia hendak menghampiri kami. Tetapi ...."Om Halis ...!" teriak Dila memanggil Mas Haris sambil menangis. Tangannya meminta untuk di gendong kembali."Haris, sini ..., nggak apa-apa gendong Dila dulu, terus tiup lilinnya," ucap ibu mertuaku tanpa memperdulikan cucunya yang baru saja datang.Akhirnya Mas Haris menurut, dia kembali menggendong Dila. Aku dan Clarissa hanya diam dan melihat mereka bernyanyi kemudian meniup lilin dan memotong kuenya.Setelah acara tiup lilin selesai, Mas Haris yang masih menggendong Dila menghampiri aku dan Clarissa."Bun, Clarissa, ayah nggak tahu kalian mau ke sini," ucap mas Haris."Iya, Mas. Clarissa yang minta untuk ke sini. Mas kok udah pulang kerja?" tanyaku menyelidik."Eh, anu Bun, ayah hari ini nggak masuk kerja," jawab Mas Haris salah tingkah."Oooh ...." Aku cuma ber-O panjang menanggapi ucapan Mas Haris."Om, Halis ...!" Tiba-tiba Dila berteriak sambil menunjuk ke arah kado-kado yang berjejer pemberian teman-temannya."Dila mau buka kado, ya?" tanya Mba Linda yang datang menghampiri.Kemudian Dila menunjuk lagi ke arah boneka beruang besar berwarna pink yang dibungkus plastik parsel dan dihias dengan pita besar yang sangat cantik."Dila mau ini?" tanya ibu mertua sambil memegang boneka besar itu, kemudian membawanya ke arah kami. Diberikannya boneka itu pada Mba Linda yang berdiri di samping Mas Haris dan Dila."Bagus banget ya, bonekanya. Ini kado ulang tahun dari Om Haris," ucap ibu mertuaku tanpa memperdulikan perasaan putriku.Mendengar ucapan neneknya, Clarissa langsung terlihat sedih kemudian memelukku. Sedangkan Mas Haris terlihat semakin salah tingkah."Bunda, ayo kita pulang," ucap Clarissa pelan, seperti menahan tangis. Aku langsung mengangguk, kemudian pamit."Bu, kami pamit pulang dulu," ucapku pada ibu mertua."Clarissa kok pulang, makan dulu ya," jawabnya seperti tak mengerti perasaan cucunya."Nggak usah, Bu. Terima kasih," jawabku lalu menghadap ke arah Mas Haris."Mas kami pulang dulu, jangan lupa hari Minggu besok Clarissa juga ulang tahun," ucapku sebelum meninggalkan rumah Mba Linda.Akhirnya kami pulang, aku merasa menyesal karena menuruti keinginan Clarissa untuk ke rumah neneknya. Kalau tahu akan seperti ini, aku tidak akan ke rumah Mba Linda yang menyebabkan putriku menjadi sedih.**Di dalam mobil Clarissa hanya diam saja. Aku hanya bisa memeluk dan mengusap rambutnya. Aku mengerti kesedihan putriku. Clarissa pasti merasa ayahnya lebih menyayangi Dila dari pada dirinya.Clarissa memang sudah sangat lama tidak di belikan mainan oleh ayahnya. Jangankan boneka besar, boneka yang kecil saja itu pun saat Clarissa masih kecil.Clarissa memang punya banyak mainan dan boneka, tetapi semua itu aku dan Mita yang membelikannya."Clarissa mau boneka beruang besar?" tanyaku saat mobil yang kami tumpangi melewati sebuah toko boneka. Clarissa menganggukkan kepalanya, tetapi raut wajahnya masih terlihat sedih dan tidak bersemangat."Pak, bisa tolong berhenti dan tunggu sebentar. Saya mau beli boneka dulu, nggak akan lama kok," ucapku pada sopir taksi."Boleh, tapi jangan lama-lama ya, Bu," jawabnya lalu menepikan mobil di