Rino menoleh ke sumber suara dan dia masih bersikap tenang. Dia melepaskan pelukan Dewi. Lelaki paruh baya memakai jas berwarna biru dongker berderap mendekati Rino dan Dewi dengan tatapan menajam.
“Kalian masih berhubungan?” tanya ayahnya Gisel tampak raut wajah lelaki itu ada kekecewaan dan amarah.
“Saya tak mungkin kembali pada mantan,” tukas Rino tersenyum simpul dan dia pun menjelaskan yang sebenarnya jika tidak ada hubungannya apa-apa lagi dengan Dewi.
Namun, memang dasarnya Dewi centil. Dia sengaja merangkul pundak Rino di depan lelaki yang sebentar lagi menjadi mertua Rino.
“Apakah salah jika saya masih mencintainya?” protes Dewi dan seakan-akan menantang.
Mencerna ucapan Dewi. Rino terkesiap dan dia lekas bersikap tegas sambil mengurai pelukan Dewi. “lebih baik kamu pergi!” usir Rino geram.
“Aku tak mau,” jawab Dewi sembari menggelengkan kepalanya.
“Terserahlah
Keesokan paginya. Di ruangan serba biru muda.“Bagaimana keadaan Kakek saya, Dok?” tanya Rino sembari melirik kondisi kakeknya yang terbujur kaku di atas ranjang pasien.Raffi mengulum senyum tipis dan dia mencengkram punggung tangan Rino. “Kakek, tak apa-apa.”“Tak apa-apa bagaimana? Kaki Kakek tak bisa digerakkan?” protes Rino menaikkan sebelah alisnya.“Tuan Raffi mengalami stroke ringan, kedua kakinya terasa lemah hingga tidak bisa digerakkan. Stroke sangat berisiko dialami penderita tekanan darah tinggi, khususnya hipertensi maligna. Tuan Raffi masih meminum alkohol dan beliau kurang olahraga,” jelas dokter pribadi yang menangani Raffi.Rino mengerutkan dahi dan dia menghela napas panjang. Lelaki itu sudah berulang kali melarang Raffi agar tak meminum alkohol. Namun, tak pernah diindahkan.Dokter pun menyarankan agar Raffi banyak istirahat. Rino memutuskan untuk merawat sang kakek dan dia
Orang-orang berpakaian hitam dan putih itu berjajar di teras rumah mewah tersebut. Mereka menyunggingkan senyum paling manis untuk menyambut hangat kedatangan tuan rumah. Masing-masing membungkukkan setengah badan dan adapula yang memberikan bungket bunga kepada Raffi yang duduk di kursi roda.Rino dengan setia mendorong kursi roda sang kakek sampai masuk ke dalam rumah. Nampak di dalam ada Gisel dan kedua orang tuanya Gisel pun menyambut kedatangan Raffi.Gisel pun menyodorkan bungket bunga seraya mengulas senyum. "Selamat datang, Kek. Semoga cepat sembuh.""Terima kasih, Gisel," jawab Raffi sumringah.Selang lima menit datang Tomi dengan wajah tegang dari luar dan dia mendekati Rino. Lelaki berhidung bangir itu tahu maksud sang sahabat.Namun, sebelum Tomi berbicara. Lelaki itu berjongkok menyeimbangkan posisi dengan Raffi."Kek, semoga cepat sembuh," ucap Tomi sambil mencium punggung tangan tangan yang sudah berkeriput i
Nampak wanita yang memakai gincu merah mengulum senyum tipis. Melihat wanita itu membuat pikiran Rino mengawang tidak jelas berputar pada poros kenangan.Lelaki berhidung bangir itu pernah berada di goresan pahit beserta luka yang hampir robek dan bahkan darah telah menetes di dalam jantung. Untungnya, Rino memiliki kalimat mati satu tumbuh seribu. Meskipun sedikit pilu.Begitulah pelik lika-liku kehidupan pernah patah hati luka kala remaja. Wanita bergincu merah dengan pakaian fashionable dan memakai sepatu tinggi yang tidak lain adalah mantan Rino sewaktu SMA."Talita, ngapain di sini?" tanya Rino sembari memicingkan mata.Iya, wanita cantik itu kerapkali disebut Talita. Dia lima tahun tinggal di Malaysia. Wanita itu memangkas jarak mendekati Rino. Dia duduk begitu saja sebelum tuan rumah mempersilakan duduk."Kau tak mau menyambutku?" kelakar Talita."Mau kamu apa?" tanya balik Rino. Dia tidak mau basa-basi lagi."Sabar, Rino. Aku
Hujan deras mengguyur bumi tanpa memberikan kabar terdahulu. Tanah pun basah dan seorang gadis berambut panjang berdiri di tengah keramaian sambil memegang payung ungu.Sesekali netranya berkeliling mengitari sekitar, menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok yang dia harapkan, tetapi tidak ada batang hidungnya. Orang-orang di sekitarnya berlari mencari tempat teduh di depan toko-toko yang berjajar. Adapula yang langsung masuk ke dalam mobil menuju tempat tujuan.Namun, gadis itu hanya menghela napas dan melanjutkan langkahnya mencari sosok adiknya tercinta. Satu jam yang lalu mendapatkan telepon dari Sri. Sebagai kakak yang baik Arunika bergegas pergi menuju tempat yang dimaksud oleh Sri. Akan tetapi, setelah sampai di tempat tujuan. Ponsel Sri mati di luar jangkauan. Ini membuat Arunika semakin panik.Tukai kakinya mengayun di antara genangan air yang sudah sampai mata kaki. Angin berembus kencang mengibarkan rambut yang dikucir satu, padahal gadis itu memaka
“Maaf, aku tak pernah mencintaimu,” jawab Arunika pelan.“Tatap mata saya,” pinta Rino sambil meraih dagu gadis yang ada di hadapannya.Arunika memalingkan wajahnya dan ia menepis tangan Rino. Dia takut larut dalam suasana alam yang membuat rasa ingin menyelisik birahi. Lantas gadis itu berdiri mengalihkan perhatian Rino.“Aku harus melanjutkan mencari Sri.”“Ini sudah malam. Kita harus mencari dia di mana?” keluh Rino sambil menarik tangan Arunika, agar gadis berambut panjang itu duduk kembali.Namun sayangnya, Arunika bersikukuh ingin melanjutkan perjalanannya mencari Sri. Tukai Arunika melebar keluar dari kedai kopi itu dan Rino pun bergegas mengejarnya. Sebelum mengejar Arunika, lelaki berhidung bangir itu ke meja kasir membayar kopi yang mereka minum.Rinai hujan tidak kunjung reda. Dua insan manusia itu masih menerobos dalam derasnya hujan. Pandangan Arunika tiba-tiba kunang-kunang. Dalam
Raffi menatap nyalang ke arah Arunika yang berdiri bergeming sambil menundukkan wajah.“Apa yang kalian lakukan di dalam kamar tadi?!” bentak Raffi memelotot kepada Rino yang tepat berada di hadapan.“Kek, saya bisa jelasin,” jawab Rino sembari tersenyum simpul.“Apa yang akan kamu jelaskan!” Raffi geram karena lima belas menit yang lalu. Dia memergoki Rino dan Arunika di atas kasur berdua saling tindih.Padahal kejadian tersebut tidak seperti dalam pikiran Raffi. Alam pikiran mengawang di mana dia dan Arunika berdebat di dalam kamar.Saat Rino merengkuh tubuh Arunika. Terdapat debar cinta di antara mereka berdua. Gadis itu pun berbalik badan dan protes karena menyadari bahwa baju yang semalam dipakai sudah berganti.“Siapa yang buka bajuku?” tanya Arunika sembari mengurai pelukan dan menepis perasaan yang mulai menjalar.“Saya,” jawab Rino singkat, padat, dan jelas.&
Rino langsung mengambil mobil. Lantas dia pun mengejar mobil yang membawa Arunika. Melaju dengan kecepatan tinggi, Rino tidak peduli dengan keselamatan dirinya sendiri bak pembalap Rino terus mengejar.Akhirnya dia dapat menyalip mobil yang ada di depannya. Lekas Rino sengaja memutar mobil ke arah tengah jalan raya untuk menghadang.Spontan lelaki berkemeja kotak-kotak itu pun langsung berhenti mendadak, menginjak rem sembari memicingkan mata. Nampak kesal sekali karena Rino menghalangi perjalanannya.Arunika membelalak saat tahu Rino mengejarnya bak kereta cepat. Nampak Rino keluar dari mobil dan berdiri tegak sambil tersenyum simpul.“Rino, mau dia apa?” tanya Forguso.Mencerna ucapan Forguso. Arunika mengernyit dan dia langsung melontarkan pertanyaan.“Anda kenal dengan Rino?”Namun, Forguso tidak menjawab. Lelaki tersebut turun dari mobil. Memangkas jarak mendekati Rino dengan tatapan menyalang. Tampa
“Apa ada tanda silang di wajah saya? Perhatikan Arunika,” tanya Rino.Gadis berlesung pipi itu menggelengkan kepalanya. Tatapannya menajam melihat Rino yang sangat dekat.“Lantas ada apa?” tanya Rino lebih dekat beberapa centimeter dengan wajah Arunika.“Hemz, ada----“ Gadis cantik itu belum menjawab. Dengan cekatan tangan Rino memegang kepala Arunika.Tanpa permisi Rino melumat bibir Arunika. Sontak Sri dan Tomi terbelalak. Arunika lekas mendorong tubuh duda keren itu. Dia pun terkejut.Nampak amarah membungbung tinggi dari raut wajah Arunika. “Tak sopan!” bentaknya.“Bagaimana rasanya?” jawab Rino terkekeh kecil.“Dasar meesuuuum!” Arunika mengepalkan kedua tangannya.Ada hati yang terluka tanpa Rino sadari yaitu Sri. Gadis itu bergegas masuk ke dalam rumah bersama sejuta kecewa yang dia pendam. Lantas Arunika pun mengejar Sri dari belakang sambil memangg