Salju mulai turun menutupi atap kerajaan Dong Taiyang. Perlahan serbuk putih nan dingin itu semakin tebal menutupi atap istana. Juga pepohonan yang berdiri simetris di sekitar pelataran isatana. Semuanya mulai kebagian terkena timpahan benda dingin itu.Lu Sicheng dan Ibu Suri masih duduk bersisian. Ucapan Lu Sicheng tadi sungguh membuat Ibu Suri tersentuh. Putranya itu telah jatuh cinta pada anak dari pembunuh ayahnya.Ini memang keliru. Namun Ratu Yang tidak mengetahui hal itu. Baginya Yang Jingmi tetaplah ayah yang terbaik."Lu Sicheng, aku tidak keberatan jika kau dan Yang Zhu saling mencintai. Lagi pula Yang Jingmi sudah tiada. Lupakan saja dendammu itu dan hiduplah bahagia bersama Yang Zhu. Kerajaan Dong Taiyang ini sangat membutuhkan seorang Raja sepertimu," ucap Ibu Suri setelah hening barang sejenak.Lu Sicheng senang mendengar ucapan ibunya itu. Namun, bagaimana caranya ia mengatakan pada Ratu Yang, jika dirinya adalah pangeran Lu, satu-satunya pewaris tahta kerajaan Dong Ta
Pagi itu Ratu Yang dan Pangeran Lin Jiang sedang duduk berhadapan sembari menikmati secangkir teh di taman istana. Keduanya tampak berbincang dan bercanda.Sebenarnya Pangeran Lin Jiang lebih pandai membuat hati Ratu Yang senang. Namun Lu Sicheng jauh lebih tampan dan membuat sang ratu sangat bergetar.Tapi sayang, pendekar dari Barat itu sangat kaku dan tidak pandai merayu wanita. Hh, andaikan Lu Sicheng bisa bersikap romantis seperti yang sering Pangeran Lin Jiang tunjukkan padanya, Ratu Yang menggerutu dalam hati.Sementara itu, Lu Sicheng yang sedang berdiri di tepi balkon istana hanya mengulas senyum tipis mendengar apa yang sang ratu ucapkan dalam hatinya.Ya, sepertinya dia harus belajar dari Pangeran Lin Jiang. Dia memang sangat kaku pada kekasihnya itu, dan bisa saja Ratu Yang merasa bosan padanya."Adik Lu, aku ingin bicara padamu," ucap Jenderal Chou sembari berdiri di belakang Lu Sicheng.Pria itu segera memutar tubuhnya untuk menoleh pada Jenderal Chou. "Silakan, Jenderal
Lu Sicheng dan Jenderal Chou sedang berjalan bersisian menuju asrama prajurit. Sepasang mata Lu Sihceng melihat Ratu Yang dan Pangeran Lin Jiang yang sedang berlatih pedang berdua.Pangeran Lin Jiang tampak mencari kesempatan untuk kontak fisik dengan Ratu Yang. Seperti yang sedang Lu Sicheng lihat saat ini. Pangeran Lin Jiang dengan sengaja memegang pinggul Ratu Yang.Darah Lu Sicheng segera mendidih dengan emosinya yang bergolak. Beraninya pangeran busuk itu menyentuh kekasihnya. Dia sangat murka dibuatnya.Perlahan ia mulai memainkan jari telunjuknya ke arah Pangeran Lin Jiang. Tak menunggu lama, tiba-tiba saja Pangeran Lin Jiang terpingkal-pingkal kesakitan sembari memegangi pinggangnya."Lin Jiang, apa yang terjadi padamu?!" tanya Ratu Yang tampak cemas dan heran melihat sang pangeran merintih kesakitan. Dia segera membuang pedangnya."Entahlah, Yang Zhu. Pinggangku terasa seperti terbakar api!" Pangeran Lin Jiang meringis menahan sakit tanpa melepaskan tangannya dari pinggangnya