depan toko boneka.Aku mengajak Clarissa turun dan masuk ke dalam toko. Saat masuk ke dalam toko, kami disambut oleh pelayan toko dengan ramah."Selamat sore Mba, Adek. Mau cari apa? Mungkin bisa dibantu," ucap salah seorang pelayan toko.Aku hanya menanggapi ucapan pelayan toko itu dengan senyuman dan sedikit menganggukkan kepala. Lalu aku mengedarkan pandangan ke sekeliling toko. Tatapanku langsung tertuju pada sebuah boneka beruang besar berwarna pink."Clarissa mau boneka yang itu?" Aku menunjuk kearah boneka yang tadi kulihat.Clarissa menganggukkan kepalanya, tapi masih sama seperti tadi, tidak bersemangat."Mba, saya mau boneka yang itu. Tolong di bungkus ya," ucapku pada pelayanan toko tadi. Kemudian aku berjalan kearah kasir untuk melakukan pembayaran.Setelah selesai membayar, kami keluar dengan diantar pelayan toko yang membawakan belanjaan kami ke mobil.Akhirnya kami sampai di rumah ibu. Setelah membayar ongkos taksi, kemudian kami turun.Clarissa langsung berlari masuk ke dalam rumah, tanpa ikut membantuku membawa bonekanya. Dengan susah payah aku berjalan sambil menggendong boneka besar itu."Mba, Clarissa kenapa?" tanya Mita saat aku baru masuk dan meletakkan boneka di ruang keluarga."Tadi waktu kami sampai di Jakarta, ternyata Dila lagi merayakan ulang tahun. Mas Haris membelikan boneka beruang besar untuk hadiah ulang tahun Dila. Kamu tahu, Mit? Mas Haris hari ini sampai nggak masuk kerja lho," ucapku bercerita pada Mita dan ibu yang juga ada di ruang keluarga."Mba, kenapa ya Mas Haris segitunya sama Mba Linda dan Dila? Atau jangan-jangan ...." Ucapan Mita terhenti karena ibu menyenggol lengannya.Bersambung ....Sudah tiga hari sejak acara ulang tahun Dila di rumahnya beberapa hari yang lalu, tidak sekalipun Mas Haris menghubungiku untuk sekedar menanyakan keadaan putrinya.Aku terpaksa mengirim pesan wa supaya Mas Haris tidak lupa acara ulang tahun putrinya besok. Semua kulakukan demi putriku, supaya Clarissa tak merasa sedih dan kecewa lagi.[Mas, jangan lupa besok Clarissa ulang tahun. Nanti sore, Mas Haris pulang ke Bekasi 'kan?] Pesan kukirim dan tak lama langsung centrang biru, artinya Mas Haris sudah membaca pesanku.[Belum tahu, Bun. Lihat nanti ya.] Pesan balasan dari Mas Haris langsung membuat emosiku naik.[Mas, tolong luangkan waktu untuk anakmu. Masak untuk keponakan, kamu bela-belain nggak masuk kerja. Sedangkan untuk anak kandungmu, banyak pertimbangan.] Aku membalas pesan Mas Haris dengan emosi yang sudah siap meledak.Lelah, sungguh aku merasa lelah selama ini hanya diam dan mengalah.[Ayah 'kan bilang lihat ntar, Bun. Bukan nggak bisa, nanti diusahakan."][Nggak, aku nggak m
