109 Peringatan pertama Karissa pada Aruna''Runa, sini!'' panggil Ardan pada Aruna yang sibuk membersihkan kamar setelah makan dan juga melakukan perawatan pada Ardan.''Eum...'' jawab Aruna sambil berjalan menghampiri Ardan, ''Ada apa bang?'' tanya Aruna saat berdiri di hadapannya.''Duduk sini, deket abang!'' seru Ardan lembut sambil menepuk-nepuk kasur di sisi sebelahnya.Aruna tidak segera menurut, dia membuat mimik wajah. Tapi, akhirnya dia pasrah dan mengikuti permintaan Ardan.''Udah selesai semua, kerjaan di rumah?'' tanya Ardan lembut sembari memegang tangan Aruna.''Di bilang udah, tapi namanya kerjaan di rumah, selalu ada aja... apalagi ada bocah dua yang lagi lincah-lincahnya.''''Tapi, Mpok Hasna ada dateng, kan?!''''Iya, dia lagi ama anak-anak sekarang. Ada apa bang?''''Abang mau ngobrol sama Runa.''''Tapi bang, ada mpok Hasna...''''Bukan masalah itu!'' seru Ardan memotong dengan segera, ''Ini tentang abang sama Runa... Abang capek, selalu enggak tenang mikirin itu.'
110 Kotak dari ArjunaAruna terperanjat dengan tubuh gemetar saat mendengar bisikan ancaman peringatan Karissa. Aruna merasakan aura yang sama sekali berbeda dari Karissa. Aura yang tajam menusuk, bahkan tadi saat Karissa tampak marah, Aruna tidak merasa setakut ini.Segera setelah punggung Karissa yang melenggang pergi meninggalkan Aruna tidak lagi terlihat. Aruna bisa segera mendapatkan kesadarannya yang sempat melarikan diri karena takut tadi. Dia menarik nafas dalam-dalam agar kembali tenang.''Mungkin, ini kali, ya?!'' ujar Aruna sendirian, ''Dasar, biar gimana juga, dia emang mafia... ampe gemeteran, gue...'' tambah Aruna saat masih termangu sendirian di teras.Karena tidak lagi yang harus dilakukannya di luar, Aruna segera b
111 Raihan Surya DinataArdan duduk membanting tubuhnya saat duduk di kursi penumpang dalam taxi online yang di pesan olehnya. Dia duduk mendesah dengan nafas berat seiring dengan perasaan kesal yang karut marut mendera benaknya. Sempat terbayang wajah istrinya yang terluka perasaannya karena sikapnya.''Kenapa harus sekarang?!''''Bego banget gue, kenapa gue bisa enggak ngenalin dia?!''''Harusnya gue tahu, itu dia!'' ''Sialan, semuanya bertumpuk sekarang...''Ardan terus mengeluh sejadi-jadinya di dalam hatinya sepanjang perjalanannya. Berbagai penyesalan mulai mendera batinnya hingga kenangan pahit masa lalu membuatnya menitikkan air m
112 Kasih tahu apa enggak?''Ada apa?'' tanya Ardan saat dia sampai di tujuan dan menemui Rendra, orang yang memberikan pesan darurat kepadanya.''Gue dapet, lokasi orang yang selalu ngirim informasi...''''Dimana?''Terbelalak mata Ardan saat Rendra memperlihatkan peta lokasi kepadanya, wajahnya pucat seolah darah terkuras dari tubuhnya.''Bang?!'' panggil Rendra dengan nada bertanya karena reaksi aneh Ardan.''Iya...'' jawab Ardan dengan kikuk, ''Kenapa?! Ada apa lagi?'' tanya Ardan kemudian menyembunyikan gusar di hatinya dari Rendra.''Dia nunjukin data baru...'' jawab Rendra memberikan laporan.''Apa?''''Karissa, dia bilang pergeraka
113 Gunung kembar Karissa''Kenapa Dir?'' tanya Gavin saat tiba di meja di mana Kania dan Indira duduk, ''Ada masalah apa sih, kok keknya gawat banget...''''Sini, duduk dulu!'' seru Indira sambil menepuk bangku di sebelahnya, ''Mau pesen makanan enggak?''''Kenapa, lu mau traktir gue?!'' seru Gavin bertanya saat menempelkan bokongnya di bangku.''Ngarep, bayar ndiri! Gue nawarin doang...'' sahut Indira acuh.''Humph, dasar!'' seru Gavin menyahut kesal, ''Ya udah, entar dulu, gue pesen makanan dulu.''''Gih, sono!'' sahut Indira di sertai kekek tawa geli Kania melihat dua orang yang sebetulnya saling tertarik satu sama lain tapi keduanya gengsi untuk mengakuinya. Kania menik
