"Aku akan menjaga Raline segenap jiwa, bayi mungilku tumbuh dengan sangat cantik setiap harinya. Aku akan melakukan apa saja, untuk menjauhkan Raline dari Mami Lisa …. "
***
CLUB HOUSE MONALISA.
Saat Laura memasuki room pandangannya tertuju kepada Maria yang tengah terkapar. Terlihat kalau Maria tengah dalam keadaan mabuk berat.
"Maria, ayo bangun!" mohon Laura sambil mengguncang tubuh Maria. “Tolong antarkan Maria pulang dan jangan coba-coba ambil kesempatan dengan keadaannya sekarang!" pintanya sambil mengingatkan anak buah Mami Lisa.
“Kamu ini suka sekali mengatur. Mentang-mentang kesayangan Mami Lisa.” Protes bodyguard bernama Derek dengan rambut plontosnya.
“Jangan macam-macam. Antarkan saja Maria dengan selamat," ancamnya dengan tegas.
Maria langsung dibopong para bodyguard Mami Lisa menuju mobil. Lalu, menuruti saja perintah Laura yang meminta mereka mengantarkan Maria yang tengah mabuk berat.
Setelah Maria pulang, sekarang giliran Laura mengambil alih tugas sahabatnya itu. Tugas untuk melayani para tamu lelaki hidung belang yang sudah membayar mahal untuk dilayani.
Club house adalah tempat hiburan mahal yang menyediakan pelayanan extra plus-plus. Mami Lisa menyulap rumah megahnya menjadi sebuah tempat hiburan malam.
Beberapa ruangan dijadikan bar, ruang karaoke dan rumah di sebelahnya di jadikan hotel mewah bertarif mahal karena akan ada pelayanan dari wanita penghibur.
Meskipun usia Laura berusia 35 tahun, namun wajah blasteran sepertinya sangat cantik dan menggoda para lelaki yang berusia sepantaran atau diatasnya. Bahkan tidak jarang ada lelaki di bawah usianya yang minta dilayani.
Wajah awet mudanya selalu membuat banyak orang terkecoh. Banyak yang tidak percaya jika Laura sudah berusia 35 tahun. Apalagi, sampai sudah memiliki seorang anak. Tidak heran Laura menjadi primadona di Club house.
Sebagai seorang primadona, Laura adalah salah satu sumber besarnya dalam memperkaya diri. Makanya, apapun yang wanita itu pinta si germo pemilik Klub akan mengabulkan keinginan Laura.
Di room tiga belas, tempat Laura sekarang berada sudah di booking oleh seorang lelaki berperut buncit. Cukup banyak lelaki buncit itu mengeluarkan uang untuk membayar Maria dan Laura malam ini.
“Hm? Wanita tadi kenapa sekarang berubah lagi? Bukankah rambutnya tadi pendek? Kenapa sekarang jadi panjang? Apa aku sudah mabuk ya?” racau lelaki berperut buncit berdiri sempoyongan.
Si lelaki berperut buncit itu mulai mendekati Laura. Lalu, tangannya bergerak liar dengan mengelus rambut Laura penuh hasrat kebinatangannya. Kemudian si lelaki buncit menciumi leher jenjang nan mulus milik Laura.
Batin Laura seketika bergejolak jijik. Pikirannya langsung teringat akan anak gadisnya di rumah. Janji yang diucapkan olehnya terngiang, saat mengingat Raline.
Janji Laura sangat besar dengan Raline. Seorang Ibu yang berjanji untuk tidak dengan mudah diperdaya oleh lelaki hidung belang. Apalagi diperdaya oleh nafsu birahi.
Merasa jijik lehernya diciumi, lantas Laura meraih satu botol anggur yang masih berisi penuh. Ia mencekoki si lelaki buncit lagi dengan anggur yang akan membuat mabuk berat sampai tidak sadarkan diri.
"Ayo Tuan, kita minum lagi!"
Glek! Glek! Glek! Laura terus menerus mencekoki pelanggannya malam ini dengan anggur yang banyak. Satu botol berhasil masuk ke perut lelaki buncit.
Grep! Tangan lelaki berperut buncit masih bergerak liar. Ia memegangi dua gundukan Laura yang bulat penuh.
'Ish! dasar keparat!' rutuk Laura memaki dalam hati saat dadanya diremas.
Di atas meja ada beberapa jenis anggur. Tidak berhasil satu botol untuk membuat si buncit tumbang, membuat Laura tidak kehilangan akal. Sebelum Derek memergoki tingkahnya, lantas Laura mengambil lagi botol anggur dengan kadar alkohol lebih tinggi.
Laura langsung menyentak tangan pelanggannya yang mulai nakal. Ia membuka lagi satu botol anggur baru, kemudian meminumkannya lagi ke mulut pelanggannya sampai tidak sadarkan diri kalau perlu.
Akan bahaya jika si perut buncit masih sadar. Pasti Laura akan dibawa berkencan di kamar hotel karena memang si perut buncit membayar lebih untuk satu malam. Tentu saja pelanggannya malam ini inginkan Laura di atas ranjang.
Tidak tinggal diam, Laura terus mencekoki anggur sampai baju pelanggannya basah ketumpahan anggun di seluruh tubuh. Jika tidak berhasil juga, terpaksa obat tidur akan jadi pilihan terakhir untuk membuat pelanggannya tumbang.
Apapun akan Laura lakukan, asal tubuhnya tidak lagi dinikmati oleh lelaki hidung belang yang membayarnya untuk satu malam.
Meski dirinya berada dalam bahaya, Laura tidak akan mengingkari janjinya kepada anak gadisnya. Dimana janjinya itu adalah untuk tidak lagi menjadi budak seks lelaki manapun.
Selama uang pelanggan yang membayar sudah masuk ke rekening Mami Lisa, tidak masalah bagi Laura untuk mengecoh pelanggannya agar tidak dengan mudah menikmati tubuhnya seperti santapan lezat.
Bruk! Akhirnya si perut buncit pelanggan Laura ambruk di lantai.
***
KEDIAMAN RALINE, KAMPUNG SEKSI
Suara mobil terdengar dari luar rumah. Raline yang mendengarnya dari dalam kamar langsung kelabakan. Wajahnya sudah tidak dalam penyamaran. Alias wajah jeleknya sudah dibersihkan.
Sontak saja, Raline langsung meraih alat make-up untuk menutupi wajah cantiknya. Dipakainya alis yang tebal berhamburan agar terlihat tidak simetris.
Sebuah tinta merah dan hitam dibuat menyerupai jerawat dan luka yang membuatnya jelek dan terlihat menjijikkan bagi yang melihatnya.
Dalam keadaan darurat, akhirnya Raline berhasil merubah lagi wajah cantiknya menjadi buruk rupa dalam waktu singkat.
Tidak lupa rambutnya yang sengaja diacak-acak agar semakin mengecoh orang lain.
Bruk!
Bragh!
Brukh!
“Heh bocah jelek, cepat buka pintu!” teriak derek si kepala plontos. Ia tidak sedang mengetuk pintu melainkan mendobrak-dobrak kasar pintu rumah dengan paksa.
Mendengar suara teriakan lantas Raline bergegas keluar untuk membukakan pintu.
“Iya-iya!" sahut Raline sambil berlari membuka pintu.
Raline membukakan pintu rumahnya. Ia mendapati anak buah Mami Lisa, Derek and the gank membopong Tante Maria yang tengah mabuk berat.
Saat Maria membuka mata, ia melihat anak sahabatnya itu di depan pintu. Lalu, ia mencoba berdiri meski dalam keadaan sempoyongan.
“Anak cantik? Kamu sudah di rumah rupanya,” oceh Tante Maria asal.
“Cantik? Haha! Bocah jelek kayak dia dibilang cantik?” ledek Derek tidak terima dengan bualan Maria.
"Ini, Tantemu silahkan diurus!" titah Derek mendorong tubuh Maria kearah Raline. "Kerjaan dia cuma merepotkan saja, sama seperti kamu!"
“I-iya. Biar aku yang mengurusnya. Kalian boleh pergi," cicit Raline.
Derek dan bodyguard lain bergegas pergi dari rumah Laura setelah mengantarkan Maria pulang. Merasa dalam bahaya, Raline memastikan lagi jika cecunguk Mami Lisa, Derek and the gank sudah benar-benar pergi meninggalkan rumah.
Fiuh! "Syukurlah ..., " ucap Raline merasa lega.
Dengan susah payah gadis itu membopong tubuh Tante Maria masuk ke dalam rumah. Membawanya masuk ke dalam kamar untuk merebahkan tubuh Tante Maria.
Tanpa henti Maria terus mengoceh. Raline sudah terbiasa dengan situasi seperti ini. Orang terkasihnya harus bekerja hina sebagai seorang PSK demi menghidupinya dan merawatnya.
Laura dan Maria merawat Raline dengan sangat baik. Meski dalam lingkungan yang tidak baik bagi masa depannya, namun gadis itu sama sekali tidak mempersoalkan.
Baginya Laura dan Maria adalah segalanya. Demi Raline keduanya rela menjadi budak germo Mami Lisa.
Meski hati Raline sakit saat melihat Ibu dan tantenya itu pulang pagi dalam keadaan mabuk, tidak banyak yang bisa ia perbuat selain merawat kedua PSK kesayangannya itu.
