Beranda / Romansa / One Night Stand / Bab 1: Malam Yang Kelam

Share

One Night Stand
One Night Stand
Penulis: Miss.EA

Bab 1: Malam Yang Kelam

Penulis: Miss.EA
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-08 18:22:36

“Akkhh…” teriakan kesakitan Mary terdengar memilukan, tetapi Victor tidak peduli.

Pria itu mendorong pinggulnya hingga berhasil menerobos inti tubuh Mary, merobek selaput darah keperawanan wanita itu.

“Argh… fucking shit!” erang Victor, menyadari betapa nikmatnya penyatuan yang dia rasakan ini. “Tubuhmu nikmat sekali,” bisiknya di telinga Mary.

***

Beberapa jam sebelumnya…

London, UK…

“Halo sayang.”

“Ya sayang,” sahut wanita cantik bernama Mary Poppins itu. Ia memanfaatkan bahu untuk menahan ponsel di telinga, sementara kedua tangannya sibuk menyiapkan tas kerjanya dan beberapa barang yang dibutuhkan.

“Kamu habis ngapain sampai terlambat begini, hem?” tanya seorang pria di ujung telepon yang merupakan kekasih Mary. Namanya Nathan.

“Tadi aku sempat ketiduran setelah mengobrol dengan Jihan, sayang. Aku lupa menyetel alarm,” jawab Mary sambil menegakkan tubuh dan berputar ke kiri dan kanan sekadar memastikan tidak ada barang yang ketinggalan.

Di ujung telepon, terdengar helaan napas pelan dari Nathan. Pria itu tak banyak bertanya lagi, ia sengaja memberi waktu untuk kekasihnya bersiap-siap, sementara dirinya saat ini sedang menunggu di bawah untuk mengantar Mary ke tempat kerja.

“Halo, Nath?” panggil Mary. Sejenak ia menjauhkan ponsel dari telinga, menatap layar yang menyala otomatis untuk memastikan bahwa panggilan masih terhubung dengan Nathan.

“Ya, aku masih di sini, sayang,” sahut Nathan di ujung telepon.

Mary sontak tertawa pelan, menyadari kekonyolannya di tengah kesibukan. Tadi dia pikir sambungan telepon dengan Nathan terputus karena dia tidak mendengar suara pria itu sama sekali.

“Aku sudah selesai, aku turun sekarang ya,” kata Mary, dibalas dengan deheman singkat oleh Nathan.

Setelahnya, cepat-cepat Mary melangkah menuju pintu, keluar dari apartemennya, dan bergerak turun ke lantai dasar dengan langkah terburu-buru.

Di tengah hiruk-pikuk kota London ini, Mary hidup sebatang kara. Sejak usia 16 tahun, dia ditinggalkan Ibunya untuk selamanya. Sedangkan Ayahnya? Bahkan sampai detik ini, Mary tidak pernah mengetahui sosok Ayah kandungnya.

Semasa Ibunya masih hidup, Mary pernah bertanya tentang sosok Ayahnya. Namun, jawaban yang diharapkan tak pernah ia dapatkan. Ibunya hanya menangis, membuat Mary bingung sendiri hingga akhirnya ia memutuskan untuk tak pernah bertanya lagi soal Ayahnya.

Setelah kepergian Ibunya, Mary bekerja banting tulang untuk bertahan hidup. Ia bekerja paruh waktu di sebuah restoran sebagai pelayan. Setelah lepas dari pekerjaan tersebut, Mary akhirnya menemukan pekerjaan baru di sebuah Nightclub.

Di sana, Mary bekerja sebagai bartender profesional. Sejak remaja hingga kini, di usianya yang sudah 27 tahun, Mary masih bekerja di tempat itu. Mary juga pernah berkuliah bahkan sampai selesai, di mana ia berkesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, seperti di kantoran.

Akan tetapi, Mary sangat mencintai pekerjaannya ini. Dia telah menekuni pekerjaan tersebut sejak dirinya masih remaja, dan yang paling penting, Mary merasa nyaman dengan pekerjaan itu.

Menit berlalu, Mary tiba di lantai dasar. Dia segera menuju lobi dan bergerak menghampiri mobil Nathan yang tengah menunggu di depan sana.

Mary segera masuk ke dalam mobil, menatap sekilas pada Nathan, dan melempar senyum manis padanya. Setelah menutup pintu, Nathan mencondongkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya pada Mary.

Dengan lembut, Nathan meraih tengkuk wanita itu dan mencium bibirnya, mengulum dan menghisapnya dengan lembut. Mary menutup mata, menyambut sentuhan lembut Nathan. Dia pun membalas ciuman tersebut, dan mereka berdua terhanyut dalam momen itu selama beberapa saat.

“Besok pulang sama sopir ya,” ucap Nathan setelah melajukan kendaraannya meninggalkan gedung apartemen Mary.

“Aku pulang sama temanku saja, sayang,” sahut Mary sambil menatap Nathan dengan senyum. Dia tahu kekasihnya itu sangat perhatian dan selalu mengutamakan kenyamanannya.