114 Perasaan ArunaIsak tangis berusaha diredam oleh Aruna yang masih patah hati karena merasa kecewa dengan suaminya. Sejak perdebatannya dengan Ardan tadi pagi, dia masih mengurung diri di dalam kamar.''Gue cuma kuatir ama dia, kenapa di tanggepinnya begitu?!''''Emang salah kalo gue kasih perhatian buat lakik gue?!''''Lagian... apa sih yang dikasih sama Pak Juna sampe muka Bang Ardan kek gitu?''Aruna masih sibuk dengan pertanyaan yang terucap untuk yang kesekian kalinya. Entah di dalam hati atau terucap diantara keluhan dan gumamannya selama introspeksi di dalam kamar.''Runa, lohor udah lewa
114 Perasaan ArunaIsak tangis berusaha diredam oleh Aruna yang masih patah hati karena merasa kecewa dengan suaminya. Sejak perdebatannya dengan Ardan tadi pagi, dia masih mengurung diri di dalam kamar.''Gue cuma kuatir ama dia, kenapa di tanggepinnya begitu?!''''Emang salah kalo gue kasih perhatian buat lakik gue?!''''Lagian... apa sih yang dikasih sama Pak Juna sampe muka Bang Ardan kek gitu?''Aruna masih sibuk dengan pertanyaan yang terucap untuk yang kesekian kalinya. Entah di dalam hati atau terucap diantara keluhan dan gumamannya selama introspeksi di dalam kamar.''Runa, lohor udah lewa
115 Kegelisahan Ardan Dengan pernyataan tegas dari Karissa, jika itu adalah Ardan yang dulu, mungkin dia tidak akan gentar. Tapi, Ardan yang sekarang, tidak lagi bertanggung jawab untuk dirinya sendiri. Tapi, ada istri dan sepasang anak kembar yang telah di amanatkan kepadanya. Tentu saja, apa yang diperlihatkan Karissa sekarang membuat hati Ardan tersentak. Tapi, apapun itu tantangannya, Ardan bukan seorang amatir. Dia mengerti dengan apa yang sedang menjadi kegelisahan hatinya sekarang. Tapi jauh sebelum dia memegang tanggung jawabnya sekarang, ada misi dan tugas yang dia sendiri telah berkomitmen untuk menyelesaikannya meski nyawa adalah taruhannya. Ardan berdiri lalu menatap Karissa, ''Okey
Ardan duduk di samping tempat tidur Aruna yang sedang tertidur setelah mendapat perawatan di rumah sakit dengan air mata berlinang.Ardan yang baru saja bangun setelah menjalani operasi karena luka tembak di bahu kirinya tidak mau mendengar ketika dokter dan perawat memintanya untuk tetap beristirahat. Dia tetap nekat untuk berada di samping Aruna. Pada akhirnya pihak rumah sakit yang mengetahui apa yang terjadi terhadap sepasang suami istri yang baru saja mengalami musibah membiarkan Ardan dan Aruna berada dalam satu ruangan.''Maaf... maafin abang, Run...'' gumam Ardan sambil memegang erat tangan Aruna, ''Maaf karena kamu harus mengalami ini semua gara-gara abang...'' Ardan terus bergumam menyalahkan dirinya dengan tangan Aruna yang didekap dekat wajahnya, ''Abang enggak tahu kalau kamu hamil... maafin abang karena enggak bisa lindungin dia...''''Bang, berisik!'' seru Aruna yang terbangun dengan semua penyesalan Ardan
''Kenapa sama Aruna?!'' pekik Ardan dengan sorot mata penuh amarah melotot pada Karissa.''Hehehe...'' kekek Karissa menaggapi Ardan yang sedang meradang karena pernyataannya barusan, ''Aku suka tampilanmu sekarang... kali ini, mata kamu bener-bener ngeliat aku.''''Brengsek Karissa, jawab aku!!!'' hardik Ardan yang semakin kesal dengan Karissa.''Dia pasti sedih... aku yakin dia masih belum tahu apa yang terjadi padanya... pasti seru ngeliat dia nangis...'' gumam Karissa yang seolah tdiak peduli dengan betapa marahnya Ardan.''Kamu bukan manusia,'' ujar Amira dengan suara bergetar, ''Bisa-bisanya kamu... KAMU BUKAN MANUSIA!'' teriak Amira histeris sambil menangis, ''Kamu sudah membunuh Raihan... kamu bunuh dia dengan sangat kejam... kamu tega, dasar perempuan jalang busuk!''Jeritan Amira menarik perhatian petugas yang sedang mengolah TKP sambil menunggu ambulans dan mobil tahan
