Beranda / Urban / Old Colony / Chapter 12

Share

Chapter 12

Penulis: Laksana Juang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Entah sudah berapa lama aku pingsan. Aku tidak bisa menebak. Dari rasa pegal yang mendera otot lengan dan kakiku menunjukkan aku sudah disekap cukup lama. Kepalaku masih berdenyut-denyut. Terasa seperti ditusuk-tusuk seribu jarum kecil bersamaan. Semoga bukan cidera besar. Namun, agak konyol juga mengharapkan kalau cidera yang aku alami tidak serius, mengingat nasibku ke depannya bisa saja lebih mengkhawatirkan dari itu.

Aku benar-benar tidak menyangka akan berakhir seperti ini. Aku pikir kejadian seperti ini hanya ada dalam film saja. Siapa menyangka kejadian seperti ini malah menimpaku? Dunia memang tidak bisa ditebak. Sejak sadar tadi, aku bisa merasakan jantungku terus berdegub kencang. Aku sudah berusaha menenangkan diri, tetapi membayangkan apa yang mungkin terjadi padaku nanti sungguh membuatku tidak tenang.

Aku makin yakin bahwa pingsan cukup lama karena merasa sangat haus. Sejak tadi aku hanya menelan ludahku sendiri. Akan tetapi, semakin aku melakukan hal itu malah semakin membuatku haus.

Tempatku disekap ini sangat gelap, tetapi tidak pengap. Sirkulasi udaranya cukup baik. Aku tidak kegerahan maupun kedinginan. Namun, menyadari bahwa ada orang yang berbahaya di luar sana yang membawaku ke tempat ini dan sewaktu-waktu bisa muncul dan melakukan hal buruk padaku membuatku susah bernapas.

Mungkin sekarang sudah pagi atau siang atau mungkin sudah lewat satu hari. Sejauh yang aku coba dengar, di luar sepi sekali. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Mungkin saja Nelson meninggalkanku di sebuah gudang tua atau di suatu tempat yang sangat sepi sampai aku mati. Akan tetapi, gudang tua akan berudara pengap, sedang di sini tidak.

Bayangan tentang bagaimana mayatku ditemukan berkelebat begitu saja. Dalam imajinasiku, tubuhku yang telah membusuk ditemukan segerombolan remaja yang sedang bermain di gedung kosong. Mereka akan menemukan seonggok mayat dengan tangan dan kaki terikat dan mulut dilakban. Mataku mungkin melotot. Tikus-tikus besar keluar masuk dari dalam mulutku yang menganga dan perutku yang berlubang. Sungguh menyeramkan membayangkannya. Remaja-remaja itu akan muntah karena bau busuk mayatku. Oh, mengerikan sekali.

Tiba-tiba aku mendengar suara pintu berdebam. Suaranya betul-betul membuatku terkejut. Jika mulutku tidak dilakban mungkin aku sudah berteriak saking terkejutnya. Akan tetapi, itu artinya pikiranku salah. Aku makin yakin tidak ditempatkan di sebuah gudang tua. Kemungkinan besar aku disekap di dalam ruangan sebuah rumah atau mungkin apartemen seseorang. Atau, mungkin mereka membawaku ke markas mereka.

Suara berdebam itu menunjukkan seseorang tengah marah. Seseorang itu sepertinya keluar dengan kesal atau malah masuk dengan amarah. Pertanyaannya, marah pada siapa? Mungkinkah ia marah padaku? Hal itu tidak menguntungku sama sekali.

Ah ... pikiranku sendiri malah membuatku makin takut.

Aku mendengar langkah-langkah kaki yang menghentak-hentak. Aku mendengar pecakapan. Lalu, lamat-lamat percakapan itu menjadi sebuah pertengkaran. Aku menyimpulkan begitu karena aku mendengar suara-suara yang saling meneriaki satu dengan yang lain. Semakin lama semakin keras. Mungkin mereka bertengkar di depan ruangan tempat aku disekap sehingga suara mereka terdengar sangat jelas.

Aku yakin itu suara Nelson dan Wendy.

“Stop di sana Wendy! Jangan pernah berpikir kau akan mendapatkan pria itu. Ia bukan hakmu!” Itu suara teriakan Nelson. Aku kaget sekali mendengar kalimat itu. Pria yang dimaksud Nelson bisa saja aku. Jika benar begitu, apa maksudnya? Mungkin aku dianggap seonggok harta rampasan perang.

