*** “Kau tidak salah lihat, kan? Wanita itu benar-benar Mary?” Nathan bertanya berulang kali dengan pertanyaan yang sama, sekadar memastikan kebenaran atas informasi yang dia terima. “Betul, wanita itu Nona Mary, Tuan. Saya tidak mungkin salah lihat,” jawab seorang pria yang merupakan petugas keam
Victor kembali mengulum bibir Mary, menghisapnya dengan penuh nafsu. Mary pun membalas dengan menghisap bibir Victor dengan kuat. Tindakan itu hanyalah untuk memastikan; bahwa Victor yakin dia menikmati sentuhan itu. Melawan pun rasanya sia-sia, jadi sebaiknya Mary mengikuti saja permainan pria itu
*** Tepat ketika Nathan masuk ke dalam lift, Victor justru keluar dari lift yang sebelahnya. Mereka tidak sempat bertemu di lantai dasar. Victor melangkah tenang menuju mobil sambil menyeret koper milik Mary, sementara Nathan naik ke lantai 8 dengan perasaan berdebar-debar, tidak sabar ingin berte
"Victor, cukup!" Mary berteriak sambil menarik lengan kekar Victor. Dia berupaya menjauhkan pria itu dari Nathan. Usahanya berhasil. Ketika Victor menjauh dari Nathan, kesempatan itu digunakan; Nathan segera bangkit untuk melakukan serangan balik terhadap Victor. Bug! Bug! Mary kembali teriak ke
*** “Dokter, bagaimana kondisi putra saya sekarang?” tanya Dominic kepada Dokter yang menangani Nathan dengan khawatir. “Pasien kehilangan banyak darah, namun harus segera dioperasi, Tuan,” jawab sang Dokter. Kemudian menyodorkan sebuah surat kepada Dominic yang harus ditandatangani oleh pria itu.
Ah, tidak tahu saja Jihan, bahkan Ayahnya juga begitu di masa lalu. Dominic kurang kejam apa pada lawannya? Dominic kurang tempramental apa pada Hannah yang saat itu masih belum bisa melupakan Dimitri, laki-laki dari masa lalunya. “Kau tahu dimana Victor sekarang, Son?” bisik Dominic pada sang mena
"Jika kamu terus nekat, maka Mary juga yang akan menderita. Victor telah membawanya pergi. Kita tidak tahu apa yang terjadi pada Mary di sana. Bagaimana Victor memperlakukannya... tidak ada yang tahu," Dominic melanjutkan. Setelah hening beberapa saat, Dominic kembali berkata. "Pelan-pelan kau past
*** Tiba-tiba, Mary membuka kelopak matanya perlahan, menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya. Dahinya berkerut saat ia menelusuri langit-langit kamar yang terasa asing baginya. ‘Dimanakah ini?’ tanya Mary dalam hati, terdiam sejenak mencoba mengingat-ingat. Dalam hitungan detik singkat, Mary me
Mary berdiri di tengah kamar, memandangi suasana yang berantakan—selimut yang tergeletak di lantai, bantal yang tak pada tempatnya, dan meja kecil yang dipenuhi barang-barang. Pandangannya sempat kosong, tetapi ia menarik napas panjang, memutuskan untuk mulai merapikan kamar. Ia mengambil selimut y
Lucy dan Olso duduk di sofa di ruang tengah, tampak kebingungan. Mereka saling pandang, mencoba membaca situasi, tetapi tidak berani bertanya apa-apa. Mereka tidak tahu apa-apa soal kecurigaan Mary terhadap Victor, apalagi mengenai keterlibatan suaminya dalam kecelakaan yang menewaskan Nathan. Yang
*** Tubuh Dominic seketika membeku, matanya melebar karena keterkejutan yang tak dapat ia sembunyikan. Ponsel di tangannya hampir saja terlepas, tapi Hannah dengan cepat menangkapnya sebelum benar-benar jatuh. “Sayang, ada apa?” tanya Hannah, suaranya penuh kekhawatiran saat ia melihat ekspresi Do
Taman itu dipenuhi tanaman hijau subur, bunga-bunga bermekaran dalam berbagai warna—menambah keindahan suasana. Sebuah set kursi dan meja rotan dengan bantalan empuk berada di tengah ruangan, tempat semua orang berkumpul dengan santai. Di atas meja, beberapa cangkir teh telah terisi penuh dengan te
*** Usai mandi, Mary dan Victor bergegas bersiap-siap tanpa membuang waktu. Begitu semuanya selesai, mereka meninggalkan kamar yang terlihat berantakan dan langsung turun ke lantai dasar. Tidak seperti biasanya, Mary sengaja tidak merapikan kamarnya lebih dulu. Ia tak ingin membuat Nyonya Zaria, C
Mary menggigit bibir bawahnya, mencoba mengendalikan perasaan yang perlahan meledak. Tetapi sentuhan Victor, ciumannya, dan suara napasnya yang dekat begitu menggoda, membuatnya sulit berpikir jernih. Napas Mary semakin berat, dan ia tahu Victor sengaja memperlambat waktu mereka. Tanpa berkata apa-
Lucy menghentikan kegiatannya sejenak dan beralih menatap Nyonya Zaria. Senyum ramah mengembang di wajahnya. "Tidak, Bibi," jawab Lucy sopan sambil menggeleng pelan. "Aku hanya menyiapkan sarapan untuk kita saja, yang ada di rumah ini." Mendengar percakapan itu, Chiara yang sedang mengawasi Zack di
“Bagaimana bisa?” pikir Daisy dengan sesak yang menyelimuti dadanya. Apakah semua yang mereka lalui hanyalah kebohongan? Apakah malam-malam panjang yang mereka habiskan bersama, tawa, pelukan, bahkan cinta mereka, tak ada artinya bagi Nathan? Ia merasa begitu kecil, seolah semua pengorbanannya sia-
*** London, UK... Di dalam kamar yang kacau balau, pakaian berserakan di lantai—sebuah dress merah yang tergeletak kusut, bra yang terlempar ke sudut ruangan, celana dalam, boxer, hingga jas pria yang terbuka kancingnya. Aroma pagi yang intens masih tercium samar, tetapi suasana di dalam kamar itu