Sore kemarin Mas Haris tidak pulang, Clarissa sudah mulai cemberut karena ayahnya tak kunjung datang. Tapi aku masih bisa menenangkannya, dengan berkata mungkin ayahnya baru bisa pulang pagi ini. Aku memintanya untuk bersabar sedikit lagi.Pagi-pagi sekali, Ibu, Mita, dan Bagus sudah datang membantu mempersiapkan dekorasi. Snack dan gift untuk anak-anak yang datang di acara ulang tahun Clarissa sudah dari semalam kusiapkan, memang tidak begitu banyak hanya mengundang beberapa anak di sekitar rumah.Pagi ini aku memompa balon beraneka warna, kemudian Mita dan Bagus memasangnya di ruang tamu supaya tampak ramai dan meriah.Hari sudah semakin siang, tapi Mas Haris tak juga kelihatan batang hidungnya. Dia juga tidak memberi kabar apa-apa.Sebenarnya aku merasa sungkan untuk menghubungi Mas Haris lagi. Kenapa seolah aku harus mengemis padanya, supaya hadir di acara ulang tahun putrinya sendiri. Ini benar-benar terlihat bodoh. Tapi aku menahan semua rasa demi putriku.Aku beranjak menjauh d
Setelah berusaha untuk menenangkan diri. Akhirnya aku memutuskan untuk mendatangi Mas Haris di hotel. Tapi sebelumnya aku menelepon Ayu terlebih dahulu.[Yu, apa Mas Haris masih di hotel?] tanyaku langsung dengan suara serak, aku bahkan lupa mengucapkan salam.[Iya,Mir. Suamimu masih berada di hotel dengan wanita itu,] jawab Ayu.[Yu, aku sedang menuju kesana. Tolong kabari aku kalau Mas Haris check out selagi aku masih di perjalanan,] ucapku lagi.[Oke, Mir. Tapi kamu ke sini naik apa dan dengan siapa? Kamu jangan bawa mobil atau motor sendiri ya. Keadaan kamu lagi kayak gini, bahaya kalau bawa kendaraan sendiri karena kamu pasti nggak fokus,] jawab Ayu perhatian, mungkin dia merasa kasihan padaku.[Iya ,Yu, aku kesana dengan saudaraku, kamu jangan khawatir. Terima kasih ya, Yu. Jangan lupa share location,] jawabku lalu menutup telepon."Akhirnya kebohonganmu akan segera terbongkar, Mas," ucapku geram sambil mengepalkan tangan.Aku bangun lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci
"Keterlaluan kamu, Mas ...!"Aku langsung berteriak saat sudah masuk ke dalam kamar hotel, dan melihat Mas Haris sedang di atas ran-jang dengan selingkuhannya.Dan yang lebih membuatku terkejut adalah saat aku melihat pasangan z*nah Mas Haris adalah--Mba Linda--kakak iparnya sendiri, istri Mas Harlan.Rasanya aku tak bisa mempercayai apa yang aku lihat. Bisa-bisanya mereka selingkuh dan berbuat z*nah. Sepertinya mereka sudah tidak punya otak untuk berpikir, sehingga tidak memikirkan lagi perasaanku dan Mas Harlan.Mendengar teriakanku Mas Haris yang sedang bermandikan peluh kenik-matan tersentak kaget, dan refleks menghentikan aktivitasnya. Saat dia menoleh, matanya melotot menatapku yang juga sedang menatapnya dengan kobaran api amarah. "Mir ...," ucap Mas Haris lalu turun dari tempat tidur dan memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai, lalu buru-buru memakainya. Kemudian dia berjalan menghampiriku, sedangkan j4l4ng itu berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut.Plak!"Itu dari C
Kemarin setelah pulang dari Jakarta, aku memutuskan untuk ikut ke rumah ibu dan menginap di sana. Dalam keadaan seperti ini aku butuh teman untuk bercerita, aku juga butuh tempat untuk bersandar dan menguatkanku yang saat ini tengah rapuh. Dan bagiku, keluarga adalah tempat terbaik untuk berbagi segala rasa.Aku tidak menyesali apa yang terjadi dalam hidupku. Mungkin ini adalah cara Allah untuk membuatku menjadi orang yang lebih baik, orang yang lebih kuat kedepannya nanti. Apa lagi ada Clarissa, yang membuatku benar-benar harus menjadi seorang ibu yang tangguh dan serba bisa.Kedepannya mungkin tugasku akan semakin berat. Aku harus memerankan peran ganda, yaitu menjadi seorang ibu sekaligus sebagai seorang ayah untuk Clarissa.Bagiku meskipun pahit, terbongkarnya kebohongan Mas Haris itu lebih baik. Dari pada seumur hidup harus terjebak, dan tidak tahu tentang perselingkuhan mereka. Sekarang setelah semua terbongkar, aku harus fokus untuk bekerja dan membesarkan putri semata wayangk