Jawaban dari Wendy tidak terdengar. Namun, tiba-tiba terdengar suara tawa menggelegar. Suara tawa menggelegar itu terdengar serak. Aku tidak yakin suara tawa seperti itu keluar dari seorang wanita. Sangat tidak enak didengar: menyeramkan dan meremehkan lawan bicaranya. Jika aku menilai suasana di luar kamar tempat aku disekap dari suara-suara yang terdengar, sepertinya hanya dua orang saja di luar sana.

“Jangan membuatnya menjadi rumit bagiku, Wendy. Jika hal ini menjadi makin runyam, semuanya salahmu. Kau sudah mendapatkan bagianmu, tapi kau masih ingin lebih. Kau terlalu serakah!” Lagi-lagi aku mendengar teriakan si Tua Nelson. Nada suaranya terdengar sangat emosional, tetapi sekaligus putus asa.

 Apa maksud Nelson dengan terlalu serakah? Apakah mungkin Wendy mengambil keuntungan yang terlalu besar untuk dirinya sendiri? Mungkin saja itu yang terjadi. Aku makin yakin jika Wendy, Nelson, dan Nyonya Borden berada dalam satu kelompok. Mungkin Nelson memang benar-benar bekerja di apartemen ini. Tugas pria tua itu adalah memastikan unit-unit kosong bisa ditempati dan mengawasi orang-orang yang menempatinya. Lalu, Nyonya Borden bertugas menawarkan unit-unit kosong itu pada orang-orang tanpa sepengetahuan pengelola resmi. Mendengar percapakan mereka, aku yakin mereka ini semacam sindikat. Mungkin wanita bernama Wendy itu meminta jatah lebih banyak. Hal-hal seperti ini biasa terjadi dalam sebuah kelompok ketika salah satu anggotanya tiba-tiba menjadi lebih rakus dari yang lain.

Sepertinya gadis itu memang benar bernama Wendy. Wendy bukan nama seorang nenek melainkan cucu dari seorang nenek. Atau mungkin perempuan tua di samping apartemenku adalah bagian dari kamuflase atau hal-hal yang mereka persiapkan. Mungkin aku sekarang disekap di dalam unit Wendy. Jika benar, ada kemungkinan Yui mendengar suara keributan mereka. Aku berharap hal itulah yang terjadi.

Aku cukup senang—tidak juga sebenarnya—hanya mendengar dua suara orang bertengkar saja. Akan lebih rumit jika aku mendengar banyak suara karena itu artinya mereka memiliki kawanan yang lebih banyak.

“Aku berhak. Akulah yang memiliki semua ini. Kalian mungkin masih menjadi sampah di jalanan jika tidak ada aku. Oh, tidak. Itu masih lebih baik. Kalian mungkin sudah habis dimakan cacing sekarang.”

Mungkin Nelson dan orang-orang yang ikut dalam komplotan itu dulunya bukan siapa-siapa. Nelson dan Nyonya Borden diambil dari jalanan, diajak ikut sindikat ini oleh Wendy. Wendy sepertinya dalang dari semua ini.

“Aku lebih buruk dari cacing!”

“Apa yang kau inginkan, Nelson? Sesuatu yang lebih baik? Kalau kau menginginkan hal itu, tunjukkan loyalitasmu padaku. Amelia sudah berkhianat. Bila aku tidak bisa lebih kuat lagi, aku tidak bisa melindungimu.”

Apa yang sedang mereka bicarakan? Siapa Amelia? Apakah semua percakapan itu ada kaitannya dengan aku? Atau dengan apartemen ini? Sebenarnya siapa mereka ini  dan apa tujuannya? Apakah semata-mata karena uang? Bukankah tindakan mereka padaku terlalu berlebihan kalau semua ini hanya tentang uang saja?

“Jika aku memberikan pria itu padamu, aku akan dihajar. Tidak, tidak, tidak. Aku akan dibunuh. Kalian semua sama saja, hanya memikirkan diri kalian sendiri.”

“Kau tetap akan dibunuh, Nelson. Tetapi, kau tidak akan mati jika aku melindungimu. Dan aku akan melakukannya. Aku akan melindungi orang-orang yang loyal padaku.”

