“Kita berhasiiiil! Nayaaaa! Kita berhasiiiil!”“Tapi Shel, kamu pastiin videonya nggak berat sebelah, nggak ada pencemaran nama baik atau fitnah kan? Takutnya pihak korban nuntut kita UU ITE,” ujar Dinaya waspada.“Nggak ada Nay. Aman. Aku kan konsultasi dulu sama kakakku. Dia kan pernah jadi jurnalis TV. Video itu udah dia liat berulang ulang. Dipastikan nggak berat sebelah, nggak membela salah satu pihak, nggak ada fitnah dan pencemaran nama baik, dan nggak ada informasi palsu karena semua info itu aku dapat dari keterangan polisi yang ada di artikel media besar. Di beberapa artikel juga disebutkan nama korban dan pelaku. Jadi ini udah jadi berita umum.”“Alhamdulillah kalau aman. Aku takut aja nanti pihak korban menuntut kita.”“Mudah mudahan sih nggak, Nay. Lagian berita ini udah kesebar dimana mana loh. Banyak yang tiba tiba bikin video yang sama termasuk akun akun berita viral, akun akun informasi kejadian terkini, akun akun media online yang gede gede juga. Terus banyak yang re
“Aduh ... Ya Allah Rei, galak amat sih.”“Ma-maaf Dok. Kupikir orang jahat! Ya Allah sakit ya Dok?”“Nggak, geli geli doang. Ya sakit lah Rei!” tukas Dirga sambil mengusap bokongnya yang terasa ngilu. Reisha pun membantu Dirga berdiri sambil menepuk punggung Dirga yang kotor terkena rumput kering.“Sakitnya sebenernya nggak seberapa, malunya itu Ya Allah.” Dirga menepuk keningnya sendiri. Reisha seketika menatap ke arah teman teman Dirga yang berdiri tak jauh dari tempat mereka. Wajah mereka memerah menahan tawa.“Lagian kamu mau kemana sih?” tanya Dirga setelah berhasil mengatasi rasa malunya.“A-aku mau pulang, Dok.”“Ngapain buru buru amat? Nggak ada kompor nyala, panci gosong, atau kran air yang lupa dimatiin kan?” canda Dirga membuat Reisha salah tingkah.“Ayo kumpul sama yang lain. Sini.” Dirga mengajak Reisha mendekat ke arah kerumunan. Dengan enggan, Reisha terpaksa menyeret langkahnya mengikuti Dirga. Reisha merasa tak nyaman karena di sana tidak hanya ada teman teman Dirga t
“Kapan Mas Dirga mau melamar?”“Hah? Melamar apaan? Kerja? Aku masih kerja di rumah sakit, Na. Belum dipecat,” elak Dirga.“Dih! Becanda mulu ah! Serius nih pertanyaanku, kapan Mas Dirga lamaran?” ulang Nina.“Lamaran apa sih Naaa?”“Ya melamar calon istri, Mas. Melamar buat dinikahi!”“Aduuh, anak gadis siapa yang mau kulamar Ninaaa? Calon istri aja belum punya.”“Ya makanya buruan gerak cepet sebelum disambar orang! Itu Reisha ada di depan mata bukannya dikejar! Cewek kayak gitu yang mau banyaaak. Kalau kalah cepat Mas Dirga bisa ditikung. Udah cantik, pinter, mandiri, baik lagi. Siapa yang nggak mau coba?”“Ya nggak semudah itu juga, Na.”“Apalagi yang mempersulit sih, Mas? Dulu kan masalahnya Reisha udah punya tunangan, lah sekarang tunangannya udah beda alam. Kan nggak jadi penghalang lagi.”“Hush! Lisanmu dijaga!”“Iya maaf. Ya terus apalagi masalahnya?”“Ya kan aku belum dekat atau apa sama dia. Cuma sebatas dia guru Bahasa Inggris dan instruktur taekwondonya Naya. Kejadian kem
“Papa ngapain? Kok serius amat? Lagi ngerjain apaan Pa?” tanya Dinaya saat melihat Dirga sangat fokus pada laptop di depannya, seolah seluruh hidupnya bergantung pada benda itu.“Hah? Nggak. Nggak apa apa.” Dirga buru buru menutup laptopnya saat Dinaya mendekat.“Ih Papa kok ditutup? Hayo ngapaiiin? Papa nonton film jorok ya?”“Dih! Amit amit! Papa ogah nonton gituan. Enak kagak, jijik iya!”“Terus ngapain Papa tutup laptopnya? Papa ngumpetin apaan hayooo?”“Aduuh! Ini anak kepo banget sih? Papa nggak ngumpetin apa apa, Nayaa!”“Ya kalo nggak ngumpetin apa apa kenapa ditutup laptopnya? Aku mau liat, Paaa.”“Ya Allah Dinaya Aga Nisrinaaa. Kamu kenapa kepo banget sih?”Akhirnya Dirga pasrah saja saat Dinaya memaksa membuka laptopnya dan melihat history web browser Dirga. Seketika Dinaya tertawa sampai wajahnya merah padam.Tertulis di sana : Tutorial mengatasi ketakutan dengan cicak. Lalu : Cara menghilangkan rasa takut pada kecoa.Selanjutnya : Menghilangkan phobia tikus.Dinaya melih
“Pa, minggu depan papa ada kerjaan nggak?” tanya Dinaya tanpa melepas pandangan dari ponselnya. Gadis itu terlihat sangat fokus dengan apa yang ia baca di layar ponsel.“Weekend ya? Nggak ada sih. Paling nonton bola sama Dillo. Tapi nggak penting penting amat juga, bisa dibatalin. Kenapa? Kamu ada agenda sekolah penting? Papa harus datang?” Dirga menjelaskan sekaligus balas bertanya.“Nggak sih, bukan sekolah. Tapi ini cuma anak anak sekelas aja. Kan minggu ini udah selesai assesment udah selesai, jadi rencananya mau liburan yang deket deket aja. Ke pulau kelomang. Tapi sama orang tua dan beberapa guru juga. Papa bisa ikut nggak?” tanya Dinaya.“Aduh, Nay. Kamu kan tau papa mager banget kalau harus jalan jalan rombongan gitu. Orang tua wajib ikut ya? Kalau kamu aja nggak apa apa kan?” tanya Dirga enggan.Dirga memang malas sekali tour beramai ramai seperti itu. Entah itu acara kantor atau apapun, Dirga paling tak suka. Sejak kecil dulu, orang tuanya pontang panting mencari uang untuk
Jangan takut Dirga, jangan gugup, jangan panik. Dia cuma wanita biasa, bukan sundelbolong, kuntilanak, kuyang, nyi blorong, atau siluman ular putih. Jangan takut, jangan gugup, ngobrol biasa aja. Rileks ... Tenang ...Dirga mengafirmasi dirinya sendiri agar tak lagi gugup dan salah bicara pada Reisha. Kejadian ajakan les privat beberapa hari yang lalu sudah cukup jadi pelajaran. Dirga tak ingin gugup dan salah bicara lagi.“Kayaknya bakalan lama nih, Mas.” Reisha memulai pembicaraan lebih dulu untuk memecah kecanggungan di antara mereka berdua.“Kita masuk aja dulu, mudah mudahan nggak terlalu lama,” sahut Dirga berusaha bersikap tenang. Kata katanya berbanding terbalik dengan isi hatinya. Padahal dalam hati Dirga justru ingin sedikit lebih lama bersama Reisha. Kapan lagi punya quality time berdua Reisha di suasana alam secantik ini?Mereka berdua masuk ke bagian dalam pelabuhan. Tepat pada saat itu hujan deras mulai turun. Dirga dan Reisha memilih duduk sedikit ke dalam karena bagian
“Astaghfirullah! Apaan itu? Apaan barusan? Gempa bumi? Longsor? Tsunami? Tornado? Kiam ... Naudzubillah! Belum kiamat kan? Dosaku masih banyak Ya Allah,” Dirga berbalik dengan kaki gemetar ketakutan. Suara itu keras sekali.“Mas Dirgaaa! Ya Allah Mas Dirgaaa!” terdengar teriakan Reisha dari luar.Reisha! Apa dia baik baik aja? Jangan jangan dia ...“Rei! Reisha! Kamu nggak apa apa kan? Kamu kenapa?” Dirga buru buru berlari menuju pintu keluar, tapi pintu itu macet. Dirga terus menarik, mendorong, memutar, dan menggeser handle pintu, tapi tetap saja pintu itu tak bergeser. Kenapa ini?“Mas Dirga? Mas Dirga nggak apa apa kan?” tanya Reisha dari luar. Suaranya terdengar samar. Seperti jauh sekali. Dirga menyibak tirai dan melihat ke arah luar.Betapa terkejutnya Dirga melihat pohon besar beserta daun daunnya yang roboh dan jatuh tepat di depan pintu kamarnya. Karena panik, Dirga tak sempat melihat dengan jelas tadi. Ternyata bagian atas pintunya sudah retak bahkan ada ranting yang menanc
“Kami benar benar minta maaf ya Pak. Pak Rudi ini kebetulan staff kami yang baru saja bekerja tiga hari di sini. Dan ini hari pertama Pak Rudi bertugas di bagian paviliun. Sebelumnya beliau bertugas di bangunan utama lantai dua sampai empat. Jadi Pak Rudi lupa kalau di bagian belakang paviliun ada pintu satu lagi dari arah dapur Pak. Sebenarnya Pak Dirga bisa keluar dari sana, tapi Pak Rudi panik dan malah berlari ke lobi mencari bantuan untuk menggeser pohon dan mengeluarkan Pak Dirga dari paviliun. Mohon maaf sekali lagi Pak,” ucap manajer hotel dengan gugup.“Sa-saya tadi gugup sekali Pak. Saya takut Pak Dirga kenapa kenapa. Jadi saya panik dan nggak kepikiran kalau Pak Dirga bisa keluar dari pintu belakang. Saya malah lari cari bantuan. Mohon maaf sekali ya Pak.” Pak Rudi berkali kali minta maaf dengan wajah pucat pasi.“Nggak apa apa, Pak. Saya juga nggak terluka dan nggak kenapa kenapa. Bukan salah Pak Rudi. Kan Pak Rudi berusaha secepat mungkin menyelamatkan saya. Kalau saya ja