Mula-mula yang terlihat hanyalah sebuah titik kecil berwarna putih. Aku mengatakan demikian karena tidak bisa menebak jaraknya. Selain dari titik kecil itu, yang terlihat di sekelilingku hanyalah kepekatan. Mungkin saja titik itu sebenarnya sesuatu yang besar, tetapi karena teramat jauh, benda itu terlihat kecil. Namun, bisa saja titik itu memang hanya sebuah benda kecil saja. Karena hanya ada benda itu di depanku, aku menjadi sangat fokus padanya.
Benda itu tidak berpendar. Ia hanya sebuah titik kecil di hadapanku.
Tiba-tiba, titik itu perlahan berubah menjadi bulatan yang lebih besar. Ia tumbuh sebesar bola bisbol. Ia terus tumbuh dan melebar dengan cepat seperti noda tinta yang jatuh di atas kain. Dengan perlahan, bulatan itu makin membesar dan membesar: menjadi sebesar bola kaki, kemudian menjadi sebesar bola basket, lalu menjadi sebesar rumah, dan terus membesar sampai menutupi semua yang ada. Termasuk aku. Kini, aku tidak lagi berada dalam ruang yang pekat, gel
Saat aku terbangun, David sudah berada di sampingku. Aku terkejut melihatnya berada pinggir kasurku. Untuk apa pria itu berada di sini? Bukankah terlihat berlebihan jika seorang pria—meskipun ia sahabatku sendiri—duduk di samping tempat tidurku menungguku terbangun? David tidak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Pasti, ia memilih menungguku di depan televisi; menonton sebuah acara tidak berguna sambil melahap apa pun yang ada di dalam kulkas.Atau, mungkinkah klien menginginkan perubahan konsep iklan sehingga David harus segera memberitahukan hal itu? Aku tidak bisa membayangkan tekananan yang dideritanya sampai harus repot-repot datang ke apartemenku. Seingatku semua sudah beres. Kami sudah menyelesaikan semua yang diperlukan. Lagipula, kenapa klien malah menghubungi David? Seharusnya mereka menghubungiku sebagai penanggung jawab proyek. Masih masuk akal jika mereka menghubungi supervisorku. Namun, David? Itu berlebihan.Hal itulah yang menyebabk
Benar saja, esoknya tubuhku sudah terasa lebih baik. Meskipun tenagaku belum pulih seluruhnya, aku sudah bisa berjalan. Mungkin istirahat dua hari lagi akan membuatku pulih seperti semula. Yui benar-benar tahu apa yang dilakukannya. Aku membayangkan dirinya adalah seorang gadis tabib dari Asia.Akan tetapi, aku masih penasaran dengan beberapa lebam di tubuhku: perut sebelah kanan, bahu kiri, dan di paha sebelah kanan. Alasan bagian-bagian itu menjadi ungu dan terasa sakit seakan-akan dihilangkan dari ingatanku. Bukan sekali ini aku mabuk, tetapi seumur hidup tidak pernah sekalipun sampai membuat tubuhku sendiri seperti itu.Yui mengatakan padaku kalau hal itu bisa saja terjadi karena aku sangat mabuk. Akan tetapi, alasan itu tidak cukup logis dan tidak menjawab kenapa aku melupakan semua yang terjadi, bahkan sampai di mana aku minum dan bersama siapa saja. Bayangkan, aku minum seorang diri lalu pulang membawa mobil tanpa ditilang polisi dan tiba dengan selamat. Itu ter
David menjadi aneh. Ia bersikeras untuk berbicara padaku secara langsung jika aku menanyakan tentang kejadian yang menimpaku dan apa yang diketahuinya tentang hal itu. Ia juga hanya mau menanggapi urusan kantor yang terbengkalai saat aku berbicara dengannya di telepon. Namun, aku sudah cukup bersyukur. Berkat David, supervisorku memaklumi apa yang terjadi padaku.Aku akan menemui David, tetapi tidak sekarang. Aku ingin menenangkan diri sejenak. Meskipun penasaran dengan apa yang terjadi, aku harus bisa mengendalikan diri. Aku merasa, hal-hal yang terjadi padaku karena aku tergesa-gesa, jadi menahan diri adalah pilihan yang baik.Ketika merasa sudah cukup kuat untuk berjalan jauh, aku pergi ke minimarket Watson. Selain butuh udara segar, aku juga butuh beberapa hal. Kaleng –kaleng bir di dalam kulkasku secara ajaib diganti dengan soda jahe: Vernors. Mungkin botol bir kemarin yang diberikan Yui kepada Wendy adalah yang terakhir. Aku tidak menyangka Yui sangat menyu
