Keyakinan Leopold memang benar adanya. Tidak ada hal buruk yang terjadi pada diri Olevey. Gadis satu itu, kini tampak begitu tenang dalam tidur pulasnya. Olevey yang sebelumnya tampak gelamor dengan gaun mewah dan riasan full, kini tampak begitu polos selayaknya Olevey biasanya. Ia tampak mengenakan gaun berbahan sutra terbaik berwarna merah gelap. Rambutnya yang berwarna kecokelatan tergerai begitu saja di atas bantal empuk yang menyangga kepalanya. Benar, Olevey memang terbaring nyaman di atas ranjang luas yang memiliki empat tiang penyangga bagi kelambu merah tipis yang kini menggantung dengan anggun di setiap tiang.
Bergeser pada sisi lain ruangan tersebut, ada barang-barang mewah berupa set sofa empuk, karpet bulu, hingga lukisan abstrak yang sepertinya memiliki tema yang sama, merah. Siapa pun yang memiliki kamar, dan bangunan tersebut, sudah dipastikan adalah sosok kaya raya yang tidak ragu untuk mengeluarkan uang yang tidak sedikit hanya demi menyediakan ruangan yang nyaman serta berkelas. Ruangan itu terlampau hening, hingga setiap helaan napas Olevey yang lembut terdengar dengan begitu jelas. Namun, keheningan tersebut tidak bertahan lama, saat dua sosok bertubuh tinggi dan berbahu lebar memasuki ruangan tersebut yang tak lain adalah sebuah kamar.
Kedua sosok tersebut terdiri dari seorang pria berambut hitam legam dengan netra merah berkilau selayaknya rubi, serta yang satunya adalah pria berambut keemasan bernetra serupa dengan rambutnya. Sosok berambut hitam itu melangkah dan duduk dengan nyaman di tepi ranjang dan mengamati Olevey yang masih tenang dalam tidurnya. Sementara pria berambut keemasan berdiri dengan sikap seorang ajudan yang patuh dan penuh hormat. Sudah jelas, jika sosok berambut hitam adalah sosok tuan yang tentunya memiliki kuasa yang tidak main-main.
“Sampai kapan aku harus membuatnya tertidur seperti ini, Exel?” tanya pria bernetra merah.
“Yang Mulia harus sedikit bersabar. Setidaknya, tunggu hingga efek sihir yang saat ini membuatnya tidur memudar dengan sendirinya. Setelah itu, Yang Mulia tidak perlu lagi memaksanya untuk tidur, untuk membuat beradaptasi di dunia ini,” jawab pria berambut keemasan yang tak lain adalah pemilik nama Exel.
Jangan heran dengan Exel yang memanggil sang tuan dengan sebutan yang mulia. Sebab itu jelas harus dilakukan, mengingat status sang tuan yang memang dianggap mulia di dunia tersebut. Tepat, pria berambut hitam dan bernetra semerah rubi tersebut, tak lain adalah Diederich Hedwig de Veldor. Sang Iblis, lebih tepatnya raja para iblis yang selama ini menerima persembahan yang diberikan oleh umat manusia di dunia tengah, demi menjaga perdamaian antara dunia manusia dan dunia iblis yang memang sering kali memanas.
Diederich sebagai seorang raja iblis yang memang sudah lama hidup dan sudah terbilang tidak memiliki ketertarikan pada apa pun. Bahkan, saat setiap kali persembahan tiba, Diederich tidak pernah terlihat berminat untuk datang dan mengambil persembahan tersebut. Namun, tahun ini berbeda. Dengan mengejutkannya, Diederich mengatakan jika dirinya ingin melihat dunia manusia. Setidaknya Diederich ingin mengunjungi lembah Darc yang memang menjadi tempat persembahan bersama Exel yang setiap tahunnya bertugas untuk mengambil barang persembahan dan memberikan batu rubi bagi sang gadis persembahan. Seharusnya, sejak hal itu terjadi Exel sudah bisa menyimpulkan jika memang akan ada hal besar yang terjadi.
Exel menggeser pandangannya pada sosok gadis persembahan yang kemarin sudah mencuri perhatian Diederich. Exel tidak bisa memungkiri jika sosok sang gadis persembahan memang menawan dengan pesona yang sangat jarang ditemukan di dunia iblis. Jujur saja, Exel sendiri memang merasakan ketertarikan yang kuat terhadap gadis satu ini. Namun, Exel merasa ada yang lebih dari sekadar pesona saja yang dimiliki oleh gadis ini, hingga bisa membuat dirinya bahkan sang raja memiliki ketertarikan sebesar ini.
Diederich yang merasakan pandangan Exel tertuju pada gadis yang masih terbaring tenang di atas ranjang, tanpa permisi mengeluarkan aura hitam yang tentu saja menekan Exel dengan mudahnya. Exel yang menyadari hal tersebut tak bisa menahan diri untuk segera berlutut. Ia sudah melayani tuannya selama ribuan tahun waktu dunia iblis. Tentu saja, dengan semua waktu tersebut, Exel mengerti jika saat ini tuannya tengah merasa tidak dengan sesuatu. Exel sendiri sadar, hal yang membuat Diederich tidak senang adalah tingkahnya yang tadi meletakkan pandangannya terlalu lama pada sang nona manusia.
“Maafkan saya Yang Mulia. Saya benar-benar tidak berniat untuk menyinggung perasaan Yang Mulia,” ucap Exel dengan sungguh-sungguh. Ia memang tidak sengaja meletakkan pandangannya terlalu pada nona manusia, yang tak bisa dipungkiri memiliki daya tarik sendiri.
Diederich melirik tajam dan membuat punggung Exel dirayapi hawa dingin yang mencekam. Tentu saja, Exel yang merasakan hal tersebut, merasa jika dirinya tengah dalam bahaya yang mengancam. Bisa saja, dirinya akan mendapatkan hukuman berat dari Diederich yang memang sudah marah besar padanya. Namun, ternyata Diederich memalingkan perhatiannya dan berkata, “Keluar.”
Tidak perlu meminta Diederich mengulang apa yang barusan yang ia katakan, Exel pun segera menunduk memberi hormat sebelum menghilang dari dalam ruangan tersebut. Dalam sekejap, ruangan luas dan mewah tersebut sudah tidak lagi diterangi cahaya lilin dan lampu yang sebelumnya memang memenuhi ruangan kamar. Selain itu, Diederich juga menyelubungi kamar tersebut dengan sihir perlindungan yang tidak bisa ditembus oleh siapa pun, kecuali atas seizinnya yang memang memasang sihir perlindungan tersebut.
Diederich menatap sosok Olevey yang masih terbaring dengan tenang. Tentu saja Diederich tahu jika Olevey masih mengarungi alam bawah sadarnya. Mungkin saja, Olevey tengah bermain-main di sana. Diederich mengernyitkan keningnya dalam-dalam saat netranya terasa sangat sulit meninggalkan sosok lemah yang berada di hadapannya ini. Jujur saja, Diederich sangat terganggu dengan sosok lemah ini. Jelas dirinya merasa terganggu karena eksistensi gadis ini telah mengganggu ketenangannya. Selama ini, tidak ada satu pun eksintesi yang bisa membuatnya tergerak untuk ingin terus melihatnya dan membuatnya terus berada di dekatnya.
Ya, Olevey adalah anomali bagi Diederich. Bagaimana bisa, seorang gadis manusia yang lemah sepertinya bisa membawa dampak sebesar ini padanya? Ia memang membawa Olevey ke dunia iblis karena dorongan refleks, ia bahkan tidak berpikir apa yang akan ia lakukan pada Olevey saat dirinya sudah berada di dunia iblis seperti ini. Sepertinya, keputusan yang terbaik adalah memusnahkan gadis di hadapannya ini. Setidaknya setelah ia musnah, Diederich tidak akan lagi merasa terganggu.
Tanpa banyak kata, Diederich pun mengulurkan salah satu tangannya dan berniat untuk mencekik leher jenjang Olevey. Hanya saja, belum juga dirinya berhasil menekan leher Olevey dan meremukkannya hingga pemiliknya tidak lagi bernyawa, Diederich merasakan sengatan seakan-akan tangannya tengah digigiti semut merah. Diederich tidak menarik tangannya dan memiliih untuk melihat apa yang menjadi penyebab hal tersebut. “Tanda mata? Kau pikir, tanda mata seperti itu bisa melindungimu dari raja iblis sepertiku?” tanya Diederich tajam.
Namun, tentu saja Olevey yang masih tidak sadarkan diri tidak memberikan jawaban apa pun. Diederich kembali berniat untuk kembali melaksanakan niatnya. Sayangnya, lagi-lagi niatannya terhalang karena kini kelopak mata yang semula menutup dengan rapat, mulai terbuka secara perlahan. Lalu tak lama, sepasang netra emerald yang berkilauan terbuka dengan indahnya di hadapan Diederich. Melihat hal itu, Diedirch sama sekali tidak berniat untuk menarik tangannya. Ia malah menyeringai dan berkata, “Kau bangun tepat waktu. Tentu saja membunuh saat korban sadar, akan terasa lebih menyenangkan. Bersiaplah, aku tidak akan memberikan rasa sakit yang terlalu lama untukmu.”
Olevey yang sebelumnya baru saja terbangun dan belum bisa mengembalikan orientasinya, kini terkejut saat lehernya yang jenjang sudah dicengkram dengan cengkraman yang cukup ketat. Olevey tersentak dan sadar sekaligus. Tentu saja, secara refleks, Olevey menyentuh cengkraman pada lehernya. Olevey berusaha untuk melepaskan cengkaraman yang sudah mulai menutup jalan napasnya. Sayangnya, usaha Olevey sia-sia. Tubuh Olevey sudah kehilangan tenaga dan melemas begitu saja.
Saat ini, Olevey tidak bisa berbuat apa pun selain menatap pria yang tengah mencekiknya. Sebelumnya, Olevey sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk mengamati sosok yang sudah memberikan rasa sakit padanya ini. Namun, kali ini Olevey yang tengah berada di ujung hidupnya, memilih untuk menikmati keindahan yang tersaji di hadapannya. Rasanya tidak berlebihan jika Olevey menyebutnya sebagai keindahan. Karena selain berwajah indah dengan rahang dan hidung yang tegas, pria yang tengah mencekiknya ini juga memiliki sepasang netra indah sewarna rubi. Rasanya, ini kali pertama Olevey melihat warna netra seperti ini.
Saking indahnya, Olevey yang berada di ujung kesadarannya, tidak bisa menahan diri untuk berbisik, “Netra yang indah.”
Saat Olevey jatuh tak sadarkan diri, saat itulah Deiderich melepaskan cengkramannya dengan wajah yang cukup terkejut. Hal itu terjadi, karena Deiderich memang bisa mendengar apa yang dibisikkan oleh Olevey. Deiderich terdiam beberapa saat sebelum meledakkan tawanya yang terdengar mengerikan. “Menarik, sungguh menarik. Kita lihat, apa saja yang membuatmu berbeda dan terlihat lebih menarik daripada gadis manusia yang lainnya,” ucap Diederich dan menatap tajam pada Olevey yang sudah tak sadarkan diri lagi.
Olevey membuka mata saat merasakan belaian hangat pada wajahnya. Sepasang netra emerald yang berkilauan seketika menyapa dunia yang terasa asing bagi pemiliknya. Tentu saja, Olevey masih mengingat kejadian di mana dirinya baru saja terbangun dan disambut dengan sebuah cekikan yang membuatnya kembali jatuh tak sadarkan diri. Itu benar-benar menegangkan, dan Olevey sendiri berpikir jika dirinya akan mati saat itu juga. Olevey mendesah dan memilih untuk bangkit dan duduk bersandar pada kepala ranjang. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh lehernya yang sebelumnya dicekik dengan sekuat tenaga oleh pria pemilik netra sewarna rubi.
“Apa yang sedang Nona pikirkan?” tanya Jennet membuat Olevey berjengit.Olevey menoleh pada Jennet yang berdiri di sampingnya. Olevey menghela napas panjang sebelum mengalihkan pandangannya kembali pada padang hijau yang menghampar luas. Olevey terlihat linglung. “Sudah berapa hari aku tinggal di dunia ini?” tanya Olevey pada Jennet yang sudah resmi menjadi pelayan yang akan melayaninya di dunia iblis.
“Nona benar-benar cantik. Saya rasa, Nona pasti akan menjadi sosok yang paling cantik malam ini,” ucap Jennet pada Olevey yang barusan selesai ia rias.Apa yang dikatakan oleh Jennet memang benar adanya. Hanya dengan riasa tipis, dan aksesoris sederhana, Olevey sudah tampak begitu memukau serta luar biasa. Rasanya sangat mungkin jika Olevey akan menjadi gadis yang paling cantik di tengah pesta bulan perak nanti. Ya, Olevey dirias sedemikian rupa karena dirinya akan menghadiri pesta bulan perak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Diederich sebelumnya. Tentu saja, Olevey tidak berk
Olevey menatap langit-langit yang selama beberapa hari ini selalu menyapanya ketika bangun tidur. Namun, kali ini Olevey sadar jika dirinya tidak terbangun dari tidur malamnya yang nyaman. Olevey teringat apa yang terjadi tadi malam, dan rasa dingin menguasai telapak tangan dan kakinya yang sebenarnya masih terlindungi selimut tebal yang halus. Mungkin, Olevey memang tinggal nyaman selayaknya tinggal di dunia manusia. Hanya saja, Olevey melupakan fakta, jika dunia iblis dan dunia manusia jauh berbeda. Olevey terlalu terbuai dengan keindahan yang jelas-jelas hanyalah kamuflase untuk membuat manusia terbuai. Jelas, Olevey hampir saja menjadi salah satu manusia yang terbuai.
“Bulannya sudah berganti merah,” gumam Olevey sembari melihat langit malam yang dihiasi oleh bulan sempurna yang berpendar merah. Terasa sangat aneh bagi Olevey, menayksikan saat-saat bulan yang berganti berwarna semerah darah ini. Tentu saja, ini kali pertama bagi Olevey melihat bulan yang berwarna merah. Merah darah atau merah rubi? Olevey tidak bisa memisahkan dan membedakannya. Hanya saja, warna merah itu membuatnya teringat Diederich. Olevey tanpa sadar menyentuh bibirnya dengan jemari lembutnya. Olevey menggigit bibirnya saat teringat kejadian di mana Diederich dengan tanpa
Di sebuah ranjang luas dan mewah, Olevey terbaring. Wajahnya pucat pasi, dan napasnya telihat berat. Keningnya dihiasi anak-anak rambut yang menempel erat sebab keringat dingin terus mengucur deras dan membuat rambutnya yang halus serta mengembang dengan indah, kini terlihat lepek. Olevey tampak begitu tersiksa dengan kondisinya yang tentu saja terasa tidak nyaman.Seorang pria berjubah tampak memeriksa Olevey dengan sihir yang berpendar biru gelap. Pria itu menarik tangannya dan menggeser tubuhnya. Ia membungkuk pada Diederich yang rupanya berdiri di dekat kaki ranjang. Diederich tampak cukup berbeda dengan
Diederich membawa Olevey yang masih tak sadarkan diri dalam gendongannya yang kokoh dan hangat. Ia membawa Olevey kembali ke dalam kamar pribadinya yang tentu saja adalah kamar paling luas, paling mewah, dan paling ketat penjagaannya. Diederich membaringkan Olevey di tengah ranjang. Namun, Diederich sama sekali tidak beranjak dari sisi Olevey. Ia malah ikut berbaring di samping gadis yang kini tampak sudah jauh lebih barik kondisinya. Napas Olevey sudah cukup teratur, tidak terlihat lagi jika Olevey kesulitan bernapas. Diederic mengulurkan tangannya dan merasakan suhu tubuh Olevey yang sudah kembali normal.
“Ayah,” panggil Leopold setengah putus asa sembari menatap ayahnys yang tengah duduk di kursi bacanya. Saat ini, gelapnya malam sudah memeluk semesta dengan sempurna. Leopold sudah menyelesaikan tugas hariannya dan kini datang ke ruang baca pribadi milik sang ayah, untuk kembali membicarakan hal yang mengganggunya.Karl menghela napas panjang. Ia meletakkan bukunya di atas meja, lalu menatap sang putra yang duduk di seberangnya. “Kamu sendiri sudah melihat apa yang sudah Ayah dan para Uskup Agung lakukan, bukan? Dunia iblis, dan Raja iblis bukanlah sesuatu yang bisa kita hada
Halo semuanya, untuk kalian penggemar Olevey dan Diederich, ada kabar baik buat kalian wkwk. Kalian yang mau peluk mereka dalam bentuk fisik, bisa banget ikutan PO cetak ulangnya yang akan berlangsung sejak tanggal 3 hingga tanggal 13 Januari 2021 ya.Harganya Rp. 110.000 (diluar ongkir)Tentu saja ada perbedaan dari versi di platfrom online ya. Jadi enggak nyesel kalau beli versi cetaknya hehe.(Ps. judul yang naik cetak bukan hanya Olevey aja lho. Hampir semua cerita Mimi yang sudah mejeng di Goodnovel akan naik cetak)Untuk yang tertarik, atau mau tanya-tanya dulu bisa hubungi Mimi lewat DM di instagram difimi_Atau kalian bisa langsung hubungi salah satu nomor admin di bawah ini :1. 0853426571592. 081324971213Sekian, terima kasih semuanyaa
Enam bulan berlalu dengan cepat, dan Penelope tumbuh dengan sangat baik. Ia tumbuh menjadi seorang putri cantik yang sangat mudah untuk dicintai. Seperti saat ini, Penelope yang sudah bisa duduk dengan tegap tanpa bantuan siapa pun, terlihat bermain dengan mainan yang digantung di atas ranjang bayi miliknya. Netra emeraldnya tampak berkilauan saat dirinya menggapai-gapai mainan yang rupanya sangat menarik baginya. Namun, Penelope tidak bisa menggapai mainannya dengan mudah. Untungnya, Felix yang menyelesaikan latihannya menyempatkan diri untuk datang ke kamar Penelope. Ia ingin melihat adiknya yang tengah tidur siang.
Olevey baru merasakan kontraksi saat kandungannya menginjak usia empat puluh minggu, alias tepat sepuluh bulan. Jelas, ini adalah masa kandungan yang tidak lumrah baik bagi kaum iblis, maupun bagi kaum manusia. Lalu, rasa sakitnya juga sangat berbeda daripada kontraksi saat akan melahirkan Felix. Rasa sakitnya berkali-kali lipat, dan membuat keringat membanjir di sekujur tubuhnya yang mungil dan lembut. Wajah Olevey yang pucat pasi, masih tetap berusaha terlihat ceria dan memasang senyum manis. Hal itu terjadi, karena Felix terlihat begitu cemas. “Sayang, keluarlah. Tunggu dengan Ayah di luar ya. Ibu baik-baik saja,” ucap Olevey.
Wajah Diederich terlihat tidak baik-baik saja. Ia tampak begitu kesal, hingga terus saja menguarkan aura mengerikan yang membuat para bawahannya mengambil langkah untuk menjaga jarak aman dari sang raja ibli yang sepertinya tengah cemburu besar. Kecemburuannya itu disebabkan oleh putranya sendiri yang rupanya sudah kembali menempel pada Olevey. Setelah kedatangan Felix menemui Olevey yang tengah mengalami kondisi kesehatan yang memburuk, Felix sama sekali tidak menampilkan rasa ketidaksukaannya pada kehamilan Olevey yang rupanya sudah menginjak usia lima bulan. Felix juga tidak menjaga jarak dengan Olevey, dan kini malah bersikap sangat manis dengan mengikuti Olevey ke mana pun ibunya itu pergi.
Felix benar-benar mengamuk saat mengetahui ibunya mengandung. Amukan Felix bahkan sukses menghancurkan sebuah bangungan kastel yang khusus dibangun untuknya, lalu disusul dengan pemusnahan seperempat populasi iblis, dan sebagian besar hutan di perbatasan dunia iblis di mana portal berada. Kemarahan Felix bahkan membawa dampak yang cukup berat di dunia manusia. Ada topan dan hujan yang membuat bencana yang cukup membuat kerugian besar di sana. Rasanya, Olevey ingin meredakan kemarahan Felix. Namun, ia tidak bisa. Tubuhnya terlalu lemah untuk saat ini. Berbeda dari kehamilan pertamanya, Olevey saat ini bahkan tidak bisa turun dari ranjangnya.
Selama beberapa hari, Felix merajuk dan tidak mau berbicara pada kedua orang tuanya. Mungkin, bagi Diederich itu adalah kabar baik, karena waktunya dengan Olevey tidak diganggu oleh Felix. Namun, hal itu berbeda dengan Olevey. Ia merasa cemas, karena diabaikan oleh putranya. Felix benar-benar mengabaikan Olevey, dan lebih memilih fokus untuk belajar sihir dan sejarah. Olevey menatap pintu kamar Felix yang tertutup rapat di hadapannya. Biasanya, ia tidak perlu mengetuk pintu saat datang ke kamar Felix. Karena putranya itu akan menyambut dengan ceria, saat dirinya datang mengunjungi kamarnya. Namun, kali ini berbeda. Padahal Olevey sudah menunggu lama dan mengetuk pintu berulang kali, tetapi Felix belum juga membukakan pintu.
“Astaga, apa yang terjadi?!” tanya Olevey saat dirinya tidak percaya dengan apa yang ia lihat di hadapannya.Olevey terlihat sangat terkejut hingga tidak bisa mempertahankan keseimbangannya. Untung saja, Diederich berada di posisi yang tepat dan bisa menahan tubuh Olevey yang limbung. Dengan salah satu tangannya yang kekar, Diederich sudah lebih dari cukup bisa menahan tubuh Olevey yang terasa sangat ringan baginya. Diederich menyeringai saat melihat putranya yang juga tengah terlihat bingung dengan situasi yang terjadi. Keterkejutan keduanya terjadi karena penampilan Felix yang be
Sudah tiga tahun lebih Olevey menjadi seorang permaisuri di dunia iblis yang jelas sangat berbeda dengan dunia manusia di mana dirinya terlahir dan tumbuh besar. Namun, karena merasa jika semua ini adalah takdir yang sudah digariskan oleh Sang Pencipta, Olevey sama sekali tidak memiliki pilihan lain, selain menjalaninya.Toh, kehidupannya di dunia iblis ternyata tidak seburuk yang ia pikirkan sebelumnya. Kehidupannya malah terasa lebih bebas dan menyenangkan. Apa mungkin, karena dirinya bisa bebas melakukan apa pun yang ia ingikan tanpa harus memperhatian tata krama bangsawan dan sejenisnya? Sepertinya karena itu. Olevey tersenyum merasa lucu dengan pikirannya sendiri.
Olevey mengernyitkan keningnya, saat mendengar kebisingan yang mengganggu tidur lelapnya. Meskipun enggan, pada akhirnya Olevey membuka mata dan terkejut saat melihat Diederich yang tampaknya tengah sangat kesal. Dalam pelukan Diederich, terlihat seorang bayi mungil yang tampan tengah menangis dengan kuatnya. Slevi, Exel, dan Zul juga terlihat di sana, dengan wajah yang cemas.Ketiganya terlihat tengah membujuk Diederich untuk memberikan sang bayi pada Slevi, serta membujuk sang bayi untuk berhenti menangis. Awalnya, karena rasa lelah yang memeluk sekujur tubuhnya, Olevey ingin kembali tertidur. Namun, melihat bayi tampan yang merengek menginginkan sesuatu, Olevey sama sekali tidak bisa memal