Belum sempat Raline berterima kasih, Devin sudah berada di depan bersiap untuk turun dari bus. Tidak lama bus kembali melaju, Raline merasakan ada yang mengganjal di atas tempat duduknya.
Raline mengambil sesuatu yang mengganjal dengan tangannya. Sebuah buku tulis, dengan sampul polos. Raline membuka halaman awal, dan mendapati nama Devin, tertera di halaman awal. "Astaga, rupanya Devin ketinggalan buku disini," decak Raline khawatir.
Karena Devin sudah turun terlebih dahulu dari bus, Raline memutuskan akan menyimpan buku tersebut sampai besok. Dan akan mengembalikannya besok disekolah.
Perlahan Raline mencermati tulisan yang berjajar dengan rapi di buku milik Devin. "Tulisannya saja rapi. Enak dibaca. Sudah tampan dan pintar lagi," puji Raline membaca halaman awal buku pelajaran milik Devin.
Wajah Raline yang sejak awal kusut menjadi sumringah saat melihat sosok Devin. Raline memutuskan untuk menyimpan buku milik Devin ke dalam tasnya dengan hati-hati. Gadis itu pun tidak sabar besok, ingin bertemu dengan Devin untuk mengembalikan buku dan berterima kasih sudah memberikannya tempat duduk di dalam bus.
"Anak yang baik hati. Berprestasi. Benar-benar idaman sekali," gumam Raline dengan wajah tertunduk. "Dia kaya raya, tapi tidak sombong sama sekali. Mau naik bus yang penuh asap. Padahal dia sendiri, bisa pakai mobil mewahnya. Tidak seperti si Gavin, sombong sok tampan. Mesum lagi? Aish …" sambung Raline menggerutu geli, sambil menutup wajahnya sendiri dengan kedua tangannya. Raline membandingkan Devin dan Gavin yang bagaikan langit dan bumi.
Memikirkan keistimewaan seorang Devin membuat Raline terbuai. Tidak lama bus kembali berhenti, di halte terakhir dan Raline bergegas turun dari bus. Raline kembali melanjutkan perjalan menuju rumah dengan berjalan kaki.
15 menit berjalan kaki, Raline memasuki kampung seksi. Komplek perumahan tempat Raline tinggal bersama dengan Laura dan puluhan psk lain, yang menjadi budak uang Mami Lisa.
Lagi-lagi Raline berjalan dengan wajah tertunduk. Dengan langkah cepat, Raline memasuki kampung seksi.
"Hey, jelek!"
Raline berhenti saat ada yang memanggilnya dengan sebutan jelek. Wajahnya sedikit terangkat, dan menoleh ke arah samping kanan. Lebih tepatnya di depan rumah Mami Lisa ada seseorang yang berteriak memanggilnya.
"Baru pulang, kamu?" tanya Tian. Lelaki yang memanggil Raline dengan sebutan jelek.
"Ya," jawab Raline singkat.
"Ketus amat? Lagi PMS, ya?" goda Tian.
"Kalau aku PMS, mau belikan pembalutnya?" Balas Raline lagi.
"Boleh. Satu truk juga aku belikan, kalau kamu mau." Tian mencibir sambil menahan tawanya.
"Ish! Bawel." Raline menggerutu. "Udah ya? aku mau pulang."
"Nanti balas chat aku ya, jelek!" Teriak Tian bersemangat. Senyumnya lebar dan ia sangat senang bertemu dengan gadis yang sudah menjadi sahabatnya sejak lama.
Raline tidak menggubris Tian sama sekali, dan kembali melanjutkan langkahnya kembali pulang. Sedangkan Tian terus berdiri di depan gerbang rumah mewahnya, memandangi Raline. Cinta pertama Tian sejak mereka masih kecil. Ya, lelaki itu bukan menganggap gadis itu sebagai sahabat lagi. Melainkan sebagai lawan jenis yang sangat menarik.
Tian adalah anak satu-satunya, dari Mami Lisa. Hal itulah yang membuat Raline menghindari Tian. Karena permintaan dari Mami Lisa dan Mama nya sendiri,membuat Raline harus menjauhi sahabatnya sendiri. Sedangkan Tian harus memendam cintanya kepada Raline. Mereka memutuskan untuk saling menjauh demi kebaikan mereka dan keluarga. Tentunya demi keamanan gadis itu.
Hubungan Tian dan Raline adalah sahabat sejak mereka kecil. Tinggal di kampung seksi dan bermain disana membuat mereka semakin dekat. Sampai akhirnya Tian memilih pindah dan tinggal di apartemen karena tidak setuju dengan pekerjaan yang digeluti oleh Ibunya yang bertolak belakang dengan hati nuraninya. Ibunya menjual banyak gadis dengan harga mahal kepada lelaki hidung belang kaya raya.
“Tian, kenapa kamu berdiri disana?” panggil Mami Lisa setengah berteriak.
“Ah, aku lagi cari cemilan aja kok Ma,” jawab Tian langsung berlari menghampiri Mami Lisa. Dia gugup sekarang.