"Maaf, Bu. Pak Wahyu sudah menunggu di ruangannya," ucap Sekretaris itu sopan, kemudian dia kembali ke meja kerjanya.Mendengar ucapan Sekretaris Pak Wahyu, Mas Haris mengerenyitkan dahinya."Ada urusan apa kamu menemui Pak Wahyu?" tanya Mas Haris heran. Aku tak menjawab pertanyaan Mas Haris, hanya menanggapi dengan tersenyum kecil. Kemudian aku berjalan meninggalkannya menuju ruangan Direktur utama."Tunggu saja kejutan kecil dariku, Mas. Aku akan membalas perbuatan kalian padaku," gumamku lirih sambil mengepalkan tangan.Tok tok tok! Aku mengetuk pintu perlahan."Masuk...!" Terdengar suara bariton dari dalam ruangan. Aku membuka pintu, kemudian masuk."Selamat siang, Pak." Aku berucap lalu mengangguk sopan saat sudah berada di depan Pak Wahyu."Selamat siang. Silahkan duduk, Bu," jawab Pak Wahyu."Maaf, Ibu bukannya istri Pak Haris, salah satu karyawan saya. Soalnya tadi waktu Ibu duduk di ruang tunggu, Pak Haris berkata kalau Ibu istrinya. Jadi, ada perlu apa Ibu menemui saya?" ta
Mendengar suara klakson mobil, Bu RT buru-buru bangun kemudian berjalan ke depan. Sepertinya ada yang datang. Lalu terdengar suara gerbang yang dibuka, disusul suara mobil masuk dan berhenti di depan rumah.Blamm!Terdengar suara pintu mobil ditutup, lalu suara langkah kaki masuk ke dalam rumah. Aku masih duduk diam di ruang tamu, menunggu Bu RT masuk kembali."Itu motor siapa yang di depan, Bu?" suara laki-laki bertanya pada Bu RT. Ternyata yang datang adalah suaminya alias Pak RT."Di dalam ada tamu, cari Bapak," jawab Bu RT.Tak lama masuk seorang laki-laki yang meskipun usianya tidak muda lagi, tapi masih terlihat tampan dan gagah."Assalamualaikum ...." ucapnya saat masuk dan melihatku duduk di ruang tamu."Walaikumsalam ...." jawabku lalu berdiri dari duduk, kemudian sedikit membungkuk memberi hormat."Ini Bu Miranti, Pak. Dia datang ke sini mau ketemu Bapak, karena ada yang mau di laporkan," ucap Bu RT pada suaminya."Oh iya, silahkan duduk dulu, Bu. Saya izin kedalam sebentar,
(POV Pak RT)"Bu Linda, Pak Haris, buka pintunya. Kami tahu kalian berdua di dalam!" teriakku setelah menggedor pintu rumah Bu Linda. Tak ada sahutan."Bu Linda, cepat buka pintunya. Atau kami terpaksa mendobrak pintu ini!" teriakku lebih keras, tapi masih tak ada sahutan juga. Lalu aku menyuruh beberapa warga untuk segera mendobrak pintu rumah Bu Linda. Tapi tiba-tiba ...."Ini ada apa, kenapa malam-malam begini bikin keributan di rumah menantu saya?" Tiba-tiba Bu Munawaroh datang dan langsung bertanya. Tapi ekspresinya terlihat tidak suka melihat banyak warga di depan rumah menantunya."Maaf Bu Muna, saya mendapat laporan kalau Pak Haris telah berselingkuh dan berz*nah dengan kakak iparnya sendiri yaitu Bu Linda," jawabku pada ibu kandung Pak Haris.Mendengar ucapanku tampak Bu Munawaroh terkejut."Apa? Berselingkuh dan berzinah? Nggak mungkin! Bapak jangan mengada-ada, ini fitnah! Mana buktinya? Haris memang baik pada Linda dan anaknya, tapi itu karena kakaknya yang memberi amanah
