"Alhamdulillah, akhirnya mereka bisa diusir juga," kata Iwan dengan nafas tersengal kelelahan.
"Alhamdulillah. Sepertinya makhluk-makhluk tadi sengaja dikirim. Kita harus lebih waspada lagi. Mudah-mudahan besok Ustad Faruk dan Ustad Imam cepat sampai. Karena kita berdua tak bisa meninggalkan Bu Widuri di rumah sendirian. Harus ada yang berjaga di rumah ini," kata Solihin.
"Saya ikut, Bang." Dewi mengajukan diri untuk ikut dalam upaya penyelamatan Roni besok malam.
"Kita lihat besok. Kita menunggu dulu kedatangan Ustad Faruk dan Ustad Imam. Biar mereka yang memutuskan," sahut Solihin. Dewi tampak kecewa. Dia sangat mencemaskan keadaan Roni. Dia sangat ingin melihat langsung kondisi suaminya saat ini.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ustad Faruk dan Ustad Imam langsung memberi salam, sesaat setelah memarkirkan motornya."Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Solihin dan Iwan bersamaan. Mereka langsung memeluk para guru yang sudah mereka tunggu."Bagaimana, apa hal yang sudah terjadi di sini?" tanya Ustad Faruk. Kemaren Solihin hanya menceritakan garis besarnya saja, akan peristiwa yang sudah terjadi. Tidak terlalu mendetail."Kita bicarakan di dalam Ustad," kata Solihin mengajak Ustad Imam dan Ustad Faruk masuk ke dalam rumah Kek Warno.Mata Ustad Faruk langsung tertuju pada Widuri yang masih terbaring lemah. Bu Wiyah, Bu Ipah dan Dewi langsung menangkupkan kedua
"Benar Ustad. Bapaknya Pak Surya ini, juragan paling kaya di desa ini. Dia tak merestui hubungan antara Pak Surya dan Bu Widuri. Karena menganggap mereka tak sederajat. Waktu itu, Kek Warno masih bekerja menjadi buruh di kebun sawit milik Juragan Sarjono, Bapak Pak Surya." Iwan mencoba menjelaskan, pangkal dari semua masalah yang telah terjadi."Ya ya ya, saya sudah mengerti sekarang. Lalu apa rencana kita selanjutnya?" tanya Ustad Faruk. Dia cukup mengetahui secara garis besar saja, penyebab Surya tak bisa menikahi Widuri. Beliau tak ingin terlalu memanjangkan cerita, karena sedari tadi beliau selalu memperhatikan ke arah Surya yang terlihat kurang nyaman dengan perbincangan kisah masa lalunya."Malam ini, adalah malam bulan purnama menurut Ki Agung. Dan malam ini juga, Roni akan ditumbalkan. Kita harus segera menolong Roni, s
Keriuhan sontak terjadi dengan dihadirkan Roni di tengah tengah masyarakat yang sudah gelap mata. Berbagai makian dan sumpah serapah keluar dari mulut mereka, yang dilontarkan untuk Roni."Cepat pancung anak haram kuwi!""Anak sialan, gara-gara dia kampung iki jadi sial!""Penggal!""Pateni wae!""Anak jadah!""Anak setan! Ibunya dikawini setan, pasti dia anak setan!"Hati Dewi terasa hancur mendengar setiap cercaan yang keluar dari mulut warga untuk suaminya. Pun dengan Roni. Rasanya dia ingin mengamuk dan menerjang mulut mereka yang sangat tajam. Tapi tak ada daya dan upayanya. Tulang-tulangnya
BRAAKKTiba-tiba pintu rumah Kek Warno didobrak dari luar. Bukan perkara sulit mendobrak pintu yang sudah reyot itu. Beberapa orang dengan muka yang ditutupi topeng menyeramkan langsung masuk ke dalam rumah Kek Warno. Tentu saja hal itu mengejutkan mereka yang ada di dalam rumah. Solihin langsung bangkit bersiap untuk menyerang. Namun dua orang bertopeng itu menyendera Bu Nilam dan Widuri."Jangan melawan, atau nyawa mereka taruhannya!" gertak orang yang menyandera Bu Nilam dengan cara meletakkan ujung mata pisau ke leher Bu Nilam.Solihin terpaksa menghentikan serangannya. Dia terpaksa pasrah saja ketika orang-orang bertopeng itu mengikat tangannya ke belakang. Hal yang serupa juga dilakukan terhadap Bu Wiyah dan Bu Ipah. Dengan kasar, orang-orang bertopeng itu mendorong mereka unt