Mami Lisa menatap anak lelakinya dengan tatapan menyelidik. “Apaan sih, Ma? Lihat Tian gitu amat?” Tian berkelit dari tatapan Mami Lisa.
“Kamu tidak menunggu si jelek itu ‘kan?” tanya Mami Lisa.
Tian menggelengkan kepalanya cepat. “Udah ah, Tian lapar.” Mengalihkan pembicaraan, itulah yang Tian lakukan. Anak Mami Lisa itu pun masuk ke dalam rumah, dan menjauh dari sang Ibu agar tidak di cecar tentang Raline.
“Anak ini, bisa-bisanya dia berbohong dengan Ibunya sendiri?” gerutu Mami Lisa menatap Tian dari kejauhan.
Laura mengecam keras Raline dekat dengan Tian. Belum lagi Laura sangat takut jika, wajah Raline diketahui oleh Tian dan Mami Lisa. Bisa-bisa Laura kehilangan Raline jika itu terjadi. Sia-sia perjuangan Laura dan Maria selama belasan tahun menjaga rahasia besar itu.
Bahaya besar bagi keduanya jika wajah asli Raline terbongkar kepada germo kelas kakap berdarah dingin seperti Mami Lisa. Nyawa Laura, Maria akan ikut terancam. Jangan sampai itu terjadi.
***
Sesampainya di rumah, Raline disambut oleh Laura. “Anak Mama, kok baru pulang jam segini?” Sapa Laura memeluk Raline di depan pintu.
Raline melepaskan pelukan Laura. Kemudian menatap wajah Laura yang tampak berbeda. “Wajah Mama pucat lagi. Apa Mama sakit lagi?” tanya Raline menyelidik.
Laura menuntun Raline masuk ke dalam rumah, sambil membawakan tas punggung anak gadisnya.
“Mama baik-baik aja kok, Nak. Lagian Mama kalau tidak pakai riasan kan memang pucat?” Laura berkelit.
“Bohong. Memangnya Raline anak kecil apa, dibohongin terus? Sini,” Raline berbalik badan, dan memegangi kening Laura. “Tuh ‘kan demam? Apa Mama masih sering kram perutnya?” tanya Raline khawatir.
“Memangnya ini demam, ya?” Laura memegangi keningnya.
Raline melihat dengan jelas wajah Laura yang tampak pucat. Anak gadis itu bisa melihat jelas jika Mama nya tengah menahan sakit. Sudah beberapa kali, Laura sempat pingsan karena kesakitan dibagian perut.
Namun Laura tidak ingin membuat Raline khawatir kepadanya. Apalagi tinggal satu bulan, Raline akan menjalani ujian nasional disekolah. Laura memang mengidap maag cukup parah. Perutnya sering bermasalah. Belum lagi alkohol yang harus diminum oleh Laura saat tengah melayani tamu, membuat lambung di perut Laura semakin sering menyiksanya.
“Mama baik-baik aja kok, sayang ….” Laura memegangi wajah Raline penuh kasih sayang.
“Maafin aku kalau membuat Mama dan Tante Maria kerepotan mengurusi Raline. Sampai Mama harus mengabaikan kesehatan Mama begini demi Raline. Tapi bisa gak, kali ini aja Mama menuruti Raline? Kita pergi ke dokter sekali aja, ya?” Raline perlahan membujuk Laura agar mau periksa ke dokter soal kondisi kesehatannya. “Raline akan temani Mama ke dokter. Setelah periksa, baru aku bisa tenang menghadapi ujian sekolah nanti. Mama mau kan, dengerin kata-kata Raline?”
Seketika Laura memandangi kedua mata anaknya yang berkaca-kaca. Melihat Raline memohon, membuat Laura tidak bisa menolak keinginan anak gadisnya yang cantik itu. Hatinya luluh seketika.
“Iya, nanti besok pas Mama libur kita pergi ke dokter. Tapi Raline janji, harus belajar yang rajin setelah itu.”
Raline mengangguk yakin. Sebuah pelukan mendarat di tubuh Laura. Anak gadisnya menyergap Laura dengan erat. Dibalas oleh Laura yang membalas pelukan Raline.
“Mama sayang Raline,” ucap Laura sambil berkaca-kaca.
“Apalagi Raline.” Balas Raline.
“Udah, makan dulu sana. Mama mau siap-siap.” Laura melepaskan pelukannya.
*****
Keesokan harinya.Raline bersiap seperti biasa. Mengubah wajah cantiknya menjadi jelek, sebelum keluar dari rumah. Lalu mengenakan seragam sekolah. Raline yang tengah berada sendirian di rumah, tidak sempat sarapan karena sudah hampir terlambat sekolah. Sudah biasa bagi Raline bangun tidur tidak melihat siapapun di rumahnya. Menyiapkan segala sesuatu sendirian, bagi Raline adalah hal mudah. Terlahir dengan perhatian dan pengertian yang baik, membuat Raline mengerti akan perjuangan Ibunya.Setelah semua sudah beres, Raline berjalan menuju halte. Dengan langkah cepat Raline mengejar waktu agar tidak melewatkan gerbang yang segera tertutup dalam hitungan 30 menit lagi.