“Biasanya ‘kan juga begitu. Selama ini aku pulang sendirian dan sering nebeng sama teman. It's okay,” dengan lembut Mary mengusap tangan Nathan seolah memberi ketenangan pada pria itu.

Nathan melirik sejenak pada Mary; mengangguk pelan sebelum mengalihkan perhatian sepenuhnya pada jalan yang terbentang luas di depannya.

“Kamu berangkat kapan?” tanya Mary.

“Nanti jam 9,” jawab Nathan. Dia akan keluar kota malam ini untuk urusan pekerjaan.

“Pulangnya kapan?” Mary bertanya lagi.

Dengan senyum, Nathan menjawab, “Paling besok malam aku sudah pulang.”

“Oh, sehari saja?”

“Hmm, semoga saja tidak ada pekerjaan tambahan supaya aku tidak usah berlama-lama di sana,” jawab Nathan. Mary tersenyum mendengar jawaban tersebut.

Keduanya terlihat amat romantis, dengan Nathan yang membawa tangan Mary menuju bibirnya dan menciumnya dengan lembut.

Hubungan mereka berawal dari persahabatan, hingga perlahan-lahan rasa nyaman tumbuh di hati masing-masing. Seiring berjalannya waktu, mereka meyakini bahwa perasaan yang mereka miliki itu adalah cinta. Akhirnya, keduanya memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius, dan keputusan itu didukung oleh orang-orang terdekat mereka.

Tak berapa lama, Mary tiba di club. Sebagai salam perpisahan, dia mencium bibir Nathan dengan lembut sebelum pria itu pergi, dan dia segera masuk ke dalam club, bersiap memulai pekerjaannya seperti biasa.

Beberapa jam kemudian…

Victor Marson, pria dewasa berusia 37 tahun, dikenal dengan kepiawaiannya dalam menyelesaikan permasalahan di pekerjaannya. Serumit apapun situasinya, jika Victor yang menangani, tak ada yang tak mungkin.

Victor terlahir dari keluarga yang terlibat dalam dunia Mafia. Ayahnya adalah seorang Mafia yang kini telah tiada, dan setelah dewasa, Victor menggantikan posisi Ayahnya sebagai pemimpin.

Namun, satu kesalahan di masa lalu membuat Victor kehilangan segalanya. Dia dijebak oleh musuhnya dan mendekam di balik jeruji besi selama bertahun-tahun. Tak hanya itu, ia juga kehilangan harta dan kekuasaannya.

Di saat terpuruk di dalam penjara, Victor justru bertemu dengan seseorang yang menurutnya sangat baik. Orang itu adalah Dominic Hilton, yang kini menjadi Bosnya.

Dominic membebaskan Victor dari penjara. Setelahnya, Dominic memberi Victor kepercayaan untuk mengurus bisnis haramnya di Florida. Selama setahun, Victor bekerja keras dan akhirnya berhasil membuktikan kemampuannya di hadapan Dominic. Bisnis di Florida berkembang pesat bahkan jauh dari ekspektasi Dominic sebelumnya.

Victor terbilang sukses dalam hal pekerjaan, tetapi tidak dalam hubungan asmara. Pria yang gemar menjalin hubungan satu malam ini; One Night Stand sangat terobsesi dengan satu wanita, bahkan sejak dia masih remaja. Wanita yang dia ketahui adalah adik sepupunya, tetapi ternyata dia adalah anak kandung dari Bosnya. Lebih parahnya lagi, wanita itu kini sudah menjadi milik pria lain.

Victor mengalami patah hati terhebat dalam hidupnya setelah kehilangan wanita itu. Malam ini, Victor mengunjungi sebuah Nightclub bersama sahabatnya, Olso, yang selalu setia berada di sampingnya.

“Mungkin, kau perlu bertemu dan bicara dari hati ke hati dengan Nona Jihan, Vic,” kata Olso, memberikan saran bijak pada Victor.

Saat ini mereka berada di tempat VIP, hanya berdua di sana. Victor menginginkan ketenangan dan belum ingin wanita-wanita penghibur itu masuk untuk bersenang-senang dengannya.

Victor mengangkat gelasnya, membawa ke bibir. Diteguknya tequila di dalamnya hingga tandas. Ia menutup mata dan menggelengkan kepala kala cairan itu menghantam tenggorokannya. Panas. Menyengat.

“Tidak mungkin. Jihan tidak akan mau bertemu denganku. Dia sangat benci padaku,” Victor tertawa miris.

“Makanya, usahakan dulu. Apa salahnya kau mencoba? Daripada seumur hidup perasaanmu akan menggantung seperti ini,” kata Olso, tertawa berusaha membuka pikiran sahabatnya.

Victor menoleh menatap Olso. Pria itu membalas dengan anggukan pelan. “Kau harus bertemu. Kau harus bicara. Selesaikan semuanya dengan baik-baik jika kau serius ingin melanjutkan hidupmu,” kata Olso lagi.

Olso menghela napas pelan. “Setelah urusanmu dengan Nona Jihan selesai, kita akan segera kembali ke Florida. Kita akan menetap di sana selamanya dan… kau bisa memulai kehidupan baru di sana. Lupakan Nona Jihan dan temukan penggantinya.”