Di kamar Pangeran Lin Jiang tampak banyak sekali orang. Erangan Pangeran Lin Jiang mengeluhkan rasa sakitnya membuat seisi istana panik. Perdana Menteri Han dan Penasehat Bai Jue tampak berjalan cepat menuju kamar Pangeran Lin Jiang.Sedangkan Menteri Ho dan beberapa orang mengikuti dari belakangnya. Langkah mereka tampak tergesa-gesa dengan wajah cemas bukan main. Sedangkan di kamar Pangeran Lin Jiang tampak para dayang dan para tabib istana. "Bertahanlah, Pangeran Agung!""Cepat tolong Pangeran Agung"Suara-suara itu bercampur baur dengan suara erangan Pangeran Lin Jiang menahan rasa sakitnya. Wajahnya sudah pucat, dengan tubuhnya yang menggelinjang menandakkan rasa sakit yang luar biasa."Lin Jiang! Bertahanlah!" Ratu Yang tampak menangis sembari meremas jemari Pangeran Lin Jiang. Tentu saja dirinya sangat mencemaskan teman kecilnya itu."Yang Mulia, semua obat ini tak ada yang bisa meringankan rasa sakit Pangera Agung Lin Jiang," ucap seorang tabib utama istana.Dia menunduk sesa
Malam semakin larut. Suasana di danau Taiyang semakin dingin. Ratu Yang dan Lu Sicheng masih berada di dalam gubuk kecil yang berada di atas sebuah perahu kayu.Ratu Yang tesentuh mendengar ucapan Lu Sicheng. Ya, dirinya memang bersalah. Tak seharusnya ia begitu perhatian pada Pangeran Lin Jiang. Pasti pemuda itu semakin berharap padanya sekarang."Suamiku, maafkan aku. Aku tidak bisa membiarkan seseorang sedang kesakitan, apalagi Lin Jiang. Dia adalah temanku." Ratu Yang menatap Lu Sicheng dengan lembut. Berharap hati batu es itu bisa ia luluhkan."Ada perbedaan yang besar antara cinta dan persahabatan. Harusnya kau bisa membedakkan dua hal itu, Yang Mulia." Dengan nada dingin Lu Sicheng berkata.Ratu Yang menggelengkan kepala dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Tidak, bukan begitu.Lu Sicheng sudah salah paham padanya."Suamiku, aku hanya simpati pada Lin Jiang karena dia temanku. Sedangkan hatiku ini murni hanya milikmu. Aku mohon percayalah padaku," lirih Ratu Yang semakin terpoj
Lin Cangyi mengikat tali kudanya di batang pohon yang berdiri di tepi sungai. Perjalanan menuju istana Selatan cukup melelahkan. Namun kini dirinya sudah berada di pertengahan antara kerajaan Dong Taiyang dan kerajaan Selatan.Pria dengan hanbok hitam itu berjongkok di tepi sungai. Benar, kerongkongannya sangat kering. Dengan kedua telapak tangan ia segera meraih air sungai, lantas menyesapnya.Segar kini ia rasakan. Sepasang netranya memindai sekitar sungai. Dia melihat seorang gadis yang sedang berdiri di atas sebuah batu besar tepatnya di atas air terjun.Siapa gadis itu?Apa yang sedang ia lakukan?Sembari memperhatikan gerak-gerik gadis tersebut, Cangyi bertanya-tanya dalam hati.Ah, tidak. Gadis itu tampaknya ingin terjun ke sungai. Sial! Cangyi segera melesat menangkap tubuh gadis itu yang sudah melompat menuju air terjun."Nona, apa yang kau lakukan?!" Cangyi berhasil menolongnya dan menyeret gadis itu ke tepi sungai."Kau? Siapa dirimu dan untuk apa menolongku?" sergah wanita
Sore itu angin berhembus kencang disertai rintikkan salju yang mulai turun. Begitu indah bak butiran mutiara dari istana langit. Ratu Yang dan Pangeran Lin Jiang sedang duduk berhadapan di serambi istana. Keduanya tampak asik menikmati secangkir teh Ara sembari bermain domino.Teh Ara atau Ara Chi jenis tumbuhan yang biasa tumbuh di tebing gunung Huan Zhu. Para petani yang biasa memetik daunnya dan mengolahnya menjadi teh kering.Ara Chi sendiri hanya tumbuh menjelang musim dingin pada pertengahan musim semi di Timur. Setelah salju turun tumbuhan ini membusuk dan mati. Namun Ara Chi akan tumbuh kembali setelah musim dingin berakhir.Teh Ara sendiri hanya disajikan untuk para bangsawan dan keturunan kerajaan. Bukan hanya karena proses pengolahannnya yang panjang, tapi juga teh Ara ini diharamkan bagi rakyat biasa untuk menikmatinya.Meski para petani yang mengolahnya, namun tak satu pun dari mereka mengetahui seberapa nikmat rasa teh Ara tersebut. Lu Sicheng tampak berdiri sembari men
Lu Sicheng membulatkan sepasang matanya melihat sebujur tubuh yang terbaring pada ranjang di kamar itu.Seorang wanita sekitar umur empat puluh enam tahun. Tubuhnya sangat kurus dengan kulitnya yang terkelupas mengeluarkan cairan putih berbau busuk yang menyengat. Sedangkan kedua matanya menatap hampa ke atas langit-langit kamar. Entah apa yang sedang dilihatnya. Mulutnya tampak mengangah dengan napasnya yang tidak teratur.Menyedihkan, keadaan ibunya Hong Ri sungguh membuat Lu Sicheng sampai menitikan air mata. Wanita itu sedang memohon kematian pada Dewa. Begitu yang Lu Sicheng dengar dari suara hati ibunya Hong Ri. Tidak, belum saatnya wanita ini mati. Lu Sicheng segera duduk di tepi ranjang kecil itu.Hong Ri menatapnya heran. Apa yang akan Lu Sicheng lakukan pada ibunya? Apakah mengobatinya? Pemuda itu hanya diam mematung.Sedangkan Lu Shiceng mulai memejamkan sepasang matanya. Mengarahkan telapak tangan kanan pada wajah ibunya Hong Ri.Sinar jingga terang tiba-tiba terpancar dar
Malam itu sedang turun salju di kayangan. Permaisuri menangis saat bayinya diambil oleh Dewa Ming. Dikecup berkali-kali wajah bayi laki-laki itu sebelum diserahkan pada Dewa Ming.Kaisar Langit hanya mengangguk dengan wajah sedih saat istrinya menoleh. Permaisuri menangis semakin cetar saat Dewa Ming melangkah pergi."Bayiku!" jerit Permaisuri. Ingin rasanya dia mengejar Dewa Ming lalu mengabil bayinya lagi.Kaisar Langit segera merangkul bahu istrinya. Dia pun amat sedih akan kehilangan Putra Mahkota. Namun, takdir semesta tak bisa dirubah. Putra Mahkota merupakan suku dewa terpilih. Dia yang kelak akan menghabisi suku iblis.Langkah Dewa Ming kian menjauh dari pintu kamar Permaisuri. Penasehat Yu dan kedua Dewa Utama mengikuti dari belakang. Bayi laki-laki itu digendong oleh Dewa Ming menuju aula istana.Sinar jingga menyambut di depan pintu saat langkah mereka nyaris keluar dari istana. Mata Dewa Ming menanggah ke langit hitam malam itu. Salju masih berjatuhan disertai embusan angi
Elang hitam berjongkok di atas sebuah tebing di mana di bawahnya tampak seorang pria yang sedang berkuda. Sepasang manik merah itu memandangi pria berkuda di sana. Wu Xian memacu kudanya menuju kayangan. Urusannya dengan Chen Guo dan Siolang telah selesai, ia ingin kembali ke tempat asalnya yaitu alam suku dewa.Mata jeli Elang hitam masih mengintai dari atas tebing. Pangeran Agung Wu, ternyata benar jika pria itu adalah rinkarnasi Lu Sicheng dan merupakan perwujudan nyata dari Maha Dewa Ying.Ini sungguh tak masuk akal! Namun, dia melihatnya sendiri saat Wu Xian memusnahkan Chen Guo lalu mengunci Siolang sebagai roh penjaga. Itu mimpi buruk bagi suku iblis.Chen Guo telah tiada dan Siolang menjadi abdi setia suku dewa, ini sungguh sesuai rencana. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Apakah dia harus kembali ke istana Raja Iblis dan menjadi budaknya lagi?Tidak, tidak, ini justru kesempatan baginya untuk terlepas dari belenggu Raja Iblis Xin Yi. Benar, dia bisa kembali ke tempat asal