(POV Linda)Ternyata nasib tak seindah harapan, perlahan tapi pasti aku mulai mendapatkan balasan atas apa yang telah kulakukan di masa lalu.Setelah diceraikan kemudian di usir dari rumah Mas Haris, aku mengajak om Yongki untuk bertemu. Aku tidak punya siapa-siapa lagi, hanya om Yongki satu-satunya harapanku. Aku memintanya untuk segera menikahiku seperti janjinya padaku selama ini. Meskipun hanya dinikahi secara siri, aku tidak keberatan. Tapi nyatanya om Yongki tidak mau menikahiku, dia mencampakkan aku setelah membuatku ditendang oleh Mas Haris."Om, mana janjimu, katanya Om akan menikahiku. Aku sekarang sudah bercerai dengan suamiku, jadi sekarang aku minta Om segera nikahi aku. Aku butuh status Om, aku nggak mau hubungan kita seperti ini terus," ucapku sambil menatap nanar laki-laki yang sudah cukup berumur di depanku ini. Aku nggak masalah dengan umur, yang penting Om Yongki bisa memberikan apa saja yang aku mau. Bagi orang sepertiku uang adalah segalanya."Kamu jangan mimpi te
(POV Haris)Ternyata beginilah rasanya diabaikan, juga merindukan seseorang tapi tak dipedulikan. Rasa rindu ini berubah menjadi sangat menyakitkan karena rindu yang tak sampai.Ingin rasanya memeluknya dengan penuh kerinduan, tapi jangankan pelukan, bahkan menoleh dan menyapa pun dia enggan. Tapi itu bukan salahnya, tentu saja semua adalah salahku. Aku yang dulu selalu mengabaikan dan tak pernah memperdulikannya, dan sekarang dia membalasku.Inilah hukuman paling berat dalam hidupku, diabaikan dan dijauhi oleh putri kandungku sendiri.Kini hidupku terasa sangat sepi. Dila putri yang sangat ku sayangi, yang keinginan dan kebahagiaannya selalu ku letakkan di atas segalanya, telah pergi untuk selamanya.Linda perempuan yang sangat kucintai juga telah pergi, setelah menorehkan luka yang teramat dalam di hati ini. Entah di mana dia sekarang, aku sudah tidak peduli lagi.Sedangkan Miranti dan Clarissa ternyata telah bahagia bersama keluarganya yang baru. Aku tidak menyangka Mira bisa begit
Di sinilah kami berada sekarang, di sebuah hotel di Raja Ampat. Pemandangan yang memanjakan mata, membuatku betah berlama-lama menatap keindahan alam yang selalu membuatku terpesona.Apalagi hotel tempat kami menginap, bangunannya berupa panggung di atas air, sehingga kami bisa leluasa memandang gundukan-gundukan pulau yang menyerupai tempurung kura-kura yang luar biasa indah.Tak salah banyak yang memilih tempat ini sebagai tempat untuk honeymoon, termasuk kami berdua, aku dan Mas Rayhan. Tempat ini sangat romantis dan tenang, karena jauh dari keramaian.Kami hanya pergi berdua, karena ibu dan Mama Wulan melarang kami membawa Clarissa. Alasannya karena Clarissa harus sekolah sedangkan kami belum tahu akan berlibur berapa lama. Tapi Mama Wulan berjanji, saat Clarissa libur panjang nanti, kami akan berlibur bersama ke luar negeri.Untungnya Clarissa mengerti dan tidak ada drama menangis sama sekali. Sebenarnya aku merasa berat meninggalkan Clarissa, karena selama ini aku belum pernah b
