Mendengar Bik Suti berteriak dengan kencang, Riki buru-buru memarkir mobil Amor yang dia kendarai.
Begitu mobil berhenti Alena dan Amor langsung berlari mendekati Bik Suti yang meringkuk ketakutan di dekat pagar rumah.
Dengan cepat tangan Alena mengusap kepala Bik Suti yang mengirimkan kekuatan yang bisa membuat Bik Suti merasa tenang.
"Ceritakan apa yang terjadi bik," Alena berkata lembut kepada Bik Suti.
"Anu non, di dalam ada keanehan yang Membuat bibik merasa takut," Jawab Bik Suti yang sudah merasa tenang.
"Keanehan bagai mana bik?" Tanya Alena lagi dengan lembut.
"Di dalam tiba-tiba tercium bau busuk yang menyengat di sertai suara seperti menggembor marah, namun bibik tidak melihat apapun, makanya bibi ketakutan dan berlari keluar rumah," Jawab Bik Suti dengan tubuh gemetar.
"Sudah sekarang bibik tenang saja," Jawab Amor yang juga merasa merinding.
Kemudian Amor dan Alena membopong Bik Suti menuju mobil, dengan sigap Alena mengambil berapa batang lilin merah besar yang tadi mereka beli.
"Gompalda di mana kamu?" Alena berkata dengan suara mendesia.
"Aku di sini," Terdengar suara menyahut namun tidak kelihatan wujudnya.
"Kenapa kamu membiarkan arwah itu masuk kedalam rumah?" Tanya Alena kepada sosok yang tidak kelihatan.
"Ampun Bidadari Merah aku sudah menahannya namun aku kalah sebab arwan itu sangat kuat, selain dia mempunyai kekuatan besar di belakangnya ada kekuatan gaib yang membantunya," Jelas Jin Gompalda yang masih tidak kelihatan wujudnya.
"Baiklah, sekarang kamu lindungi mereka dengan cara apapun, aku akan menangani masalah ini," Jawab Alena
Kemudian dia menoleh kepada Riki dan Amor yang menenangkan Bik Suti, yang masih gemetar.
"Kalian tunggu di sini, ingat apapun yang terjadi jangan beranjak dari sini," Alena berkata pada Amor dan Riki.
Kemudian dengan cepat Alena menyalakan dua batang lilin merah yang dia pegang dengan kekuatan api merahnya.
Dengan langkah santai Alena masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumah rapat-rapat.
Kedua lilin merah yang sudah di nyalakan dia letakkan di samping kiri kanan dirinya yang berdiri di tengah ruangan.
Mata Alena terpejam sejenak begitu mata tersebut terbuka, kedua matanya mengeluarkan cahaya berwarna merah menyapu seluruh ruangan.
Berapa langkah di hadapannya Alena melihat satu sosok yang menyeramkan, sosok tersebut merupakan sosok lelaki muda namun yang berbeda dari samping kiri kanan mulutnya terdapat taring panjang putih berkilat.
"Siapapun kamu, kau tak layak berada di sini, alam yang kau punya bukan alam ini," Dengus Alena kepada sosok itu.
"Kau sudah mengacaukan rencanaku, jadi kau juga harus mati!" Makhluk yang berdiri di hadapan Alena sambil menggembor marah.
"Jalan yang kau pilih itu salah, maka kau sudah menerima balasan yang setimpal dengan apa yang kau perbuat," Jawab Alena lagi dengan sengit.
"Kau akan menerima karma perbuatan kamu, kau layak mati malam ini" Bentak makhluk itu dengan suara menggembor marah.
Alena melihat makhluk itu bergerak menerjang kearahnya dengan mimik muka penuh kemarahan.
Dengan cepat Alena menggerakkan kedua tangannya menarik api dari kedua lilin yang ada di sampingnya.
Api lilin tertarik kedalam tangan Alena kemudian api tersebut dia putar di depan tubuhnya, perlahan api berwarna merah membesar.
Ketika tubuh makhluk itu tinggal selangkah lagi dari tubuhnya dengan cepat Alena mendorong kedua tangannya kedepan.
Api besar menggebubu membungkus tubuh makhluk itu, seketika makhluk itu langkahnya terhenti.
Dari mulutnya keluar jerit kesakitan, namun jeritan kesakitan yang dia keluarkan seperti berada di tempat yang jauh.
Bersamaan dengan jeritan yang keluar dari mulut makhluk itu dari sekitar rumah terdengar lolongan anjing melengking menembus malam.
Makhluk yang ada di depan Alena setelah meraung-raung sekian lama kemudian seluruh tubuhnya meledak dan menguap di udara.
Seluruh ruangan rumah itu tercium bau sangit daging terbakar, namun bau sangit itu perlahan-lahan kalah oleh harum melati yang keluar dari tubuh Alena.
Alena menarik napas panjang melihat makhluk di depannya bisa di hancurkan, namun sejenak kemudian matanya memandang ke arah atap dengan sikap waspada.
Tangannya kembali menarik api dari lilin yang ada di kiri kanan tubuhnya, dari bibirnya tersungging senyuman.
Sekitar lima belas menit tubuh Alena berdiri dengan siaga, kemudian perlahan dari arah atap meluncur banyak sekali cahaya hitam seperti anak panah.
Alena melihat serbuan anak panah dari cahaya hitam itu tidak mengambil tindakan untuk menghindar, dia tetap diam di tempat.
Namun begitu cahaya itu tinggal setengah meter dari badannya dengan cepat kedua tangannya memapas panah cahaya yang menyerang.
Api yang keluar dari tangan Alena cukup lama saling dorong dengan panah cahaya itu sebelum kemudian api hitam berbalik menjauh dan melesat pergi.
Begitu api hitam melesat pergi dari jarak yang cukup jauh terdengar lolongan kesakitan berapa kali kemudian semuanya senyap.
"Semoga kedepannya tidak ada kejadian seperti ini lagi," Gumam Alena sambil menarik napas panjang.
Sementara di mobil ketiga orang yang tak lain Riki, Amor beserta Buk Suti yang sudah tenang menunggu dengan perasaan cemas.
Mereka tidak melihat apapun selain kilatan cahaya berwarna merah yang keluar dari sela-sela kaca jendela.
Mereka bertiga kelihatan sangat gelisah menunggu kemunculan Alena dari dalam rumah.
Sekitar empat puluh lima menit mereka menunggu tiba-tiba pintu rumah terbuka, dari dalam rumah melangkah Alena yang tersenyum ke arah mereka bertiga.
Melihat Alena yang muncul terdengar hembusan napas lega melepas ketegangan di hati masing-masing.
"Sekarang sudah aman, kalian bisa masuk," Alena berkata kepada ketiganya.
Dengan cepat Amor berjalan menuju Alena yang berdiri di ambang pintu, di belakang Amor ikut menguntit Bik Suti yang berjalan dengan perasaan cemas.
"Apa yang terjadi?" Tanya Amor begitu berada di dekat Alena.
"Seperti yang sudah aku bilang, arwah Ardi di bantu pamannya datang untuk menuntut balas," Jawab Alena santai.
"Bagaimana sekarang?" Tanya Amor yang masih menyiratkan kecemasannya.
"Sekarang sudah selesai, dia tidak akan balik lagi untuk membunuh kamu, sebab dia sudah aku hancurkan," Jawab Alena sambil melangkah ke dalam rumah.
"Kasian Ardi, karena apa yang dilakukan keluarganya dia harus menerima akibatnya," Alena berkata dengan lemah.
"Kita terkadang hanya bertindak tanpa memikirkan akibatnya, namun yakinlah apapun yang kita lakukan pasti ada karmanya sebab dalam dunia ini selalu ada hukum sebab akibat," Jelas Alena dengan santai tanpa beban.
Dari arah garansi terlihat Riki berlari kecil mendatangi mereka yang sedang berbicara di ruang tamu.
"Kenapa berlari?" Tanya Amor kepada Riki.
"Sepupuku menelpon, sewaktu orang-orang ramai bertakziah, paman Ardi yang berada di kamar belakang rumah meninggal secara mendadak," Jawab Riki dengan napas memburu.
"Mereka telah menerima akibat dari yang mereka lakukan," Jawab Alena dengan cuek.
Semua orang yang ada di dalam ruangan itu terdiam mendengar apa yang di katakan Alena, hanya pikirannya saja yang masih berjalan.
"Bik, ambil belanjaan yang ada di mobil," Tiba-tiba Amor berkata.
"Takut non...." Jawab Bik Suti polos dengan muka pucat.
Jawaban Bik Suti mengakibatkan mereka semua tertawa terbahak-bahak.
#####
Siang yang terik di kota Palembang membuat siapa saja akan merasakan kepanasan.Begitu juga dengan beberapa pekerja konstruksi jalan, mereka bekerja dengan keringat bercucuran.Beberapa pekerja yang tugasnya memasang kayu cerucuk untuk pondasi jalan, bahu membahu pekerja itu menanamkan kayu-kayu tersebut.Namun sekelompok pekerja berhenti bekerja karena kayu yang mereka tanamkan membentur sesuatu yang keras."Panggil pengawas," Salah seorang pekerja berkata kepada kawannya.Mandor yang di panggil pekerja itu datang dengan terburu-buru, dia merupakan seorang lelaki muda yang merupakan sarjana arsitekstur.Begitu seorang pekerja melaporkan apa yang mereka temui dengan cepat dia mendatangi lokasi tempat para pekerja itu bekerja."Ada apa?" Tanya pengawas itu penasaran."Cerucuk yang kami tanamkan membentur benda keras," Jawab para pekerja dengan cepat.
Riki melihat badan Alena tersentak mundur segera menghampiri Alena."Ada apa?" tanya Riki penasaran.Alena menarik napas berulang kali untuk menenangkan gejolak yang merasuki hatinya."Aku yakin ini perbuatan dari makhluk yang berasal dari alam gaib, melihat dari bentuk jenazah ini hampir mirip dengan kematian yang pernah terjadi pada zaman dahulu yang di sebabkan oleh Iblis Kematian," jawab Alena."Iblis kematian, makhluk apa itu?" tanya Amor yang sudah berdiri di dekat mereka."Makhluk ini merupakan makhluk jahat, namun setahu yang aku ketahui kekuatannya sudah di segel oleh Dewa Keabadian sementara badannya sudah di masukkan ke dalam peti mati dan di kunci di sebuah tempat," jelas Alena kembali."Kalau kekuatannya sudah di segel kenapa sekarang bisa bangkit lagi?" tanya Riki yang juga bingung."Aku tidak tahu kenapa dia bisa bangkit la
"Bidadari Merah, makhluk itu sudah menyerap seluruh elemen alam semesta ini di samping itu juga dia menjadi lebih berbahaya karena membawa kemarahan dari masa lalu, untuk itu kebangkitannya sekarang akan sangat berbahaya," Jawab Dewa Keabadian dengan muka khawatir."Walaupun begitu aku yakin pasti ada cara untuk mengalahkannya?" Tanya Alena sembari menatap Dewa yang ada di depannya."Walaupun begitu ada satu rahasia yang terlupakan oleh Iblis Kematian, dia sudah menyerap unsur alam raya ini namun dia melupakan satu unsur untuk di serap yakni unsur besi, iblis itu akan mampu di hancurkan dengan memakai besi ladam kuda," Jawab Dewa Keabadian dengan mimik muka serius."Baiklah aku akan mencari ladam kuda untuk mengalahkannya, namun yang menjadi masalah untuk mencari keberadaan Iblis Kematian akan sangat sulit, apakah kamu mempunyai petunjuk untuk mencarinya?" Tanya Alena kembali."Ini merupakan satu hal yang sulit seba
Alena yang sedang tidur di kamarnya tersentak bangun begitu mendengar suara gedoran di pintu."Iya tunggu," Jawab Alena dengan malas dari dalam kamar.Begitu pintu kamar di buka dia melihat muka Amor sudah nongol di depan pintu dengan senyuman yang manis."Ada apa?" tanya Alena kepada Amor."Ada tamu yang datang bersama Riki dia minta bantuan karena dia merasa ada keanehan dari tubuhnya," Jawab Amor menjelaskan."Iya tunggu," jawab Alena Singkat.Alena yang baru bangun tidur berjalan ke ruang tamu di sana dia melihat tamu seorang laki-laki yang sudah duduk di sana dengan muka ketakutan.Di hadapan laki-laki itu ada Riki yang memang menemani lelaki itu untuk datang ketempat ini."Alena kenalkan ini Mahmud dia merupakan kawanku yang tinggal di Daerah Jakabaring, mau minta bantuan kepada kamu sebab dia mengalami beberapa teror di dalam keluarganya," Je
"Kemana perginya jin itu?" Tanya Mahmud masih dengan nada ketakutan."Jangan takut dia sudah aku kembalikan ke alamnya, sekarang kita harus ke rumah kamu untuk membantu anak kamu," Jawab Alena dengan santai."Baik-baik ayo kita pergi aku takut anakku sudah di bunuh oleh jin itu," Jawab Mahmud yang kelihatannya sudah tenang."Aku akan mandi dulu, tak usah terlalu khawatir karena dalam penglihatanku raja jin yang ada di dalam badan anak kamu baru selepas malam akan melaksanakan tugasnya karena dia menunggu perintah dari dukun yang mengirimnya," Jawab Alena sembari menatap Mahmud."Riki, aku sekalian mau mengajak kamu dan Amor untuk menemaniku," Alena berkata kepada Riki.Riki dan Amor hanya menganggukkan kepalanya saja mendengar perkataan dari Alena.*******Malam itu di rumah Ki Jintan dari sore su
Malam yang disertai gerimis jatuh menimpa Kota Palembang, Alena yang duduk di teras rumah memandang keluar rumah ke arah langit yang mencurahkan airnya.Di luar pagar rumah Alena melihat seorang wanita muda yang menggedor-gedor pagar rumah."Toollooonnggg... toollooonnggg!" teriak wanita itu memelas.Alena buru-buru mendatangi wanita yang berdiri di luar pagar dengan muka ketakutan, badan wanita itu gemetar seperti melihat hantu."Ada apa?" tanya Alena begitu melihat muka panik dari wanita itu."Tolong aku, aku sedang di kejar orang!" teriak wanita itu dengan muka memelas."Tenang dulu, mari masuk kita berbicara di dalam, kamu aman berada di sini," Alena berkata menenangkan wanita yang ketakutan itu."Siapa nama kamu?, sekarang kamu ceritakan apa yang kamu alami, kenapa kamu sangat takut seperti di kejar-kejar sesuatu yang menyeramkan?" A
"Yang kita hadapi sekarang merupakan kekuatan jahat yang di bangkitkan dari harapan manusia yang putus asa, aku melihat sebuah jenglot yang di jadikan manusia sebagai tempat meminta, mereka tak sadar kalau sebenarnya patung itu berisi kutukan, apapun yang mereka minta akan terjadi namun di barengi dengan kutukan kematian setelah si peminta merasakan jika permintaannya di kabulkan," Jelas Alena sambil menarik napas berat."Berarti ada kemungkinan ratusan korban selanjutnya yang ada di luar?" Kapten Polisi itu bertanya dengan nada panik."Bahkan lebih dari itu, sebelum terlambat kita harus menghancurkan patung itu, hanya Sinta yang bisa di jadikan petunjuk, sebab untuk saat ini dia satu-satunya saksi mata yang selamat," Jawab Alena lagi."Kalau begitu kita harus segera menanyainya sebelum semuanya menjadi terlambat," Kapten Polisi itu berkata tegas.Alena mengikutinya di bel
"Aku tidak pernah meminta para manusia untuk memohon kepadaku, namun mereka saja yang datang sendiri kepadaku supaya aku memberikan keinginan mereka, mereka semua pada dasarnya memahami resiko meminta kepadaku namun mereka tidak memperdulikan resiko tersebut, jadi selama keinginan dan ambisi masih mengalahkan akal sehat mereka aku pastikan akan banyak yang lain yang mengalami kematian dan akhirnya menjadi pajangan pada istanaku ini... hahaha," Jenglot itu menjawab dengan penuh sesumbar."Apapun alasan yang kamu katakan, aku perintahkan untuk menghentikan perbuatan yang kamu lakukan!" Bentak Alena lagi."Tidak akan aku hentikan!" Jenglot itu menjawab tak kalah sengit."Kalau begitu aku akan menggunakan cara lain untuk menghentikan perbuatan kamu!" Bentak Alena tak kalah sengit."Hahaha.... manusia kerdil kemampuan apa yang kamu punya untuk menghentikan aku!" Ejek Jenglot itu dengan sombongSebelum gema suara Jenglot itu hilang, dari t
Alena yang sudah bersiaga, dengan cepat membungkus dirinya dengan sinar berwarna merah terang.Ketiga lawan melihat tubuh Alena terbungkus sinar merah terang sejenak terkesiap namun tetap nekat meneruskan serangannya.Ketika tubuh ketiga orang itu menghantam cahaya terang yang membungkus tubuh Alena dalam sekejap ketiga tubuh itu terbanting kebelakang."Sudah aku bilang kalian tidak ada apa-apa sebab kalian tidak lebih dari kacung, namun kalian masih nekad menyerangku," ejek Alena melihat ketiga orang itu terbanting.Mendengar ejekan Alena dengan cepat ketiga penyerang tanpa memperdulikan rasa sakit dari hantaman Alena segera bangkit dan kembali menyerang Alena.Namun kali ini Alena memakai Cahaya merah yang berbentuk tali namun pada ujung cahaya itu berbentuk lancip.Lawan yang menyerang Alena begitu tali cahaya tersebut bergerak segera berhamburan untuk men
"Mbak, gawat kenapa mbak?" tanya Alena di telpon."Warga mengamuk tanpa sebab, pasukan kewalahan menghadapinya kami sudah mendatangkan pasukan cadangan namun belum bisa menangani situasi," jelas Mbak Devi dengan napas yang memburu sama seperti Kapten Japar."Kalau begitu ada baiknya bawa mundur pasukan, dan adakan penjagaan di luar lokasi warga mengamuk, sambil selamatkan warga yang tidak mengamuk," jelas Alena lagi."Ini sedang kami upayakan, kamu di mana?" tanya Mbak Devi."Aku sedang menuju pusat kota, dimana lokasi warga mengamuk?" tanya Alena."Sekarang hampir di semua wilayah kota warga mengamuk, kita harus mencari solusinya," jawab Mbqk Devi."Baik mbak, aku menuju ke pusat kota membantu menangani wilayah itu," jawab Alena sambil mematikan hanphonenya.Dengan cepat Alena bersandar dikurdi penumpang mobil yang di kemudikan Bagus, se
Suara ledakan keras yang di timbulkan benda itu memekakkan telinga Alena dan Bagus.Dengan cepat Alena meloncat untuk berlindung, air yang tadi ada di dalam baskom membasahi tempat itu.Benda yang ada di dalam air itu meledak tidak meninggalkan sisa sedikitpun, seperti menguap di udara benda itu menghilang begitu saja.Alena yang keluar dari balik kursi karena berlindung menggelengkan kepalanya menyaksikan benda di hadapan mereka itu meledak tanpa sebab.Begitu dia bangkit dia melihat di pintu seperti ada kelebat orang berlari meninggalkan runah kediamannya.Dengan cepat Alena berlari menuju pintu dan mengejar ke arah bayangan orang tersebut hilang.Cukup lama Alena mengejarnya namun sampai di ujung lorong yang tak jaih dari rumahnya dia tidak menemukan orang yang dia kejar.Merasa kesal karena orang yang dia kejar tidak dapat di temukan,
Malam hari yang menyelimuti Kota Palembang membuat aktifitas siang hari yang semarak berganti dengan malam yang begitu berbeda.Alena yang sedang ada di kamar kaget mendengar teriakan Bagus dari luar, dengan cepat Alena buru-buru keluar kamar."Ada apa Bagus?" Tanya Alena dengan suara lembut."Ada orang yang datang non dia bilang utusan," Jawab Bagus.Alena melihat tangan kanan Bagus seperti mencengkram leher seseorang, orang itu terlihat sangat menderita karena leherbya tercekik tangan bagus."Lepaskan, orang itu bisa mati," Alena berkata kepada Bagus.Setelah tangan Bagus lepas dari lehernya terlihat pemuda itu dengan terburu-buru menarik napas untuk memenuhi paru-parunya dengan oksigen."Kawan sekarang kamu bisa mengatakan apa yang kamu bawa," Alena berkata lembut."Baaiik," Jawab Pemuda itu dengan tubuh gemetar.
