Lelaki itu mengacak-acak rambutnya, ia menatap kesal sang adik. Dan berlalu pergi keluar, menutup pintu dengan kencang. Diana yang melihat respon Kakaknya semakin menangis. "Apa kesalahan gue terlalu besar, apa suami Amel orang sangat berpengaruh," gumam Diana pelan. Jam sudah menunjuk pukul satu dini hari, Diana masih belum terlelap. Sang mama yang mengecek langsung mendekati putrinya. Ia mendekat dan menyuruh Diana berbaring. "Tidur, nanti besok kita cari solusi bersama," ucap sang Mama. Diana memegang lengan Mamanya dan meminta agar dia menemani tidur. Ia paham lalu ikut berbaring di sisi sang putri, menepuk-nepuk gadis itu. Tak berselang lama Diana terlelap. "Kenapa kamu cari masalah dengan orang itu," ucap Mamanya pelan. Ia memandang wajah terlelap sang putri, bergegas keluar untuk bicara dengan anak pertama dan suaminya. Mereka berkumpul di ruang tamu. Membicarakan solusi untuk hal tersebut. *** Pagi tiba, kini Amel yang terlebih dahulu bangun, ia menyiapkan sarapan untu
Amel yang mendengar jawaban sang suami hanya tersenyum kecut lalu memutarkan bola mata malas. Tatapan kesal ia layangkan pada Raffa. "Jangan sombong gitu, Mas. Kalau gak ada mereka gak ada yang bantuin kamu ini itu, hargai kerja keras mereka," nasihat Amel. Raffa yang mendengar itu hanya terkekeh, tangannya sebelah mengacak-acak rambut sang istri. "Walau aku bersikap begitu, tapi aku menghargai mereka kok. Kamu tenang aja, ini memang sikap aku dari dulu," lontar Raffa. Amel yang mendengar itu mengangguk, ia terus melirik jam di tangannya. Membuat Raffa mengeryitkan alis. "Kamu ini kenapa sih," ucap Raffa. Amel yang mendengar itu langsung menunjukan jam di ponselnya di depan Raffa. "Ini lho, Mas. Ahh kayanya bakal keduluan orang yang bakal dateng ke kampus," ujar Amel. Perempuan itu berkata lesu, membuat Raffa hanya mengulas senyum kecil. "Emangnya kenapa sih, gak papa kali duluan dia juga," balas Raffa. Amel yang mendengar itu memberengut. Ia cemberut memandang Raffa. "Mas
"Untung lo cepet datang, katanya yang bakal jadi pembicara juga telat," lontar Shilla. Amel hanya melirik sekilas Shilla, ia memilih menghempaskan bokong ke kursi dan wajahnya masih tertekuk. "Eh, kenapa wajah lo kusut gitu, kaya belum di setrika," celetuk Shilla. Perempuan itu menarik dagu Amel, melihat wajah kakak iparnya. "Ahhh, Kakak lo tuh, nyebelin banget," sahut Amel lemah. Shilla mengeryitkan alisnya, ia memiringkan kepala memandang sang teman. "Ka Raffa kenapa?" tanya Shilla. Baru saja Amel hendak menyahuti suara dosen terdengar, beberapa orang langsung duduk di kursi. "Pagi semua, Bapak sudah bilang bukan, kalau kita kedatangan tamu istimewa. Pengusahaan muda yang sukses," celetuk Dosen tersebut. Beberapa orang terkejut melihat Raffa, bahkan Shilla dan Amel pun. Mata lelaki itu melirik sekitar lalu tatapannya bertubrukan dengan manik sang istri. Senyuman Raffa lemparkan pada wanita itu, membuat para perempuan memekik karena melihatnya tersenyum. "Ahh, ganteng bange
"Buat apa ngasih tau, gak penting juga," sahut Shilla. Ia risih kala beberapa mendekati dia, bahkan pria juga. Karena tau jika Shilla adik orang kaya, mereka mulai sok akrab. "Penting lah, gue kan bisa aja jadi istrinya Kakak lo dan gue jadi Kakak ipar lo gitu, mau kan. Gue kan cantik," celetuk perempuan itu. Sedangkan Amel yang mendengar beberapa perempuan meminta agar mereka bisa dekat dengan Raffa mulai marah. Dia menggebrak meja, membuat ia menjadi pusat perhatian. "Kalian berisik banget sih, sampe Shilla gak bisa jawab. Jadi cewek jangan genit napa," sembur Amel. Ia memilih pergi meninggalkan mereka yang memandang aneh perempuan itu. "Kalian ini, bikin mood gue sama Kakak Ipar gue ancur aja. Denger ya, Ka Raffa itu udah punya istri dan istrinya Amel. Sahabat gue, jadi jangan sok akrab deh sama gue, jijik gue!" seru Shilla. Gadis itu bangkit menyusul Amel. Semua tercengah mendengar perkataan Shilla, salah satu dari mereka langsung menepuk jidat. "Ampun! Gue lupa soal itu.
"Kamu gak papa, kan Sayang?" tanya Raffa. Pria itu memegang pipi Amel dan langsung ditepis wanita itu. "Seneng ya dikhawatirin cewek," sembur sang istri. April mengeryitkan alis melihat intraksi kedua manusia itu. Ia langsung menarik lengan Amel membuat wanita tersebut menoleh. "Kalian udah saling kenal?" tanya April. Raffa dan Amel langsung saling pandang, kedua mengangguk bersamaan. Bahkan lelaki itu kini merangkul Amel, membuat April membulatkan matanya terkejut. "Bukan kenal lagi, kita tuh bahkan udah nikah. Iya gak, Sayang," seru Raffa. Raffa mengedipkan mata memandang sang istri, sedangkan wanita itu langsung menganggukan kepalanya. Ia paham dengan gerak-gerik April, pasti perempuan tersebut menyukai suaminya. "Iyain aja deh. Mas, kamu mau ke mana? Ayo biar aku yang anter," balas Amel. Raffa langsung mencium pipi Amel tanpa rasa canggung sedikit, membuat sang istri yang mendapatkan perilaku begitu mematung dan matanya membulat. Begitupun April sangat terkejut mendapatka
"Tuan tolong, jangan kasuskan kelakuan adikku. Cukup hukum aja," pinta lelaki itu. Raffa tidak menanggapi perkataan lelaki itu, ia memilih mendaratkan bokong dikursi. Tidak lupa mengajak sang istri, melihat tak ada respon dari Raffa. Lelaki tersebut beralih pada Amel. "Tolong, jangan kasuskan kelakuan adik saya. Saya tau dia sangat keterlaluan, tapi kalau adil saya dipenjara masa depannya akan suram," mohon Kakaknya Diana. Amel hanya tidak menjawab atau memberikan kepastian pada lelaki itu. Akhirnya ia hanya pasrah, duduk dilantai dengan wajah tertunduk. Bahkan kini kedua orang tua Diana berada di sini, Raffa yang melihat hal tersebut hanya menyeringai. "Tolong jangan kasuskan kelakuan anakku, dia masih remaja masa depannya bakal hilang kalau dia masuk penjara. Kalau dia dipenjara takut kejiwaan dia terganggu," ucap Mamanya Diana. Wanita itu berjongkok memegang lengan Amel. Ia meminta belas kasihan istrinya Raffa. "Lalu mentalku gimana Bu," seru Amel. Tatapan kesal Amel layangk
Diana yang mendengar itu melotot, ia langsung meminta bantuan pada kakak dan Papanya. Tetapi mereka menggeleng, sebagai jawaban. Diana dengan gerakan cepat mendekati Raffa dan menjatuhkan lutut ke lantai dan memegang kaki Raffa. "Tuan, tolong maafkan saya. Saya tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi, saya tidak akan mengganggu Amel lagi. Tolong jangan masukan saya ke penjara," mohon Diana. Amel menyeringai mendengar itu, ia berjongkok untuk mensejajarkan tatapan dengan Diana. "Lo ngomong gitu karena tau, gue gak bakal pernah melihat lelaki lain karena memiliki suami seperti Mas Raffa," sinis Amel. Diana menunduk mendengar ucapan Amel, dia mengiyakan dalam hati. "Bukannya udah gue bilang! Gue gak pernah deketin Gala," bentak Amel. Raffa menyodorkan tangannya agar Amel berdiri. Setelah membantu sang istri bangkit, ia memandang dalam.wanita itu. "Aku serahkan dia sama kamu, Sayang. Terserah mau kamu apa kan. Langsung masukin penjara juga boleh," lontar Raffa. Diana langsung mem
Amel menghela napas mendengar ucapan Diana. Ia mendaratkan bokong di kursi lalu memainkan handphone. "Itu terserah lo mau nurutin ucapan gue atau enggak, gue udah berbaik hati menawarkan hal itu," seru Amel. Wanita itu melirik jamnya, ia langsung bangkit dan mencium punggung tangan sang suami. "Bentar lagi masuk kelas, Mas. Aku pamit dulu ya," lontar Amel. Setelah kepergian Amel, Raffa bersidekap memandang sinis Diana. "Sebenarnya gak setuju kalau cuma di skors dan menjadi pembantu di rumah, lebih bagus langsung masukin ke penjara aja! terus hubungan kerja sama dengan orang tua lo gue putusin, biar bangkrut! Gak tau diri banget sih, gue yang bantu kalian tau!" geram Raffa. Keluarga gadis itu langsung menunduk, Papa Diana membisikan agar sang anak meminta maaf dan menerima hukuman dari Amel. Dengan cepat mendorong Diana agar cepat berbicara. "Maafkan saya Pak, saya akan melakukan apa yang dikatakan Amel. Tapi jangan putuskan kerja sama dengan keluargaku," cicit Diana. Raffa men
Beberapa bulan kemudian ...Besok memasuki empat puluh minggu kehamilan Amel. Wanita itu kini mulai kesulitan berjalan, karena perutnya yang lumayan besar. Karena hamil anak kembar, semua belum mengetahui. Hanya Raffa, Amel dan dokter yang memeriksa perempuan tersebut."Kapan yang anak kita lauching, kok belum ada tanda-tanda ya," ucap Amel sendu.Raffa yang mendengar itu mendekati istrinya di sofa. Kini keduanya tengah di ruang kerja lelaki tersebut. Karena Amel memaksa ikut ke kantor."Sabar aja, kalau udah waktunya mereka bakal meluncur kok, mungkin sekarang belum waktunya. Sabar aja, hplnya juga kan besok. Lagian kalau pas hpl belum lahiran kan itu cuma pekiraan manusia aja, nanti kalau udah waktunya kita bakal ngeliat mereka kok. Sekarang kamu berdoa aja, agar lahiran lancar dan sehat buat kalian," tutur lelaki itu.Amel mengulas senyum mendengar hal itu. Ia mengangguk kepala lalu menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami."Mas, aku sekarang gendut. Jangan bosen pandangan aku y
Suasana malam kini sangat ramai, yang biasanya hanya suara Amel dan Raffa. Sekarang banyak orang yang berbicara. Shilla langsung menarik Raffa yang terus disamping istrinya."Gantian lah, Ka! Shilla juga pengen elus perut Amel. Pengen nyapa calon keponakan," seru perempuan itu. Raffa hanya menghela napas, lalu mengangguk. Ia pergi ke dapur untuk menyeduhkan susu Ibu hamil. Wulan yang lewat di sana langsung mendekat dan menepuk pundak anaknya. "Allhamdulilah, kamu jadi suami siaga. Mama bangga sama kamu," tutur Wulan. Lelaki itu menoleh dan mengusap senyum, ia berbalik dan memeluk wanita yang melahirkannya. "Makasih, Mah. Kamu udah melamarkan Amel menjadi istriku, Raffa sangat bahagia," ujar lelaki itu.Wulan mengangguk, wanita itu membalas dekapan anaknya. Lalu menepuk punggung lelaki tersebut, mereka langsung melepaskan pelukkan."Kamu harus kurangi porsi kerjamu, jangan terlalu sibuk. Amel sekarang sangat butuh perhatian dan bantuan kamu, apalagi nanti setelah lahiran," tegur Wu
Amel membulatkan mata, ia hendak menyerang perempuan itu tapi ditahan Raffa. "Udah, Sayang. Gak perlu urusin orang ginian, biar aku saja. Nanti calon anak kita kenapa-napa lagi," kata lelaki itu.Cewek itu terkekeh, ia bersidekap memandang mereka. Dengan lancarnya ia menghina Amel. "Haduh ... ternyata lo simpenan sugar dady ya, wah ... keliatannya aja polos ternyata," ucapannya terhenti kala karyawan lagi menarik lengannya."Diam! Udah lo gak perlu ngebacot lagi bisa gak."Wanita itu hanya memanyunkan bibirnya, ia memandang lawan jenis yang menatap berang. Sedangkan Raffa langsung merogoh saku, dan memperlihatkan pada perempuan tersebut. "Ini bukti kami udah menikah tahun lalu, jadi ucapan lo itu salah!" sinis Raffa.Suara dingin lelaki itu membuat perempuan tersebut bergidik ngeri. Ia bungkam saat disodorkan bukti oleh Raffa, sedangkan Amel tersenyum sinis. "Amit-amit jabang bayi, jangan sampe anak gue miring sama Tante nyebelin ini," kata Amel.Wanita itu melotot mendengar ucapa
Raffa sampai menjauhkan handphone dari kuping. Karena suara Sekar yang menggelegar, Amel melihat hal tersebut hanya meringis. Raffa menghela napas lalu menempelkan benda itu ke telinga kembali."Kami mau berbagi sedikit buat anak panti Bu. Raffa punya omongan soalnya," jelas Raffa.Sekar terdiam beberapa menit, karena ternyata Raffa yang memegang ponsel tersebut. Lelaki itu menegur dan bicara kalau ia tengah menyetir. "Apa ada pertanyaan lagi, Bu. Raffa lagi nyetir soalnya. Palingan kami menginap lusa ya," ucap lelaki itu.Wanita itu menggeleng lalu memukul keningnya sendiri. Karena sadar jika sang menantu tidak bisa melihat gelengannya. "Enggak, Raf. Boleh handphonenya kasih ke Amel. Ibu mau kasih wejangan buat dia," balas Sekar.Pria tersebut langsung memberikan pada istrinya, lalu Amel dan sang Ibu sangat lama berbincang. Bahkan dia mengerucutkan bibir karena banyak sekali pantangan yang diberikan oleh Sekar."Udah jangan cemberut gitu, Ibu ngebilangi gitu karena sayang sama kamu
Kala tersadar dengan ucapan, Amel langsung mendorong sang suami agar menjauh. Sedangkan Raffa terkekeh mendengar hal tersebut, kini lelaki itu menaik turunkan alis. "Apaan sih, Mas! Genit banget deh, aku tadi lagi ngimpi eh pas buka tidur ternyata ikut ngomong gitu. Gak usah geer deh," papar Amel. Raffa hanya mengangguk kepala tanda mengiyakan tetapi, wajahnya masih saja menggoda. Wanita itu jadi salah tinggal dengan tatapan sang suami, ia mengadahkan tangan. "Mana bubur kacang milikku, kan aku tadi nyuruh beliin terus baru bangunin. Berarti Mas udah beliin dong," pinta perempuan tersebut.Dia langsung memberikan bubur kacang tersebut, Amel menerima dengan senyum sumringah. Ia segera mengambil wadah plastik dan sendok, wanita itu menuangkan ke mangkuk. "Ah ... wanginya menggoda," pekiknya. Sang suami mengulas senyuman memandang Amel, ia terus menatap wanita itu. Membuat perempuan tersebut memalingkan wajah karena salah tingkah."Kamu ini kenapa sih! Lihatin aku terus. Mendingan
Lelaki itu menggeleng mendengar ucapan Amel, membuat wanita tersebut mengeryitkan alis bingung."Terus kamu kenapa natap aku sampe segitunya," sungut perempuan itu. Raffa memegang dagu lalu tangannya mengelus-elus jengot pendek."Katamu hamil kebo, kenapa kamu gak mirip kebo. Aku lagi nyari kemiripan itu dari kamu," jawab Raffa. Mata wanita itu melotot mendengar jawaban sang suami, ia langsung melemparkan tas. Beruntung lelaki tersebut tangkap, Amel bersidekap dan mendengkus kesal. "Punya laki gini amat, maksudnya ... ah sudahlah, kamu juga gak bakal ngerti! Aku udah gak mood buat makan," geram Amel. Perempuan tersebut bangkit lalu mendekati suaminya dan merebut tas yang tadi dilempar. Kala hendak pergi, tangan dicekal oleh Raffa."Kamu harus sarapan, ayo cepat duduk!" perintah lelaki itu. Amel menggeleng menolak perintah suaminya. Ia menarik tangan yang digenggam Raffa, dia langsung bersidekap. "Udah gak berselera lagi makan ini, aku mau bubur kacang ijo Mang Mamat," lontar san
Wulan dan Sekar dijemput Shilla, perempuan itu sangat senang saat ngetahui ia akan mempunyai keponakan. Kini hanya tinggal mereka, keduanya berbaring di kasur. Raffa mengusap lembut rambut Amel. "Sayang ... maaf ya, acaranya jadi berantakan gara-gara aku pingsan," tutur perempuan itu. Lelaki itu menggeleng lalu membenarkan posisi tiduran sang istri. Ia kini mendekap wanita tersebut, lalu mendaratkan kecupan di pipi Amel. "Gak papa, mereka nanti pasti paham kok. Udah gak usah pikirin apapun yang buat kamu stress, hayu ... mendingan sekarang tidur," ujar lelaki itu. Dia menuruti ucapan suaminya, ia membenarkan posisi tidur agar berhadapan lelaki itu. Lalu menyusupkan wajah ke dada bidang Raffa. Tak lama suara dengkuran terdengar, membuat Raffa mengulas senyum."Kayanya kamu capek banget ya, Sayang," bisik lelaki itu. "Makasih kamu udah mau jadi istri aku, aku sayang banget sama kamu."Setelah mengatakan demikian, lelaki itu ikut terlelap. Waktu pagi tiba, Amel dengan semangat memba
"Kenapa sekarang gak nyoba di cek, kali aja sesuatu harapan. Yang penting kalian sudah berusaha kan, kalau belum waktunya gak papa, kalian bisa terus berdua dan meminta pada sang maha kuasa," lontar dokter tersebut."Aku bawa nih, aku juga lagi mau nyecek, tapi di telepon Nyonya Wulan jadi ke sini dibawa-bawa deh," lanjutnya. Semua langsung memandang Amel, mereka mengangguk menyakinkan wanita itu. "Ya udah," kata Amel pelan. Mereka langsung tersenyum, dokter itu segera merogoh tespack dan memberikan pada Amel. "Ayo bantu Amel, ke kamar mandi, Raf. Kenapa malah diem aja," cecar Wulan. Mendengar perintah Mamanya, lelaki itu langsung mengangguk. Lalu membantu memapah sang istri menuju bilik mandi. Kala sampai dia disuruh keluar oleh Amel. Dia mengangguk paham dan memegang bahu wanita tersebut terlebih dulu. "Kalau hasilnya negatif gak papa, kok. Jangan sedih, kalau udah waktunya di kasih kok," tutur sang suami. Amel mengangguk kepala, Raffa langsung mengelus sayang puncuk kepala s
"Yang!" Raffa memekik, ia menepuk pipi sang istri. Semua orang sangat terkejut, mereka langsung mengerumi Amel. Wulan melihat menantu seperti ini, ia segera menyuruh Raffa membawa ke kamar dan dia menelepon dokter pribadi. "Makasih, Mah. Raffa bawa Amel ke kamar dulu," ucap lelaki itu gemetar.Lelaki itu sangat ketakutan, dia tergesa-gesa membawa istrinya. Sedangkan Sekar segera menyusul menantu dan anaknya. Kala sampai di pintu kamar, ibu mertua pria tersebut membantu untuk membuka benda tersebut. "Ayo cepat letakan hati-hati di kasur, Raf," perintah Sekar. Raffa mengangguk, ia dengan perlahan membaringkan sang istri ke kasur. Lalu Sekar segera menyelimuti perempuan itu, ia ikut naik ke ranjang dan membelai sayang kening anaknya. "Raf, ada minyak kayu putih gak?" tanya Sekar. Lelaki itu terdiam, lalu mengangguk dan segera mencari benda tersebut. Setelah ketemu, dia memberikan pada Sekar. "Ayo Nak, bangun! Jangan buat kami cemas," ujar wanita itu. Aroma minyak kayu putih, memb