"Mau ke mana kamu?" tanya Berlina tanpa peduli wajah Clara yang terlihat suram dan mata yang masih menyisakan air mata."Aku mau menenangkan diri dahulu, Ma," sahut Clara sambil berusaha untuk melewati ibu mertuanya, tapi itu tidak diizinkan oleh sang ibu mertua karena perempuan itu tetap saja menghalangi Clara hingga Clara tidak bisa mencapai pintu depan untuk keluar."Menenangkan diri? Rumah kamu di sini, buat apa mencari ketenangan di luar rumah? Kamu sama Bagas bertengkar? Soal Anisa? Wajarlah! Anisa lebih baik daripada kamu!"Clara menggeleng-gelengkan kepalanya, tidak mau menanggapi perkataan sinis ibu mertuanya, ingin menerobos sang ibu mertua, tapi Berlina tetap tidak mau membiarkan itu terjadi.Ia mencegah sang menantu keluar karena ia ingin tahu ada apa antara Bagas dan Clara.Bagas akhirnya mampu mengejar istrinya, dan Berlina semakin yakin Anisa adalah topik yang membuat Clara serta Bagas bertengkar ketika ia mendengar berulang kali Bagas mengatakan bahwa antara ia dan An
Seketika, Nina mengakhiri panggilan tersebut, dan ia merenggangkan pelukannya pada tubuh Clara. Ditatapnya Clara yang juga saat itu melakukan hal yang sama padanya."Kenapa?" tanya Clara dengan tatapan mata penuh rasa ingin tahu. "Bagas."Nina sampai tidak bisa membeberkan apa yang dikatakan oleh Bagas ketika ia menerima panggilan itu untuk Clara. Ia hanya mampu mengatakan namanya saja, dan ini membuat Clara semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya dikatakan oleh Bagas sampai Nina menampilkan ekspresi demikian padanya. "Bagas cari aku?"Nina mengangguk mendengar pertanyaan Clara, hingga Clara mengambil alih ponsel yang ada di tangan Nina dan bersiap untuk menghubungi balik suaminya tersebut, tapi dengan cepat Nina mencegah. Karena dicegah, Clara menjadi heran, dan ia meminta Nina untuk mengatakan apa yang sebenarnya diucapkan oleh Bagas pada sahabatnya tersebut. Sampai kemudian, sedikit demi sedikit, Nina mulai mengatakan."Bagas ingin kamu pulang, kalau kamu enggak pulang, di
Rasa marah Bagas membuat pria itu mendorong tubuh sang istri dengan kasar ke atas tempat tidur.Clara berusaha untuk melakukan perlawanan, karena ia sedang marah pada Bagas, tentu saja perempuan itu tidak mau melayani sang suami meskipun sang suami memaksanya sedemikian rupa.Apa yang dilakukan oleh Clara semakin menambah kemurkaan hati Bagas. Pria itu tidak suka ditolak apalagi jika sedang bernafsu seperti sekarang. Satu tangannya menarik paksa pakaian sang istri hingga apa yang dilakukan oleh Bagas membuat tubuh Clara tersentak. Rasa sakit tidak hanya dirasakan oleh Clara di hatinya saja sekarang tapi juga di tubuhnya. Bagas benar-benar memperlakukan dirinya dengan kasar hingga kekuatannya untuk menolak apa yang diinginkan oleh Bagas jadi menurun dan dengan mudahnya Bagas menyetubuhi istrinya yang hanya bisa menangis disentuh dengan kasar oleh sang suami seperti itu."Kau benar-benar memuaskan, Clara!" puji Bagas setelah berhasil mencapai puncak dan terbaring telentang di samping
