108 Situasi Ardan sekarangGavin, mengetahui tanggung jawabnya sebagai anak lelaki tertua yang punya tiga adik, Aruna salah satunya. Dia ingin bisa mengerti beberapa hal tentang yang terjadi di rumahnya. Dengan begitu, dia bisa lebih diandalkan.''Bukan cuma Om yang lagi dimonitor,'' ujar Ardan menjelaskan dengan perasaan bangga pada kebijaksanaan Gavin, ''Tapi, juga kalian semua... bukan cuma sama Dhani,'' lanjut Ardan dengan ekpsresi menyesal jelas terlihat di wajahnya masih terlihat lecet dan memar di beberapa bagian, ''Tapi juga sama orang yang enggak om tahu... Siapa dia?!''Di akhir kalimat ekspresi Ardan berubah, dia terlihat marah tapi juga gusar.''Maksudnya?!'' seru Gavin bertanya penuh selidik.Ardan menjelaskan bagaimana modus operandinya selama ini dalam menggagalkan berbagai kegiatan gangster yang pernah disusupinya.Ardan mengulik setiap kelemahan dari anggota mafia yang akan digunakannya sebagai kambing hitam untuk mengkhianati komplotannya. Dengan begitu, mereka menja
109 Peringatan pertama Karissa pada Aruna''Runa, sini!'' panggil Ardan pada Aruna yang sibuk membersihkan kamar setelah makan dan juga melakukan perawatan pada Ardan.''Eum...'' jawab Aruna sambil berjalan menghampiri Ardan, ''Ada apa bang?'' tanya Aruna saat berdiri di hadapannya.''Duduk sini, deket abang!'' seru Ardan lembut sambil menepuk-nepuk kasur di sisi sebelahnya.Aruna tidak segera menurut, dia membuat mimik wajah. Tapi, akhirnya dia pasrah dan mengikuti permintaan Ardan.''Udah selesai semua, kerjaan di rumah?'' tanya Ardan lembut sembari memegang tangan Aruna.''Di bilang udah, tapi namanya kerjaan di rumah, selalu ada aja... apalagi ada bocah dua yang lagi lincah-lincahnya.''''Tapi, Mpok Hasna ada dateng, kan?!''''Iya, dia lagi ama anak-anak sekarang. Ada apa bang?''''Abang mau ngobrol sama Runa.''''Tapi bang, ada mpok Hasna...''''Bukan masalah itu!'' seru Ardan memotong dengan segera, ''Ini tentang abang sama Runa... Abang capek, selalu enggak tenang mikirin itu.'
110 Kotak dari ArjunaAruna terperanjat dengan tubuh gemetar saat mendengar bisikan ancaman peringatan Karissa. Aruna merasakan aura yang sama sekali berbeda dari Karissa. Aura yang tajam menusuk, bahkan tadi saat Karissa tampak marah, Aruna tidak merasa setakut ini.Segera setelah punggung Karissa yang melenggang pergi meninggalkan Aruna tidak lagi terlihat. Aruna bisa segera mendapatkan kesadarannya yang sempat melarikan diri karena takut tadi. Dia menarik nafas dalam-dalam agar kembali tenang.''Mungkin, ini kali, ya?!'' ujar Aruna sendirian, ''Dasar, biar gimana juga, dia emang mafia... ampe gemeteran, gue...'' tambah Aruna saat masih termangu sendirian di teras.Karena tidak lagi yang harus dilakukannya di luar, Aruna segera b
111 Raihan Surya DinataArdan duduk membanting tubuhnya saat duduk di kursi penumpang dalam taxi online yang di pesan olehnya. Dia duduk mendesah dengan nafas berat seiring dengan perasaan kesal yang karut marut mendera benaknya. Sempat terbayang wajah istrinya yang terluka perasaannya karena sikapnya.''Kenapa harus sekarang?!''''Bego banget gue, kenapa gue bisa enggak ngenalin dia?!''''Harusnya gue tahu, itu dia!'' ''Sialan, semuanya bertumpuk sekarang...''Ardan terus mengeluh sejadi-jadinya di dalam hatinya sepanjang perjalanannya. Berbagai penyesalan mulai mendera batinnya hingga kenangan pahit masa lalu membuatnya menitikkan air m
112 Kasih tahu apa enggak?''Ada apa?'' tanya Ardan saat dia sampai di tujuan dan menemui Rendra, orang yang memberikan pesan darurat kepadanya.''Gue dapet, lokasi orang yang selalu ngirim informasi...''''Dimana?''Terbelalak mata Ardan saat Rendra memperlihatkan peta lokasi kepadanya, wajahnya pucat seolah darah terkuras dari tubuhnya.''Bang?!'' panggil Rendra dengan nada bertanya karena reaksi aneh Ardan.''Iya...'' jawab Ardan dengan kikuk, ''Kenapa?! Ada apa lagi?'' tanya Ardan kemudian menyembunyikan gusar di hatinya dari Rendra.''Dia nunjukin data baru...'' jawab Rendra memberikan laporan.''Apa?''''Karissa, dia bilang pergeraka
113 Gunung kembar Karissa''Kenapa Dir?'' tanya Gavin saat tiba di meja di mana Kania dan Indira duduk, ''Ada masalah apa sih, kok keknya gawat banget...''''Sini, duduk dulu!'' seru Indira sambil menepuk bangku di sebelahnya, ''Mau pesen makanan enggak?''''Kenapa, lu mau traktir gue?!'' seru Gavin bertanya saat menempelkan bokongnya di bangku.''Ngarep, bayar ndiri! Gue nawarin doang...'' sahut Indira acuh.''Humph, dasar!'' seru Gavin menyahut kesal, ''Ya udah, entar dulu, gue pesen makanan dulu.''''Gih, sono!'' sahut Indira di sertai kekek tawa geli Kania melihat dua orang yang sebetulnya saling tertarik satu sama lain tapi keduanya gengsi untuk mengakuinya. Kania menik
114 Perasaan ArunaIsak tangis berusaha diredam oleh Aruna yang masih patah hati karena merasa kecewa dengan suaminya. Sejak perdebatannya dengan Ardan tadi pagi, dia masih mengurung diri di dalam kamar.''Gue cuma kuatir ama dia, kenapa di tanggepinnya begitu?!''''Emang salah kalo gue kasih perhatian buat lakik gue?!''''Lagian... apa sih yang dikasih sama Pak Juna sampe muka Bang Ardan kek gitu?''Aruna masih sibuk dengan pertanyaan yang terucap untuk yang kesekian kalinya. Entah di dalam hati atau terucap diantara keluhan dan gumamannya selama introspeksi di dalam kamar.''Runa, lohor udah lewa
114 Perasaan ArunaIsak tangis berusaha diredam oleh Aruna yang masih patah hati karena merasa kecewa dengan suaminya. Sejak perdebatannya dengan Ardan tadi pagi, dia masih mengurung diri di dalam kamar.''Gue cuma kuatir ama dia, kenapa di tanggepinnya begitu?!''''Emang salah kalo gue kasih perhatian buat lakik gue?!''''Lagian... apa sih yang dikasih sama Pak Juna sampe muka Bang Ardan kek gitu?''Aruna masih sibuk dengan pertanyaan yang terucap untuk yang kesekian kalinya. Entah di dalam hati atau terucap diantara keluhan dan gumamannya selama introspeksi di dalam kamar.''Runa, lohor udah lewa