Victor menggelengkan kepala dengan senyuman miris. “Rasanya aku tidak mungkin bisa, Olso. Jihan tidak akan tergantikan.”

Olso terdiam, menatap serius padanya.

“Kau tidak akan mengerti karena kau bukan aku,” tambah Victor.

“Kau benar,” sahut Olso. “Mana mungkin aku paham. Tapi setidaknya, di sini aku berusaha mengingatkanmu agar hidupmu tidak sia-sia. Victor… banyak wanita cantik di luar sana. Kau hanya belum pernah mencoba membuka diri kepada mereka.”

Victor terdiam. Kali ini, ia terlihat enggan memberi respons atas ucapan Olso karena jawabannya hanya satu: Victor hanya mencintai Jihan. Sampai kapan pun, hanya Jihan. Wanita itu tidak akan bisa tergantikan oleh yang lain.

Victor kembali menuangkan tequila ke dalam gelas. Kali ini, tuangannya asal-asalan, terlihat lebih banyak dari sebelumnya. Tanpa ragu, ia mengangkat gelas kecil itu menuju bibir sebelum kemudian meneguknya hingga tak tersisa.

Victor melakukannya berulang kali, tanpa memperdulikan rasa panas yang menyengat di tenggorokannya. Bahkan seruan Olso yang memintanya untuk berhenti minum karena sudah terlalu banyak pun tak dihiraukannya.

Menit demi menit berlalu, dan waktu terus berjalan. Kini, Victor benar-benar sudah mabuk. Terlalu banyak menelan minuman dengan kadar alkohol yang sangat tinggi itu membuatnya kehilangan kesadaran.

Olso hendak membawanya pergi dari Nightclub tersebut, tetapi Victor, setelah sadar sejenak, menolak. Pria itu tetap ingin disini dan melanjutkan kegilaannya. Berulang kali ia meminta Olso untuk memesan minuman, tetapi pria menyebalkan itu menolak, membuat Victor menggeram. Ingin marah, namun tak ada daya.

Di samping itu, Olso tiba-tiba mendapat telepon dari asisten Bosnya, yang mengatakan ada suatu hal penting yang ingin dibicarakan. Dengan terpaksa, Olso meninggalkan Victor di Nightclub itu. Namun sebelum pergi, ia sudah mengantarkan Victor terlebih dahulu ke sebuah kamar VVIP.

**

“Malam ini tidak seperti biasanya. Pengunjung sangat banyak. Kau setuju, kan, Mary?” lontar salah seorang rekan kerja Mary di bar.

Mary tengah meracik minuman dengan penuh konsentrasi. Tanpa mengganggu fokusnya, dia mengangguk sambil tersenyum menanggapi ucapan temannya.

Setelah selesai, Mary menyodorkan gelas berisi minuman yang ia racik sebelumnya ke seorang pria yang duduk di kursi bar di depan meja bartender. Lalu, Mary melirik sekilas pada temannya. “Ya, aku merasa juga seperti itu. Lihat, mereka terlihat sibuk mengantar pesanan,” kata Mary seraya memperhatikan beberapa pelayan yang berlalu lalang mengantarkan minuman ke meja pengunjung.

“Mungkinkah karena besok hari Minggu? Jadi malam ini mereka berpuas diri untuk menghabiskan malam di sini?” kata teman Mary, lalu mendekat dan melanjutkan berbisik di telinga Mary, “Tapi pengunjung malam ini kebanyakan pria tua. Istri mereka pasti mengira mereka sedang lembur akhir pekan di kantor, bukan?”

Mary menarik diri, menatap temannya sebelum kemudian tertawa. “Kau ini ada-ada saja!” serunya sambil mencubit gemas.

“Mary…” seseorang memanggil, menarik perhatian Mary. Ternyata orang itu adalah sang manajer.

“Yes, Sir,” sahut Mary dengan ramah.

“Tolong antarkan pesanan ke kamar VVIP nomor 105,” sembari menyodorkan sebuah kertas; catatan pesanan tamu yang di maksud. “Yang lain lagi penuh semuanya. Saya khawatir tamu kita menunggu terlalu lama,” kata pria paruh baya itu.

Sejenak, Mary melirik temannya. “Aman, biar aku yang tangani bagianmu,” kata teman Mary.

Mary mengangguk pelan sebelum beralih kepada sang manajer. “Baik, Sir. Saya segera antarkan.”

Setelah sang manajer pergi, Mary segera menyiapkan pesanan dua botol tequila dan mengantarnya ke kamar nomor 105 yang posisinya berada di lantai tiga.

Menit berlalu, kini Mary sudah berdiri di depan pintu kamar 105. Dengan satu tangan yang bebas, dia mengetuk pintu.

Tok tok tok.

Setelah menunggu sekitar satu menit tanpa mendapat sahutan dari dalam, Mary akhirnya membuka pintu kamar tersebut. Dia masuk dan tidak lupa menutup pintu di belakangnya.