Juragan Sarjono sangat gelisah, apalagi beberapa warga mencegat jalannya. Keringat dingin langsung membasahi sekujur tubuhnya. 'Apa-apaan ini! Kenapa jadi senjata makan tuan!' makinya di dalam hati."Den Surya! Ceritakan pada kami semua. Apa sebenarnya yang terjadi dulu. Kalau dulu Den Surya mengetahui cerita yang sebenarnya, kenapa Den Surya diam saja?" teriak Samijo diikuti riuh suara warga yang membenarkan kata-kata Samijo.Lidah Surya seketika menjadi kelu. Dia bingung, harus darimana dia mulai bercerita. Keadaan sekarang sudah aman buat Roni. Tapi tidak buat Bapaknya. Seburuk apapun perangainya. Juragan Sarjono tetaplah Bapaknya. Dia bergidik sendiri, membayangkan Bapaknya akan menjadi bulan-bulanan warga bila dia membongkar kedok asli sang Juragan."Pak Sur
Ustad Imam, segera menolong Juragan Sarjono. Biarpun apa yang dilakukan Juragan itu di masa lalu sangat keterlaluan, namun sangat tak manusiawi membiarkan kedzaliman terjadi di depan mata."Minggir Ustad! Juragan culas ini perlu dikasih pelajaran!" Warga berang melihat aksi Ustad Imam yang memberi perlindungan pada Juragan Sarjono. Apalagi Iwan, Ustad Faruk juga Solihin turut membantu. Surya hanya bisa terpaku melihat kejadian itu. Bu Nilam hanya bisa menangis, melihat suaminya diamuk massa."Bukan begini cara menyelesaikan masalah! Kalian ingat! Karena sikap kalian yang seperti ini, sehingga dulu Ustad Daud menjadi korban!" teriak larang Ustad Imam. Warga langsung terdiam mendengar yang dikatakan Ustad Imam. Dalam hati mereka membenarkan kata-kata Ustad Imam.
Sesungguhnya Iwan sangat khawatir, kalau malam ini akan kehilangan sahabatnya sejak kecil itu. Matanya berkaca-kaca, tak percaya Allah masih melindungi Roni."Alhamdulillah, sekarang semua baik-baik saja," kata Roni masih dengan suara yang lirih.Iwan membantu Dewi memapah tubuh Roni. Sampai di dekat Surya, Roni dan Surya saling menatap penuh arti. Ada kerinduan disorot mata Surya. Baru kali ini dia bisa berhadapan langsung dengan anak kandungnya. Sangat ingin hatinya memeluk Roni, namun keraguan akan ditolak membuatnya harus bisa menahan diri.Roni tak tau harus berbuat apa. Dia ingin marah pada orang yang telah menyia-nyiakan Ibunya. Tapi di satu sisi, dia tau, Surya terpaksa melakukan semua itu. Namun tak mudah baginya untuk menerima begitu saja. Menging
Solihin mendekati Ustad Faruk, Ustad Imam dan Samijo. Dengan senyum yang mengembang dari bibirnya, dia menyambut baik keinginan Samijo."Saya bersedia tetap tinggal di sini Ustad. Kalau Ustad mengizinkan. Memang niat saya sudah ada untuk itu," kata Solihin dengan nada yang terdengar sangat yakin akan keputusannya. Tak terbesit sedikitpun keraguan, meski dia sudah mendengar tentang peristiwa tragis yang menimpa Ustad Daud dulu. Juga menyaksikan sendiri, bagaimana brutalnya warga menghakimi Juragan Sarjono."Kamu yakin, Hin?" tanya Ustad Faruk."Yakin Ustad," jawab Solihin."Saya juga bersedia menemani Solihin, Ustad," kata Iwan yang sedang berjalan menuju ke arah mereka.