Untuk sesaat, Bagas terlihat mati kutu, tidak tahu apa yang akan ia katakan, dibentak sedemikian rupa oleh sang istri, namun itu hanya sesaat. Sebagai pria yang terbiasa melakukan kebohongan semenjak bermain belakang dengan Anisa, Bagas sudah lihai mengucapkan kebohongan untuk membuat posisinya aman."Aku sudah bilang sama kamu, aku khilaf, Sayang. Aku memang khilaf melakukan itu dengan Anisa, tapi bukan aku yang menggoda, dia yang menggodaku dan aku pria normal, wajar jika aku akhirnya tergoda, yang penting bukan aku yang memulainya!" katanya membela diri."Wajar kata kamu? Kalau semua pria punya cara berpikir kayak kamu, enggak ada wanita yang bahagia setelah menikah, Bagas! Banyak kok pria di luar sana digoda perempuan penggoda, tapi mereka menolak, kenapa kamu enggak menolak dan menguatkan diri? Kamu selalu cemburu pada Sean padahal aku dan Sean berinteraksi sewajarnya, tapi kamu dan Anisa?"Clara tetap menyalahkan Bagas tidak terima dengan alasan Bagas yang mengatakan bahwa waja
"Ah, Mama. Aku mau keluar sebentar, sebentar aja, mau pergi sama Hasnah!" bohong Anisa sengaja menyebut Hasnah karena sang ibu mertua pasti akan setuju jika ia pergi dengan Hasnah."Oh, aku boleh ikut, Kak?"Tiba-tiba saja, Bella muncul dan langsung bicara seperti itu dengan wajah penuh harap. Selama kembali dari luar negeri, Bella memang tidak ada kegiatan yang berarti karena ia tidak mau menuruti apa kata Bagas untuk tidak kuliah di luar negeri.Praktis, Bella hanya di rumah, hingga adik Bagas itu merasa bosan. Bepergian dengan Anisa adalah hal yang disukai oleh Bella namun ketika Anisa menolak dengan dalih tidak nyaman dengan Hasnah karena mereka hanya pergi berdua saja Bella merasa kecewa."Ma, Kak Anisa sekarang enggak pernah ngajakin aku jalan, padahal sudah jadi istri Kak Bagas, kayak beda sama dulu waktu belum nikah sama Kak Bagas!" keluh Bella pada Berlina hingga Berlina menghela napas panjang. Sebenarnya, bukan hanya Bella yang mengeluhkan tentang Anisa yang dinilai tidak
Telapak tangan Anisa mengepal tanpa sepengatahuan Pak Christ ketika perempuan itu mendengar Pak Christ memberikan tawaran tersebut padanya.Apalagi, seiring tawaran itu diucapkan oleh Pak Christ, tangan laki-laki itu juga semakin kuat meremas bagian dadanya hingga Anisa semakin merasa kesal bahkan muak sampai ia mendorong tubuh Pak Christ lalu ia beringsut mundur dan pura-pura batuk agar Pak Christ tidak mengira ia sengaja melakukan hal tersebut padanya."Maaf, Mas!" kata Anisa disela batuknya, sampai Pak Christ mengurungkan niatnya untuk mendamprat. "Kau sakit?" tanya Pak Christ dengan kening berkerut."Pengaruh hamil muda, Mas. Aku sering enggak enak badan, jadi aku minta maaf kalau sedikit kurang memuaskan."Anisa memberikan alasan padahal ia sedang muak dadanya diremas seperti tadi oleh Pak Christ itu sebabnya ia sampai melakukan hal seperti tadi pada Pak Christ dan Anisa lega Pak Christ terlihat tidak curiga sama sekali dengan apa yang ia perbuat. "Apa kau benar-benar tidak bis
Setelah bicara seperti itu pada Anisa, Pak Christ kembali membenamkan wajahnya di antara kedua paha Anisa. Anisa memejamkan mata. Awalnya perasaan muak dan jijik itu masih mendominasi hatinya ketika Pak Christ menyentuh miliknya di bawah sana dengan lidahnya. Hal yang tidak pernah dilakukan laki-laki itu selama mereka melakukan aktivitas terlarang tersebut, lantaran biasanya Pak Christ langsung memasukinya saja tanpa melakukan pemanasan sama sekali. Dan Anisa juga tidak berharap ia diberi foreplay segala oleh Pak Christ. Ia justru ingin aktivitas terlarang itu cepat berakhir karena dari wajah dan tubuhnya Pak Christ tidak menarik sama sekali bagi Anisa. Namun sekarang, perasaan muak dan jijik itu berubah menjadi perasaan menikmati. Anisa juga tidak habis pikir mengapa itu bisa terjadi, yang jelas sekarang ruangan itu ditingkahi dengan desahan kuat Anisa yang merasa nikmat karena Pak Christ menyentuh miliknya di bawah sana dengan lidahnya. Jemari tangan Anisa mencengkram erat perm