Gadis yang dipanggil Wendy itu terdengar sangat mengintimidasi. Sepertinya posisinya berada jauh di atas Nelson. Lagipula, siapa yang akan menghajar si Tua Nelson? Pri tua itu tidak terlihat seperti seseorang yang bisa takut pada manusia lain. Ah, hal ini sungguh membingungkan. Lalu, apa yang akan terjadi padaku? Apakah aku akan mati?

Pintu kamar tempat aku disekap terbuka. Bau harum yang tajam menyeruak. Cahaya dari lampu di luar kamar langsung menerjang mataku. Susah payah aku menyesuaikan diri. Aku melihat siluet seorang wanita berdiri di ambang pintu. Seorang pria berdiri di belakangnya.

Itu Wendy dan Nelson. Aku sangat yakin.

Bunyi “klik” hampir bersamaan dengan ruangan yang menjadi terang. Nelson menyalalakan lampu. Meskipun mataku agak silau karena secara mendadak terkena cahaya terang, aku sempat melihatnya menarik tangannya dari saklar.

Aku tidak bisa menutupi kegugupanku; beradu pandang dengan Wendy bukan sesuatu yang menyenangkan. Sorot matanya sangat tajam, belum lagi caranya tersenyum. Di belakangnya, Nelson berdiri dengan tegap. Pria tua  penjaga apartemen itu sekarang tidak lagi seperti pria tua biasa bagiku. Aku melihat Nelson seperti monster banteng yang bisa mengamuk kapan saja.

Wendy mendekat. Aku menahan napas. Ia membungkuk di depanku. Aku sedikit menarik wajahku darinya. Dengan pelan, wanita itu membuka lakban yang merekat di mulutku. Rasanya perih sekali.

“Oh, Mikky yang malang. Seharusnya nasibmu bisa lebih baik dari ini,” kata Wendy. Wendy memainkan telunjuknya di sekitar wajahku seperti sedang menulis di atas kulitku. Telunjuknya menyusuri telingaku, dahiku, turun ke mataku, menuju puncuk hidungku dan berakhir di bibirku yang gemetar.

“Aku memilihmu. Tapi wanita tua pendek itu dengan semaunya mengambilmu dariku, Mikky.” Wendy memasukkan telunjuknya ke dalam mulutnya seolah-olah ia sedang mencicipiku. “Jangan marah, Mikky. Aku hanya mengambil hakku saja.”

“Apa maksudmu? Kenapa kau memilihku? Untuk apa?” tanyaku putus asa.

Wendy tertawa mendengar pertanyaanku. Suara tawa yang menyeramkan. Entah kenapa, semakin sering aku mendengar tawanya semakin terdengar menyeramkan. Aku menjadi lebih takut saat mendengarnya langsung tanpa terhalang pintu. Apalagi sambil melihat ekspresinya.

“Apakah kita akan mengatakan apa yang akan kita lakukan padanya, Nelson Tua?” Wanita itu menoleh pada Nelson yang diam mematung di belakangnya.

“Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan sesuatu padanya, Wendy. Sebelum kau memberikan jaminan keselamatanku,” jawab Nelson.

Wendy tiba-tiba berbalik pada Nelson. Gerakannya sungguh cepat. Mataku hampir tidak bisa menangkap gerakannya. Tangan kanan wanita menyeramkan itu sudah berada di leher Nelson.

“Bagaimana jika jaminannya adalah nyawamu sendiri, Pria Tua? Apakah itu cukup?”

“Tidak!” Suara Nelson tercekik. Cekikan Wendy sepertinya sangat kencang.

“Apa?”

Aku tercengang. Aku yakin mulutku menganga sangat lebar saat ini. Tubuh Nelson diangkat Wendy hanya dengan satu tangan yang mencekik lehernya. Nelson yang menghantamku layaknya seekor banteng seperti tidak berbobot. Aku mendengar suara napas Nelson yang makin tercekik.

Nelson mungkin berusaha berbicara tapi tangan Wendy sudah mencekik dengan erat. Suara tercekiknya sungguh menyedihkan. Aku pikir Pria tua itu akan mati. Namun, Wendy menurunkannya dan melepas cekikannya.