Sering sekali Raline mendapati Laura dan Maria pulang dengan membawa luka memar di tubuh mereka. Keduanya sering kali mendapatkan perlakuan kasar dari pelanggan.
Masih banyak orang yang memperlakukan wanita dengan semena-mena dan kasar dengan uang yang mereka punya. Tidak jarang ada yang membayar hanya untuk melampiaskan emosi mereka dengan cara menyiksa para PSK. Dan hal itu yang membuat hati Raline amat sangat sedih dan sakit.
***
Keesokan harinya ...
Raline berpamitan terlebih dahulu kepada Laura dan Maria. Meski keduanya masih di atas tempat tidur masing-masing lantas tidak membuatnya kehilangan sopan santun untuk berpamitan sebelum berangkat ke sekolah.
Dengan wajah yang tertunduk dan langkah yang cepat, Raline berjalan melewati rumah besar nan mewah milik Mami Lisa, germo terbesar di kota Jakarta.
Gadis itu sudah terbiasa berjalan dengan wajah yang tertunduk takut. Sejak kecil Laura mendoktrin anak gadisnya itu untuk tidak mengangkat wajah di depan Mami Lisa.
Tentu saja. Laura takut wajah asli Raline terungkap. Akan bahaya jika itu terjadi.
Huft! "Lega rasanya kalau sudah keluar dari kampung sialan itu!” rutuk Raline saat berhasil keluar dari kampung seksi.
Raline adalah murid beasiswa yang berprestasi di SMA ELITE. Selalu memenangkan kejuaran di berbagai mata pelajaran. Berkat beasiswa, gadis itu tidak perlu menggunakan uang haram untuk menyelesaikan pendidikannya.
Bukannya Raline tidak tahu rasa terima kasih, tetapi sudah sejak SMP gadis itu bertekad akan bersekolah dengan hasil kerja kerasnya sendiri.
Mulai dari kecil Raline sering ikut lomba di sekolah, khususnya lomba yang menghasilkan uang untuk dirinya sendiri.
Beruntung Raline memiliki seorang Ibu yang sangat mengerti akan dirinya dan tidak keberatan jika uang dari Laura sama sekali tak disentuh.
***
SMA ELITE INTERNATIONAL.
Sesampainya di koridor sekolah, Aletta yang melihat kedatangan Raline langsung mulai bertindak usil.
Aletta berniat untuk balas dendam. Niat jahat gadis populer nan tajir melintir itu muncul untuk menggertak Raline yang sudah berani mengganggu dirinya bermesraan dengan Gavin.
Raline yang berjalan dengan wajah menunduk, jadi kesempatan besar bagi Aletta untuk mengerjainya. Aletta sengaja ingin membuat Raline, yang dijuluki si cupu jelek itu malu di depan banyak orang.
Brugh!
Aletta menabrakkan tubuhnya dengan keras kepada Raline. Lantas, membuat si cupu jelek itu dengan mudahnya ambruk jatuh ke lantai.
Ups! Decak Aletta sengaja menubruk tubuh Raline. “Hahaha!" Gelak tawa siswa-siswi lain riuh menertawakan si cupu nan malang Raline. Bukannya membantu malah yang lain ikut-ikutan melempari Raline dengan kertas sembari merutuki gadis itu. Aletta membungkukkan tubuhnya dan berbisik ke telinga Raline. “Awas aja, kalau kamu menyebarkan kejadian kemarin. Aku nggak segan-segan berjanji akan membuatmu kehilangan beasiswa disini. Bahkan bisa saja di semua sekolah. Ingat, dimanapun!” gertak Aletta yakin. “A-aku tidak akan memberitahukan kejadian kemarin. Tidak ada untungnya juga untukku,” jawab Raline terbata-bata. “Good girl. Tidak salah kamu dikenal dengan sebutan cupu!" Aletta menata
Gavin memiringkan senyumnya dengan tatapan tajam mengarah ke wajah Raline. Saat Gavin melangkahkan kakinya, sontak membuat Raline memundurkan posisinya menjauh. "K-kamu mau apa? Jangan macam-macam. Dasar otak mesum!" Ancam Raline dengan tubuh yang gemetaran. Gavin tidak menanggapi ancaman dari Raline. Sedangkan yang ada dipikiran Raline sekarang adalah bagaimana caranya, bisa keluar dari kamar mandi sekolah. “Buka pintunya, Vin. Aku mau pulang,” pinta Raline datar. “Jawab dulu pertanyaanku, apa kamu menyukaiku?” tanya Gavin penasaran. “Pft! Suka? Hahaha …." Raline tertawa mendengar pertanyaan dari Gavin.
Belum sempat Raline berterima kasih, Devin sudah berada di depan bersiap untuk turun dari bus. Tidak lama bus kembali melaju, Raline merasakan ada yang mengganjal di atas tempat duduknya. Raline mengambil sesuatu yang mengganjal dengan tangannya. Sebuah buku tulis, dengan sampul polos. Raline membuka halaman awal, dan mendapati nama Devin, tertera di halaman awal. "Astaga, rupanya Devin ketinggalan buku disini," decak Raline khawatir. Karena Devin sudah turun terlebih dahulu dari bus, Raline memutuskan akan menyimpan buku tersebut sampai besok. Dan akan mengembalikannya besok disekolah. Perlahan Raline mencermati tulisan yang berjajar dengan rapi di buku milik Devin. "Tulisannya saja rapi. Enak dibaca. Sudah tampan dan pintar lagi," puji Raline membac
Keesokan harinya.Raline bersiap seperti biasa. Mengubah wajah cantiknya menjadi jelek, sebelum keluar dari rumah. Lalu mengenakan seragam sekolah. Raline yang tengah berada sendirian di rumah, tidak sempat sarapan karena sudah hampir terlambat sekolah. Sudah biasa bagi Raline bangun tidur tidak melihat siapapun di rumahnya. Menyiapkan segala sesuatu sendirian, bagi Raline adalah hal mudah. Terlahir dengan perhatian dan pengertian yang baik, membuat Raline mengerti akan perjuangan Ibunya.Setelah semua sudah beres, Raline berjalan menuju halte. Dengan langkah cepat Raline mengejar waktu agar tidak melewatkan gerbang yang segera tertutup dalam hitungan 30 menit lagi.
Perawat membuka pintu yang bertuliskan nama Dr. Daniel Aksara. Laura mengangguk segan dan menebar senyum kepada perawat yang sudah membukakan pintu untuknya. Sikap urakan Laura masih kental, saat berada ditengah orang banyak. Perlahan Laura masuk ke dalam ruangan, dan langsung duduk tanpa permisi kepada dokter yang tengah berdiri menghadap nakas di belakang meja kerja. "H-halo, Dok." Sapa Laura bingung. Dokter yang berperawakan tinggi besar itu berbalik badan, untuk melihat pasien yang akan diperiksanya. Brugh! Laura langsung terperanjat saat
RUMAH SAKIT MEDIHEALTHRaline dan Laura tengah mengantri untuk membeli obat. Setelah Laura selesai melakukan pemeriksaan, Raline ikut mendengar hasil diagnosa kesehatan Laura."Mulai sekarang Mama jangan suruh Raline makan, tapi Mama sendiri harus teratur makan." Pesan Raline mengingatkan Laura. "Mama juga harus kurangi minum bagaimanapun juga. Bukan Raline mengatur, tapi ini demi kesehatan Mama." Sambung Raline memperingatkan Laura, yang mengidap maag akut.Sudah menjadi hal biasa Laura hidup tidak teratur selama ini. Sejak dulu, dirinya lebih banyak mengkonsumsi alkohol dibandingkan makanan. Baginya dengan tidak sada
"Ma, ayo bangun." Sudah beberapa kali Raline membangunkan Laura namun tak kunjung berhasil. Dari luar kamar, akhirnya Raline memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. "Pulas sekali, tidurnya? Pakai senyum-senyum segala lagi," gumam Raline. Raline membangunkan Laura lagi, perlahan agar tidak mengejutkan Mamanya itu. Duduk di sisi ranjang, Raline tampak mengamati wajah Laura yang masih sangat cantik. Hoam … Laura terbangun sambil menggeliat. "Eh, Raline?" Laura terkejut dengan keberadaan anak gadisnya. "Ayo sebentar lagi Mama telat," ucap Raline mengingatkan.
"Kalian pernah dengar, tentang anak lelaki yang bunuh diri di atas gak? Dia habis meratapi kesalahannya, lalu bunuh diri disana. Kalian yakin mau ke atas?" Raline semakin mendalami aktingnya. Bahkan terlanjur hiperbola.Pft!Tiba tiba ada suara dari atas tengah menahan tawa. Suara itu menggema dan terdengar mengerikan. Sontak gerombolan adik kelas itu berlarian kocar-kacir saat mendengar suara yang muncul dari atas.Setelah semua berlarian, Raline masih berdiri di anak tangga. Bulu kuduknya malah ikut-ikutan merinding saat melihat ke lantai atas."Ish! Kenapa aku malah jadi ikut-ikutan takut?" gumam Raline memeluk tubuhnya sendiri. Tak ingin berlama-lama, Raline langsung kembali turun sebe
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. “Ral, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?” ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. “Raline tunggu disini, ya, Tan.” Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah