''Cuma begini... dan elu belagak mau rebut bini gue...''
Ardan menyeringai saat dia puas melihat Rama yang sudah terengah-engah tanpa daya meringkuk menahan sakit di sekujur tubuhnya.
Rama yang awalnya melakukan perlawanan karena saat akan diinterogasi oleh Ardan dia malah menantang Ardan dengan dalih tangannya yang terikat.
Tapi, ketika ikatannya dilepas dan dia diperbolehkan menyerang Ardan lalu dia bisa bebas keluar kalau bisa memukulnya meski hanya sekali. Pada akhirnya, dia sama sekali bukan tandingan Ardan, perlawanan Rama hanya cukup untuk pemanasan.
''Lu ketemu Karissa sekali tapi cuma karena dia kasih harapan enggak jelas... elo ancurin masa depan yang bukan cuma elo di situ, tapi ada hak orang tua yang selama ini punya andil besar setelah puluhan tahun ngegedein elo... ambisi dan nafsu elo, ngancurin impian dan harapan orang tua lu, bego!''
''Cih... mafia kek elo kasih
BRAKArdan meletakkan dokumen di meja Karissa dengan kasar, membuat wajahnya masam saat melirik Ardan yang berdiri dengan ekspresi sangat tidak bersahabat menatap Karissa.''Kenapa, kok kamu kasar banget sih?!''Seperti biasa, Karissa selalu membuat suaranya terdengar manja saat bicara dengan Ardan.''Jangan belagak pilon, udah cukup Karissa Mahendra, jangan lagi lu masuk di urusan pribadi gue!''''Karissa Ayu Mahendra, itu nama lengkapku Indra, kamu harus hafal untuk ijab kabul nanti...''''Karissa!''''Ndra, itu semua bukan hal baru untukku... kamu kenal aku, sebelum aku punya feeling sama kamu, permainan itu hal biasa... jangan di ambil hati.''''Elo mau main sama siapa pun, gue enggak peduli!'' seru Ardan menjawab Karissa dengan nada marah, ''Asal elo jangan kotak-katik keluarga gue!''''Letna
Alis mata Ardan nyaris menyatu dengan sorot mata tajam, giginya bergemeretak menahan emosi hingga membuat salah tingkah beberapa bawahannya ketika Ardan, Rendra dan yang lainnya tiba di TKP selang waktu 40 menit setelah mendapat laporan.Suara sirene mobil polisi dan mobil ambulans bersahutan sebelum kedatangannya ke TKP. Kehebohan terjadi dengan beberapa mahasiswa terlihat tergeletak bertebaran dengan luka-luka di tubuh.Beberapa preman tertangkap dan babak belur, nyaris sekarat karena di hajar banyaknya warga kampus yang kesal apa lagi saat beberapa orang hampir tewas karena mini van yang nekat melaju menerjang kerumunan.''Vin, elu enggak apa-apa?!''''Dimananya?!'' jawab Gavin dengan nada ketus, ''Udah jelas bonyok begini...''''Baru bonyok...'' sahut Ardan sambil menepak dahi Gavin,''Nah bini gue, ilang lagi aja...''Ardan tampak tenang menanggapi Gavin,
''Brengsek!'' pekik Arjuna menggebrak meja sambil menatap layar laptopnya dengan mata nanar, ''Ada di mana lu?!''Sudah tiga hari sejak Aruna di culik dan belum ada tanda-tanda keberadaannya sama sekali. Ardan yang hampir putus asa menghubungi Arjuna meminta bantuannya.''Kagak ada bayangan apa pun tentang keberadaan Karissa?!''''Gue udah cari, tapi enggak ketemu...''''Apa Karissa ada sebutin sesuatu selama lu kenal dia selama ini?!''''Dari kemaren otak gue jungkir balik berusaha nginget sesuatu tentang Karissa yang mungkin ketinggalan...'' jawab Arjuna dengan nada kesal, dia lalu menjeda ucapannya kemudian mendesah putus asa setelahnya dia menggelengkan kepalanya sambil menatap Ardan dengan ekspresi menyesal.Ardan membanting bokongnya di sofa ruang tamu Arjuna lalu menyandarkan punggung, wajahnya menengadah ke langit-langit ruangan memperlihatkan betapa
''Brengsek!'' pekik Arjuna menggebrak meja sambil menatap layar laptopnya dengan mata nanar, ''Ada di mana lu?!''Sudah tiga hari sejak Aruna di culik dan belum ada tanda-tanda keberadaannya sama sekali. Ardan yang hampir putus asa menghubungi Arjuna meminta bantuannya.''Kagak ada bayangan apa pun tentang keberadaan Karissa?!''''Gue udah cari, tapi enggak ketemu...''''Apa Karissa ada sebutin sesuatu selama lu kenal dia selama ini?!''''Dari kemaren otak gue jungkir balik berusaha nginget sesuatu tentang Karissa yang mungkin ketinggalan...'' jawab Arjuna dengan nada kesal, dia lalu menjeda ucapannya kemudian mendesah putus asa setelahnya dia menggelengkan kepalanya sambil menatap Ardan dengan ekspresi menyesal.Ardan membanting bokongnya di sofa ruang tamu Arjuna lalu menyandarkan punggung, wajahnya menengadah ke langit-langit ruangan memperlihatkan betapa
Organisasi ilegal yang selama ini terselubung dengan bisnis taipan-taipan besar berjatuhan satu per satu. Pengacara-pengacara kecil mulai melejit naik menyaingi pengacara kondang yang telah penuh Schedule-nya karena banyak orang-orang berduit terciduk aparat. Semua itu bisa terjadi karena adanya efek domino dari penggerebekan-penggerebekan atas laporan dan data yang diberikan Ardan dan juga Rendra.Sudah sejak tujuh tahun terakhir satu per satu organisasi ilegal di jatuhkan Ardan secara diam-diam. Meski hanya organisasi kecil tapi sukses melemahkan pergerakan mereka sehingga mempersulit organisasi besar di atasnya untuk mengembangkan sayapnya. Karenanya, sejak Ardan menyusup tujuh tahun yang lalu, pergerakan organisasi ilegal yang meresahkan hingga merugikan negara berhasil di tekan seminimal mungkin.''Ardan, kita sudah mempersempit rute pelarian...'' ujar atasan Ardan, ''Kita akan segera menemukan istrimu, secepatnya...''
Ardan memberikan beberapa foto Karissa dari berbagai posisi sebagai referensi agar Lita tidak salah mengenali.''Maafkan saya pak, saya tidak begitu yakin karena saya hanya melihat sekilas. Tapi pak, Ini bukan hal yang biasa di lakukan Kak Amira... Meski Kak Amira yang sekarang sangat jauh berbeda dengan Kak Amira tujuh tahun yang lalu. Tapi, tetap saja, saya merasa ada yang janggal...''Lita dengan jujur mengemukakan opininya karena dia juga tidak mau membohongi orang yang sedang kesulitan.''Saya tahu kalau ini tidak tepat,'' ujar ibu Lita menambahkan dengan wajah memelas menatap Ardan, ''Di saat bapak sedang susah saya malah merepotkan... tapi pak, bapak juga kan seorang petugas. Tolong bantu kami pak... Amira adalah anak baik yang ceria sebelumnya. Tapi, sejak tujuh tahun yang lalu tiba-tiba dia berubah... kami yakin ada sesuatu karena setelah tujuh tahun dia berdiam diri, tiba-tiba dia menghubungi kami.''&nb
Empat hari telah berlalu semenjak kematian Pak Arga dan Bu Aisyah. Ardan hanya kembali di saat malam, dia bahkan selalu melewatkan acara tahlil di rumah. Karenanya, dia kembali menjadi buah bibir di antara masyarakat. Begitu juga dengan ketidakhadiran Aruna di rumah, yang hanya muncul sekali-kala saja untuk membereskan keperluan baju gantinya selama di rumah sakit, menunggui dua adik kembarnya. Karena semua hal itu, hanya Gavin yang tersisa di rumah untuk mengurus semua keperluan selama berkabung.''Cing. Ini gak bener... Ardan, gak akan bisa ngurus,'' ujar Tono salah satu sepupu Ardan.''Maksudnya apa?'' tanya Nenek Halimah dengan ekspresi kesal melihat salah satu keponakannya bersikap kurang sopan karena meninggikan suara kepadanya yang jelas jauh lebih tua darinya.''Sudah empat malam dia nggak ada di tahlilan. Pan tahlilan 'ni buat abang dia... Cuma dua bersaudara, udah tinggal tahlilnya doang, tapi tetep aja dia nggak peduli,'' jawab Tono dengan nada yang jelas memperlihatkan kala
Mereka semua menunduk mendengar Kakek Wawan berseru dengan ekspresi marah. Hanya Kakek Marwan dan Nenek Sundari yang menatap Kakek Wawan, mereka kesal karena merasa mereka berdua lebih tua darinya, tapi seolah ikut tersindir dengan kata-kata Kakek Wawan. Marwan adalah anak tertua dari tiga bersaudara dan Wawan adalah yang terkecil adik dari Wawang ayah Ardan dan Pak Arga. Tapi, Marwan hanya bisa memendam kekesalannya di dalam hati, karena dia juga tahu apa yang dikatakan Wawan ada benarnya. Saat ini tidak tepat untuk membahas masalah harta dan sebagainya, sedangkan tahlil pun belum lewat tujuh hari. ''Gavin, Lu capek kan?!... Udah gih sono, lu tidur, udah malem!'' seru Kakek Wawan sambil menepuk lembut kepala Gavin. ''Iya kek... Kek, makasih ya,'' jawab Gavin dengan senyum lega di wajahnya. Hampir saja dia meledak karena tidak sanggup menahan emosinya, beruntung kakek Wawan menyelamatkannya. ''Buat apa? Udah gih, tidur, kunci aja pintunya!... Udah malem, si Runa di rumah sakit 'ka