Saat Mary melangkah lebih jauh, keningnya tampak berkerut. Matanya menyorot ke arah ranjang yang masih dalam keadaan rapi sebelum kemudian beralih ke sofa. Ternyata penghuni kamar ini duduk di sana.

Seorang pria duduk sendirian di sofa, terkulai dengan wajah menengadah ke atas, matanya tertutup rapat. Mary melangkah mendekat, merasa khawatir. “Permisi, Tuan,” serunya dengan suara pelan.

Pria itu tidak merespons, dan Mary mulai berpikir bahwa dia mungkin pingsan atau sangat mabuk. Dengan cepat, dia meletakkan dua botol tequila yang dibawanya di atas meja.

“Jihan…” pria itu tiba-tiba berseru, wajahnya terangkat menatap ke arah Mary.

Mary terlonjak kaget, hampir menjatuhkan salah satu botol. “Victor?” gumamnya ketika wajah pria itu menjadi jelas di matanya.

Tanpa peringatan, tangan besar Victor menarik lengan Mary, membuatnya jatuh ke pangkuannya. “Victor! Lepaskan aku!” pekik Mary, meronta-ronta berharap bisa bebas.

“Kau… kau sangat cantik malam ini, Jihan,” racau Victor, keliru mengenali Mary sebagai Jihan, wanita yang dicintainya.

Mary tertegun, tidak percaya apa yang sedang terjadi. “Victor, lepaskan aku! Jangan sentuh aku!” teriaknya ketika Victor mengunci pergerakannya dan mulai mencumbu lehernya.

“Victor, tolong…” rintih Mary, merasa putus asa.

Victor bangkit dari sofa dan menyeret Mary menuju tempat tidur, melemparkannya ke atas kasur. Mary terkejut, segera berusaha untuk bangkit dan turun dari ranjang, tetapi Victor lebih cepat. Dia menarik salah satu kaki Mary dengan kasar.

“Victor… jangan, aku mohon…” Mary merintih, berusaha menahan tubuh pria itu.

“Sadar, Victor. Ini aku, Mary. Aku bukan Jihan,” ujarnya, suaranya mulai bergetar.

Namun, Victor tampak tidak mendengarkan. Rintihan Mary dianggapnya sebagai desahan yang merdu. Dengan cepat, ia mulai melucuti pakaian Mary, membuatnya terbaring dalam keadaan tubuh polos tanpa sehelai benang.

“Akkhh…” teriakan kesakitan Mary terdengar memilukan, tetapi Victor tidak peduli.

Pria itu mendorong pinggulnya hingga berhasil menerobos inti tubuh Mary, merobek selaput darah keperawanan wanita itu.

“Argh… fucking shit!” erang Victor, menyadari betapa nikmatnya penyatuan yang dia rasakan ini. “Tubuhmu nikmat sekali,” bisiknya di telinga Mary.

Mary terisak antara menahan rasa sakit yang mendera tubuhnya dan menahan rasa pilu. Kini semua telah hancur. Satu-satunya mahkota berharga yang ia miliki telah direnggut dengan cara menjijikan. Terlebih itu oleh Victor, pria yang sejak dulu dia benci karena terobsesi dengan sahabatnya.

Di sisi lain, Mary memikirkan kelangsung hubungannya dengan Nathan. Bagaimana jika pria itu tahu apa yang sudah terjadi padanya?

“Aahhh… Jihan…” desah Victor sambil terus menghujam tubuh Mary. Pria itu mendesahkan nama Jihan berulang kali, mengira wanita yang dia setubuhi ini adalah Jihan.

Mary hanya terisak. Tak ada lagi yang bisa dia lakukan. Melawan pun percuma; dia tak akan sanggup. Tenaga yang dia punya tak sebanding dengan tenaga pria itu.

“Maafkan aku, Nathan,” isak Mary terdengar memilukan.

***

Bab terkait

  • One Night Stand   BAB 2: Pria Bajingan

    ***Setelah pertemuan singkat dengan klien, Nathan langsung kembali ke hotel tempat ia menginap selama berada di luar kota. Di dalam kamar, Nathan duduk di sofa dekat ranjang dengan ponsel di tangan kanannya. Ia mengutak-atik perangkat canggih tersebut sejak tadi, berulang kali menghela napas gusar. Nathan menghubungi Mary berkali-kali, tetapi panggilan teleponnya tak kunjung dijawab oleh sang kekasih. Ia hanya ingin memberitahu Mary bahwa sekarang ia sudah sampai dan berada di hotel.Sayangnya, wanita itu justru tidak menjawab teleponnya. Nathan tampak cemas karena sebelumnya Mary hampir tidak pernah bersikap seperti ini.“Apakah mungkin dia sangat sibuk? Makanya, tidak sempat menjawab teleponku,” gumam Nathan pelan, menerka-nerka keadaan kekasihnya di sana.Kemudian, ia menghela napas. “Ya sudahlah, sebaiknya aku kirim pesan singkat saja. Kalau nanti dia sudah tidak sibuk, pasti akan membacanya. Itu yang lebih penting,” pikirnya.Setelah itu, Nathan segera mengetik pesan untuk dik