Nelson langsung terduduk sambil terbatuk-batuk. Ia menatap ke arah Wendy yang berdiri menjulang di depannya. “Kenapa kau hentikan? Kau takut, Wendy?” tanya Nelson. Ternyata ia tidak gentar.

“Bajingan!” hanya itu yang dikatakan Wendy. Ia lalu melangkahi Nelson yang terduduk dan pergi dari ruangan tempatku disekap. Aku mendengar suara berdebam sekali lagi.

Melihat semua itu membuatku berpikir ulang. Tidak mungkin mereka hanya sindikat penipu biasa. Kekuatan Wendy bukan kekuatan wanita, tidak, itu kekuatan monster. Apakah mereka ini monster? Apakah apartemen ini gudang monster?

Aku melotot karena terkejut. Nelson menatapku. Ia berdiri lalu berjalan ke arahku. Pria itu membungkuk sebentar. Ternyata, ia mengambil lakban yang tergelatak di lantai. Kemudian, ia kembali memasangkannya kepadaku dengan kasar. Pria itu menghadiahkan sebuah tamparan keras padaku. Aku meringis, kepalaku makin terasa berat dan sakit. Lalu, sebuah pukulan keras menghantam perutku. Dan, aku kembali kehilangan kesadaran.

Bab terkait

  • Old Colony   Chapter 13

    Mula-mula yang terlihat hanyalah sebuah titik kecil berwarna putih. Aku mengatakan demikian karena tidak bisa menebak jaraknya. Selain dari titik kecil itu, yang terlihat di sekelilingku hanyalah kepekatan. Mungkin saja titik itu sebenarnya sesuatu yang besar, tetapi karena teramat jauh, benda itu terlihat kecil. Namun, bisa saja titik itu memang hanya sebuah benda kecil saja. Karena hanya ada benda itu di depanku, aku menjadi sangat fokus padanya. Benda itu tidak berpendar. Ia hanya sebuah titik kecil di hadapanku. Tiba-tiba, titik itu perlahan berubah menjadi bulatan yang lebih besar. Ia tumbuh sebesar bola bisbol. Ia terus tumbuh dan melebar dengan cepat seperti noda tinta yang jatuh di atas kain. Dengan perlahan, bulatan itu makin membesar dan membesar: menjadi sebesar bola kaki, kemudian menjadi sebesar bola basket, lalu menjadi sebesar rumah, dan terus membesar sampai menutupi semua yang ada. Termasuk aku. Kini, aku tidak lagi berada dalam ruang yang pekat, gel

  • Old Colony   Chapter 14

    Saat aku terbangun, David sudah berada di sampingku. Aku terkejut melihatnya berada pinggir kasurku. Untuk apa pria itu berada di sini? Bukankah terlihat berlebihan jika seorang pria—meskipun ia sahabatku sendiri—duduk di samping tempat tidurku menungguku terbangun? David tidak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Pasti, ia memilih menungguku di depan televisi; menonton sebuah acara tidak berguna sambil melahap apa pun yang ada di dalam kulkas.Atau, mungkinkah klien menginginkan perubahan konsep iklan sehingga David harus segera memberitahukan hal itu? Aku tidak bisa membayangkan tekananan yang dideritanya sampai harus repot-repot datang ke apartemenku. Seingatku semua sudah beres. Kami sudah menyelesaikan semua yang diperlukan. Lagipula, kenapa klien malah menghubungi David? Seharusnya mereka menghubungiku sebagai penanggung jawab proyek. Masih masuk akal jika mereka menghubungi supervisorku. Namun, David? Itu berlebihan.Hal itulah yang menyebabk

  • Old Colony   Chapter 15

    Benar saja, esoknya tubuhku sudah terasa lebih baik. Meskipun tenagaku belum pulih seluruhnya, aku sudah bisa berjalan. Mungkin istirahat dua hari lagi akan membuatku pulih seperti semula. Yui benar-benar tahu apa yang dilakukannya. Aku membayangkan dirinya adalah seorang gadis tabib dari Asia.Akan tetapi, aku masih penasaran dengan beberapa lebam di tubuhku: perut sebelah kanan, bahu kiri, dan di paha sebelah kanan. Alasan bagian-bagian itu menjadi ungu dan terasa sakit seakan-akan dihilangkan dari ingatanku. Bukan sekali ini aku mabuk, tetapi seumur hidup tidak pernah sekalipun sampai membuat tubuhku sendiri seperti itu.Yui mengatakan padaku kalau hal itu bisa saja terjadi karena aku sangat mabuk. Akan tetapi, alasan itu tidak cukup logis dan tidak menjawab kenapa aku melupakan semua yang terjadi, bahkan sampai di mana aku minum dan bersama siapa saja. Bayangkan, aku minum seorang diri lalu pulang membawa mobil tanpa ditilang polisi dan tiba dengan selamat. Itu ter

