Ustad Imam, segera menolong Juragan Sarjono. Biarpun apa yang dilakukan Juragan itu di masa lalu sangat keterlaluan, namun sangat tak manusiawi membiarkan kedzaliman terjadi di depan mata.
"Minggir Ustad! Juragan culas ini perlu dikasih pelajaran!" Warga berang melihat aksi Ustad Imam yang memberi perlindungan pada Juragan Sarjono. Apalagi Iwan, Ustad Faruk juga Solihin turut membantu. Surya hanya bisa terpaku melihat kejadian itu. Bu Nilam hanya bisa menangis, melihat suaminya diamuk massa.
"Bukan begini cara menyelesaikan masalah! Kalian ingat! Karena sikap kalian yang seperti ini, sehingga dulu Ustad Daud menjadi korban!" teriak larang Ustad Imam. Warga langsung terdiam mendengar yang dikatakan Ustad Imam. Dalam hati mereka membenarkan kata-kata Ustad Imam.
Sesungguhnya Iwan sangat khawatir, kalau malam ini akan kehilangan sahabatnya sejak kecil itu. Matanya berkaca-kaca, tak percaya Allah masih melindungi Roni."Alhamdulillah, sekarang semua baik-baik saja," kata Roni masih dengan suara yang lirih.Iwan membantu Dewi memapah tubuh Roni. Sampai di dekat Surya, Roni dan Surya saling menatap penuh arti. Ada kerinduan disorot mata Surya. Baru kali ini dia bisa berhadapan langsung dengan anak kandungnya. Sangat ingin hatinya memeluk Roni, namun keraguan akan ditolak membuatnya harus bisa menahan diri.Roni tak tau harus berbuat apa. Dia ingin marah pada orang yang telah menyia-nyiakan Ibunya. Tapi di satu sisi, dia tau, Surya terpaksa melakukan semua itu. Namun tak mudah baginya untuk menerima begitu saja. Menging
Solihin mendekati Ustad Faruk, Ustad Imam dan Samijo. Dengan senyum yang mengembang dari bibirnya, dia menyambut baik keinginan Samijo."Saya bersedia tetap tinggal di sini Ustad. Kalau Ustad mengizinkan. Memang niat saya sudah ada untuk itu," kata Solihin dengan nada yang terdengar sangat yakin akan keputusannya. Tak terbesit sedikitpun keraguan, meski dia sudah mendengar tentang peristiwa tragis yang menimpa Ustad Daud dulu. Juga menyaksikan sendiri, bagaimana brutalnya warga menghakimi Juragan Sarjono."Kamu yakin, Hin?" tanya Ustad Faruk."Yakin Ustad," jawab Solihin."Saya juga bersedia menemani Solihin, Ustad," kata Iwan yang sedang berjalan menuju ke arah mereka.
"Ustad, tolongin Widuri." Kek Warno langsung menyambut Ustad Faruk dan Ustad Imam yang baru sampai."Mana Bu Widuri?" tanya Ustad Faruk."Itu, Ustad!" Alangkah terkejutnya Ustad Faruk melihat Widuri yang ….Ustad Faruk dan Ustad Imam sangat terkejut melihat Widuri yang bergelantungan di langit-langit rumah Kek Warno yang masih langsung tampak seng dan kayu. Widuri merangkak di atas sana, hingga membuat tubuhnya tampak terbalik bila dilihat dari bawah."Sepertinya ini kiriman Ustad," bisik Ustad Imam pada Ustad Faruk."Ya, kita harus waspada," ucap Ustad Faruk."Hihihi
"Hehehehe, kalian harus membalas perbuatan kalian terhadapku! Setelah ini, bersiap kau Samijo!" Suara Ki Agung terdengar pongah. Sembari tangannya menambah kemenyan lagi ke atas kendi. Meski hanya seujung jari, namun baunya langsung memenuhi gubuk yang sedang didiaminya saat ini.Mulut Ki Agung terus saja, merapalkan mantra-mantra. Dia merasa yakin, setan-setan yang bersekutu dengannya telah berhasil menguasai tubuh Widuri dan Dewi. Tak akan ada yang bisa mengusir mereka. Karena yang dikirimkannya, termasuk Jin kafir yang paling kuat di golongannya.Kali ini nama Samijo terselip di mantra yang dirapalkannya. Ki Agung termasuk Dukun yang sakti mandraguna. Dia tak memerlukan media foto ataupun rambut Samijo. Dia sudah hafal biodata hampir sebagian besar warga Desa Lor, yang selalu wara-wiri melakukan pengobatan padanya. Sal
"Iya, yang ada di rumah Kek Warno. Selain Yu Ipah sama Yu Wiyah, kan ada perempuan yang lebih muda," jelas Totok."Oh, itu. Kalau ndak salah, itu mantunya Widuri," kata Samijo."Apa yang terjadi sama Widuri juga mantunya?" Samijo bergumam dengan kening melipat."Ndak tau juga. Mungkin mantunya juga kesurupan sama kayak Widuri.""Yo wes, nanti kita juga bakalan tau. Yok lah, kerja lagi. Biar cepat selesai surau ini, aku udah ndak sabar pengen dengar suara azan dari toa surau ini lagi," kata Samijo segera bangkit dari duduknya."Kira-kira siapa nanti yang azan di surau ini ya?" Totok bertanya-tanya sendiri.
"Maaf, Ustad. Ada yang ingin saya ceritakan. Saya belum sempat menceritakan hal ini dari kemarin," kata Roni menimbrung pembicaraan Ustad Faruk dan Surya. Mereka semua yang ada di situ melihat ke arah Roni. Sepertinya yang ingin disampaikan Roni hal yang serius."Apa itu, Nak Roni?" tanya Ustad Faruk."Saat saya disekap oleh Ki Agung. Saya mendengar dengan jelas pembicaraan Ki Agung dengan Juragan. Biarpun saat itu Ki Agung memberi saya ramuan untuk melemahkan otot-otot tubuh saya. Tapi panca indra saya berfungsi dengan baik." Semua orang mendengar Roni tanpa ada yang menyela."Ternyata, apa yang terjadi di desa ini, akibat ulah Ki Agung.""Maksudnya gimana, Nak Roni?" Pernyataan Roni tentu saja me
"Menurut Nak Iwan, Roni mau tidak mengakui saya Ayah kandungnya?" tanya Surya. Dia masih penasaran dengan Roni, dan ingin mengenalnya lebih dekat."Kalau soal itu, saya juga nggak tau Pak. Karena itu urusan hati. Bapak jangan menyerah untuk mendekati Roni. Hati Roni itu mudah diluluhkan. Tapi … kalaupun Roni bisa menerima Bapak. Tetap saja dia tak bernasabkan nama Bapak.""Maksudnya?""Maaf sebelumnya Pak. Kalau saya lancang mengatakan ini. Karena Roni lahir bukan dari hasil pernikahan yang sah. Makanya dia bernasabkan Ibunya. Bin nya itu mengikut nama Bu Widuri. Bukan nama Bapak." Iwan mencoba menjelaskan dengan hati-hati agar tak menyinggung perasaan Surya. Matanya tetap fokus pada jalanan desa yang rusak dan banyak lubang menganga di tengah jalann
Suasana di Desa Lor jauh berbeda dengan saat pertama Roni dan rombongan datang. Warganya lebih hangat sekarang, kembali seperti dulu. Sebelum kejadian naas menimpa Widuri. Desa itu kembali punya harapan untuk lebih baik ke depannya. Sifat kekeluargaan kembali terjalin dengan sangat baik."Yok kita lanjut lagi memperbaiki surau. Biar cantik surau kita, kan tambah semangat nanti ibadahnya." Samijo menggerakkan warga yang masih berkerumun melepas kepulangan Ustad Faruk dan Ustad Imam.Warga mengikut apa yang dikatakan Samijo. Semua bergegas mengambil peralatan bertukang. Para Ibu-ibu kembali ke rumah masing-masing."Jo, besok pagi kita jadi cari Ki Agung sampai ke ujung desa?" tanya Kasno agak pelan. Saat mereka berdua sedang sama-sama mengayak pasir.
"Oek oek oek!" Suara tangisan bayi yang sudah lama ditunggu akhirnya terdengar juga. Semua orang bernafas lega mendengarnya."Alhamdulillah." Mereka semua mengucap syukur dengan mengusap kedua telapak tangan di wajah masing-masing."Suaranya kenceng bener. Sehat cucu kita," kata Bu Ipah dengan mata berbinar."Cowok apa cewek ya. Nggak sabar aku, pengen lihat wajahnya." Bu Wiyah mondar mandir di luar kamar bersalin.Sementara di dalam kamar bersalin, Roni tak sanggup menahan tangisnya. Dipeluknya erat tubuh Dewi yang semakin lemah. Dewi mengalami pendarahan hebat, hal ini di luar prediksi. Karena selama kehamilan, tak ada masalah apapun. Kata Bidan yang memeriksanya, Dewi bisa melahirkan normal. Begitu pun saat
"Semua terserah pada Ibu. Maafkan Roni. Kali ini Roni gak bisa menuruti keinginan Ibu. Laki-laki yang tak bisa mengambil sikap, tak layak menjadi Imam." Widuri terdiam mendengar kata-kata Roni."Yang, tolong ambilkan makan Ibu," pinta Roni pada Dewi yang hanya mendengarkan dialog Ibu dan anak itu. Kali ini Dewi sama sekali tak berminat ikut campur.iDewi yang merasa kondisinya kurang fit segera bangkit, membuka rantang yang dibawa. Dan meletakkan sedikit nasi dan sup ikan pada piring makan Widuri. Setelah menyerahkan ke tangan Roni, tiba-tiba Dewi merasakan kepalanya sangat pusing."Yang, kamu gapapa?" tanya Roni melihat Dewi yang memegangi kepalanya. Dewi merasa, pandangannya seakan berputar hingga dia merasa mual. Dan ….
"Ibu baik-baik di sini ya. Pokoknya Roni dan kami semua akan menepati janji. Setiap hari akan menemani Ibu di sini." Roni berjongkok di hadapan Widuri, menggenggam tangannya dengan hangat. Widuri mengangguk, dia sudah sangat senang Roni menempatkannya di tempat yang sangat baik. Puluhan tahun dia tinggal di kandang kambing, dan terpisah dari anaknya. Kalau hanya menunggu beberapa saat lagi, hal itu masih bisa dia lakukan."Bu kami pamit ya. Besok kami datang lagi." Dewi memeluk tubuh Widuri. Widuri membelai lembut kepala wanita yang memakai pasmina berwarna pastel itu. Bu Ipah dan Bu Wiyah juga melakukan hal yang sama terhadap Widuri."Ndok, Bapak tinggal ya. Sesok Bapak teko meneh. Kowe sing apik berobatnya. Biar ndang sembuh." Kek Warno memeluk putri semata wayangnya itu. Baru kali ini dia akan berada jauh dari anaknya.
Hanya satu yang mengganjal di hati Widuri. Roni masih belum bisa menerima, kalau Surya lah ayah kandungnya. Kesalahan yang Surya lakukan memanglah teramat besar. Namun Widuri bisa memaklumi, saat itu Surya masih terlalu belia, untuk bisa mempertahankan yang seharusnya menjadi miliknya. Hatinya dan Surya telah menyatu sejak lama, sebab itu Widuri tau, Surya tulus meminta maaf dan benar menyesali kebodohannya di masa lalu. Sorot mata Surya menyiratkan penyesalan yang begitu besar dan pengharapan akan maaf dari putra biologisnya. Widuri melihat, tak ada kebohongan di mata Surya, sebab itu bersedia menerima Surya kembali. Pun rasa cintanya di masa remaja, masih melekat kuat di hatinya. Tak terkalahkan, meski puluhan tahun raganya dikuasai iblis laknat."Ibu jangan takut ya, disana juga ada Bapak." Alis mata Widuri bertaut mendengar yang Roni bilang barusan.
"Gimana Ko, panen beberapa hari ini, apa sudah lebih baik?" tanya Roni pada Joko, salah satu orang yang dipercaya mengurus kebun milik Pak Darma."Masih belum ada perubahan yang signifikan Mas. Tapi sudah sedikit lebih baik dari beberapa hari lalu," jawab Joko yang berjalan mengikuti di samping Roni. Roni ingin melihat langsung, kondisi pohon-pohon sawit yang ada di kebun milik Pak Darma. Yang sekarang sudah diserahkan padanya."Oh iya. Kenalin, ini Kakek saya." Roni memperkenalkan Kek Warno pada Joko. Joko dengan sopan menyalami Kek Warno. Mereka lanjut lagi berkeliling kebun."Tapi biaya operasional bisa di atasikan?""Alhamdulillah, bisa Mas. Bahkan dua hari ini, bisa menambah isi kas, biarpun sedikit
"Mungkin karena belum terbiasa dengan rumah ini Bulek," kata Dewi. Tangannya terus mengaduk nasi yang sudah mulai menjadi bubur. Sementara Bik Jum membantu menyiapkan bahan pelengkap untuk bubur ayam.Hati Dewi sebenarnya sedikit ragu akan kata-katanya sendiri, tapi dia tak mau membuat Bu Ipah khawatir. Hal yang dia dan Widuri bisa rasakan, sangat sulit untuk dijelaskan."Bulek bawakan teh ini dulu ke depan ya. Tadi sepertinya Roni sama Lek Warno keluar.""Paling di halaman depan, Bulek. Kata Mas Roni, dia mau olahraga sedikit.""Ya sudah, Bulek antar ke teras. Bik, tolong ambilkan biskuit," kata Bu Ipah pada Bik Jum.Bik Jum membuka salah satu
Alangkah terkejutnya mereka, melihat Bu Ipah dan Bu Wiyah berusaha mengangkat Widuri yang tergeletak di lantai. Roni langsung bergerak cepat mengangkat tubuh Widuri ke atas ranjang. Dewi langsung ke dapur, mencari kotak P3K yang ada di lemari dapur. Dengan langkah lebar dia kembali lagi ke kamar bersama kotak P3K di tangannya."Kok Ibu bisa jatuh?" tanya Dewi, sembari tangannya terampil membersihkan luka di dahi Widuri dengan kapas yang sudah diberi alkohol. Lalu Dewi teteskan antiseptic dan menutupnya dengan perban dan plaster.Widuri tak menjawab, bukan tak mau. Tapi dia belum bisa mengeluarkan kosa kata yang banyak dari pita suaranya. Widuri tadi seperti melihat ada siluet orang dari jendela kamar, karena panik Widuri lupa, kalau kakinya belum kuat untuk berjalan. Hingga akhirnya dia terjatuh dari atas ranjang.
TIN TIN TINPak Dirman berlari-lari kecil menuju gerbang ketika mendengar suara klakson mobil majikannya. Buru-buru dibukanya pintu gerbang dengan lebar, agar mobil majikannya bisa segera masuk ke halaman. Pak Dirman terus melihat ke arah mobil Roni. Dia merasa sedikit heran, karena melihat orang tak dikenal bersama dengan Roni duduk di depan.Segera ditutupnya kembali pintu gerbang setelah mobil Roni masuk dengan sempurna dan berhenti di halaman rumah. Semua orang yang ada di dalam mobil langsung turun. Bik Jum yang juga keluar dari dalam rumah ketika mendengar suara klakson mobil Roni, segera membantu mengangkat semua barang dari dalam mobil."Ron angkat Ibumu," titah Bu Ipah."Iya Bulek." Roni gegas menggendong Wid
Roni hanya menatapi Kakeknya dan anggota keluarga yang lain saling berbasa basi dengan para tetangga untuk sekedar berpamitan, karena mereka akan pergi cukup lama dari kampung itu. Bahkan mungkin tak akan kembali lagi. Roni melihat Surya menggendong tubuh ringkih Widuri. Hatinya sangat sakit melihat itu, sedianya tadi, dia yang hendak menggendong Widuri. Tapi rasa kesal di dadanya tak mampu dia sembunyikan, meski hanya dengan seulas senyum kepalsuan."Kenapa Kakek dan Ibu mudah sekali memaafkan dia!" gumam Roni dengan gigi gemeletuk.Dewi mengiringi di belakang Surya yang menggendong Widuri, bergegas menyiapkan bantal buat bersandar Widuri agar merasa lebih nyaman di dalam mobil. Roni hanya diam, tanpa sedikitpun menoleh. Dia terpaku oleh rasa sakit di hati. Padahal dia baru saja mengetahui kebenaran tentang dirinya. Tapi rasa