Perawat membuka pintu yang bertuliskan nama Dr. Daniel Aksara. Laura mengangguk segan dan menebar senyum kepada perawat yang sudah membukakan pintu untuknya.
Sikap urakan Laura masih kental, saat berada ditengah orang banyak.
Perlahan Laura masuk ke dalam ruangan, dan langsung duduk tanpa permisi kepada dokter yang tengah berdiri menghadap nakas di belakang meja kerja.
"H-halo, Dok." Sapa Laura bingung.
Dokter yang berperawakan tinggi besar itu berbalik badan, untuk melihat pasien yang akan diperiksanya.
Brugh!
Laura langsung terperanjat saat melihat sosok lelaki berjas putih, yang menggunakan dalaman kemeja berwarna navy blue.
"Laura?" ucap dokter Daniel yang terkejut dengan kehadiran Laura.
Saat itu juga Laura beranjak dari kursi. Namun langkah Laura terlalu lambat. Dokter Daniel langsung menahan tangan Laura.
"Jangan pergi!" Daniel menahan Laura sebelum ia keluar dari ruangan.
Namun disaat Laura dan Daniel tengah shock, tiba-tiba Raline masuk ke dalam ruangan.
"Mama?" Raline nampak kebingungan dengan posisi tangan Laura yang dipegangi oleh dokter. "Ada apa, Ma?" tanya Raline khawatir.
"Ah, Mama cuma kaget aja. K-kamu bisa tunggu diluar dulu?" Laura berkilah.
"Mama yakin?"
Daniel yang tersadar langsung melepaskan tangannya dari Laura.
"Mama mu tadi takut diperiksa. Karena itu aku berusaha menahannya," timpal dokter Daniel.
"Baiklah. Tapi untuk hasil pemeriksaannya, Raline harus tau ya?" kata Raline menatap lekat ke arah Laura.
Laura mengangguk dengan senyum yang terpaksa.
Raline beranjak keluar dari ruangan. Lalu menunggu Laura di depan ruangan tempat Mamanya sedang diperiksa. Ada rasa khawatir di dalam benak Raline, saat melihat Laura dipegang oleh dokter Daniel. Dokter yang jelas-jelas baru, Raline lihat. Namun Raline berusaha tetap tenang dan berpikir positif. Kepercayaan Raline kepada Laura, sangat patut diacungi jempol.
"Kamu tahu aku seorang dokter. Disini kamu pasien, jadi aku akan profesional," ujar Daniel menenangkan Laura. "Duduklah."
Wajah Laura seketika tertunduk malu.
Begitu juga dengan dokter Daniel. Wajah mereka berdua sama-sama memerah. Ada perasaan malu dan canggung di antara keduanya. Namun Daniel tetap bersikap profesional sebagai seorang dokter. Dokter tampan berusia 38 tahun itu, mulai melakukan pemeriksaan kepada Laura. Dengan perasaan sangat canggung, Laura mengkonsultasikan kesehatannya. Terutama hal yang sering dialaminya akhir-akhir ini di bagian perut.
FLASHBACK …
CLUB HOUSE MONALISA.
Laura tengah berada di sebuah kamar hotel. Mengenakan kaos hitam polos dan jeans panjang berwarna biru dongker. Saat itu Laura masih berusia 19 tahun. Duduk diatas tempat tidur berukuran king size, Laura tengah menanti lelaki yang menginginkan keperawanannya.
Di usia 19 tahun, Laura melepas keperawanannya demi uang. Demi menyambung hidup yang terluntang lantung di kerasnya kehidupan di Ibukota. Sebelumnya Laura hanya dipekerjakan untuk menemani lelaki hidung belang di ruang karaoke, club house yang dimiliki Mami Monalisa. Namun karena usia Laura sudah cukup matang, barulah Mami Lisa menawarkan uang kepada Laura dengan menjual keperawananya.
Dengan polosnya Laura menyetujui tawaran gembong germo kelas kakap itu. Mami Lisa menjual keperawanan Laura dengan harga 100 juta. Sebelumnya Mami Lisa sudah memastikan jika Laura memanglah masih perawan. Jadi tidak ada kekecewaan bagi pelanggan yang sudah membayar mahal untuk itu.
Kriet … Pintu kamar hotel terbuka. Seorang lelaki yang masih terlihat muda masuk ke dalam kamar. Kemeja yang dikenakan lelaki itu tampak berantakan.
Laura yang sudah dilatih untuk full service, langsung menghampiri pelanggan pertama yang beruntung mendapatkan keperawanannya. Dengan tanggap Laura membantu lelaki itu masuk ke dalam kamar hotel.
Laura melepaskan kemeja lelaki yang belum pernah dikenal sebelumnya.
"N-namamu siapa?" tanya lelaki itu terbata-bata.
"Laura," jawabnya sambil tersenyum manis. "Kamu?" tanya Laura kemudian.
"Panggil aku dokter saja," ucap lelaki yang baru saja dilantik sebagai dokter umum di salah satu rumah sakit swasta.
"Baiklah."
Laura menjawab seadanya dan hanya bisa tunduk patuh kepada pelanggan pertama yang membayar mahal dirinya.
"Tapi sebelumnya aku tidak pernah melakukan hal ini. Maksudnya aku belum pernah menikah dan tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya," jelas lelaki yang ternyata bernama Daniel Aksara. Namun lelaki itu memilih merahasiakan nama dan identitas aslinya.
"Aku sudah tahu semua masalahmu. Kamu sendiri juga sudah tahu 'kan, kalau aku juga pertama kali melakukan ini?" Ungkap Laura suasana. Meskipun dirinya sendiri terlihat canggung.
"Maaf." Ucap Daniel dengan wajah tertunduk.
Laura tersenyum tenang mendengar kata sederhana yang keluar dari mulut pelanggannya itu.
"Kamu mau minum dulu?" tanya Laura beranjak menuju meja kecil yang sudah tersedia dua botol wine.
"Jangan." Daniel menahan Laura.
"Aku ingin malam ini kita seperti sepasang pengantin baru. Kamu bisa 'kan?" minta Daniel dengan wajah bersemu merah.
Laura tersenyum patuh.
"Bisa kita memulainya di kamar mandi?" mintanya lag. Daniel canggung namun dia berani menuntut.
Laura mengangguk patuh saja. Di depannya adalah uang yang sangat banyak. Dia sudah tidak peduli dengan keperawanan lagi.
Daniel melepaskan kancing kemejanya, tetapi Laura menahannya. Perempuan muda itu, mengambil momen awal. Seperti permintaan pelanggannya, Laura menjadi akan menjadi seperti seorang pengantin perempuan.
Satu persatu kancing kemeja dibuka oleh Laura perlahan. Malam itu Laura hanya menggunakan riasan tipis, karena memang wajahnya sudah cantik natural. Belum lagi wajah blasterannya cukup kental dan menggoda banyak lelaki yang melihat paras cantik dan seksi itu.
Laura menanggalkan pakaian Daniel bagian atas, menyisakan celana bahan di bagian bawah.
"Buka saja," titah Daniel.
Laura tunduk patuh. Dilepaskannya celana hitam bahan milik pelanggannya itu dengan wajah memerah padam. Dia malu, layaknya kepiting yang baru direbus. Perlahan tapi pasti, semua kain terlepas dari tubuh Daniel. Laura cukup hebat untuk pemula.
Beruntung Laura mendapatkan lelaki tampan dan gagah untuk pertama kalinya. Setidaknya Laura tidak rugi memuaskan lelaki yang memiliki wajah tampan seperti Daniel. Belum lagi usianya masih muda. Sama-sama pertama kali melakukan hubungan intim. Perjaka dan perawan.
Laura membalut handuk putih di bagian pinggul Daniel.
Tanpa membuang waktu, Daniel mencium lembut pipi Laura. Kemudian menjatuhkan bibirnya ke pelipis mata. Lalu terjun ke bibir seksi milik Laura.
Laura merasakan sebuah kekecewaan dari pelanggannya itu. Sebuah perasaan marah yang tertahan. Entah apa yang sedang dihadapi lelaki yang rela membuang uang demi mendapatkan mahkota seorang PSK bernama Laura Ansara.
Bak seorang profesional, Laura menekan penuh ciuman mesra yang dimulai oleh Daniel. Laura membuka kesempatan kepada lelaki itu untuk menjelajah di dalam mulutnya. Tubuhnya meremang hebat. Ia menggelinjang gelisah.
Perlahan namun pasti, Daniel mulai merasakan hawa panas disekujur tubuhnya. Tangannya mulai liar, memegang pinggul Laura. Kemudian melepaskan kancing jeans yang masih Laura pakai dengan utuh.
Laura merasa jika Daniel kebingungan melepaskan jeans sambil merekatkan bibir bersamaan. Tangan Laura turun mengambil alih, melepaskan pakaiannya. Sebuah lingerie hitam terpasang di tubuh Laura saat luarannya terlepas.
Saat sadar jika Laura sudah menanggalkan jeans, Daniel melepaskan ciuman panasnya. Nafas Daniel terengah-engah setelah bertahan dalam lumatan keduanya. Keduanya sama-sama bernafas tersengal. Jantungnya memburu.
Ada sesuatu yang menyembul di balik handuk. Semakin lama makin menegan dan menantang. Ia melihat lingerie yang dipakai Laura. Daniel memutuskan untuk menggunakan tangannya sendiri untuk melepaskan kaos hitam yang masih melekat di tubuh Laura.
Sebuah pemandangan awam, muncul di hadapan Daniel. Cukup bagus untuknya menelusupkan wajahnya ke dada seorang PSK yang terlihat sangat indah dan seksi itu.
"Nanti saja ke kamar mandi," minta Daniel gemetaran.
Laura mengangguk sambil melepaskan lilitan yang menghalangi pemandangan Daniel. Jelas perempuan itu paham akan arah pandangan pelanggannya.
"Aku saja," lanjut Daniel menawarkan diri.
Laura membalikkan badan, seolah mengerti maksud Daniel.
*****
RUMAH SAKIT MEDIHEALTHRaline dan Laura tengah mengantri untuk membeli obat. Setelah Laura selesai melakukan pemeriksaan, Raline ikut mendengar hasil diagnosa kesehatan Laura."Mulai sekarang Mama jangan suruh Raline makan, tapi Mama sendiri harus teratur makan." Pesan Raline mengingatkan Laura. "Mama juga harus kurangi minum bagaimanapun juga. Bukan Raline mengatur, tapi ini demi kesehatan Mama." Sambung Raline memperingatkan Laura, yang mengidap maag akut.Sudah menjadi hal biasa Laura hidup tidak teratur selama ini. Sejak dulu, dirinya lebih banyak mengkonsumsi alkohol dibandingkan makanan. Baginya dengan tidak sada
"Ma, ayo bangun." Sudah beberapa kali Raline membangunkan Laura namun tak kunjung berhasil. Dari luar kamar, akhirnya Raline memutuskan untuk masuk ke dalam kamar. "Pulas sekali, tidurnya? Pakai senyum-senyum segala lagi," gumam Raline. Raline membangunkan Laura lagi, perlahan agar tidak mengejutkan Mamanya itu. Duduk di sisi ranjang, Raline tampak mengamati wajah Laura yang masih sangat cantik. Hoam … Laura terbangun sambil menggeliat. "Eh, Raline?" Laura terkejut dengan keberadaan anak gadisnya. "Ayo sebentar lagi Mama telat," ucap Raline mengingatkan.
"Kalian pernah dengar, tentang anak lelaki yang bunuh diri di atas gak? Dia habis meratapi kesalahannya, lalu bunuh diri disana. Kalian yakin mau ke atas?" Raline semakin mendalami aktingnya. Bahkan terlanjur hiperbola.Pft!Tiba tiba ada suara dari atas tengah menahan tawa. Suara itu menggema dan terdengar mengerikan. Sontak gerombolan adik kelas itu berlarian kocar-kacir saat mendengar suara yang muncul dari atas.Setelah semua berlarian, Raline masih berdiri di anak tangga. Bulu kuduknya malah ikut-ikutan merinding saat melihat ke lantai atas."Ish! Kenapa aku malah jadi ikut-ikutan takut?" gumam Raline memeluk tubuhnya sendiri. Tak ingin berlama-lama, Raline langsung kembali turun sebe
Menunggu kedatangan Devin, malah membuat Raline sempat-sempatnya tertidur dengan posisi kepala di atas meja. Buku pun masih berserakan di atas meja. Raline memang gampang tertidur saat kepalanya bersandar di tempat yang bisa membuatnya nyaman.Setengah jam kemudian …Raline masih tertidur di perpustakaan, namun saat ini bukan Devin yang berada di hadapan Raline. Melainkan Gavin yang tengah menatap ke arah Raline. Gavin menopang wajahnya dengan tangan kanan. Sudah hampir 10 menit Gavin berada di depan Raline. Memandang sambil melamun memikirkan sesuatu tentang gadis yang membuatnya penasaran ingin memiliki Raline."Jelek, t
Tik … Tik … Tik …Suara hujan memecah suasana di dalam toko buku, yang sekaligus menjual berbagai macam accesories musik. Sontak suara riuh hujan di luar, membuat Devin mengalihkan pandangan ke arah luar. Mendung dan hujan yang perlahan mulai deras turun dengan tiba-tiba."Yah, hujan?" Devin merasa sedikit kecewa dengan suasana yang tiba-tiba turun hujan.Raline yang melihat ekspresi Devin langsung melepas headphone nya. "Ada apa?" tanya Raline khawatir melihat perubahan eks
Kediaman keluarga MaheswariRaline menatap langit-langit ruang tamu rumah Devin. Rumah itu terlihat sepi dari anggota keluarga pada umumnya. Hanya berisi pekerja saja yang wara-wiri menyelesaikan tugas mereka di kediaman Maheswari. Entah berapa banyak pekerja yang tinggal di istana itu, batin Raline sontak bergejolak memikirkannya."Ngapain kamu disini?" tanya suara yang muncul dari lantai atas.Raline langsung mencari sumber suara. Namun wajah Raline langsung berubah saat melihat lelaki yang bertanya kepadanya barusan.
"Aku menyukaimu!" Teriak Gavin mengejar Raline.Sentak Raline menghentikan langkahnya. "Sayangnya aku sudah menyukai orang lain," balas Raline dengan penuh keyakinan."Raline?" Devin muncul tiba-tiba diantara mereka.Seketika Raline menundukkan wajahnya. Jelas Raline malu jika harus dilihat oleh Devin, karena sedang menangis."Kamu apakan Raline!" Bentak Devin setengah berteriak kepada Gavin."Permisi." Raline berlalu begitu saja, melewati D
Setelah menunggu pelanggan datang, akhirnya pintu karaoke terbuka. Dengan sigap Laura mematikan rokok yang ada di tangan.Namun saat melihat sosok lelaki yang masuk ke dalam ruang karaoke VIP membuat Laura tersentak, akan kehadiran pelanggan yang sudah ditunggunya."Daniel?"Laura tersentak saat melihat sosok Daniel lagi. Bukan di rumah sakit, melainkan di tempat karaoke VIP. Lelaki di masa lalu Laura itu, kini berada satu ruangan dengannya. Daniel pun menghampiri Laura."Maaf kalau aku lagi-lagi membayarmu dengan uangku," ucap Daniel s
Extra bab untuk my readers beloved, PAID LOVE. ___________ Di sebuah mall, Raline dan sang tante pergi ke sebuah store branded luar negeri. Dimana ada foto Raline yang terpampang lebar didepan store menggunakan pakaian branded tersebut dari atas hingga bawah. Ya, hari ini adalah hari tenang Raline sebelum berangkat pergi ke Australia minggu depan. Ia, mendapat black card untuk membelanjakan kartu hitam mewahnya dengan brand yang menjadikannya Brand Model Ambassador. “Ral, Tante mau ke toilet dulu sebentar. Kamu disini aja kan?” ijin Tante Maria pada san keponakan. Raline mengangguk sebagai jawaban. “Raline tunggu disini, ya, Tan.” Maria pun bergegas pergi dari store tersebut dan mencari toilet terdekat. Raline juga kembali diarahkan oleh salah satu retail sales berpengalaman pada produk terbaru mereka. Pada saat tangan Raline meraih salah satu tas yang terpanjang, tiba-tiba ada seseorang yang meraihnya terlebih dahulu. Lantas, wanita itu langsung menoleh dan menatap sosok lelak
Terima kasih sudah berkenan mampir di cerita sederhana ini. Tidak mewah memang, tetapi cerita ini aku tulis dengan hati dan cinta. Segenap hati aku menulis ini dalam keadaan tidak sempurna, karena authornya masih human. Bukan alien. Mhehehe :) Semua emosiku aku tuang di cerita PAID LOVE dari sedih, senang, gusar, bahagia bahkan tersedu-sedu seperti saat aku menuliskan sedikit ucapan untuk yang sudah singgah apalagi menetap bersama Author yang hobi makan remahan taro ini. Kiranya kalian kata-kata tidak puitis dan aneh ini bisa dong, kasih ulasan tentang cerita PAID LOVE, entah itu Raline, Gavin, Laura dan lain-lain. Singkat memang, tapi tidak ada cerita yang berakhir harus bahagia. Cerita ini memang menggantung, dan agak
"Luka itu tidak akan pernah bisa sembuh sekalipun bisa hilang dari pandangan mata ...."***Satu tahun kemudian ….Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Devin. Ia mencium bibir Raline dengan paksa. Berhasil wanita itu membalas dengan tamparan keras di wajah adik dari Gavin. Selama ini dia sangat mempercayai Devin. Tetapi sekarang semua kepercayaan itu hancur lebur."Kamu keterlaluan, Dev! Jadi semua itu kamu penyebabnya, huh!? Aku tidak menyangka kamu sejahat itu ternyata."Raline tidak menyangka jika semua yang terjadi adalah ulah Devin dan Lucy. Hubungan dia bersama Gavin hancur karena dengan sengaja lelaki itu mengadu domba keduanya sampai berpisah seperti sekarang.&nbs
Selama di dalam perjalanan menuju pulang, Laura terus membujuk Raline untuk menerima tawaran pemilik agensi model itu. Bahkan Raline kebingungan menolak tawaran itu saat Gasari memintanya lagi untuk menjadi model.“Ini bakal jadi pengalaman baru buat kamu. Siapa tahu uangnya bisa kamu tabung dan lanjut untuk kuliah. Daripada kamu di rumah terus, Nak. Coba baca dulu kontraknya, terus kamu bisa terima tawaran untuk berkunjung ke kantor agensi itu. Mama temani nanti, deh, ya?” bujuk Laura antusias.Dia juga sebenarnya tidak tega melihat anak kesayangannya itu hanya di rumah seperti dirinya tanpa memiliki aktivitas lain. Hanya Maria yang bekerja. Meski sebenarnya, Laura memiliki uang simpanan pemberian Gavin yang dirahasiakan olehnya dari Raline. Sepeserpun kartu gold pemberian dari menantunya itu tidak pernah disentuh olehnya.
Tiga puluh hari kemudian.Raline tinggal bersama Laura dan Maria. Sudah satu bulan wanita itu pergi dari rumah keluarga Gavin. Sebenarnya Raline ingin pergi dari rumah pemberian suaminya, namun Jamal sudah mewanti-wanti agar tidak perlu meninggalkan hunian mereka sekarang. Rumah yang menjadi tempat tinggal keluarga Raline saat ini, sudah atas nama dia sendiri.Laura dan Maria sampai detik ini tidak tahu kenapa anak kesayangan mereka itu pergi meninggalkan Gavin dan malah tinggal bersama-sama sekarang.Raline berubah menjadi lebih pendiam dan suka berada di dalam kamar setelah keluar dari kediaman mertuanya. Bahkan, tidak jarang dia bisa tahan seharian penuh tidak keluar dari kamar. Laura sempat khawatir, tapi selalu saja Raline bisa berkilah kalau dia akan baik-baik saja.
Raline terikat kedua tangannya salah satu tiang kamar. Gavin menyesapi setiap inci tubuhnya tanpa ada yang tertinggal. Kissmark di leher, dan bekas gigitan membekas di sela paha wanita itu. Ia terperanjat akan sentuhan kasar Gavin yang berada di titik intimnya. Tubuh putih itu sekarang tidak mulus karena lelaki itu menodainya dengan bekas-bekas kegilaannya.Disuruhnya paksa wanita itu menggeliat seksi. Gavin memperlakukan Raline sudah seperti wanita bayaran. Rasa trauma itu kembali muncul. Dia tidak menyangka di dalam hidupnya jika Gavin yang memperlakukannya seperti ini. Kasar dan brutal. Tubuhnya sudah tidak tahan akan kegilaan lelaki itu. Desahan, rintihan tidak hentinya lolos.Pandangan Raline sudah buram. Dia memang bergairah dan sudah mencapai puncak dua kali, namun lelaki itu tidak kunjung menuntaskannya. Malah Gavin hanya menjadikannya tonto
Raline terperanjat setiap kali Gavin mencumbu setiap inci tubuhnya dengan brutal dan kasar. Setitik kristal bening keluar di sudut mata Raline yang tertutup rapat. Saat mata itu terbuka, ia seakan memohon pada Gavin agar berhenti menyiksanya.Tangan Gavin meremas kasar dada Raline tanpa ampun yang masih tertutup bra namun terlihat berantakan. Wanita itu sudah basah dibawah sana, tapi dia tidak merasakan kehangatan sama sekali akan sentuhan yang diberikan Gavin. Lelaki itu menyiksa tubuhnya kasar.“Emmpphh!” rintih Raline. Dia membuka matanya yang sudah sayu berusaha menatap dan memelas belas kasih di mata Gavin. Namun, tidak ada pandangan hangat lagi di mata sang suami. Air mata jatuh tak tertahan lagi. Raline menangis sekarang.Setelah puas membasahi tubuh Raline dengan salivanya
Sesampainya Gavin di rumah, suasana sudah sangat sepi. Hanya ada pengawal yang tengah berjaga di kediaman Yudistoro. Tuan besar di rumah itu pun sedang tidak berada di tempat.Gavin turun dari mobil dengan amarah yang tertahan. Rahangnya mengeras dengan penampilannya yang berantakan. Darah masih bersimbah di jari tangan suami dari Raline itu.Gavin terlebih dahulu mencuci tangannya di kamar dia sebelumnya. Lelaki itu enggan masuk ke dalam kamarnya bersama Raline. Dia sangat gusar dan dalam keadaan tidak baik.Sebisa mungkin Gavin menghindari bertemu dengan istrinya. Dilepasnya kemeja putihnya dan meminum banyak air putih yang baru saja dibawakan oleh pekerja di rumahnya.Membasuh wajah dan rambutnya, Gavin berdiri di depan cermin kamar mandi sambi
"Kamu tunggu disini," pinta Gavin pada Jamal."Baik, Tuan." Jamal berdiri di depan pintu gudang dan menurut saja atas perintah Gavin.Dengan langkah berat, Gavin masuk ke dalam gudang yang temaram. Hanya ada lampu yang menyala tepat di bawah Edd tengah disekap mulutnya. Ada dua pengawal yang berjaga di samping kiri dan kanan.Gavin memberi isyarat dengan mengibaskan tangan pada dua pengawalnya yang berjaga standby. Mereka pergi karena bos mudanya meminta untuk pergi. Tinggallah Gavin sendiri bersama Edd.Edd dalam keadaan tertidur saat ini. Mulutnya dibekap lakban berwarna hitam. Wajahnya terlihat memar di beberapa sudut. Edd melawan saat dibawa paksa oleh dua pengawal Gavin ke gudang ini. Belum hilang bekas pukulan Devin saat itu, sekarang wajah