Salju berjatuhan dari langit disertai embusan angin dari Barat. Wu Xian memacu kudanya menyusuri lembah berbatu. Badai salju terlihat putih di depannya, tapi ksatria sejati tak gentar sedikit pun.Perpisahannya dengan Pedang Tiga Elemen telah menyisakan luka mendalam di hati Wu Xian. Dia telah gagal mengemban tugas dari para dewa.Meski darah dewa mengalir di tubuh, Wu Xian menyangkal akan dirinya yang merupakan reinkarnasi Lu Sicheng. Dia tak sehebat itu.Kuda hitam berlari makin kencang menembus badai salju. Wu Xian menyipitkan mata dengan pandangan yang samar.Dari kejauhan dilihatnya sekumpulan pasukan berkuda. Jumlahnya cukup banyak. Apa yang sedang mereka tunggu? Apakah perang masih belum berakhir. Wu Xian semakin kencang memacu kudanya ke depan.Di seberang, tampak pasukan yang sudah siap menunggu kedatangan musuh. Chen Guo membawa tentara iblis ke tanah Timur.Seperti yang dikatakan Elang Hitam, Pangeran Agung Wu telah memenggal kepala Raja Iblis lalu membawa tubuhnya entah ke
Salju putih berjatuhan dari langit kayangan. Angin cukup bersahabat sore itu. Bangunan istana langit diselimuti kabut putih dan rasa berkabung yang kental.Perang besar telah berakhir. Wu Xian dan Tiga Dewa Utama telah berhasil mengunci Naksu dalam Pedang Tiga Elemen.Peti mati berisi tubuh tanpa kepala Raja Iblis Xin Yi disimpan di dalam kuil tua yang berada di lereng bukit salju. Letaknya amat jauh dari kayangan dan alam iblis.Peti mati itu di segel oleh mantra suci Budha. Hanya orang khusus yang bisa membukanya. Setelah peti disimpan dalam ruangan bawah tanah, Wu Xian menutup mulut gua dengan mantra sakti.Tidak ada satu orang pun yang bisa memasuki gua dan menemukan peti mati Raja Iblis Xin Yi.Peti mati itu akan tersiman untuk waktu yang lama. Namun, Xin Yi memiliki keabadian. Tubuhnya tidak bisa busuk atau hancur meski terus berada di dalam peti hingga ribuan tahun."Apa rencanamu selanjutnya?" Kaisar Langit bertanya pada Wu Xian setelah hari berikutnya. Mereka tengah berdiri
Raja Iblis Xin Yi membulatkan matanya melihat Wu Xian menuju sambil mengacungkan Pedang Tiga Elemen. Semuanya terjadi begitu cepat. Xin Yi tak sempat menghindar saat mata pedang pusaka itu mengenai lehernya.Elang Hitam yang sedang menyimak sangat terkejut melihat apa yang terjadi. Wu Xian berhasil menebas leher Xin Yi. Dilihatnya kepala Raja Iblis yang menggelinding.Kaisar Langit dan Dewa Ming sangat tercengang. Mereka tak menyangka Xin Yi akan tewas di tangan Wu Xian. Namun, mereka tak boleh lengah. Raja Iblis Xin Yi bisa hidup kembali jika kepalanya tidak dipisahkan dari tubuhnya.Menyadari semua itu, Xi Wang pun segera melesat menuju Wu Xian yang masih berdiri sambil memegang pedangnya di depan tubuh Xin Yi yang sudah tergolek tanpa kepala.Wu Xian masih menatap siaga pada jasad Xin Yi. Dia tak yakin jika pria itu sudah tewas. Bisa saja ini hanya fantasi yang Xin Yi ciptakan. Sejatinya Raja Iblis amatlah licik.Cukup lama keadaan di sana menjadi hening. Hingga kemudian bayangan
Langit kayangan masih diselimuti awan hitan dan petir. Wu Xian mengangkat sepasang matanya. Tatapan yang marah tapi juga terlihat lirih dan sendu.Di langit masih tampak ular besar Naksu yang sedang mengincar. Juga Raja Iblis Xin Yi dan Xi Wang yang juga sedang menatap ke arah Wu Xian.Kaisar Langit dan Dewa Ming hanya terdiam bak patung. Tak ada yang bisa mereka lakukan lagi untuk mengembalikan jiwa Dewi Quan Hie. Segalanya sudah berakhir.Setelah mengabsen wajah-wajah di sekelilingnya, Wu Xian mengembalikan pandanagnnya pada wajah pias Yang Zhu. Kemudian tangan kekar itu meraih bahunya, mengangkat jasad lemas Yang Zhu serayak bangkit.Mata Wu Xian menatap lurus ke depan. Sinar jingga keemasan tiba-tiba terpancar dari dahinya. Sinar itu memantul ke depan dan membentuk sebuah lingkaran suci.Raja Iblis Xin Yi mengepalkan buku-buku jemarinya sampai memutih. Hatinya perih melihat Wu Xian memasukan jasad Yang Zhu ke dalam lingkaran suci yang ia ciptakan.Yang Zhu, putrinya. Sebagai seor
Kabut hitam masih menutupi kayangan. Angin puting beliung meluluh lantakan segalanya. Juga gemuruh badai dan petir yang menyambar-nyambar. Wilayah kayangan diselimuti aura yang mencekam.Wu Xian masih terbaring di tengah ranjang. Dia sedang bermimpi. Mimpi di mana dirinya dan Yang Zhu sedang berada di sebuah sampan. Keduanya duduk berdampingan sambil menikmati angin sore.Yang Zhu mengatakan banyak hal padanya. Salah satunya tentang hubungan mereka yang mungkin akan segera berakhir. Quensi telah meminjam raganya dan menguasai jiwa Yang Zhu. Ini lebih buruk dari akhir dunia.Wu Xian mengusap pipi licin Yang Zhu. Juga bulir bening yang berjatuhan di kedua pipi gadis itu. Cintanya memang tak mungkin dapat berhasil di kehidupan ini. Namun, itulah takdir semesta."Kakak Cheng, jika kau telah kembali, cepat habisi Quensi dan selamatkan alam semesta. Biarlah aku terkunci bersama Naksu dalam Pedang Pusaka. Aku rela, asal keseimbangan semesta kembali baik," lirih Yang Zhu. Matanya menatap sen
Manik merah Xin Yi mengunci pandangan tajam Quensi. Ratu Iblis bisa saja menghabisinya saat ini juga. Dia tak boleh lengah.Quensi sudah berevolusi. Dia bukan lagi iblis kecil yang pernah datang padanya dulu, dan mengabdi.Sejak Quensi meninggalkan istana Raja Iblis, wanita itu bukan lagi sekutunya.Meski memiliki misi yang sama. Namun, Quensi tak sudi bersekutu dengan Raja Iblis yang licik itu."Kau tidak akan bisa menggabisiku, Quensi," desis Xin Yi. Kemudian dengan gerakan tak terbaca ia menyelinapkan tanganya ke balik punggung Quensi."Aarkhh!"Quensi mendongkak saat tangan Xin Yi mencengkeram tengkuk lehernya. Manik merah itu memutar ke atas, lantas melirik pada Xin Yi.Raja Iblis menyeringai tipis. Tanpa membuang waktu lagi, dia segera memukul dada Quensi.Pukulan yang telak. Ratu Iblis terpental cukup jauh. Namun, dia berhasil memulihkan lagi tenaganya. Xin Yi menatap murka saat Quensi melayang-layang di udara sambil tertawa."Raja Iblis Xin Yi, kau pikir kau sudah hebat, hah?!
Raja Iblis Xin Yi amat murka mendengar kabar yang dibawa oleh Elang Hitam.Dewa Ming telah berhasil membawa jiwa Wu Xian dari gua iblis. Sementara, Janghue tampak diam saja sambil menikmati memori masa lalunya dengan Dewa Ming.Dengan penuh murka, Raja Iblis memerintah Xi Wang untuk mengurung Janghue dan semua klan Siluman Salju di gua iblis.Siluman Salju tak dibolehkan lagi meninggalkan gua iblis. Mereka dikurung untuk selamanya. Janghue amat sedih atas keputusan Raja Iblis Xin Yi. Klan Siluman Salju menyalahkan dirinya atas hukuman itu."Yang Mulia, aku dengar tiga dewa utama sedang berusaha membangkitkan Wu Xian. Apa tidak seharusnya kita segera menyerang kayangan sebelum Pangeran Agung Wu kembali sadar?"Xi Wang bicara pada Xin Yi. Dia baru saja kembali dari alam dewa. Berita hilangnya Ibu Suri dan Yang Zhu pun sudah ia sampaikan pada tuannya itu. Namun, sepertinya Xin Yi lebih tertarik untuk menghabisi Wu Xian.Raja Iblis sedang berdiri di tepi jembatan. Tangannya sibuk memberi