Namun jika ia mengamuk dan mengatakan bahwa ia marah dan murka, apakah itu akan membuat Pak Christ berhenti melakukan hal seenaknya itu padanya? Percuma. Anisa merasa percuma. Yang bisa dilakukannya hanya satu berusaha untuk kuat meskipun rasanya bagian bokongnya sangat perih dan ia benci dengan itu semua."Jawab, Nisa! Kau suka lewat depan atau belakang!"Suara memuakkan Pak Christ kembali terdengar dan satu pukulan mendarat di bokong Anisa yang masih polos karena perempuan itu belum memakai pakaiannya satu helai pun lantaran kepayahan setelah melayani nafsu liar Pak Christ.Anisa meringis. Hatinya kembali memaki, rasa sakit di bokongnya bercampur dengan rasa sakit akibat pukulan serampangan yang diberikan oleh Pak Christ tadi padanya. Membuat perempuan itu semakin sulit untuk bangkit."Aku tidak suka lewat belakang, Mas. Bukan karena itu dosa besar, tapi karena aku memang tidak suka!" jawab Anisa sebelum Pak Christ lagi-lagi memukulnya di bagian belakangnya seperti tadi. "Hemh! K
Sean melakukan apa yang diminta oleh Carli, mengikuti mobil yang dimaksud oleh Carli dengan kecepatan yang tinggi. "Gue tuh curiga sama bokap gue belakangan ini, dia kayak selingkuh gitu!" Carli bicara sambil terus memperhatikan mobil yang ia minta Sean untuk mengikuti."Mobil itu mobil bokap lu?" tanya Sean sambil melirik ke arah Carli untuk sesaat sebelum kembali fokus menyetir."Iya."Sean manggut-manggut, pertanda ia sudah paham apa yang dirasakan oleh Carli sekarang. Carli kayaknya yakin kalau ayahnya selingkuh, apa jangan-jangan perempuan yang jadi selingkuhan ayahnya itu Anisa?Hati Sean bicara, menebak-nebak apa yang sebenarnya sudah terjadi dalam keluarga Carli."Apa lu punya bukti kalau bokap lu selingkuh?" tanyanya pada pria anak sulung Pak Christ tersebut sambil terus mengikuti mobil yang dikendarai oleh ayahnya."Gue belum dapat bukti yang kuat sih, tapi gue yakin ada yang aneh dilakukan bokap gue belakangan ini, dan gue yakin itu membuat nyokap gue pergi lama dari rum
"Clara bisa menuntut Bagas kalau sampai itu dilakukannya!" kata Sean tegas tapi Nina menggelengkan kepalanya perlahan seolah ucapan Sean itu bukan hal yang mudah untuk dilakukan."Lalu bagaimana dengan karir Clara? Menuntut bisa, aku juga pernah mengatakan hal itu pada Clara, tapi kenyataannya, Clara tidak akan sanggup seluruh dunia tahu dia model seperti apa jika Bagas melakukan hal itu padanya!""Aku paham. Tapi, mau sampai kapan Clara bertahan dalam pernikahan yang seperti itu? Bagas akan sengaja menekan Clara dengan senjata yang ia miliki dan Clara akan semakin tersiksa.""Jadi, gimana? Apa yang harus dilakukan?""Memangnya, apa yang sudah diputuskan Clara sekarang?""Clara akan mencari video itu dan menghapusnya.""Itu sulit.""Benar, sampai sekarang pun, Clara tidak menemukannya."Sean terdiam sejenak. Wajah pria itu seperti sedang memikirkan sesuatu dengan keras hingga Nina sangat berharap, Sean mampu membantu Clara dengan cara apapun agar sahabatnya itu bisa terbebas dari bele