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • One Night Stand   Bab 3: Nathan Gelisah

    ***Setibanya di apartemen, Mary langsung bergerak menuju kamar mandi. Ia menanggalkan semua kain yang melekat di tubuhnya dengan gerakan kasar, membuatnya robek. Setelah itu, Mary melangkah ke bilik shower.Ia menyalakan air, membiarkan tubuh telanjangnya disiram deras sambil menggosok kulitnya dengan kasar. Ia berharap, dengan cara ini, ia bisa menghapus semua bekas sentuhan pria bajingan itu semalam.Mary tak peduli lagi dengan kulitnya yang tampak memerah; ia terus menggosok tanpa ampun. Di sisi lain, air matanya bercampur dengan air shower, tetapi isak tangisnya tetap terdengar menyayat hati.Selain karena ia memiliki seorang kekasih, dan mereka sudah merencanakan untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius, Mary juga sangat membenci Victor—bahkan sejak jauh sebelum ia mengenal Nathan.Semakin banyak ia mendengar curhatan pilu sahabatnya, Jihan, tentang semua perlakuan menjijikan Victor, semakin besar rasa jijiknya dan bencinya terhadap pria itu.Namun kini, takdir se

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • One Night Stand   Bab 4: Lebih Baik Mengakhiri

    ***“Tuan, apakah Anda baik-baik saja?” tanya wanita yang merupakan asisten Nathan, Daisy namanya. Ia memiliki postur tubuh mungil, kulit cerah seputih susu, dan … wajah yang sangat cantik.“Ah, maaf jika saya lancang,” ia tampak gugup ketika ditatap datar oleh Nathan. “Saya hanya mencemaskan keadaan Anda. Sejak tadi … saya melihat Anda tidak fokus. Bahkan, beberapa pertanyaan dari klien cukup lama Anda tangkap.”Sejenak, Nathan menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Ia menegakkan tubuh, kemudian menyandarkan punggung di sandaran sofa. Saat ini, ia dan Daisy masih berada di dalam sebuah ruangan VVIP di restoran setelah mengadakan pertemuan dengan klien.Nathan meraup wajahnya dengan kedua tangan, menandakan betapa gelisahnya ia. Sejak pagi tadi, ia belum bisa mengusir bayangan Mary dari pikirannya.Wanita cantik itu memenuhi pikirannya dan membuatnya khawatir. Rasanya, Nathan ingin pulang saat ini juga untuk menemui kekasihnya itu, memastikan langsung apa yang t

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • One Night Stand   Bab 5: Ingin Putus?

    ***Setelah menghabiskan waktu sekitar 15 menit dari club, Nathan tiba di apartemen Mary. Setelah memarkirkan mobilnya di basement, Nathan keluar dengan langkah terburu-buru menuju lift yang akan membawanya ke lantai tempat unit apartemen kekasihnya berada.Setelah tiba di depan lift, Nathan masuk dan menekan tombol. Pintu lift tertutup rapat, dan beberapa detik kemudian, lift mulai bergerak naik ke lantai yang dituju.Ting!Setelah beberapa saat, lift berbunyi, dan pada saat yang sama, pintu terbuka lebar. Nathan melangkah keluar dari lift menuju unit apartemen Mary.Dengan perasaan berdebar, Nathan kini berdiri di depan pintu apartemen. Ia mengangkat tangan hendak menekan bel, tetapi tiba-tiba ia mengurungkan niatnya. Sudah hampir jam 1 dini hari, dan jika Mary ternyata baik-baik saja dan tertidur, bunyi bel tentu akan mengganggu tidurnya.‘Sebaiknya aku langsung masuk saja,’ pikir Nathan, lalu ia membuka pintu tersebut dengan mudah. Mary sendiri yang memberikan akses masuk ke apart

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • One Night Stand   Bab 6: Wanita Bar-Bar

    ***Di atas ranjang, Mary berbaring dengan posisi miring, kedua kakinya ditekuk. Matanya terlihat sembab akibat terlalu banyak menangis. Sejak ditinggalkan oleh Nathan sekitar dua jam yang lalu, yang bisa dilakukan Mary hanyalah menangis.Ia ingin sekali menceritakan apa yang sebenarnya terjadi padanya kepada Nathan, tetapi di sisi lain, Mary juga takut Nathan tidak akan mempercayainya. Hanya dengan menyampaikan penjelasan tanpa bukti apapun, rasanya mustahil ada orang yang akan mempercayainya, bahkan Nathan, kekasihnya sendiri.Di mata Mary, Nathan adalah pria yang sangat baik dan tulus. Sempurna. Pria itu memperlakukan Mary dengan sangat lembut, sehingga rasanya kecil kemungkinan pria itu akan menyakiti perasaannya andai saja ia berkata jujur.Namun, percayalah, berada di posisi Mary saat ini bukanlah hal yang mudah. Rasa trauma membuat pikirannya kacau, ditambah sudut pandang yang selalu negatif membuatnya kesulitan untuk bercerita kepada orang lain.Mary tidak ingin memendam semua

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • One Night Stand   Bab 7: Sebuah Kebetulan