  • Old Colony   Chapter 16

    David menjadi aneh. Ia bersikeras untuk berbicara padaku secara langsung jika aku menanyakan tentang kejadian yang menimpaku dan apa yang diketahuinya tentang hal itu. Ia juga hanya mau menanggapi urusan kantor yang terbengkalai saat aku berbicara dengannya di telepon. Namun, aku sudah cukup bersyukur. Berkat David, supervisorku memaklumi apa yang terjadi padaku.Aku akan menemui David, tetapi tidak sekarang. Aku ingin menenangkan diri sejenak. Meskipun penasaran dengan apa yang terjadi, aku harus bisa mengendalikan diri. Aku merasa, hal-hal yang terjadi padaku karena aku tergesa-gesa, jadi menahan diri adalah pilihan yang baik.Ketika merasa sudah cukup kuat untuk berjalan jauh, aku pergi ke minimarket Watson. Selain butuh udara segar, aku juga butuh beberapa hal. Kaleng –kaleng bir di dalam kulkasku secara ajaib diganti dengan soda jahe: Vernors. Mungkin botol bir kemarin yang diberikan Yui kepada Wendy adalah yang terakhir. Aku tidak menyangka Yui sangat menyu

  • Old Colony   Chapter 17

    “Kau kenal Watson?” tanyaku pada Wendy.“Tentu saja. Apakah ada penghuni apartemen yang tidak mengenalnya? Tempat ini adalah minimarket paling dekat di sekitar sini. Lagipula, dia membukanya sampai larut malam. Sangat membantu,” jawab Wendy.“Kau datang untuk membeli apa?” tanyaku kembali.“Vernors.” Wendy menunjuk ke salah satu show case yang berada di sebelahku. “Tapi sekarang, mungkin aku tidak perlu membelinya lagi, tetapi tinggal mengambilnya saja. Hitung-hitung biaya menjaga toko. Aneh sekali si Gendut itu? Kenapa dia pergi begitu saja dan meninggalkan tokonya seperti ini? Bukan berarti aku keberatan menunggui tokonya. Aku sedang bebas hari ini.”Menurutku juga begitu. Tingkah Watson begitu mencurigakan. Pria itu seperti habis melihat hantu. Hal konyol yang aku pikirkan saat ini adalah ia memiliki indera keenam seperti anak indigo lalu melihat hantu di belakang Wendy. Alasan tidak

  • Old Colony   Chapter 18

    Aku seperti mengalami dejavu saat Ford lamban David mulai menanjak di jalan Old Harbor, apalagi ketika aku menyaksikan deretan rumah dengan jendela-jendela panjang dan banyak.“Aku tidak ingat pernah ke sini, tapi ada perasaan yang lekat,” kataku membelah kesunyian antara aku dan David. Sejak tadi ia lebih banyak diam, seperti bukan David saja.“Kita pernah ke sini, menemui Benjamin. Benjamin Black.” David menjawab tanpa menoleh. “Oh Tuhan, Mikky. Apa yang telah terjadi padamu sampai kau tidak mengingat semua itu? Aku benar-benar seperti akan gila karena memikirkannya sepanjang hari. Ini sangat buruk. Setelah kita dari sini, kita akan langsung ke dokter. Kau mengerti?”Aku mengangguk pelan.Jika bukan David yang mengatakannya mungkin aku tidak akan terlalu peduli dan menganggap orang itu hanya sedang bercanda. Namun, ini adalah David, sahabatku. Ia mengatakannya tanpa berkedip. Aku mulai meyakini bahwa ada sesuatu yang

  • Old Colony   Chapter 19

    Beberapa saat setelah aku mendengar lengkingan teko karena air yang mendidih, Benjamin datang dengan nampan berisi teko keramik dan beberapa cangkir bening. Ia menempatkan nampan di tengah meja lalu menyiapkan hidangan itu bagi kami bertiga.“Maaf membuat kalian menunggu. Tadi aku juga menyiapkan sebuah kamar. Awalnya kamar itu untuk David, karena aku akan memintanya untuk tinggal di sini sampai semuanya beres. Kau tidak perlu menginap di mobil lagi, David. Jangan khawatir, aku bisa menjamin tempat ini cukup aman,” kata Benjamin setelah duduk di sofa di depan kami. “Aku mengatakan awalnya, karena bisa jadi kau juga perlu berada di tempat ini, Mikky. Tapi, kita akan melihat situasinya nanti.”Aku berpikir sama dengan Benjamin setelah mendengar semua cerita David. Sangat penting untuk menjauh dari apartemen sejauh-jauhnya.“Aku dan Willy telah melakukan beberapa investigasi. Aku mengerahkan semua sumber yang aku miliki. Sangat sulit,

  • Old Colony   Chapter 20

    Aku tidak bisa berhenti mengeleng. Mungkin aku terlihat seperti seseorang yang habis menghisap ganja. Namun, aku tidak bisa mempercayai foto yang aku lihat di laptop Benjamin Black. Tidak mungkin wanita itu adalah Wendy Orsey. Berulang kali pun memikirkannya, aku merasa hal itu tidak mungkin terjadi, sangat tidak mungkin.“Apakah ada kemungkinan jika dia adalah orang yang berbeda? Anaknya misalnya? Atau cucunya? Banyak sekali anak yang sangat mirip orang tuanya bukan?” kataku. Aku frustasi membayangkan kalau orang itu adalah Wendy. “Tidak mungkin ada orang yang bisa mempertahankan wajahnya agar tetap sama sampai berpuluh-puluh tahun. Jangan-jangan asistenmu pernah bertemu dengan Wendy lalu secara tidak sengaja membuat editan yang akhirnya terlihat seperti ....” Aku tidak sanggup meneruskan kalimatku.Benjamin menyilangkan kaki dan seluruh jemarinya saling mengetuk di depan dadanya. “Tentu aku tidak menutup kemungkinan pertama. Sedang

Bab terbaru

  • Old Colony   Chapter 30

    “Kau ingat iklan bir yang kita buat di Cheko, David? Bukankah tempat ini mirip?” tanyaku setelah memerhatikan dengan seksama ruang bawah tanah tempat aku disekap. Ruanganku adalah ujung dari sebuah lorong—yang aku yakin cukup panjang—dengan langit-langit berbentuk lonjong. Dindingnya terbuat dari bata merah setinggi tiga meter. Lorong itu cukup lebar untuk bisa dilalui empat orang sekaligus.“Maksudmu Pilsen? Yeah, lorongnya memang mirip. Kalau kau ingat kata-kata Benjamin, tidak seharus kau terkejut. Bangunan ini sama tuanya.”Aku tidak pernah menyangkan akan ada ruangan seperti ini di bawah apartemenku. Selain ruangan tempat aku disekap terdapat dua ruangan lain yang pintunya tertutup. Sepertinya, aku akan menemukan banyak ruangan seperti itu sepanjang perjalanan keluar.Lorong panjang di depanku diterangi oleh lampu-lampu neon yang dipasang di atasnya. Andaikata neon-neon itu dimatikan pastilah tempat ini akan gelap-g

  • Old Colony   Chapter 29

    Kematian Wendy membuat Nelson menyerah. Setelah gadis itu lenyap menjadi debu, Nelson langsung berlutut dan mengangkat tangannya.“Semua penyihir di dunia ini akan mengejarku. Dan, karena Wendy telah mati, aku tidak bisa berlindung lagi di balik punggungnya. Lebih lagi, sebenarnya Wendy Orsey telah melanggar hukum yang ditetapkan oleh Hareruha dengan berusaha mengambil persembahan dengan sihir hipnotis. Ini adalah kesempatan besar bagi Nyonya Borden untuk menghabisi seluruh penyihir yang mengikuti Wendy,” kata Nelson panjang lebar. Aku tidak benar-benar mengerti apa yang dikatakannya. “Aku menyerah, lebih baik mati di tangan kalian daripada di tangan mereka.”Setelahnya, pria itu menuruti semua perintah dari Willy dan Benjamin Black. Nelson didudukkan di tempat aku diikat sebelumnya. Namun, tangannya tidak diikat seperti aku. Hanya saja, Willy mengarahkan sebuah pistol tua—seperti pistol milik Van Helsing di film—ke tempurung kepalan

  • Old Colony   Chapter 28

    Mataku terbuka dengan pelan bersamaan dengan sayup-sayup nada lembut yang menggelitik indera pendengaranku. Aku seperti bayi yang sedang dibuai agar tertidur dengan lelap. Ditambah lagi desir angin yang sepoi membasuh wajahku, membuat mataku ingin segera kembali terpejam. Namun, entah apa yang mendorongku untuk menahan kantuk itu dan meyakinkan diri untuk terjaga.Aku mencium bau laut. Mendengar debur ombak dan desis pantai yang tergerus. Rasa hangat yang nyaman merayapi sekujur tubuh. Terang mentari yang mencerahkan segalanya memenuhi mataku yang berusaha mengenali di mana aku berada.Dengan pelan, aku bangkit dan terduduk. Pada akhirnya aku bisa mengenali dimana aku saat ini. Sebuah pantai tropis yang sangat indah membentang di depanku.Aku yakin bahwa aku tak pernah sekalipun menginjakkan kaki di tempat ini, tetapi entah kenapa aku merasa mengenali suasananya. Tubuhku tidak bereaksi seperti orang yang pertama kali datang, tetapi laksana orang ya

  • Old Colony   Chapter 27

    Saat membuka mata, aku langsung diserang rasa sakit di perut yang menusuk-nusuk. Aku sampai meringis karena berupaya menahan rasa sakitnya. Belum selesai dengan rasa sakit itu, bau busuk menyerangku dengan membabi-buta. Aku menerka bahwa sekamar dengan bangkai anjing.Aku langsung mual. Apa pun yang hendak keluar dari mulutku sudah mencapai ujung tenggorokan. Mati-matian aku menahannya, tetapi sia-sia. Jadi, dengan penglihatan yang masih samar, aku muntah sejadi-jadiya. Semua masakan Benjamin keluar dari perutku, menambah bau busuk di ruangan ini. Lalu, bersama bau busuk sebelumnya, mereka menyerang penciumanku dengan membabi-buta.Sambil terengah-engah, aku menatap muntahanku yang membanjiri lantai. Aku jijik sendiri sehingga muntah kembali. Tampaknya aku tidak mengunyah spagetiku dengan benar karena sebagaian muntahanku masih menunjukkan bentuk asli dari makanan itu. Sialnya, celana dan sepatuku terkena muntahanku sendiri.Setelah isi perutku hampir seluruhnya

  • Old Colony   Chapter 26

    Yui melempar ransel ke punggungnya sedangkan aku langsung mengangkat tas tenis sembari menyambar tangannya. Aku berbalik dan melangkah menuju pintu. Namun, aku merasakan Yui menolak tarikan tanganku. Saat menoleh, aku mendapatkan Yui bergeming di tempatnya dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Jari tangan Yui saling meremas. Aku menatap matanya dan merasakan binarnya meredup.“Kita akan ke mana?” tanya gadis itu. Aku menangkap getar dalam suaranyaAku menjatuhkan tas tenis lalu mendekat pada Yui. Dengan pelan, aku mengelus pipinya. Kulit pipinya terasa lembut di tanganku. “Ke tempat aman sampai semuanya selesai. Setelah semuanya selesai, kita akan mengurus semua masalahmu,” jawabku. “Percayalah padaku. Aku tidak akan meninggalkanmu.”Yui menatapku tajam sebelum mengangguk. Kedua tangannya meraih lenganku lalu menggenggamnya dengan erat. “Aku percaya padamu, Mikky. Aku akan selalu menggenggam tanganmu seerat ini dan ta

  • Old Colony   Chapter 25

    Benjamin dan Willy entah berada di mana karena aku tidak melihat mereka di mana-mana: di ruang depan, di ruang televisi, di dapur, kamar mandi, dan ruang-ruang lain yang pernah aku masuki. Aku kembali ke kamar. Di dalam kamar sudah ada David dengan sweater yang agak kebesaran. Karena penghangat rumah ini tidak dinyalakan, hawa dingin sehabis hujan yang menyelinap masuk terasa menusuk.“Benjamin dan Willy tidak ada di ruang depan,” kataku pada David yang sedang duduk di ranjangku. Aku berdiri di depannya sedangkan David melihat arloji di tangannya. Kalau tidak salah, ini sudah pukul sebelas malam. Aku sempat melirik jam dinding di ruang televisi sebelum mendaki tangga ke lantai dua. “Sepertinya pintu depan juga tidak terkunci. Ini saatnya aku pergi,” lanjutku.“Kau benar-benar yakin akan pergi ke sana, Mikky?” tanya David. Aku menangkap rasa khawatir pada suaranya.“Iya. Aku tidak bisa membiarkan Yui sendirian.”

  • Old Colony   Chapter 24

    Setelah kembali ke Old Harbor, aku tidak bisa berhenti memikirkan Yui. Meskipun aku tidak bisa mengabaikan kecurigaan David, membiarkan Yui menghadapi masalahnya sendiri terlihat tidak benar. Ia telah menjelaskan alasannya melakukan perbuatannya. Aku pikir, itu patut dipertimbangkan. Lagipula, gadis itu telah mengurusku dengan baik. Aku terus-menerus memikirkan hal itu sambil memandang jalanan dari jendela kamar.Kamar yang disediakan Benjamin berada di lantai dua dan jendelanya mengarah ke jalan raya. Aku bisa melihat mobil Ford David masih terparkir seperti keadaannya tadi siang. Aku rasa jika jendela itu dibuka, angin laut akan menyelesup membawa bau-bau kehidupan yang bebas. Dindingnya bercat putih seperti ruangan lain yang pernah aku lihat di rumah ini. Ranjangnya lebih besar dari milikku di apartemen. Pastilah akan sangat nyaman berbaring di sana. Akan tetapi, aku sedang tidak ingin berbaring. Selain itu, tidak ada benda apa-apa lagi di dalam kamar ini.Benjamin

  • Old Colony   Chapter 23

    “Kita akan ke Mercer Street?” tanyaku pada Willy setelah berada di dalam mobil. Pria itu tidak menjawab sedang matanya memandang lurus ke depan. Aku sampai mengikuti arah pandangannya, melewati kaca depan yang mulai basah oleh rintik hujan dan hanya menemukan van hitam yang tidak bergerak. Karena tidak menemukan apa-apa, aku menoleh kembali padanya. Aku menunggunya mengatakan sesuatu. “Watson tidak ada di tokonya?” Malah David yang menyahut. Aku menoleh pada David yang duduk di bangku belakang lalu mengangguk. “Tidak ada siapa-siapa di sana.” “Wendy?” Aku menggeleng. “Toko itu seperti tidak pernah dimasuki siapa pun setelah aku meninggalkannya tadi siang.” “Lalu, siapa yang berada di Mercer Street?” tanyanya kembali. “Apartemen Watson. Pemilik toko reparasi sepatu yang tokonya bersebelahan dengan minimarket Watson memberitahukan alamat tempat tinggalnya pada kami. Tapi sayangnya, dia tidak tahu nomor apartemennya,” jawabku. Aku

  • Old Colony   Chapter 22

    Setelah berada di dalam mobil tua Benjamin yang terlihat bobrok dari luar, aku langsung menyadari alasan pria tua itu meminta Willy menggunakannya daripada mobil Ford David. Mobil itu ternyata garang. Aku yakin, Ford David tidak ada apa-apanya bila dibandingkan sedan ini. Willy mengaku kalau dialah yang memodifikasi mobil tersebut. Pria Asia yang dipekerjakan Benjamin itu mungkin memiliki lebih banyak bakat selain komputer, mesin, dan beladiri. Aku tidak akan terkejut kalau suatu saat nanti ia merayap di dinding seperti Spiderman atau mengaku kalau sebenarnya dia adalah Bruce Wayne. Sedan putih yang lusuh: warna putihnya kotor, kulit joknya robek, dan modelnya lama. Sangat meragukan kalau dilihat dari luar. Namun, suara mesinnya meraung-raung gahar ketika pedal gasnya diinjak keras dan mobil itu mampu berlari secepat kilat. Bukan berarti aku memahami seluk-beluk mesin mobil, tetapi aku cukup yakin bahwa mobil itu dimodifikasi dengan ekstrem. Tebakanku, mobil itu sengaj

DMCA.com Protection Status