“Dia pembunuh Abangku! Abangku cuma ikut tiga temannya nonton bola. Malamnya, Abangku dan teman temannya dikeroyok Rehan dan gerombolannya. Tiga temannya sempat luka parah tapi sekarang sudah sehat, dan Abangku meninggal dunia karena pendarahan di kepala! Kami terpaksa bungkam karena waktu itu adik laki lakiku yang bungsu diancam akan dipukuli juga! Jangan salahkan Dokter itu, memang sudah seharusnya Pak Dokter memukuli Rehan sampai mati karena dia memang biadab!”“Ayahku mantan wasit sepakbola yang harus pensiun dini karena pernah dipukul si Rehan ini. Gara gara pukulannya itu, syaraf mata ayah bermasalah dan harus berhenti bekerja. Padahal keputusan ayah saat pertandingan memang adil. Kejadian itu berakhir damai dan ayah diberikan ganti rugi. Tapi tetap tidak adil. Dia hanya menerima skorsing dua bulan sementara ayahku hampir buta di umurnya yang masih muda. Pak Polisi tolong jangan salahkan Pak Dokter. Rehan memang pantas mati karena dia manusia kejam yang tidak punya otak dan hati
“Kita berhasiiiil! Nayaaaa! Kita berhasiiiil!”“Tapi Shel, kamu pastiin videonya nggak berat sebelah, nggak ada pencemaran nama baik atau fitnah kan? Takutnya pihak korban nuntut kita UU ITE,” ujar Dinaya waspada.“Nggak ada Nay. Aman. Aku kan konsultasi dulu sama kakakku. Dia kan pernah jadi jurnalis TV. Video itu udah dia liat berulang ulang. Dipastikan nggak berat sebelah, nggak membela salah satu pihak, nggak ada fitnah dan pencemaran nama baik, dan nggak ada informasi palsu karena semua info itu aku dapat dari keterangan polisi yang ada di artikel media besar. Di beberapa artikel juga disebutkan nama korban dan pelaku. Jadi ini udah jadi berita umum.”“Alhamdulillah kalau aman. Aku takut aja nanti pihak korban menuntut kita.”“Mudah mudahan sih nggak, Nay. Lagian berita ini udah kesebar dimana mana loh. Banyak yang tiba tiba bikin video yang sama termasuk akun akun berita viral, akun akun informasi kejadian terkini, akun akun media online yang gede gede juga. Terus banyak yang re
“Aduh ... Ya Allah Rei, galak amat sih.”“Ma-maaf Dok. Kupikir orang jahat! Ya Allah sakit ya Dok?”“Nggak, geli geli doang. Ya sakit lah Rei!” tukas Dirga sambil mengusap bokongnya yang terasa ngilu. Reisha pun membantu Dirga berdiri sambil menepuk punggung Dirga yang kotor terkena rumput kering.“Sakitnya sebenernya nggak seberapa, malunya itu Ya Allah.” Dirga menepuk keningnya sendiri. Reisha seketika menatap ke arah teman teman Dirga yang berdiri tak jauh dari tempat mereka. Wajah mereka memerah menahan tawa.“Lagian kamu mau kemana sih?” tanya Dirga setelah berhasil mengatasi rasa malunya.“A-aku mau pulang, Dok.”“Ngapain buru buru amat? Nggak ada kompor nyala, panci gosong, atau kran air yang lupa dimatiin kan?” canda Dirga membuat Reisha salah tingkah.“Ayo kumpul sama yang lain. Sini.” Dirga mengajak Reisha mendekat ke arah kerumunan. Dengan enggan, Reisha terpaksa menyeret langkahnya mengikuti Dirga. Reisha merasa tak nyaman karena di sana tidak hanya ada teman teman Dirga t
“Kapan Mas Dirga mau melamar?”“Hah? Melamar apaan? Kerja? Aku masih kerja di rumah sakit, Na. Belum dipecat,” elak Dirga.“Dih! Becanda mulu ah! Serius nih pertanyaanku, kapan Mas Dirga lamaran?” ulang Nina.“Lamaran apa sih Naaa?”“Ya melamar calon istri, Mas. Melamar buat dinikahi!”“Aduuh, anak gadis siapa yang mau kulamar Ninaaa? Calon istri aja belum punya.”“Ya makanya buruan gerak cepet sebelum disambar orang! Itu Reisha ada di depan mata bukannya dikejar! Cewek kayak gitu yang mau banyaaak. Kalau kalah cepat Mas Dirga bisa ditikung. Udah cantik, pinter, mandiri, baik lagi. Siapa yang nggak mau coba?”“Ya nggak semudah itu juga, Na.”“Apalagi yang mempersulit sih, Mas? Dulu kan masalahnya Reisha udah punya tunangan, lah sekarang tunangannya udah beda alam. Kan nggak jadi penghalang lagi.”“Hush! Lisanmu dijaga!”“Iya maaf. Ya terus apalagi masalahnya?”“Ya kan aku belum dekat atau apa sama dia. Cuma sebatas dia guru Bahasa Inggris dan instruktur taekwondonya Naya. Kejadian kem
“Papa ngapain? Kok serius amat? Lagi ngerjain apaan Pa?” tanya Dinaya saat melihat Dirga sangat fokus pada laptop di depannya, seolah seluruh hidupnya bergantung pada benda itu.“Hah? Nggak. Nggak apa apa.” Dirga buru buru menutup laptopnya saat Dinaya mendekat.“Ih Papa kok ditutup? Hayo ngapaiiin? Papa nonton film jorok ya?”“Dih! Amit amit! Papa ogah nonton gituan. Enak kagak, jijik iya!”“Terus ngapain Papa tutup laptopnya? Papa ngumpetin apaan hayooo?”“Aduuh! Ini anak kepo banget sih? Papa nggak ngumpetin apa apa, Nayaa!”“Ya kalo nggak ngumpetin apa apa kenapa ditutup laptopnya? Aku mau liat, Paaa.”“Ya Allah Dinaya Aga Nisrinaaa. Kamu kenapa kepo banget sih?”Akhirnya Dirga pasrah saja saat Dinaya memaksa membuka laptopnya dan melihat history web browser Dirga. Seketika Dinaya tertawa sampai wajahnya merah padam.Tertulis di sana : Tutorial mengatasi ketakutan dengan cicak. Lalu : Cara menghilangkan rasa takut pada kecoa.Selanjutnya : Menghilangkan phobia tikus.Dinaya melih
“Pa, minggu depan papa ada kerjaan nggak?” tanya Dinaya tanpa melepas pandangan dari ponselnya. Gadis itu terlihat sangat fokus dengan apa yang ia baca di layar ponsel.“Weekend ya? Nggak ada sih. Paling nonton bola sama Dillo. Tapi nggak penting penting amat juga, bisa dibatalin. Kenapa? Kamu ada agenda sekolah penting? Papa harus datang?” Dirga menjelaskan sekaligus balas bertanya.“Nggak sih, bukan sekolah. Tapi ini cuma anak anak sekelas aja. Kan minggu ini udah selesai assesment udah selesai, jadi rencananya mau liburan yang deket deket aja. Ke pulau kelomang. Tapi sama orang tua dan beberapa guru juga. Papa bisa ikut nggak?” tanya Dinaya.“Aduh, Nay. Kamu kan tau papa mager banget kalau harus jalan jalan rombongan gitu. Orang tua wajib ikut ya? Kalau kamu aja nggak apa apa kan?” tanya Dirga enggan.Dirga memang malas sekali tour beramai ramai seperti itu. Entah itu acara kantor atau apapun, Dirga paling tak suka. Sejak kecil dulu, orang tuanya pontang panting mencari uang untuk
Jangan takut Dirga, jangan gugup, jangan panik. Dia cuma wanita biasa, bukan sundelbolong, kuntilanak, kuyang, nyi blorong, atau siluman ular putih. Jangan takut, jangan gugup, ngobrol biasa aja. Rileks ... Tenang ...Dirga mengafirmasi dirinya sendiri agar tak lagi gugup dan salah bicara pada Reisha. Kejadian ajakan les privat beberapa hari yang lalu sudah cukup jadi pelajaran. Dirga tak ingin gugup dan salah bicara lagi.“Kayaknya bakalan lama nih, Mas.” Reisha memulai pembicaraan lebih dulu untuk memecah kecanggungan di antara mereka berdua.“Kita masuk aja dulu, mudah mudahan nggak terlalu lama,” sahut Dirga berusaha bersikap tenang. Kata katanya berbanding terbalik dengan isi hatinya. Padahal dalam hati Dirga justru ingin sedikit lebih lama bersama Reisha. Kapan lagi punya quality time berdua Reisha di suasana alam secantik ini?Mereka berdua masuk ke bagian dalam pelabuhan. Tepat pada saat itu hujan deras mulai turun. Dirga dan Reisha memilih duduk sedikit ke dalam karena bagian