Pagi-pagi sekali Bagus dan Alena sudah kelihatan duduk di teras depan, Alena sedang seksama mendengarkan penjelasan Bagus mengenai hasilnya dari hutan Purwosari.Ketika mereka sedang berbincang di teras rumah tiba-tiba dari arah gerbang terlihat satu sosok tubuh yang memencet bel berapa kali."Sepertinya ada tamu dari jauh, buka gerbang dan ajak tamu kita masuk," Alena berkata kepada Bagus.Mata Alena terbelalak melihat sosok setengah baya yang ada di belakang Bagus, di tangan sosok itu terlihat memegang sesuatu."Ada apa non?" tanya Bagus bingung melihat reaksi Alena ketika melihat tamu yang ada di belakangnya.Alena tak menghiraukan pertanyaan dari bagus, dia langsung berdiri dan membungkuk hormat terhadap tamu yang abru datang itu.Bagus yang bingung mengernyitkan keningnya melihat melihat reaksi yang di tunjukkan oleh Alena."Dewa Kur
Bersama dengan suara ledakan itu tersebut ikut juga meledak tubuh Bidadari Kuning yang membuat tubuh bidadari itu juga ikut lebur.Alena yang sudah menarik kekuatannya badannya langsung jatuh berlutut badannya bergetar menunjukkan dia menangis karena kematian sahabatnya itu.Bersamaan dengan itu juga samapi di tempat itu Bagus bersama dengan Adisaka."Dimana Bidadari Kuning?" tanya Adisaka."Dia sudah menebus semua kesalahannya," jawab Alena sambil menghapus air matanya."Itu bukan kesalahan kamu, Bidadari Kuning Sudah menerima akibat dari perbuatannya, lebih baik sekarang kamu tenangkan diri kamu dahulu sebab masalah ini belum akan selesai dengan matinya bidadari kuning," Adisaka mencoba menghibur Alena."Iya aku tahu, masih ada Raja Kegelapan yang harus di hancurkan," jawab Alena."Baiklah aku akan melaporkan ini pada paman, mungkin sek
"Ada apa?" tanya Adisaka kepada Alena yang mematikan telponnya."Nampaknya ada kejadian gawat di kantor polisi, kita harus menuju ke sana," jawab Alena tegang.Tanpa di minta Adisaka dan Bagus langsung mengikuti Alena.Sekitar lima belas menit kemudian mobil yang mereka kendarai sudah meluncur cepat di jalanan Kota Palembang menuju kantor polisi.Sampai di kantor polisi mereka semua membelalakkan matanya, mereka hampir tidak percaya melihat apa yang ada di depan mata.Kantor polisi berada dalam keadaan yang berantakan, berapa gedung hancur api masih terus membakar gedung sisa namun pemadam kebakaran belum datang."Apa yang terjadi?" tanya Alena dengan tegang."Ruang penyimpanan barang bukti meledak keras dan merambat ke gedung lain," jawab orang yang di tanya."Apakah mobil pemadam belum datang?" tanya Alena lagi."Kantor pemadam juga mengalami hal yang sama," jawab Orang itu yang kelihatan ingin buru-buru pergi dari san
Bagus memarkirkan mobil di tempat pertemuan dengan Adisaka, dari jauh dia melihat kakak sepupunya sedang duduk minum.Dengan tenang Alena bersama Bagus menghampiri Dewa Gerbang Timur duduk santai dan duduk di bangku yang ada di samping kakaknya itu."Sesuatu yang gawat seperti apa yang kakak katakan di telpon?" tanya Alena kepada Adisaka."Aku rasa kamu perlu membaca sendiri tulisan yang ada di batu ini," jawab Adisaka sambil mengeluarkan batu persegi panjang dari dalam tas yang dari tadi dia letakkan di sampingnya.Alena dengan hati-hati menerima batu itu dan membaca apa yang di tunjukkan oleh Kakaknya itu kepadanya.Ketika kami hadir.Kegelapan akan kembali meraja.Kami akan datang di tempat tertinggi.Tempat tertinggi dan bercahaya.Yang pendar cahayanya menerpa langit.Dari sana permula kehancuran di mulai.Darah persembahan akan meme
"Ratap Bidadari?" Tanya Alena bingung.Adisaka menatap Alena lebih dalam lagi melihat adik sepupunya tidak tahu apa yabg terjadi di atas langit tadi."Apakah kamu benar-benar lupa dengan Ratap Bidadari?" tanya Adisaka menyelidiki."Aku sedang mengingat apa sebenarnya Ratap Bidadari, namun sampai sekarang otakku buntu," jawab Alena."Ratap Bidadari merupakan tarian tantangan buat Dewa-Dewi di langit, adapun yang membawa tarian itu merupakan salah seorang bidadari yang tak lain kawan kamu yakni Bidadari Kuning atau Padmi," Jelas Dewa Gerbang Timur."Ternyata Padmi, aku tidak akan memaafkan dia yang sudah membuat aku terbuang ke dunia ini," Alena berkata sambil mengepalkan tangannya."Apakah ada petunjum yang mungkin di katakan seseorang yang kamu lupakan?" Tanya Adisaka kepada Alena."Petunjuk apa yang aku lupakan?" Tanya Alena bingung.