Perawat membuka pintu yang bertuliskan nama Dr. Daniel Aksara. Laura mengangguk segan dan menebar senyum kepada perawat yang sudah membukakan pintu untuknya. Sikap urakan Laura masih kental, saat berada ditengah orang banyak. Perlahan Laura masuk ke dalam ruangan, dan langsung duduk tanpa permisi kepada dokter yang tengah berdiri menghadap nakas di belakang meja kerja. "H-halo, Dok." Sapa Laura bingung. Dokter yang berperawakan tinggi besar itu berbalik badan, untuk melihat pasien yang akan diperiksanya. Brugh! Laura langsung terperanjat saat
RUMAH SAKIT MEDIHEALTHRaline dan Laura tengah mengantri untuk membeli obat. Setelah Laura selesai melakukan pemeriksaan, Raline ikut mendengar hasil diagnosa kesehatan Laura."Mulai sekarang Mama jangan suruh Raline makan, tapi Mama sendiri harus teratur makan." Pesan Raline mengingatkan Laura. "Mama juga harus kurangi minum bagaimanapun juga. Bukan Raline mengatur, tapi ini demi kesehatan Mama." Sambung Raline memperingatkan Laura, yang mengidap maag akut.Sudah menjadi hal biasa Laura hidup tidak teratur selama ini. Sejak dulu, dirinya lebih banyak mengkonsumsi alkohol dibandingkan makanan. Baginya dengan tidak sada
"Ma, ayo bangun." Sudah beberapa kali Raline membangunkan Laura namun tak kunjung berhasil. Dari luar kamar, akhirnya Raline memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. "Pulas sekali, tidurnya? Pakai senyum-senyum segala lagi," gumam Raline. Raline membangunkan Laura lagi, perlahan agar tidak mengejutkan Mamanya itu. Duduk di sisi ranjang, Raline tampak mengamati wajah Laura yang masih sangat cantik. Hoam … Laura terbangun sambil menggeliat. "Eh, Raline?" Laura terkejut dengan keberadaan anak gadisnya. "Ayo sebentar lagi Mama telat," ucap Raline mengingatkan.
"Kalian pernah dengar, tentang anak lelaki yang bunuh diri di atas gak? Dia habis meratapi kesalahannya, lalu bunuh diri disana. Kalian yakin mau ke atas?" Raline semakin mendalami aktingnya. Bahkan terlanjur hiperbola.Pft!Tiba tiba ada suara dari atas tengah menahan tawa. Suara itu menggema dan terdengar mengerikan. Sontak gerombolan adik kelas itu berlarian kocar-kacir saat mendengar suara yang muncul dari atas.Setelah semua berlarian, Raline masih berdiri di anak tangga. Bulu kuduknya malah ikut-ikutan merinding saat melihat ke lantai atas."Ish! Kenapa aku malah jadi ikut-ikutan takut?" gumam Raline memeluk tubuhnya sendiri. Tak ingin berlama-lama, Raline langsung kembali turun sebe
Menunggu kedatangan Devin, malah membuat Raline sempat-sempatnya tertidur dengan posisi kepala di atas meja. Buku pun masih berserakan di atas meja. Raline memang gampang tertidur saat kepalanya bersandar di tempat yang bisa membuatnya nyaman.Setengah jam kemudian …Raline masih tertidur di perpustakaan, namun saat ini bukan Devin yang berada di hadapan Raline. Melainkan Gavin yang tengah menatap ke arah Raline. Gavin menopang wajahnya dengan tangan kanan. Sudah hampir 10 menit Gavin berada di depan Raline. Memandang sambil melamun memikirkan sesuatu tentang gadis yang membuatnya penasaran ingin memiliki Raline."Jelek, t
Tik … Tik … Tik …Suara hujan memecah suasana di dalam toko buku, yang sekaligus menjual berbagai macam accesories musik. Sontak suara riuh hujan di luar, membuat Devin mengalihkan pandangan ke arah luar. Mendung dan hujan yang perlahan mulai deras turun dengan tiba-tiba."Yah, hujan?" Devin merasa sedikit kecewa dengan suasana yang tiba-tiba turun hujan.Raline yang melihat ekspresi Devin langsung melepas headphone nya. "Ada apa?" tanya Raline khawatir melihat perubahan eks
Kediaman keluarga MaheswariRaline menatap langit-langit ruang tamu rumah Devin. Rumah itu terlihat sepi dari anggota keluarga pada umumnya. Hanya berisi pekerja saja yang wara-wiri menyelesaikan tugas mereka di kediaman Maheswari. Entah berapa banyak pekerja yang tinggal di istana itu, batin Raline sontak bergejolak memikirkannya."Ngapain kamu disini?" tanya suara yang muncul dari lantai atas.Raline langsung mencari sumber suara. Namun wajah Raline langsung berubah saat melihat lelaki yang bertanya kepadanya barusan.
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. “Ral, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?” ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. “Raline tunggu disini, ya, Tan.” Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah