Sudah jamak bahwa negosiasi bisnis antara kedua belah pihak yang terlibat tidak selalu harus dilakukan dan diselesaikan dalam ruang kantor. Cafe dengan fasilitas Wi-fi bagus sudah seringkali dijadikan ajang untuk pertemuan seperti itu.
Di sebuah meja Haryono tengah berbicara serius dengan empat pria dewasa. Pembicaraan intensif telah mencapai puncak. Perjanjian telah disepakati. Isinya mengenai proyak pembangunan jalan dimana pemenangnya adalah sebuah perusahaan kontraktor dimana empat orang tadi bekerja di sana. Namun kenyataan walau kontrak sudah disepakati, Haryono menemui kejanggalan dalam pelaksanaannya.
“Sebagai orang dari dinas Pekerjaan Umum, aku keberatan. Kontrak bisa dibatalkan kalau kondisinya seperti ini. Ketika aku cek sendiri di lapangan, ketahuan kalo campuran semen diluar dari kesepakatan. Dengan demikian, aku berhak batalin kontrak yang udah ditandatangani.“
Situa si memanas ketika satu per satu o
„Ssssh, jangan bilang-bilang ya,“ BJ menaruh jari di mulut sambil bergaya menoleh ke kanan dan kiri. „Sebetulnya aku yang jauh lebih beruntung. Aku masih gak ngerti apa yang ada di otaknya. Sengatan cinta sepertinya membuat gadis secantik dan sekaya dirinya jadi sedikit korslet sehingga mau menerima pemuda dari kampung, sederhana, hitam, tak berduit seperti aku.“ „Kalo kamu nanti ketemu sang cewek, bilang kalo cowoknya itu keren.“ „Kalo kamu nanti ketemu sang cowok, bilang kalo aku cinta banget sama cewekku.“ Tawa Lichelle mengeras. „Tadi katanya mau segera pergi. Tapi kamu koq ngomongnya kesana dan kemari. Ngalor ngidul...“ „Ups. Iya. OK, aku akan lanjutin nyanyi. Tapi ingat ya, lagu ini belum selesai. Aku masih butuh inspirasi lebih jauh untuk menyelesaikan lagu ini.“ Seusai berkata begitu terlihat di layar ponsel Lichelle aksi BJ yang melantunkan lagu cinta ciptaannya sendiri yang
Penjelasan itu bikin Saipul sebal sebetulnya karena terkesan sekali bahwa Bayu cuci tangan dan tidak peduli. Tapi untuk saat ini dia mengalah saja dulu. Lagi pula kalau pun ia balas, pasti Bayu takkan pernah mengizinkannya bicara panjang lebar. Dalam sepuluh detik omongannya akan diputus oleh Bayu dan itu jelas-jelas menyebalkan dirinya. * Malam itu jadi malam yang begitu berharga, indah, dan tidak bisa diukur keindahannya dengan uang seberapa besar pun. Haryono bisa mengajak isterinya dan bahkan juga puteri mereka Lichelle untuk dinner. Mereka lupa kapan terakhir melakukan seperti itu. Lichelle mungkin masih awal SMP ketika itu. Dan ketika momen itu terjadi lagi malam itu, tak terukirkan rasa bahagia dalam diri Haryono. Sebagai kepala keluarga ia merasa sudah terlalu lama melewatkan masa-masa penting seperti ini. Masa-masa yang lebih penting dibanding ketika ia rapat untuk proyek demi proyek yang ia jalani yang ni
“Permisiiii.” BJ yang sedang melayani pelanggan di konter toko terkejut ketika melihat ada tamu yang datang ke tempatnya. Emak yang ikut melihat tamu tersebut terkaget melihat ada gadis secantik itu hadir di depan toko. “Hai Lichelle. Ada apa?” Namun sebelum dijawab, ia buru-buru tersadar dan mengenalkan orangtuanya. “Eh, kenalin ini ibu. Kami memanggilnya Emak.” Lichelle dan Emak berjabat tangan dengan senyum lebar. “Ooo kamu teman BJ yang biasa dipanggil Lies?” “Betul, Tante. Kami sekelas.” “Iya ya. Senang juga bisa liat kamu. Soalnya BJ suka nyebut nama kamu. Emak jadi penasaran juga mau liat kayak apa orangnya.” Mendengar itu BJ spontan jadi malu. Ia menunduk. Namun tentu saja tak urung ia mendengar percakapan kedua
BJ mendegut ludah. Wajahnya memerah luar biasa. Dan entah mengapa selama Lichelle jadian dengan BJ, ini adalah yang paling lucu alias paling imut yang ia pernah lihat. Berkali-kali Lichelle merasa ucapan dan tindakannya sering membuat BJ tersipu seperti tadi. Dan setelah mengalami berulang kali sepertinya ia jadi menikmati dan ingin hal itu terjadi lagi dan lagi. Entahlah, ia merasa sikap BJ itu sebetulnya tak lebih merupakan ekspresi kekaguman atas dirinya. Dan kekaguman seperti itu pantas dihargai. “Liat apa?” tanya Lichelle sedikit menaikkan suara tanpa menimbulkan kesan menyampaikan kemarahan atau kejengkelan. “Aku liat.... anu...” “Ha? Kamu liat anuku?” BJ menjawab panik. “B-b-bukan! Bukan! Bukan itu maksudku.” Dalam hati Lichelle tergawa geli. Kekagetan yang ia tunjukan pada BJ tadi sebetulnya tak lebih daripada sebuah drama kecil. Seperti sudah disampaikan sebelumya, ia sekarang suka menggoda
“Jujur iya. Awalnya ngerasa gitu. Karena menurutku, Papa itu… banyak salah. Banyak bikin aku dan mama sakit hati. Papa… terlalu sibuk dengan pekerjaan, sibuk dengan bisnis sampai nggak tahu kapan aku ulang tahun. Nggak inget kapan hari pernikahan…. yang seharusnya dirayain bareng Mama. Waktu ditegur, Papa… malah ngeles. Sampai akhirnya…. Papa tempeleng aku. Ini bikin aku…” Melihat bahwa Lichelle mulai tersendat-sendat bicara, wajahnya memerah serta mulai terisak, secepat mungkin ia menawarkan sekotak tisyu yang memang selalu ada di konter toko. “Kejadian Papa tempeleng aku bener-bener nyakitin,” Lichelle melap ujung hidungnya yang mulai basah dengan tisyu. “Aku susah lupain kasus itu.” Sepuluh menit berikut ternyata diisi Lichelle dengah curhat atas buruknya hubungan ayahnya dengan dirinya. Melihat betapa mengalirnya Lichelle bercerita, BJ jadi merasa kasihan. Apakah seperti itu gambaran remaja di kota besar dimana mereka memenda
“Kalau itu sih Emak sudah paham, iyo ndak. Tapi tadi kan Nyai dengar sendiri kalo Abah ini akan lama di sano. Bisa dua bulan atau tiga bulan ndak pulang-pulang. Macan mano ini. Maksudku, dengan terpisah begitu lama apo Abah akan kuat….. maksud aku, apakah Abah anu….” “Abah pasti kuat,” Nyai memotong. “Yang ndak kuat sepertinya kamu. Kuat ndak berpisah sama suamimu?” “Iiiiih, Nyai!” Muka Emak merah menahan malu. Tapi Nyai mengerling dan berkomentar nakal. “Sudahlah, jangan kamu lupo kalo Nyai ini orangtuamu. Dah tau aku akan sifatmu, yo ndak?” * Mengenai undangan ulang tahun, sebetulnya ada sebuah pemikiran pada diri BJ. Dan pemikiran atau tepatnya ganjalan itu segera ia tanyakan langsung ke Lichelle. “Soal acara ultah kamu itu, mmmm…. Apakah… Bayu diundang?” tanya BJ hati-hati. Sambil melipat ta
Dalam suatu kunjungan ke rumahnya, Happy kaget melihat Charlie berjalan tertatih setengah mati. „Kaki lu kenapa?“ „Ssssh.... Keram,“ Charlie mendesis. Mimiknya menunjukkan rasa perih karena menahan sakit. „Kenapa bisa kram?“ „Ketarik urat.“ „Ya ampun,“ rekannya menunjukkan mimik prihatin. „Kenapa nggak diurut aja? Diurut itu penting lho buat kesehatan.“ „Gue juga maunya gitu,“ kata Charlie dengan badannya yang terbuka karena kondisi di dalam rumah memang panas. „Dulu gue gak jago ngurut lho.“ „Sekarang?“ „Tetap gak bisa.“ Menyebalkan. Tak lama kemudian Charlie menjerit karena sengatan kram. „Gue sekarang bisa ngurut tapi nggak jago. Gue bantu lu ngurut deh,“ akhirnya Happy tidak tega juga. Charlie jelas tidak punya pilihan lain. Ia menyetujui usulan itu dan menunjukkan dimana bisa mendapatkan minyak kelapa dan miny
„Oh ini Papa lagi pijit. Kasihan Mamamu dia perlu dipijit.“ „Masa?“ „Iya. Bener.“ “Lichelle bukan anak kecil lagi. Itu bekas lipstik Mama ada dimana-mana di muka Papa. Tunggu keq. Sebentar lagi kan sampe di rumah.“ Ketiganya tertawa terbahak dan mobil pun mulai beranjak pergi. Keindahan malam itu agak sedikit terusik bagi Lichelle gara-gara sebuah postingan di sebuah medsos. Postingan gambar yang menunjukkan BJ dan Maura tengah dinner bersama yang ternyata mereka pernah lakukan. Ini bikin Maura mikir apakah BJ ternyata jadian dengan Maura? Ia jelas galau. Apakah BJ mengerjainya? Ia jealous juga. Panas. Tapi pantaskah ia bersikap begitu sementara hubungan keduanya belum sepenuhnya mereka resmi sebagai sepasang kekasih? Ataukah ia untuk sementara ini menunggu saja dulu? Betul. Semua perasaan itu sebetulnya terjadi karena sikap ‚penge