Galen dengan anggun menyiram tanaman di halaman yang mulai kering karena pergantian musim. Tak niat sama sekali, pemuda Thistle itu menyiram asal tanaman apa saja yang ada di hadapannya untuk mengaburkan isi kepalanya yang penuh tentang Elena.
Sudah satu minggu Galen dan Elena musuhan. Sudah seminggu juga Galen tak melihat Elena di rumah Han. Juga, sudah seminggu Galen tak pernah ada di rumah dan memilih mengurus Gwen yang masih saja dalam keadaan koma.
Seminggu ini, Galen tak akan mempedulikan Elena. Untuk apa dia menaruh peduli, jika gadis itu justru datang ke Durango untuk berpacaran dengan Han dan melupakan tujuan awal ia datang ke sini menembus pintu waktu.
Jika saja Galen tahu bagaimana caranya pulang ke Purpura, ia akan menghipnotis Elena untuk kembali dan mengurungnya di ruang bawah tanah tepat di bawah kamarnya sendirian. Tak memberinya makan dan membiarkannya mati dalam kegelapan.
Tapi saya
"Seharusnya kau tidak pernah datang!" Ayunda terkesiap. Wanita berusia hampir setengah abad itu terperanjat bangun dari tidurnya. Lagi-lagi, ia mendengar suara yang sangat ia kenal jelas berbisik kepadanya. Satya An– pria yang sangat ia cintai. Wanita itu mengerjapkan matanya perlahan. Menyusuri ruangan luas untuk mencari si pemilik suara. Namun, ia tak bisa menemukan siapapun kecuali Arga yang sibuk memeriksa cairan infus di sampingnya. "Di mana Yohan?" Ayunda bertanya dengan suara lirih. Arga menoleh, menatapnya cukup lama. Lalu, ia memutuskan duduk di samping Ayunda. "Bibi sudah bangun? Yohan sedang di kamarnya. Dia baik-baik saja." Ayunda akhirnya bernapas lega, namun tak sepenuhnya. Ia merasakan pening di kepalanya, membuat peluh dingin jatuh bersamaan degup jantung yang berdetak tak karuan. Setiap kali bermimpi buruk, ia khawatir setiap kali bangun, Yohan Algenubi– putranya akan celaka. "Arga, aku memimpikan anak itu menggo
Freya melenguh pelan dengan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Perlahan, gadis itu mencoba membuka mata dan mengerjapkannya.Sepasang atensinya membulat saat ia terbangun di ruangan gelap, nyaris tanpa cahaya. Freya hanya bisa melihat hitam pekat, sementara bau anyir khas darah memenuhi indera penciumannya, membuat Freya mual.Freya, gadis itu tiba-tiba menggigil ketakutan bersama dingin yang menelusup pelan. Freya tak bisa melihat apapun. Namun, ia bisa merasakan bahwa tubuhnya tak mengenakan sehelai kain, kecuali celana dalam. Payudaranya menyembul dengan tangan yang diikat ke atas. Sementara kakinya diikat pada sisi yang berlawanan terbuka lebar, seolah memperlihatkan celah di antara kedua pahanya.Panik, Freya mulai menangis. Napasnya memburu. Freya ingin sekali kabur dari tempat asing itu. Tapi, ia benar-benar terjebak. Tak bisa melarikan diri. Freya ingin menjerit, namun mulutnya tersumpal kain.Sementara itu, Freya tak menyadari jika seseorang d
Elena terluka sangat hebat. Kakinya yang dilukai Yohan terus mengeluarkan darah ungu, hingga membuat gadis itu lemah tak sadarkan diri. Darah ungu Elena mungkin berbeda dengan bangsa Purpura lainnya. Darah itu bukan darah suci yang dipuja, tapi selalu jadi incaran. Darah itu selalu mengundang perasaan aneh, serta hawa dingin menakutkan seperti saat ini. Galen dan Zayed terlihat bersiaga di jendela kamar sesampainya Elena di kediaman Han. Mereka kompak memandang keluar, menajamkan mata elang miliknya untuk melihat kemungkinan Pembunuh Tak Kasat Mata berkeliaran mencuri energi Elena. Sementara Han mencoba mengobati luka Elena. Menjahitnya dengan kemampuan seorang mahasiswa kedokteran yang seharusnya mulai magang. Selama belajar soal kedokteran, baru kali ini Han mengobati luka dan menjahitnya. “Elena, kenapa kamu membahayakan dirimu?” gumam Han pelan seraya menatap wajah Elena yang terlelap penuh kekhawatiran, serta ketakutan. “Han, apa
"Siapa gadis itu?" seorang gadis bergaun merah bertanya dengan sorot mata menyala usai melihat Saka dan Kale bersimbah darah, menggendong gadis yang hampir telanjang. Kale menatap gadis itu sebentar, lalu menghampirinya dan mencoba memeluknya. Tapi gadis itu menolak dengan acuh dan menghampiri Saka, mengabaikan Kale, kekasihnya. "Siapa dia?" tanya Kinan pada Saka, kekasih Kale yang kini sudah terbakar api cemburu melihat gadis yang tak ia kenal dibawa oleh Kale ke rumahnya. "Dia sepupu Gwen, Freya," jawab Saka. Kinan masih tak puas dengan jawaban Saka. Gadis itu kemudian duduk di samping Freya yang tak sadarkan diri dan memindai seluruh tubuhnya. "Apa yang kalian lakukan padanya? Bermain-main?" tanya Kinan curiga dengan nada sarkas yang membuat Saka geram, sementara Kale tersenyum simpul melihat sang kekasih cemburu. "Cemburu?" tanya Kale seraya menggoda Kinan dengan mengelus paha mulus Kinan. Namun, Kale malah mendapatkan gigitan di l
Gulita malam melahap langit Jakarta malam ini. Kota yang terbiasa ramai kini menjadi sunyi dengan halimun yang perlahan menebal. Itu ulah Arga. Arga yang terbakar emosi karena Liliana. Kilat di matanya terlihat jelas saat ia melihat Liliana tengah bersantai di bak mandi bertabur bunga. Bersantai di tengah isi kepala Arga yang kini kacau setelah melihat kondisi Elena yang tak berdaya, hampir mati. Tapi lihatlah, seorang Violeta selamanya memang akan menjadi pembunuh berdarah dingin. Tanpa rasa bersalah, Liliana dengan tenang menikmati kota Jakarta dari ketinggian di balik bunga-bunga itu sambil meneguk anggur kesukaannya. "Arga?" Liliana menoleh saat ia melihat pantulan tubuh besar sedang menatapnya. Untuk waktu yang lama, Liliana sudah menyadari kehadiran Arga. Namun, ia memilih diam dan berpura-pura tenang sambil meyakinkan diri bahwa itu benar Arga, bukan Adias. "Sejak kapan kamu di sini?" tanya Liliana seraya berbalik dan menutupi
“DASAR TIDAK BERGUNA!”Liliana terlempar hingga kepalanya membentur kaca menjadi pecah. Gaun putihnya yang bersih kini berubah menjadi ungu, bersimbah darah ungu segar dari kepalanya.“Aku sudah berusaha,” Liliana berujar lirih sambil berlutut tak berdaya pada sosok lelaki dengan kemeja kotak-kotak berwarna kuning dan topi putih yang menutupi sebagian wajahnya.Laki-laki itu berjongkok lalu meraih dagu Liliana dan mulai mencekiknya. “Berusaha kau bilang? Berusaha untuk jadi bodoh?! Bagaimana seorang Plum akhirnya mengetahui identitasmu?!” tukasnya.Liliana menangis. Pening di kepala sulit untuk membuatnya berbicara. Ia juga saat ini merasa dikhianati oleh kekasihnya sendiri. Liliana pikir, Arga bisa menjadi tempatnya bersandar saat misinya selesai. Tapi Liliana salah. Arga selama ini hanya memata-matainya untuk membantu Orchid.“Dasar gadis sinting!”Laki-laki bermata hijau be
Elena terus menarik tangan Han menyusuri jalan setapak kecil yang berada di samping istana utama Purpura, sementara yang lainnya mengekor dari belakang dengan tatapan tak tenang. Gadis itu seolah tak takut oleh apa pun, meski semak belukar dan rumput yang menjulang tinggi menghalangi pandangannya.“Aku takut. Bagaimana jika bangsa Chad ada di sini?” tanya Freya ketakutan.“Aku juga. Seumur hidupku di Purpura, aku tak pernah berada di sini,” sahut Arganta.“Tenang saja. Kalian aman. Ini adalah jalan menuju tempat paling aman di Purpura. Istana terluar, tempat Elena menghabiskan waktu denganku seumur hidupnya,” ujar Galen.“Benar kata Galen. Kalian aman di sini, karena aku penguasanya,” ujar Elena seraya membuka sebuah gerbang kasat mata dengan kalung miliknya.Sebuah istana megah tiba-tiba terpampang nyata di hadapan mereka. Istana bernuansa ungu itu nampak mewah dengan dinding penyangga yang berkilauan, berlapiskan berlian Koh-I-Noor yang legendaris dan tenggelam dalam misteri. Tak pe
Jika kalian pikir dunia hanya terdiri dari dunia yang kita tinggali saat ini, kalian semua salah. Ada dunia tak kasat mata, seperti dunia dongeng para peri yang kalian dengar saat akan terlelap tidur. Dunia itu adalah Purpura. Namun, mereka yang tinggal di sana bukan peri. Mereka hanya sekumpulan manusia dengan kekuatan alam semesta dalam genggamannya. Purpura adalah sebuah dunia di mana akal sehat tak berlaku. Semua manusianya terlahir dengan darah berwarna ungu yang mengalir di tubuh mereka. Sama seperti darah yang mengalir di tubuh mereka, surai dan sorot mata mereka juga berwarna keunguan. Mereka berbeda dari Saram atau manusia bumi di tempat yang kita tinggali. Berbeda dengan Dunia tempat manusia biasa berada, Purpura memiliki tingkatan yang membuat perbedaan nampak nyata. Paling tinggi adalah Laviosa yang agung. Namun, keberadaannya hanya tinggal cerita dari mulut ke mulut. Semua Laviosa tela