“Astaghfirullah! Apaan itu? Apaan barusan? Gempa bumi? Longsor? Tsunami? Tornado? Kiam ... Naudzubillah! Belum kiamat kan? Dosaku masih banyak Ya Allah,” Dirga berbalik dengan kaki gemetar ketakutan. Suara itu keras sekali.“Mas Dirgaaa! Ya Allah Mas Dirgaaa!” terdengar teriakan Reisha dari luar.Reisha! Apa dia baik baik aja? Jangan jangan dia ...“Rei! Reisha! Kamu nggak apa apa kan? Kamu kenapa?” Dirga buru buru berlari menuju pintu keluar, tapi pintu itu macet. Dirga terus menarik, mendorong, memutar, dan menggeser handle pintu, tapi tetap saja pintu itu tak bergeser. Kenapa ini?“Mas Dirga? Mas Dirga nggak apa apa kan?” tanya Reisha dari luar. Suaranya terdengar samar. Seperti jauh sekali. Dirga menyibak tirai dan melihat ke arah luar.Betapa terkejutnya Dirga melihat pohon besar beserta daun daunnya yang roboh dan jatuh tepat di depan pintu kamarnya. Karena panik, Dirga tak sempat melihat dengan jelas tadi. Ternyata bagian atas pintunya sudah retak bahkan ada ranting yang menanc
Jangan jangan Papa tau sehari sebelum aku berangkat ke sini, aku menginap di apartemen Ghazi hanya ... berdua? Batin Dinaya panik.“Nay?” Dirga memanggil nama Dinaya karena putrinya itu tak merespon.“Eh i-iya, Pa,” jawab Dinaya gugup.“Kamu kenapa bengong?” tanya Dirga dengan tatapan curiga. Dinaya tau Dirga punya insting tajam. Dan biasanya apapun yang disembunyikan Dinaya, Dirga pasti tau.“Nggak kok Pa. Cuma aku udah ngantuk banget, Pa,” kilah Dinaya cepat. Tapi justru kebohongannya itu makin menambah kecurigaan Dirga.“Nay? Kamu nggak lagi nyembunyiin sesuatu sama Papa kan?” tanya Dirga membuat Dinaya mengerang dalam hati.Aahh! Kan? Detektor kebohongannya menyala? Pasti Papa langsung tau aku bohong. Keluh Dinaya dalam hati. Sekarang dia pasrah seandainya Dirga pada akhirnya tau apa yang dilakukannya malam itu.“Nggak, Pa. Nyembunyiin apaan sih?” Dinaya masih mencoba mengelak.“Kamu jangan bikin Papa makin khawatir, Nay. Papa tau kamu nyembunyiin sesuatu. Nay, kamu sekarang jauh
(Lima tahun kemudian)“Papaaa! Tolooong! Aduuuh!” Dinaya terhuyung jatuh dan lututnya membentur lantai dengan keras. Sementara pengejarnya makin beringas berusaha menangkap Dinaya yang sudah kelelahan.“Papaaaa! Mamaaa! Tolooong!” Dinaya terus berusaha berlari dengan nafas tersengal sengal, tapi dia kehilangan keseimbangan dan jatuh. Sekarang jarak antara Dinaya dan pengejarnya tinggal beberapa langkah saja. Dinaya tak sanggup lagi berdiri, dia sudah benar benar kelelahan.Salah satu pengejarnya mulai menarik tangan Dinaya dan gadis itu tak bisa berkutik. Lalu penyerang kedua mulai mengincar pinggangnya. Lalu ...“Kitik kitik kitik...”“Aaaah! Udah deeek! Geliiii! Papaaa tolongin Paaa ... Mereka berdua keroyokan nih. Aduuuh dek, geliiii!” Dinaya tertawa terbahak bahak saat Disha terus menggelitiki pinggangnya, sementara Shaga memegangi tangannya.Dirga yang melihat itu hanya tersenyum dan membiarkan Dinaya dikeroyok dua balita itu sampai kelelahan.“Shaga, Disha ... Udah udah, kakakny
Tiga bapak bapak tampak duduk di sudut gedung resepsi pernikahan dengan mata sembab. Yang satu sibuk menyusut air matanya dengan sapu tangan, yang satu pura pura batuk agar terlihat sedang flu, seolah mata yang merah dan ingus yang keluar bukan karena menangis melainkan karena pilek. Sementara yang satu lagi sejak tadi terlihat minum air mineral sesekali. Entah sudah berapa botol tandas, dan ia bolak balik ke kamar kecil.“Kita kenapa sedih?” tanya Rio sambil menghapus air matanya dengan saputangan pink buatan sang istri. Saputangan itu sudah basah karena Rio sejak akad nikah tadi tak bisa menahan tangis.“Memangnya kamu nggak sedih?” tanya Dillo sambil membuang botol air mineral yang sudah kosong ke tempat sampah di sudut.“Aku cuma terharu. Mungkin dia yang sedih,” tunjuk Rio ke arah Farez“Hatttchii!”“Jangan pura pura pilek Rez! Kalau nangis ya nangis aja. Semua orang tau itu air mata dan ingus keluar gara gara nangis dari pagi,” bentak Dillo.“Kalian juga kenapa nangis? Terharu ka
(Satu bulan kemudian)“Naaah kaaan. Feeling saya itu tepat loh Mbak Tari. Dari awal entah kenapa saya yakin banget Dirga ini jodohnya Reisha,” ujar Bu Ambar dengan wajah sumringah. Sementara Bu Ratih duduk di sebelahnya dengan mata berkaca kaca.Dengan suasana haru yang masih menggantung di ruangan, Reisha dan keluarganya masih terlihat sumringah. Keceriaan terpancar dari setiap wajah, terutama Bu Ambar yang seakan-akan tidak berhenti mengulang kalimat penuh kepastian bahwa Reisha akhirnya bertemu dengan jodoh yang baik. Di satu sisi, Bu Ratih masih menyeka air matanya, teringat betapa berat perjalanan hidup keponakannya sejak kehilangan orang tua dan saudara kandungnya. Kini, Reisha akhirnya menemukan sosok pria yang mampu mengisi kekosongan itu, seorang pria yang tidak hanya tulus, tetapi juga datang dengan penuh niat baik. Bu Ratih menatap wajah Reisha dengan tatapan penuh kasih sayang.“Ya Allah, Nduk ... Reisha ... Ibu, Bapak, dan Mas mu pasti tenang di sana. Kamu sekarang udah ng
“Dinaya! Stop! Kalau kamu masih ketawa juga, papa potong uang saku kamu tiga bulan!!”“Hahahaha ... Iya iya maaf Papaaa. Abisnya papa lucu banget. Bisa bisanya papa mikir mau mati detik itu juga. Padahal kan papa nggak kenapa kenapa, cuma nggak bisa keluar doang. Astaga Papaaa ... Gemes banget sih papaku ini,” celoteh Dinaya saat mereka berdua sudah dalam perjalanan pulang ke rumah.Akhirnya semalam Dirga berhasil mengutarakan isi hatinya pada Reisha. Dan bisa ditebak, tentu saja Reisha mengiyakan meski dengan wajah bersemu merah.“Kamu bukannya khawatir papa hampir ketiban pohon, malah diketawain. Gimana sih?” omel Dirga sambil cemberut. Sementara Dinaya menahan tawa sampai wajahnya merah padam.“Maaf Papa. Abisnya lucu banget. Aku bukannya nggak khawatir, semalem pas denger kabar itu aku panik banget, tapi HP ku kan lowbatt. Terus kata Bu Indah semua baik baik aja dan Papa sama Miss Rei udah aman aman aja. Terus aku kan ngecharge HP, eeh ketiduran sampai pagi. Makanya nggak telepon
“Kami benar benar minta maaf ya Pak. Pak Rudi ini kebetulan staff kami yang baru saja bekerja tiga hari di sini. Dan ini hari pertama Pak Rudi bertugas di bagian paviliun. Sebelumnya beliau bertugas di bangunan utama lantai dua sampai empat. Jadi Pak Rudi lupa kalau di bagian belakang paviliun ada pintu satu lagi dari arah dapur Pak. Sebenarnya Pak Dirga bisa keluar dari sana, tapi Pak Rudi panik dan malah berlari ke lobi mencari bantuan untuk menggeser pohon dan mengeluarkan Pak Dirga dari paviliun. Mohon maaf sekali lagi Pak,” ucap manajer hotel dengan gugup.“Sa-saya tadi gugup sekali Pak. Saya takut Pak Dirga kenapa kenapa. Jadi saya panik dan nggak kepikiran kalau Pak Dirga bisa keluar dari pintu belakang. Saya malah lari cari bantuan. Mohon maaf sekali ya Pak.” Pak Rudi berkali kali minta maaf dengan wajah pucat pasi.“Nggak apa apa, Pak. Saya juga nggak terluka dan nggak kenapa kenapa. Bukan salah Pak Rudi. Kan Pak Rudi berusaha secepat mungkin menyelamatkan saya. Kalau saya ja
“Astaghfirullah! Apaan itu? Apaan barusan? Gempa bumi? Longsor? Tsunami? Tornado? Kiam ... Naudzubillah! Belum kiamat kan? Dosaku masih banyak Ya Allah,” Dirga berbalik dengan kaki gemetar ketakutan. Suara itu keras sekali.“Mas Dirgaaa! Ya Allah Mas Dirgaaa!” terdengar teriakan Reisha dari luar.Reisha! Apa dia baik baik aja? Jangan jangan dia ...“Rei! Reisha! Kamu nggak apa apa kan? Kamu kenapa?” Dirga buru buru berlari menuju pintu keluar, tapi pintu itu macet. Dirga terus menarik, mendorong, memutar, dan menggeser handle pintu, tapi tetap saja pintu itu tak bergeser. Kenapa ini?“Mas Dirga? Mas Dirga nggak apa apa kan?” tanya Reisha dari luar. Suaranya terdengar samar. Seperti jauh sekali. Dirga menyibak tirai dan melihat ke arah luar.Betapa terkejutnya Dirga melihat pohon besar beserta daun daunnya yang roboh dan jatuh tepat di depan pintu kamarnya. Karena panik, Dirga tak sempat melihat dengan jelas tadi. Ternyata bagian atas pintunya sudah retak bahkan ada ranting yang menanc
Jangan takut Dirga, jangan gugup, jangan panik. Dia cuma wanita biasa, bukan sundelbolong, kuntilanak, kuyang, nyi blorong, atau siluman ular putih. Jangan takut, jangan gugup, ngobrol biasa aja. Rileks ... Tenang ...Dirga mengafirmasi dirinya sendiri agar tak lagi gugup dan salah bicara pada Reisha. Kejadian ajakan les privat beberapa hari yang lalu sudah cukup jadi pelajaran. Dirga tak ingin gugup dan salah bicara lagi.“Kayaknya bakalan lama nih, Mas.” Reisha memulai pembicaraan lebih dulu untuk memecah kecanggungan di antara mereka berdua.“Kita masuk aja dulu, mudah mudahan nggak terlalu lama,” sahut Dirga berusaha bersikap tenang. Kata katanya berbanding terbalik dengan isi hatinya. Padahal dalam hati Dirga justru ingin sedikit lebih lama bersama Reisha. Kapan lagi punya quality time berdua Reisha di suasana alam secantik ini?Mereka berdua masuk ke bagian dalam pelabuhan. Tepat pada saat itu hujan deras mulai turun. Dirga dan Reisha memilih duduk sedikit ke dalam karena bagian
“Pa, minggu depan papa ada kerjaan nggak?” tanya Dinaya tanpa melepas pandangan dari ponselnya. Gadis itu terlihat sangat fokus dengan apa yang ia baca di layar ponsel.“Weekend ya? Nggak ada sih. Paling nonton bola sama Dillo. Tapi nggak penting penting amat juga, bisa dibatalin. Kenapa? Kamu ada agenda sekolah penting? Papa harus datang?” Dirga menjelaskan sekaligus balas bertanya.“Nggak sih, bukan sekolah. Tapi ini cuma anak anak sekelas aja. Kan minggu ini udah selesai assesment udah selesai, jadi rencananya mau liburan yang deket deket aja. Ke pulau kelomang. Tapi sama orang tua dan beberapa guru juga. Papa bisa ikut nggak?” tanya Dinaya.“Aduh, Nay. Kamu kan tau papa mager banget kalau harus jalan jalan rombongan gitu. Orang tua wajib ikut ya? Kalau kamu aja nggak apa apa kan?” tanya Dirga enggan.Dirga memang malas sekali tour beramai ramai seperti itu. Entah itu acara kantor atau apapun, Dirga paling tak suka. Sejak kecil dulu, orang tuanya pontang panting mencari uang untuk