    ***Jam delapan pagi, cahaya matahari masuk melalui celah-celah tirai jendela kamar Mary. Di atas ranjang, wanita itu tidur pulas, ditemani Nathan yang setia memberikan pelukan hangatnya sepanjang malam.Posisinya yang membelakangi Nathan dan wajahnya yang menghadap ke arah jendela membuat cahaya matahari menerpa kulit wajahnya yang mulus. Detik demi detik, ia mulai terusik oleh rasa hangat yang cenderung panas dan silau, meskipun matanya masih tertutup.Mary bergerak pelan, mengubah posisi tubuhnya untuk menghadap Nathan. Di bawah selimut tebal yang menghangatkan tubuhnya, ia membawa sebelah tangan untuk memeluk pria itu. Wajahnya semakin dekat ke dada bidang pria itu, dan tubuhnya semakin rapat seolah mencari ketenangan.Di sisi lain, Nathan sudah terjaga sejak satu jam yang lalu. Namun, pria itu tak beranjak sedikitpun dari tempat tidur. Ia tidak ingin meninggalkan Mary sebelum wanita itu terbangun.Nathan menggulung senyum, merasakan pelukan erat Mary di tubuhnya, lalu mengecup le

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • One Night Stand   Bab 8: Makan Siang Bersama

    ***Jika sebelumnya Mary selalu antusias saat mengunjungi kediaman Hilton yang mewah dan megah, kali ini terasa berbeda. Ia menyadari ada sesuatu yang tidak nyaman di dalam hatinya ketika berada di tengah keluarga kekasihnya.Keluarga Nathan, yang sangat tulus dan ramah kepadanya, justru membuat Mary merasa bersalah. Dia merasa seperti seorang pengkhianat yang tidak pantas berada di sana. Meskipun tidak ada seorangpun yang tahu apa yang telah terjadi padanya, Mary merasa malu yang luar biasa. Ia merasa seolah-olah sedang ditelanjangi di depan banyak orang.Tak tahu harus berbuat apa, saat kakinya melangkah memasuki kediaman yang megah itu, dadanya berdebar-debar dan perasaan tidak nyaman semakin merayap, membuatnya gelisah."Kamu kenapa, sayang?" tanya Nathan, yang menghentikan langkahnya dan menatap lekat-lekat pada Mary yang juga berhenti di sampingnya. Keningnya tampak berkerut, menunjukkan kebingungan atas reaksi kekasihnya yang ia sadari."Hah..?" Mary terkejut oleh pertanyaan p

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08
  • One Night Stand   Bab 9: Hinaan Mary Terhadap Victor

    ***Sebelumnya, Victor menuju toilet bersama temannya, Olso. Namun, temannya itu sudah selesai terlebih dahulu dan meninggalkannya di toilet untuk kembali ke ruang tengah, bergabung dengan Dominic dan Nathan di sana.Namun, sebuah kebetulan kembali membuat Victor dan Mary terjebak dalam situasi tak diinginkan. Tanpa sengaja, Mary pun masuk ke dalam toilet tempat Victor berada. Betapa terkejutnya wanita itu ketika melihat kehadiran pria bajingan itu di sana!Tanpa berpikir panjang, Mary segera berusaha mundur untuk keluar dari toilet tersebut. Namun sialnya, dia kalah cepat dari Victor, yang sudah mengunci pintu toilet dan memerangkap tubuhnya di antara pintu.Mary membuka bibirnya, hendak mengatakan sesuatu, tetapi Victor sigap membungkam mulutnya dengan sebelah tangan, sementara tangan yang satunya lagi digunakan untuk menahan kedua tangan Mary di atas kepala."Uussttt... diam, Baby," bisik Victor di depan wajah Mary. Pria itu lalu mengulas senyum smirk di wajahnya.Mary terhenyak, k

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-08

Bab terbaru

  • One Night Stand   Bab 27: Nathan & Daisy

    ***Setelah meninggalkan kedai kopi Chiara, Nathan tidak langsung pulang ke kota. Ia berkeliling di sekitar desa Willowbrook cukup lama berharap dapat menemukan Mary. Namun, usahanya sia-sia karena Mary tak kunjung ditemukan. Bahkan, setelah Nathan keluar dari desa Willowbrook, ia singgah di desa X yang jaraknya tidak jauh dari Willowbrook.Daisy memberi usul kepada Nathan untuk menunjukkan foto Mary yang lebih jelas kepada penduduk desa tersebut, daripada hanya menyebutkan ciri-ciri fisik dari Mary.Nathan setuju dengan ide Daisy. Mereka mulai pencarian di desa itu dengan menunjukkan foto Mary di ponsel mereka kepada beberapa penduduk. Namun, sekali lagi, Nathan harus menelan kekecewaan.Setelah berjam-jam berkeliling di desa tersebut, mereka tak juga menemukan tanda-tanda Mary disana. Hingga sore menjelang, Nathan memutuskan untuk menyudahi pencariannya hari itu karena kelelahan. Ia juga merasa kasihan pada Daisy, yang pasti sangat lelah setelah perjalanan jauh dari kota ke desa itu

  • One Night Stand   Bab 26: Pemerkosa

    ***PLAK!Victor tak dapat melanjutkan kalimatnya, terganti dengan suara tamparan keras dari tangan Mary di pipinya.“Tutup mulutmu dan berhenti menghakimiku seperti itu! Kamu tidak pantas melakukannya!” Mary terengah-engah membalas tatapan tajam Victor dengan berani.“Kamu tahu mengapa aku seperti ini, Victor! Kamu tahu siapa yang membuatku seperti ini! Kamu tahu siapa orang yang dengan tega menghancurkan hidupku! Itu adalah KAMU! KAMU, BAJINGAN!” teriak Mary, matanya memerah dan tubuhnya gemetar oleh amarah yang meluap-luap.Victor terdiam, memaku pandangannya pada Mary. Ia mendengarkan dengan seksama setiap kata yang dilontarkan oleh… bibir manis itu.Manis? Oh, ayolah. Di saat suasana begini, dia masih bisa membayangkan rasa bibir kenyal itu.“Kamu tidak pantas mengatai aku wanita paling jahat di dunia ini… karena di atas aku masih ada kamu! Pemerkosa!”“Aku tidak memperkosamu, Mary,” sanggah Victor dengan nada yang tenang.“Tapi kenyataannya begitu, kan? Aku begini karena kamu! A

  • One Night Stand   Bab 25: Terus Menyangkal

    ***Selesai membayar barang belanjaannya, Mary bergegas keluar dari toko. Ia memperhatikan awan yang mulai gelap dan mendung.“Sepertinya akan turun hujan,” gumam Mary pelan sambil melangkah cepat menuju flatnya.Di sisi lain, Victor sengaja menghentikan mobilnya dengan jarak agak jauh sambil memperhatikan arah Mary pulang.“Ah, ternyata tempat tinggalnya di sana?” katanya dengan mata tajam memandang lurus pada sosok Mary.Masih diam di dalam mobil, Victor melihat Mary masuk ke dalam sebuah flat. Kemudian, ia membuka sabuk pengaman dan segera turun dari mobil setelah mengambil ponsel dan dompetnya yang tergeletak di atas jok di sampingnya.Dengan perasaan lega, Victor melangkah lebar dan kini ia berdiri di depan pintu flat yang dihuni oleh Mary.Tok! Tok! Tok!Di dalam, Mary baru saja menyimpan plastik susu hamil yang ia beli tadi di toko ke atas meja. Ia berniat untuk memindahkannya ke tempat khusus susu. Namun, ketika ia mendengar seseorang mengetuk pintu, gerakan tangannya terhenti

  • One Night Stand   Bab 24: Bertemu

    ***“Selamat pagi, Tuan,” sapa Daisy saat ia masuk ke dalam mobil Nathan dan duduk di kursi penumpang samping kemudi.“Pagi, Daisy. Maaf, aku membangunkanmu terlalu pagi,” kata Nathan dengan perasaan tidak enak terhadap wanita itu.Sambil mengikat sabuk pengaman, Daisy melirik sekilas ke arah Nathan. “Tidak apa-apa. Kebetulan semalam saya tidur cepat. Jadi... saya sudah cukup tidur,” ujarnya sambil melempar senyum pada pria itu.Nathan mengangguk samar.“Ayo, kita berangkat sekarang. Katanya desa itu agak jauh, kan?” “Ya, sekitar 4 jam perjalanan,” jawab Nathan.Kemudian, Nathan melajukan mobilnya, bersiap menuju desa tempat tinggal Chiara— Willowbrook, dengan harapan dapat menemukan petunjuk tentang Mary di sana.**Menjelang jam 10 pagi, Victor menggeliat di dalam mobil. Ia membuka mata dan mengerang pelan ketika merasakan badannya pegal-pegal akibat tidur berjam-jam di dalam mobil dengan posisi yang tidak nyaman.Sejak semalam, Victor menunggu wanita pemilik flat. Hingga pagi jam

  • One Night Stand   Bab 23: Terus Mencari

    ***Mary merasakan kebahagiaan yang tak terhingga saat dirinya diterima bekerja di sebuah toko bunga. Ia sangat berterima kasih kepada sahabatnya, Chiara, yang telah membantunya mendapatkan pekerjaan tersebut.Pemilik toko bunga itu pun sangat baik dan ramah terhadap Mary. Setelah dua hari yang lalu diterima, keesokan harinya ia langsung mulai bekerja di toko bunga tersebut. Mary benar-benar menikmati pekerjaan barunya, sebuah kegiatan yang menurutnya sangat menyenangkan.Ya. Setelah menjalani kehidupan yang penuh tekanan di pusat kota London, Mary memutuskan untuk mencari ketenangan di pedesaan terpencil bernama Willowbrook. Flat kecil yang disewanya terletak di sebuah bangunan tua yang memiliki karakter unik, dengan jendela-jendela besar yang menghadap ke ladang hijau yang luas.Ketenangan desa ini sangat kontras dengan kebisingan kehidupan kota yang selama ini menguras energinya. Dia menikmati momen-momen sederhana, seperti menyiapkan secangkir teh herbal sambil duduk di balkon kec

  • One Night Stand    Bab 22: Tempat Baru

    ***Tak ada pilihan lain, Victor akhirnya memutuskan untuk menghubungi Jihan. Sebelumnya, Victor berharap bisa mendapatkan informasi tentang Mary dari Jihan tanpa harus bertemu dengannya. Namun, ternyata tidak.Jihan bersikeras ingin bertemu langsung dengan Victor, sehingga pria itu dengan terpaksa menuruti kemauannya demi mendapatkan informasi tentang Mary. Setelah mengunjungi tempat tinggal salah satu teman Mary, Victor memacu kendaraannya menuju Mansion Alexander's untuk bertemu dengan Jihan di sana.Setelah menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit, akhirnya Victor tiba di kediaman Alexander's yang mewah dan megah. Mobilnya melesat melintasi pintu gerbang yang kokoh setelah dibuka oleh seorang penjaga profesional.Menghentikan mobilnya, Victor menoleh ke samping kanan. Ia mendesah gusar melihat sosok yang sangat dicintainya itu: Jihan.Di cintai?Ah, sepertinya Victor salah. Tanpa dia sadari, cinta yang begitu besar yang ia miliki untuk Jihan kian terkikis. Posisi wanita itu di

  • One Night Stand   Bab 21: Victor Tidak Menyerah

    ***Beberapa hari yang lalu, Victor disibukkan oleh Kylie. Ia menemani wanita itu ke berbagai acara tertentu sehingga melewatkan banyak informasi penting tentang Mary di London.Sebagaimana diketahui, Ayah Kylie adalah salah satu orang berpengaruh di Miami, Florida, dan sangat berperan penting dalam kesuksesan Victor mengembangkan bisnis milik Dominic.Oleh karena itu, ketika Ayah Kylie meminta Victor untuk menemani putrinya ke suatu acara, Victor merasa sulit untuk menolak. Ayah Kylie seringkali menggunakan bisnis mereka sebagai bentuk ancaman terhadap Victor.Muak? Tentu saja. Victor sangat muak. Namun, untuk saat ini, ia tidak punya pilihan selain mengikuti kemauan pria tua itu, karena Victor sedang mengincar sesuatu dari dirinya. Jika semuanya berhasil, mungkin di saat itu ia bisa membebaskan diri dari tekanan Ayah Kylie.Setelah beberapa hari berlalu, Victor menerima laporan dari orang suruhannya bahwa dia tidak melihat keberadaan Mary selama beberapa hari ini. Hal itu membuat Vi

  • One Night Stand   Bab 20: Pergi

    ***Mary duduk termenung di sofa, sambil menyandarkan punggungnya. Dengan kedua tangan, ia mengusap wajahnya, merasakan kegusaran yang menggelayuti pikirannya. ‘Kalau aku tetap tinggal di sini, Nathan pasti akan datang lagi dan membuat semuanya semakin rumit. Tapi jika aku pergi, ke mana aku harus pergi? Aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini,’ bisiknya dalam hati.Bagaimana sekarang? Apa yang harus ia lakukan untuk menghindari Nathan?Semalam, Mary sempat merasa tenang karena menyangka Nathan sangat marah padanya. Dia berpikir pria itu akan membencinya selamanya. Namun, kenyataannya jauh dari harapannya. Pagi ini, Nathan datang ke apartemennya, mengungkapkan permohonan maaf dan mengaku sangat menyesali perbuatannya kemarin.‘Kenapa Nathan berubah begitu cepat?’ pikir Mary. "Kemarin, dia sangat marah padaku. Bahkan tatapan penuh kebenciannya masih segar dalam ingatanku. Apa yang membuat Nathan begitu mudah mengubah keputusannya?’Mary merasa bingung, berusaha memahami perubaha

  • One Night Stand   Bab 19: Kesempatan Kedua

    ***Mary tiba di apartemen. Ia membayar taksi, lalu segera turun dan melangkah menuju lobi. Ketika ia berbelok menuju lift, kepalanya pusing lagi dan tiba-tiba mual, padahal Mary belum makan sama sekali. Sarapan pagi ia lewatkan, sengaja karena tidak berselera terhalang oleh rasa mual yang terus menerus menyiksanya.Mary masuk ke dalam lift dan menekan tombol. Pintu lift tertutup rapat, dan lift bergerak naik. Tak lama kemudian, lift tiba di lantai tempat unit apartemennya berada.Saat Mary melangkah keluar dari lift, kedua matanya sontak membelalak melihat sosok yang berdiri di depan pintu apartemennya. Nathan? Apa yang pria itu lakukan di sana? Mary menggelengkan kepala sambil menutup mulut dengan sebelah tangan. Ia buru-buru bersembunyi, berbelok ke lorong agar Nathan tidak dapat melihatnya.‘Astaga, dia hampir saja melihatku. Dia mau apa lagi sih datang ke sini?’ batin Mary, menyandarkan punggung pada tembok dengan napas terengah-engah sambil menekan dadanya yang berdebar kencang

DMCA.com Protection Status