"Tidak. Aku tidak bisa.""Kenapa?" tanya Fauzi dengan wajah yang terlihat penasaran dengan alasan Bagas tentang ia yang tidak sanggup untuk menjadi suami yang baik untuk dua istrinya sekarang."Karena aku tidak mencintai Anisa, Zi. Aku hanya mencintai, Clara.""Faktanya, cinta saja tidak cukup untuk menyelesaikan semua masalah kamu, kan?""Ketika Anisa melahirkan, aku akan mengakhiri semuanya.""Gas, anak kamu akan menanggung perpisahan orang tuanya, itu tidak mudah. Kasihan dia. Lebih baik, kamu berusaha untuk membuat para istri kamu rukun, itu adalah jalan keluar terbaik."Bagas menghembuskan napas tidak yakin dengan apa yang diucapkan oleh Fauzi. Akan tetapi, untuk sekarang ia tidak bisa mengucapkan apapun lagi selain bungkam meskipun ia ingin sekali mendebat nasihat yang diucapkan oleh Fauzi, tapi Bagas sekarang sangat kacau hingga ia diam saja bergulat dengan pikirannya sendiri.Sementara itu, Nina yang sedang membantu Clara untuk merapikan penampilannya yang akan memulai pemotr
Berlina membantah apa yang diucapkan oleh sang anak bungsu meskipun sebenarnya ia setuju dengan apa yang dikatakan oleh Bella sebab ia juga tidak pernah melihat Anisa mendirikan shalat selama usai menikah dengan Bagas, tapi ia masih berpikir, mungkin saja Anisa shalat di kamar dan tidak mungkin shalat juga harus memberitahukan segalanya pada orang lain apalagi mereka memiliki kamar sendiri-sendiri.Hanya saja, tidak dapat dipungkiri, Berlina sedikit heran juga, apakah benar Anisa shalat di kamar atau ternyata justru tidak sama sekali?"Lagian, Kak Anisa juga enggak seasik dulu. Aku pikir, kalau sudah menikah dengan Kak Bagas, dia bakal semakin baik sama aku, semakin royal sama aku, tapi ternyata dia justru jarang ngajak aku ke mana-mana lagi,"sambung Bella dan itu membuat Berlina menghela napas panjang kembali."Sabar. Dia sedang hamil. Orang hamil itu pasti sangat sensitif, daripada kamu terlalu banyak waktu luang, kenapa kamu tidak berusaha untuk cari kerja?"Bella membuang napas,
Bagas yang sudah kesal bertambah kesal ketika mendengar apa yang diucapkan oleh ibunya hingga setelah ia mengucapkan kalimat itu pada sang ibu ia segera berlalu untuk berangkat ke kantor tanpa menghiraukan teriakan sang ibu yang merasa ia belum selesai bicara pada anaknya tersebut. Berlina akhirnya masuk ke dalam kamar di mana Anisa berada dan di sana ia melihat Anisa yang masih tidak berpakaian sedang duduk di atas tempat tidur hingga Berlina terkejut dan buru-buru mengunci pintu kamar itu agar Bella tidak ikut masuk dan melihat keadaan Anisa yang demikian. Sementara itu, meskipun ibu mertuanya melihat dirinya tanpa pakaian, Anisa tidak terlihat malu sama sekali, ia dengan santainya meraih bantal untuk menutupi bagian vital tubuhnya tanpa peduli bagian lain terlihat mata sang ibu mertua.Berlina benar-benar tidak menyangka Anisa bisa bersikap sesantai itu padanya dalam keadaan tanpa pakaian seperti itu."Nisa, apa yang terjadi? Kamu dan Bagas bertengkar? Terus keadaan kamu ini apa
"Bagas!! Jaga ucapan kamu! Anisa itu religius! Dia juga sudah menjadi istri kamu, tidak mungkin melakukan hal serendah itu!" bentak sang ibu yang tidak suka mendengar Bagas bicara seperti tadi. "Sudahlah, aku mau kerja! Aku -""Antarkan dulu makanan ini buat Anisa, ingat, anak yang dikandung dia itu anak kamu, jadi kamu harus bisa menghargai itu, Bagas!"Bagas berdecak kesal karena sang ibu tetap memaksanya untuk melakukan hal yang ia sendiri tidak menyukai. Namun, karena sang ibu memaksa, terpaksa, Bagas melakukan juga apa yang diinginkan oleh ibunya meskipun setengah hati. "Jangan bikin dia sedih, ingat wanita hamil itu sangat sensitif!" pesan Berlina sebelum Bagas menghilang dari balik pintu kamar di mana Anisa berada.Bagas tidak menanggapi pesan yang diteriakkan oleh Berlina padanya. Pria itu masuk dan Anisa gembira melihat Bagas membawakan nampan yang di atasnya ada sepiring nasi goreng juga susu untuk ibu hamil.Nampan itu ia letakkan di atas meja di dekat tempat tidur. "Aku
Untuk sesaat, Anisa terdiam mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh sang ibu mertua. Ia tidak berani mengarahkan pandangannya pada ibu mertuanya khawatir wanita itu tahu apa yang dilakukannya dengan Pak Christ tadi malam."Aku sama Hasnah, Ma. Dia lagi banyak masalah jadi aku harus menemaninya."Akhirnya sebuah kebohongan diucapkan oleh Anisa, dan itu makin membuat Berlina menatap menantunya tanpa berkedip seolah ingin memastikan ucapan itu sebuah kebenaran atau bukan."Kalian di rumah ibumu?" tanyanya dengan nada yang datar. "Ya.""Aku pikir kalian kemana, sampai kamu sakit seperti ini, ternyata begitu. Kamu itu hamil, tidak boleh tidur larut."Suara Berlina jadi menurun pertanda perempuan itu percaya dengan apa yang dikatakan oleh Anisa. Membuat Anisa jadi ingin mengadu pada perempuan tersebut jadinya."Ma. Bagas enggak pernah tidur sama aku."Gerakan Berlina yang ingin membuka gorden jendela kamar di mana Anisa berada terhenti saat mendengar apa yang diucapkan oleh Anisa. Ani
Namun jika ia mengamuk dan mengatakan bahwa ia marah dan murka, apakah itu akan membuat Pak Christ berhenti melakukan hal seenaknya itu padanya? Percuma. Anisa merasa percuma. Yang bisa dilakukannya hanya satu berusaha untuk kuat meskipun rasanya bagian bokongnya sangat perih dan ia benci dengan itu semua."Jawab, Nisa! Kau suka lewat depan atau belakang!"Suara memuakkan Pak Christ kembali terdengar dan satu pukulan mendarat di bokong Anisa yang masih polos karena perempuan itu belum memakai pakaiannya satu helai pun lantaran kepayahan setelah melayani nafsu liar Pak Christ.Anisa meringis. Hatinya kembali memaki, rasa sakit di bokongnya bercampur dengan rasa sakit akibat pukulan serampangan yang diberikan oleh Pak Christ tadi padanya. Membuat perempuan itu semakin sulit untuk bangkit."Aku tidak suka lewat belakang, Mas. Bukan karena itu dosa besar, tapi karena aku memang tidak suka!" jawab Anisa sebelum Pak Christ lagi-lagi memukulnya di bagian belakangnya seperti tadi. "Hemh! K
Setelah bicara seperti itu pada Anisa, Pak Christ kembali membenamkan wajahnya di antara kedua paha Anisa. Anisa memejamkan mata. Awalnya perasaan muak dan jijik itu masih mendominasi hatinya ketika Pak Christ menyentuh miliknya di bawah sana dengan lidahnya. Hal yang tidak pernah dilakukan laki-laki itu selama mereka melakukan aktivitas terlarang tersebut, lantaran biasanya Pak Christ langsung memasukinya saja tanpa melakukan pemanasan sama sekali. Dan Anisa juga tidak berharap ia diberi foreplay segala oleh Pak Christ. Ia justru ingin aktivitas terlarang itu cepat berakhir karena dari wajah dan tubuhnya Pak Christ tidak menarik sama sekali bagi Anisa. Namun sekarang, perasaan muak dan jijik itu berubah menjadi perasaan menikmati. Anisa juga tidak habis pikir mengapa itu bisa terjadi, yang jelas sekarang ruangan itu ditingkahi dengan desahan kuat Anisa yang merasa nikmat karena Pak Christ menyentuh miliknya di bawah sana dengan lidahnya. Jemari tangan Anisa mencengkram erat perm