Satu orang lagi tewas di tangan Karissa dan hal itu membuat para preman lain yang ingin berontak itu ciut nyalinya. Mereka tidak berkutik menghadapi Karissa yang sudah tidak lagi bisa mengontrol emosinya.''Buka, kasih dia masuk!'' seru Karissa memberi perintah, ''Atau... ada lagi yang mau ngerasain timah panas?!''Preman terdekat dengan pintu akhirnya menyerah dengan kebrutalan Karissa. Dia pasrah membuka pintu menuruti perintah Karissa.''Woy!'' pekik Casdi yang masih tidak menyetujui keputusan Karissa, ''Jangan di buka!''Preman yang sedang membuka pintu terkejut dan pintu terhenti sekitar sejengkal saat dia mendengar Casdi memekik kesal.''Buka!'' seru Karissa dengan mata melotot sambil mengarahkan moncong senjatanya ke arah si pembuka pintu.Perhatian Karissa teralih, lalu seketika itu juga beberapa preman mendekat hendak merebut senjata Karissa.
''...segera menyerah, kalian sudah di kepung!''Peringatan dari pengeras suara tiba-tiba terdengar ketika Karissa dan yang lainnya baru saja selesai mengikat Aruna, Amira, Dion dan Rafli.Karissa dan yang lainnya yang panik dan fokus dengan kubu masing-masing saat perseteruan belum lama terjadi barusan, mereka tidak menyadari deru mesin kendaraan yang datang mendekat, karenanya mereka semua terkejut ketika tiba-tiba saja mereka terkepung.Tanpa aba-aba kedua kubu segera mengadakan gencatan senjata lalu dengan cekatan menutup jendela dan pintu atau apa pun yang bisa menjadi akses dari luar untuk melihat situasi di dalam bangunan. Mereka semua tahu jika masih ada kesempatan karena mereka punya empat sandera yang bisa digunakan.***''Pak, mereka semua ada di dalam...'' ujar salah seorang petugas memberi laporan, ''Kemungkinan besar, Dion dan Rafli yang bertugas juga sudah di tangka
Dion dan Rafli bertindak mengikuti improvisasi dari situasi yang mereka ciptakan setelah terdesak.Desakan para preman yang meminta mereka untuk menyerahkan kunci mobil membuat mereka kesulitan mengulur-ulur waktu. Tapi, kreativitas dengan modal nyali nekat sekaligus bukti bahwa diklat yang mereka jalani menunjukkan kepiawaian mereka dalam melaksanakan tugas.''Lah, mana ya?!'' sahut Dion sambil kasak-kusuk berlagak mencari kunci di saku pakaiannya, ''Fli, mana kunci?''''Lah, bukannya ama elu?!'' jawab Rafli mengikuti skenario dadakan di lapangan.''Pe'a, kagak ada di gua... ama lu, kan...''''Kagak, kagak ada... tuh, liat!'' seru Rafli sambil menarik kantong pakaiannya keluar.''Ngelawak lu bedua!'' pekik preman yang menunggu kunci mobil mereka untuk di serahkan dengan mata melotot.''Ka-kagak bang, beneran dah... cek aja... kagak ada i
''Di mana ini?!" pekik Aruna ketika tali yang mengikat mulutnya dibuka saat sudah berada di sebuah ruangan, ''Mau apa kalian?!''Mereka yang ada di ruangan itu tersenyum sinis menanggapi kegelisahan Aruna dan Amira yang terkejut ketika tudung hoodie yang menutupi separuh wajah mereka dibuka, memperlihatkan suasana di sekeliling dengan lebih jelas sekarang.Salah seorang dari beberapa pria yang baru di lihat oleh Aruna dan Amira datang menghampiri.Pria itu mengangkat dagu Aruna dan Amira, memiringkannya ke kanan dan ke kiri, melihat mereka dengan seksama, menilai penampilan fisik mereka berdua.''Lumayan, biarpun enggak bisa laku mahal, tapi masih cukup ngejual,'' ujar Parta, pria paruh baya tapi punya aura mendominasi yang membuat Aruna dan Amira merasa sangat tidak nyaman, ''Enggak banyak duit yang bisa kamu dapet dari mereka berdua...'' tambah Parta seraya melirik kepada Karissa.
CKIITTTRem berdecit dan mobil yang dikendarai oleh para petugas yang mengikuti Karissa berhenti mendadak.''Dimana Pak Ardan?!" tanya Dion, salah satu petugas yang ditugaskan untuk mengawasi.''OTW,'' jawab Rafli yang jadi rekan bertugas Dion, ''Enggak jauh... dia pasti bentar lagi nyampe...''''Oke... keknya target udah sampe di tujuan. Gimana, kita lanjut masuk?''''Enggak tauk, tapi tempat ini sarang mafia, cuma kita bedua... ini mah nganter nyawa...''Dion dan Rafli berdiskusi tentang bagaimana langkah selanjutnya karena intruksi selanjutnya belum turun dari atasan mereka.''Terus gimana, target udah turun... iya kalo tujuan dia disini, kalo dia lanjut ke tempat laen... bakal repot...'' ujar Rafli dengan nada gemas.''Sialan!'' pekik Dion kesal, ''Gue juga bingung, kita cuma ditugasin buat ngintai... terjun langs
Ardan bergegas bergerak segera setelah mendapat laporan dari anak buahnya yang mengawasi rumah Amira.''Dua orang di seret paksa... kenapa dua?!'' tanya Ardan di dalam hatinya, ''Apa mungkin bukan Runa?!''Tidak banyak laporan yang diberikan anak buahnya selama dua hari terakhir karena sama sekali sulit untuk menemukan celah guna mengintip lebih dekat untuk melihat situasi di dalam rumah Amira supaya lebih jelas.Ardan bahkan meminta pada Ibunya Lita untuk menghubungi Amira dan menanyakan apakah ada hal lain yang dibutuhkannya supaya ada kesempatan baginya untuk bisa masuk ke dalam rumah Amira. Tapi, sayangnya, karena baru saja mendapat pasokan, Amira menolak tawaran bibinya.''Terserah deh... liat yang ini aja dulu. Enggak tauk kenapa tapi feeling gue beda tentang yang ini. Entah kenapa semangat gue naik buat ngejar yang ini... mudah-mudahan enggak salah...'' gumam Ardan d
Ardan memberikan beberapa foto Karissa dari berbagai posisi sebagai referensi agar Lita tidak salah mengenali.''Maafkan saya pak, saya tidak begitu yakin karena saya hanya melihat sekilas. Tapi pak, Ini bukan hal yang biasa di lakukan Kak Amira... Meski Kak Amira yang sekarang sangat jauh berbeda dengan Kak Amira tujuh tahun yang lalu. Tapi, tetap saja, saya merasa ada yang janggal...''Lita dengan jujur mengemukakan opininya karena dia juga tidak mau membohongi orang yang sedang kesulitan.''Saya tahu kalau ini tidak tepat,'' ujar ibu Lita menambahkan dengan wajah memelas menatap Ardan, ''Di saat bapak sedang susah saya malah merepotkan... tapi pak, bapak juga kan seorang petugas. Tolong bantu kami pak... Amira adalah anak baik yang ceria sebelumnya. Tapi, sejak tujuh tahun yang lalu tiba-tiba dia berubah... kami yakin ada sesuatu karena setelah tujuh tahun dia berdiam diri, tiba-tiba dia menghubungi kami.''&nb