Sekitar sepuluh menit akhirnya Pak Rayhan keluar dari kamar mandi, kemudian langsung masuk ke walk in closed untuk berganti pakaian. Tak lama dia keluar lagi dan menghampiriku yang sedang duduk di tepi tempat tidur."Capek, nggak?" tanyanya sembari mengelus punggungku dengan lembut."Iya, lumayan," jawabku pelan."Aku bantu bukain hijabnya ya, terus kita tidur. Besok kita masih ada acara, pagi-pagi harus sudah berada di hotel," ucap Pak Rayhan kemudian langsung membantu membuka hijabku."Kenapa harus resepsi di hotel, Pak? Seharusnya nggak usah berlebihan, uangnya juga bisa ditabung," ucapku kala Pak Rayhan sudah berhasil melepaskan hijab berwarna merah maroon yang menutupi rambutku."Kok, masih panggil 'Pak', apa nggak ada panggilan sayang untukku?" tanyanya sambil memutar tubuhku supaya menghadap ke arahnya."Memangnya mau di panggil apa?" tanyaku balik sambil menatap wajah tampan di depanku."Panggil aku 'Mas' atau 'Ayah' bila kita sedang bersama Clarissa," jawab Pak Rayhan sambil
(POV Miranti)Sudah hampir dua minggu dari liburan kami di puncak kala itu. Selama dua minggu ini aku dan Pak Rayhan tidak ada komunikasi sama sekali. Sepertinya dia sengaja memberiku waktu untuk berpikir. Aku menjalani keseharian seperti biasa, tetap fokus bekerja dan menjalankan bisnis yang semakin berkembang pesat. Aku yakin Pak Rayhan juga sedang sibuk dengan pekerjaannya, sehingga dia tidak sempat menghubungiku.Sebenarnya aku sudah ada jawaban untuk Pak Rayhan, namun untuk menghubunginya lebih dulu tentu aku gengsi. Akhirnya aku hanya menunggu Pak Rayhan yang lebih dulu menghubungiku.Sejujurnya aku memang telah jatuh hati pada laki-laki penyayang itu. Apalagi melihat kedekatannya dengan putriku, Clarissa. Dan setelah beberapa kali shalat istikharah, akhirnya hatiku mantap menjadikan Pak Rayhan sebagai imamku sekaligus ayah untuk Clarissa. Bahkan beberapa kali Pak Rayhan datang dalam mimpiku. Dalam mimpi itu kami bertiga sangat bahagia. Aku menganggap semua itu adalah petunjuk,
"Dari mana aja kamu, jam segini baru pulang?" tanyaku saat Linda sudah di depan pintu."Dari kerjalah, dari mana lagi memangnya," sahutnya tanpa rasa bersalah."Kerja di hotel maksudnya?" jawabku ketus, membuat Linda tersentak kaget karena sebelumnya aku tidak pernah kasar padanya."Mas kenapa, sih?" sahutnya sambil menerobos masuk dan berjalan cepat menuju kamar. Baru beberapa langkah aku berhasil mengejarnya, kemudian mencekal tangannya."Hentikan sandiwaramu, aku sudah muak dengan semuanya!" ucapku dengan geram."Sandiwara apa? Udah ah, aku capek, mau tidur," jawabnya sembari berusaha melepaskan tangannya.Tiba-tiba ibu keluar dari dalam kamar."Ini ada apa sih, malam-malam kok ribut banget. Linda, dari mana aja kamu baru pulang jam segini? Kenapa ditelepon nggak di angkat? Kamu tahu nggak, apa yang terjadi pada anakmu?!" Bentak ibu saat melihat Linda berdiri di ruang tamu."Ponsel aku hilang, Bu. Memangnya ada apa sama Dila?" tanya Linda. Entah dia benar-benar tidak tahu atau hany
"Haris ...." Saat melihatku membuka pintu, ibu memanggil namaku dengan suara parau.Aku tertegun di depan pintu. Mataku tertuju pada sosok yang terbaring di ranjang pasien. Seorang perawat menutupi tubuh kecil itu dengan sehelai kain putih hingga menutupi semua bagian tubuh dari kaki hingga kepala.Melihat semua itu membuat kakiku tiba-tiba lemas, seakan tak punya kekuatan lagi untuk berdiri. Bahkan aku merasa dunia seakan berputar, langit pun seakan runtuh. Rasanya aku tak percaya apa yang kulihat saat ini. Putriku kesayanganku, Dila ....Dengan kaki gemetar aku melangkah masuk menghampiri Dokter yang masih berada di samping putriku."Dokter, apa yang terjadi? Kenapa putri saya ...." Aku tak sanggup melanjutkan kata-kata. Tenggorokan terasa tercekat, menahan pedih di hati."Putri Bapak mengalami gagal ginjal. Di duga karena pemakaian obat-obatan yang mengandung bahan yang berbahaya untuk anak-anak, apalagi digunakan dalam jangka waktu yang lama." Jelas laki-laki berseragam putih itu
Aku sengaja menunda untuk makan malam, dan menunggu sampai Linda selesai mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Linda terkejut mendapati aku masih di kamar sedang duduk di tepi tempat tidur dengan memegang ponsel miliknya."Kok kamu masih di kamar, Mas? Emang belum lapar?" tanyanya lalu menghampiriku."Belum, nungguin kamu dulu. Siapa 'Y'? tanyaku langsung karena sangat penasaran sambil memperlihatkan beberapa panggilan tak terjawab di ponselnya. Mendengar pertanyaanku Linda terlihat gugup tapi hanya sebentar, Setelahnya dia bersikap biasa kembali."Oh, itu bos di tempat kerjaku. Mas kenapa sih nanya-nanya kayak gitu, pakai geledah tas dan hp aku segala. Mas curiga sama aku?" tanya Linda merajuk, kemudian dia yang masih mengenakan handuk duduk di pangkuanku.Aroma sabun yang menguar dari tubuhnya membuatku tak tahan ingin memeluknya. Sejenak aku melupakan rasa curiga yang hinggap di hati dan pikiranku, Linda memang sangat tahu kelemahanku. Setelah itu kami langsung memadu kasih di tempa
Akhir-akhir ini aku merasa nasibku sangat sial. Setelah digerebek dan diusir oleh warga, aku dan keluarga terpaksa meninggalkan rumah, dan mencari kontrakan di dekat kantor tempatku bekerja.Di tempat kerja aku mendapat sanksi tegas, setelah Miranti melaporkan tentang perbuatan asusilaku pada Pak Wahyu. Hingga akhirnya Pak Wahyu memutuskan memindahkanku ke kantor cabang di Bekasi.Aku tidak bisa menolak keputusan Pak Wahyu, karena Pak Wahyu hanya memberi dua pilihan. Pindah ke kantor cabang, atau aku harus membuat surat pengundurkan diri dari perusahaan tempatku bekerja. Pak Wahyu juga mencopot jabatan Manajer yang belum lama ku duduki, hingga kini aku kembali menjadi staf biasa.Sungguh benar-benar sial nasibku, biasanya karyawan yang dimutasi ke kota lain akan dipromosikan dan naik jabatan. Tapi berbanding terbalik denganku, aku malah turun jabatan.Akhirnya mau tidak mauaku membawa keluargaku pindah ke Bekasi. Sementara waktu kami terpaksa tinggal di kontrakan tak jauh dari tempat