Entah sudah berapa lama aku pingsan. Aku tidak bisa menebak. Dari rasa pegal yang mendera otot lengan dan kakiku menunjukkan aku sudah disekap cukup lama. Kepalaku masih berdenyut-denyut. Terasa seperti ditusuk-tusuk seribu jarum kecil bersamaan. Semoga bukan cidera besar. Namun, agak konyol juga mengharapkan kalau cidera yang aku alami tidak serius, mengingat nasibku ke depannya bisa saja lebih mengkhawatirkan dari itu.
Aku benar-benar tidak menyangka akan berakhir seperti ini. Aku pikir kejadian seperti ini hanya ada dalam film saja. Siapa menyangka kejadian seperti ini malah menimpaku? Dunia memang tidak bisa ditebak. Sejak sadar tadi, aku bisa merasakan jantungku terus berdegub kencang. Aku sudah berusaha menenangkan diri, tetapi membayangkan apa yang mungkin terjadi padaku nanti sungguh membuatku tidak tenang.
Aku makin yakin bahwa pingsan cukup lama karena merasa sangat haus. Sejak tadi aku hanya menelan ludahku sendiri. Akan tetapi, semakin aku melakukan hal itu malah semakin membuatku haus.
Tempatku disekap ini sangat gelap, tetapi tidak pengap. Sirkulasi udaranya cukup baik. Aku tidak kegerahan maupun kedinginan. Namun, menyadari bahwa ada orang yang berbahaya di luar sana yang membawaku ke tempat ini dan sewaktu-waktu bisa muncul dan melakukan hal buruk padaku membuatku susah bernapas.
Mungkin sekarang sudah pagi atau siang atau mungkin sudah lewat satu hari. Sejauh yang aku coba dengar, di luar sepi sekali. Seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Mungkin saja Nelson meninggalkanku di sebuah gudang tua atau di suatu tempat yang sangat sepi sampai aku mati. Akan tetapi, gudang tua akan berudara pengap, sedang di sini tidak.
Bayangan tentang bagaimana mayatku ditemukan berkelebat begitu saja. Dalam imajinasiku, tubuhku yang telah membusuk ditemukan segerombolan remaja yang sedang bermain di gedung kosong. Mereka akan menemukan seonggok mayat dengan tangan dan kaki terikat dan mulut dilakban. Mataku mungkin melotot. Tikus-tikus besar keluar masuk dari dalam mulutku yang menganga dan perutku yang berlubang. Sungguh menyeramkan membayangkannya. Remaja-remaja itu akan muntah karena bau busuk mayatku. Oh, mengerikan sekali.
Tiba-tiba aku mendengar suara pintu berdebam. Suaranya betul-betul membuatku terkejut. Jika mulutku tidak dilakban mungkin aku sudah berteriak saking terkejutnya. Akan tetapi, itu artinya pikiranku salah. Aku makin yakin tidak ditempatkan di sebuah gudang tua. Kemungkinan besar aku disekap di dalam ruangan sebuah rumah atau mungkin apartemen seseorang. Atau, mungkin mereka membawaku ke markas mereka.
Suara berdebam itu menunjukkan seseorang tengah marah. Seseorang itu sepertinya keluar dengan kesal atau malah masuk dengan amarah. Pertanyaannya, marah pada siapa? Mungkinkah ia marah padaku? Hal itu tidak menguntungku sama sekali.
Ah ... pikiranku sendiri malah membuatku makin takut.
Aku mendengar langkah-langkah kaki yang menghentak-hentak. Aku mendengar pecakapan. Lalu, lamat-lamat percakapan itu menjadi sebuah pertengkaran. Aku menyimpulkan begitu karena aku mendengar suara-suara yang saling meneriaki satu dengan yang lain. Semakin lama semakin keras. Mungkin mereka bertengkar di depan ruangan tempat aku disekap sehingga suara mereka terdengar sangat jelas.
Aku yakin itu suara Nelson dan Wendy.
“Stop di sana Wendy! Jangan pernah berpikir kau akan mendapatkan pria itu. Ia bukan hakmu!” Itu suara teriakan Nelson. Aku kaget sekali mendengar kalimat itu. Pria yang dimaksud Nelson bisa saja aku. Jika benar begitu, apa maksudnya? Mungkin aku dianggap seonggok harta rampasan perang.
Jawaban dari Wendy tidak terdengar. Namun, tiba-tiba terdengar suara tawa menggelegar. Suara tawa menggelegar itu terdengar serak. Aku tidak yakin suara tawa seperti itu keluar dari seorang wanita. Sangat tidak enak didengar: menyeramkan dan meremehkan lawan bicaranya. Jika aku menilai suasana di luar kamar tempat aku disekap dari suara-suara yang terdengar, sepertinya hanya dua orang saja di luar sana.
“Jangan membuatnya menjadi rumit bagiku, Wendy. Jika hal ini menjadi makin runyam, semuanya salahmu. Kau sudah mendapatkan bagianmu, tapi kau masih ingin lebih. Kau terlalu serakah!” Lagi-lagi aku mendengar teriakan si Tua Nelson. Nada suaranya terdengar sangat emosional, tetapi sekaligus putus asa.
Apa maksud Nelson dengan terlalu serakah? Apakah mungkin Wendy mengambil keuntungan yang terlalu besar untuk dirinya sendiri? Mungkin saja itu yang terjadi. Aku makin yakin jika Wendy, Nelson, dan Nyonya Borden berada dalam satu kelompok. Mungkin Nelson memang benar-benar bekerja di apartemen ini. Tugas pria tua itu adalah memastikan unit-unit kosong bisa ditempati dan mengawasi orang-orang yang menempatinya. Lalu, Nyonya Borden bertugas menawarkan unit-unit kosong itu pada orang-orang tanpa sepengetahuan pengelola resmi. Mendengar percapakan mereka, aku yakin mereka ini semacam sindikat. Mungkin wanita bernama Wendy itu meminta jatah lebih banyak. Hal-hal seperti ini biasa terjadi dalam sebuah kelompok ketika salah satu anggotanya tiba-tiba menjadi lebih rakus dari yang lain.
Sepertinya gadis itu memang benar bernama Wendy. Wendy bukan nama seorang nenek melainkan cucu dari seorang nenek. Atau mungkin perempuan tua di samping apartemenku adalah bagian dari kamuflase atau hal-hal yang mereka persiapkan. Mungkin aku sekarang disekap di dalam unit Wendy. Jika benar, ada kemungkinan Yui mendengar suara keributan mereka. Aku berharap hal itulah yang terjadi.
Aku cukup senang—tidak juga sebenarnya—hanya mendengar dua suara orang bertengkar saja. Akan lebih rumit jika aku mendengar banyak suara karena itu artinya mereka memiliki kawanan yang lebih banyak.
“Aku berhak. Akulah yang memiliki semua ini. Kalian mungkin masih menjadi sampah di jalanan jika tidak ada aku. Oh, tidak. Itu masih lebih baik. Kalian mungkin sudah habis dimakan cacing sekarang.”
Mungkin Nelson dan orang-orang yang ikut dalam komplotan itu dulunya bukan siapa-siapa. Nelson dan Nyonya Borden diambil dari jalanan, diajak ikut sindikat ini oleh Wendy. Wendy sepertinya dalang dari semua ini.
“Aku lebih buruk dari cacing!”
“Apa yang kau inginkan, Nelson? Sesuatu yang lebih baik? Kalau kau menginginkan hal itu, tunjukkan loyalitasmu padaku. Amelia sudah berkhianat. Bila aku tidak bisa lebih kuat lagi, aku tidak bisa melindungimu.”
Apa yang sedang mereka bicarakan? Siapa Amelia? Apakah semua percakapan itu ada kaitannya dengan aku? Atau dengan apartemen ini? Sebenarnya siapa mereka ini dan apa tujuannya? Apakah semata-mata karena uang? Bukankah tindakan mereka padaku terlalu berlebihan kalau semua ini hanya tentang uang saja?
“Jika aku memberikan pria itu padamu, aku akan dihajar. Tidak, tidak, tidak. Aku akan dibunuh. Kalian semua sama saja, hanya memikirkan diri kalian sendiri.”
“Kau tetap akan dibunuh, Nelson. Tetapi, kau tidak akan mati jika aku melindungimu. Dan aku akan melakukannya. Aku akan melindungi orang-orang yang loyal padaku.”
Gadis yang dipanggil Wendy itu terdengar sangat mengintimidasi. Sepertinya posisinya berada jauh di atas Nelson. Lagipula, siapa yang akan menghajar si Tua Nelson? Pri tua itu tidak terlihat seperti seseorang yang bisa takut pada manusia lain. Ah, hal ini sungguh membingungkan. Lalu, apa yang akan terjadi padaku? Apakah aku akan mati?
Pintu kamar tempat aku disekap terbuka. Bau harum yang tajam menyeruak. Cahaya dari lampu di luar kamar langsung menerjang mataku. Susah payah aku menyesuaikan diri. Aku melihat siluet seorang wanita berdiri di ambang pintu. Seorang pria berdiri di belakangnya.
Itu Wendy dan Nelson. Aku sangat yakin.
Bunyi “klik” hampir bersamaan dengan ruangan yang menjadi terang. Nelson menyalalakan lampu. Meskipun mataku agak silau karena secara mendadak terkena cahaya terang, aku sempat melihatnya menarik tangannya dari saklar.
Aku tidak bisa menutupi kegugupanku; beradu pandang dengan Wendy bukan sesuatu yang menyenangkan. Sorot matanya sangat tajam, belum lagi caranya tersenyum. Di belakangnya, Nelson berdiri dengan tegap. Pria tua penjaga apartemen itu sekarang tidak lagi seperti pria tua biasa bagiku. Aku melihat Nelson seperti monster banteng yang bisa mengamuk kapan saja.
Wendy mendekat. Aku menahan napas. Ia membungkuk di depanku. Aku sedikit menarik wajahku darinya. Dengan pelan, wanita itu membuka lakban yang merekat di mulutku. Rasanya perih sekali.
“Oh, Mikky yang malang. Seharusnya nasibmu bisa lebih baik dari ini,” kata Wendy. Wendy memainkan telunjuknya di sekitar wajahku seperti sedang menulis di atas kulitku. Telunjuknya menyusuri telingaku, dahiku, turun ke mataku, menuju puncuk hidungku dan berakhir di bibirku yang gemetar.
“Aku memilihmu. Tapi wanita tua pendek itu dengan semaunya mengambilmu dariku, Mikky.” Wendy memasukkan telunjuknya ke dalam mulutnya seolah-olah ia sedang mencicipiku. “Jangan marah, Mikky. Aku hanya mengambil hakku saja.”
“Apa maksudmu? Kenapa kau memilihku? Untuk apa?” tanyaku putus asa.
Wendy tertawa mendengar pertanyaanku. Suara tawa yang menyeramkan. Entah kenapa, semakin sering aku mendengar tawanya semakin terdengar menyeramkan. Aku menjadi lebih takut saat mendengarnya langsung tanpa terhalang pintu. Apalagi sambil melihat ekspresinya.
“Apakah kita akan mengatakan apa yang akan kita lakukan padanya, Nelson Tua?” Wanita itu menoleh pada Nelson yang diam mematung di belakangnya.
“Aku tidak bisa membiarkanmu melakukan sesuatu padanya, Wendy. Sebelum kau memberikan jaminan keselamatanku,” jawab Nelson.
Wendy tiba-tiba berbalik pada Nelson. Gerakannya sungguh cepat. Mataku hampir tidak bisa menangkap gerakannya. Tangan kanan wanita menyeramkan itu sudah berada di leher Nelson.
“Bagaimana jika jaminannya adalah nyawamu sendiri, Pria Tua? Apakah itu cukup?”
“Tidak!” Suara Nelson tercekik. Cekikan Wendy sepertinya sangat kencang.
“Apa?”
Aku tercengang. Aku yakin mulutku menganga sangat lebar saat ini. Tubuh Nelson diangkat Wendy hanya dengan satu tangan yang mencekik lehernya. Nelson yang menghantamku layaknya seekor banteng seperti tidak berbobot. Aku mendengar suara napas Nelson yang makin tercekik.
Nelson mungkin berusaha berbicara tapi tangan Wendy sudah mencekik dengan erat. Suara tercekiknya sungguh menyedihkan. Aku pikir Pria tua itu akan mati. Namun, Wendy menurunkannya dan melepas cekikannya.
Nelson langsung terduduk sambil terbatuk-batuk. Ia menatap ke arah Wendy yang berdiri menjulang di depannya. “Kenapa kau hentikan? Kau takut, Wendy?” tanya Nelson. Ternyata ia tidak gentar.
“Bajingan!” hanya itu yang dikatakan Wendy. Ia lalu melangkahi Nelson yang terduduk dan pergi dari ruangan tempatku disekap. Aku mendengar suara berdebam sekali lagi.
Melihat semua itu membuatku berpikir ulang. Tidak mungkin mereka hanya sindikat penipu biasa. Kekuatan Wendy bukan kekuatan wanita, tidak, itu kekuatan monster. Apakah mereka ini monster? Apakah apartemen ini gudang monster?
Aku melotot karena terkejut. Nelson menatapku. Ia berdiri lalu berjalan ke arahku. Pria itu membungkuk sebentar. Ternyata, ia mengambil lakban yang tergelatak di lantai. Kemudian, ia kembali memasangkannya kepadaku dengan kasar. Pria itu menghadiahkan sebuah tamparan keras padaku. Aku meringis, kepalaku makin terasa berat dan sakit. Lalu, sebuah pukulan keras menghantam perutku. Dan, aku kembali kehilangan kesadaran.
Mula-mula yang terlihat hanyalah sebuah titik kecil berwarna putih. Aku mengatakan demikian karena tidak bisa menebak jaraknya. Selain dari titik kecil itu, yang terlihat di sekelilingku hanyalah kepekatan. Mungkin saja titik itu sebenarnya sesuatu yang besar, tetapi karena teramat jauh, benda itu terlihat kecil. Namun, bisa saja titik itu memang hanya sebuah benda kecil saja. Karena hanya ada benda itu di depanku, aku menjadi sangat fokus padanya. Benda itu tidak berpendar. Ia hanya sebuah titik kecil di hadapanku. Tiba-tiba, titik itu perlahan berubah menjadi bulatan yang lebih besar. Ia tumbuh sebesar bola bisbol. Ia terus tumbuh dan melebar dengan cepat seperti noda tinta yang jatuh di atas kain. Dengan perlahan, bulatan itu makin membesar dan membesar: menjadi sebesar bola kaki, kemudian menjadi sebesar bola basket, lalu menjadi sebesar rumah, dan terus membesar sampai menutupi semua yang ada. Termasuk aku. Kini, aku tidak lagi berada dalam ruang yang pekat, gel
Saat aku terbangun, David sudah berada di sampingku. Aku terkejut melihatnya berada pinggir kasurku. Untuk apa pria itu berada di sini? Bukankah terlihat berlebihan jika seorang pria—meskipun ia sahabatku sendiri—duduk di samping tempat tidurku menungguku terbangun? David tidak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Pasti, ia memilih menungguku di depan televisi; menonton sebuah acara tidak berguna sambil melahap apa pun yang ada di dalam kulkas.Atau, mungkinkah klien menginginkan perubahan konsep iklan sehingga David harus segera memberitahukan hal itu? Aku tidak bisa membayangkan tekananan yang dideritanya sampai harus repot-repot datang ke apartemenku. Seingatku semua sudah beres. Kami sudah menyelesaikan semua yang diperlukan. Lagipula, kenapa klien malah menghubungi David? Seharusnya mereka menghubungiku sebagai penanggung jawab proyek. Masih masuk akal jika mereka menghubungi supervisorku. Namun, David? Itu berlebihan.Hal itulah yang menyebabk
Benar saja, esoknya tubuhku sudah terasa lebih baik. Meskipun tenagaku belum pulih seluruhnya, aku sudah bisa berjalan. Mungkin istirahat dua hari lagi akan membuatku pulih seperti semula. Yui benar-benar tahu apa yang dilakukannya. Aku membayangkan dirinya adalah seorang gadis tabib dari Asia.Akan tetapi, aku masih penasaran dengan beberapa lebam di tubuhku: perut sebelah kanan, bahu kiri, dan di paha sebelah kanan. Alasan bagian-bagian itu menjadi ungu dan terasa sakit seakan-akan dihilangkan dari ingatanku. Bukan sekali ini aku mabuk, tetapi seumur hidup tidak pernah sekalipun sampai membuat tubuhku sendiri seperti itu.Yui mengatakan padaku kalau hal itu bisa saja terjadi karena aku sangat mabuk. Akan tetapi, alasan itu tidak cukup logis dan tidak menjawab kenapa aku melupakan semua yang terjadi, bahkan sampai di mana aku minum dan bersama siapa saja. Bayangkan, aku minum seorang diri lalu pulang membawa mobil tanpa ditilang polisi dan tiba dengan selamat. Itu ter
David menjadi aneh. Ia bersikeras untuk berbicara padaku secara langsung jika aku menanyakan tentang kejadian yang menimpaku dan apa yang diketahuinya tentang hal itu. Ia juga hanya mau menanggapi urusan kantor yang terbengkalai saat aku berbicara dengannya di telepon. Namun, aku sudah cukup bersyukur. Berkat David, supervisorku memaklumi apa yang terjadi padaku.Aku akan menemui David, tetapi tidak sekarang. Aku ingin menenangkan diri sejenak. Meskipun penasaran dengan apa yang terjadi, aku harus bisa mengendalikan diri. Aku merasa, hal-hal yang terjadi padaku karena aku tergesa-gesa, jadi menahan diri adalah pilihan yang baik.Ketika merasa sudah cukup kuat untuk berjalan jauh, aku pergi ke minimarket Watson. Selain butuh udara segar, aku juga butuh beberapa hal. Kaleng –kaleng bir di dalam kulkasku secara ajaib diganti dengan soda jahe: Vernors. Mungkin botol bir kemarin yang diberikan Yui kepada Wendy adalah yang terakhir. Aku tidak menyangka Yui sangat menyu
“Kau kenal Watson?” tanyaku pada Wendy.“Tentu saja. Apakah ada penghuni apartemen yang tidak mengenalnya? Tempat ini adalah minimarket paling dekat di sekitar sini. Lagipula, dia membukanya sampai larut malam. Sangat membantu,” jawab Wendy.“Kau datang untuk membeli apa?” tanyaku kembali.“Vernors.” Wendy menunjuk ke salah satu show case yang berada di sebelahku. “Tapi sekarang, mungkin aku tidak perlu membelinya lagi, tetapi tinggal mengambilnya saja. Hitung-hitung biaya menjaga toko. Aneh sekali si Gendut itu? Kenapa dia pergi begitu saja dan meninggalkan tokonya seperti ini? Bukan berarti aku keberatan menunggui tokonya. Aku sedang bebas hari ini.”Menurutku juga begitu. Tingkah Watson begitu mencurigakan. Pria itu seperti habis melihat hantu. Hal konyol yang aku pikirkan saat ini adalah ia memiliki indera keenam seperti anak indigo lalu melihat hantu di belakang Wendy. Alasan tidak
Aku seperti mengalami dejavu saat Ford lamban David mulai menanjak di jalan Old Harbor, apalagi ketika aku menyaksikan deretan rumah dengan jendela-jendela panjang dan banyak.“Aku tidak ingat pernah ke sini, tapi ada perasaan yang lekat,” kataku membelah kesunyian antara aku dan David. Sejak tadi ia lebih banyak diam, seperti bukan David saja.“Kita pernah ke sini, menemui Benjamin. Benjamin Black.” David menjawab tanpa menoleh. “Oh Tuhan, Mikky. Apa yang telah terjadi padamu sampai kau tidak mengingat semua itu? Aku benar-benar seperti akan gila karena memikirkannya sepanjang hari. Ini sangat buruk. Setelah kita dari sini, kita akan langsung ke dokter. Kau mengerti?”Aku mengangguk pelan.Jika bukan David yang mengatakannya mungkin aku tidak akan terlalu peduli dan menganggap orang itu hanya sedang bercanda. Namun, ini adalah David, sahabatku. Ia mengatakannya tanpa berkedip. Aku mulai meyakini bahwa ada sesuatu yang
Beberapa saat setelah aku mendengar lengkingan teko karena air yang mendidih, Benjamin datang dengan nampan berisi teko keramik dan beberapa cangkir bening. Ia menempatkan nampan di tengah meja lalu menyiapkan hidangan itu bagi kami bertiga.“Maaf membuat kalian menunggu. Tadi aku juga menyiapkan sebuah kamar. Awalnya kamar itu untuk David, karena aku akan memintanya untuk tinggal di sini sampai semuanya beres. Kau tidak perlu menginap di mobil lagi, David. Jangan khawatir, aku bisa menjamin tempat ini cukup aman,” kata Benjamin setelah duduk di sofa di depan kami. “Aku mengatakan awalnya, karena bisa jadi kau juga perlu berada di tempat ini, Mikky. Tapi, kita akan melihat situasinya nanti.”Aku berpikir sama dengan Benjamin setelah mendengar semua cerita David. Sangat penting untuk menjauh dari apartemen sejauh-jauhnya.“Aku dan Willy telah melakukan beberapa investigasi. Aku mengerahkan semua sumber yang aku miliki. Sangat sulit,
Aku tidak bisa berhenti mengeleng. Mungkin aku terlihat seperti seseorang yang habis menghisap ganja. Namun, aku tidak bisa mempercayai foto yang aku lihat di laptop Benjamin Black. Tidak mungkin wanita itu adalah Wendy Orsey. Berulang kali pun memikirkannya, aku merasa hal itu tidak mungkin terjadi, sangat tidak mungkin.“Apakah ada kemungkinan jika dia adalah orang yang berbeda? Anaknya misalnya? Atau cucunya? Banyak sekali anak yang sangat mirip orang tuanya bukan?” kataku. Aku frustasi membayangkan kalau orang itu adalah Wendy. “Tidak mungkin ada orang yang bisa mempertahankan wajahnya agar tetap sama sampai berpuluh-puluh tahun. Jangan-jangan asistenmu pernah bertemu dengan Wendy lalu secara tidak sengaja membuat editan yang akhirnya terlihat seperti ....” Aku tidak sanggup meneruskan kalimatku.Benjamin menyilangkan kaki dan seluruh jemarinya saling mengetuk di depan dadanya. “Tentu aku tidak menutup kemungkinan pertama. Sedang