“Kau kenal Watson?” tanyaku pada Wendy.“Tentu saja. Apakah ada penghuni apartemen yang tidak mengenalnya? Tempat ini adalah minimarket paling dekat di sekitar sini. Lagipula, dia membukanya sampai larut malam. Sangat membantu,” jawab Wendy.“Kau datang untuk membeli apa?” tanyaku kembali.“Vernors.” Wendy menunjuk ke salah satu show case yang berada di sebelahku. “Tapi sekarang, mungkin aku tidak perlu membelinya lagi, tetapi tinggal mengambilnya saja. Hitung-hitung biaya menjaga toko. Aneh sekali si Gendut itu? Kenapa dia pergi begitu saja dan meninggalkan tokonya seperti ini? Bukan berarti aku keberatan menunggui tokonya. Aku sedang bebas hari ini.”Menurutku juga begitu. Tingkah Watson begitu mencurigakan. Pria itu seperti habis melihat hantu. Hal konyol yang aku pikirkan saat ini adalah ia memiliki indera keenam seperti anak indigo lalu melihat hantu di belakang Wendy. Alasan tidak
Aku seperti mengalami dejavu saat Ford lamban David mulai menanjak di jalan Old Harbor, apalagi ketika aku menyaksikan deretan rumah dengan jendela-jendela panjang dan banyak.“Aku tidak ingat pernah ke sini, tapi ada perasaan yang lekat,” kataku membelah kesunyian antara aku dan David. Sejak tadi ia lebih banyak diam, seperti bukan David saja.“Kita pernah ke sini, menemui Benjamin. Benjamin Black.” David menjawab tanpa menoleh. “Oh Tuhan, Mikky. Apa yang telah terjadi padamu sampai kau tidak mengingat semua itu? Aku benar-benar seperti akan gila karena memikirkannya sepanjang hari. Ini sangat buruk. Setelah kita dari sini, kita akan langsung ke dokter. Kau mengerti?”Aku mengangguk pelan.Jika bukan David yang mengatakannya mungkin aku tidak akan terlalu peduli dan menganggap orang itu hanya sedang bercanda. Namun, ini adalah David, sahabatku. Ia mengatakannya tanpa berkedip. Aku mulai meyakini bahwa ada sesuatu yang
Beberapa saat setelah aku mendengar lengkingan teko karena air yang mendidih, Benjamin datang dengan nampan berisi teko keramik dan beberapa cangkir bening. Ia menempatkan nampan di tengah meja lalu menyiapkan hidangan itu bagi kami bertiga.“Maaf membuat kalian menunggu. Tadi aku juga menyiapkan sebuah kamar. Awalnya kamar itu untuk David, karena aku akan memintanya untuk tinggal di sini sampai semuanya beres. Kau tidak perlu menginap di mobil lagi, David. Jangan khawatir, aku bisa menjamin tempat ini cukup aman,” kata Benjamin setelah duduk di sofa di depan kami. “Aku mengatakan awalnya, karena bisa jadi kau juga perlu berada di tempat ini, Mikky. Tapi, kita akan melihat situasinya nanti.”Aku berpikir sama dengan Benjamin setelah mendengar semua cerita David. Sangat penting untuk menjauh dari apartemen sejauh-jauhnya.“Aku dan Willy telah melakukan beberapa investigasi. Aku mengerahkan semua sumber yang aku miliki. Sangat sulit,
Aku tidak bisa berhenti mengeleng. Mungkin aku terlihat seperti seseorang yang habis menghisap ganja. Namun, aku tidak bisa mempercayai foto yang aku lihat di laptop Benjamin Black. Tidak mungkin wanita itu adalah Wendy Orsey. Berulang kali pun memikirkannya, aku merasa hal itu tidak mungkin terjadi, sangat tidak mungkin.“Apakah ada kemungkinan jika dia adalah orang yang berbeda? Anaknya misalnya? Atau cucunya? Banyak sekali anak yang sangat mirip orang tuanya bukan?” kataku. Aku frustasi membayangkan kalau orang itu adalah Wendy. “Tidak mungkin ada orang yang bisa mempertahankan wajahnya agar tetap sama sampai berpuluh-puluh tahun. Jangan-jangan asistenmu pernah bertemu dengan Wendy lalu secara tidak sengaja membuat editan yang akhirnya terlihat seperti ....” Aku tidak sanggup meneruskan kalimatku.Benjamin menyilangkan kaki dan seluruh jemarinya saling mengetuk di depan dadanya. “Tentu aku tidak menutup kemungkinan pertama. Sedang
Sebuah mobil berhenti di depan rumah Benjamin, disusul suara debum dari pintu mobil yang ditutup, disusul lagi dengan suara pintu terbuka yang kemudian ditutup kembali, dan akhirnya muncul dua wajah baru di ruang tamu. Seorang pria berwajah Asia, rambutnya pendek dan mungkin setinggi David. Seorang lagi berkulit putih, menggunakan jas lengkap dengan rambut klimis penuh minyak. Ia sedikit lebih pendek dariku dengan janggut tebal tanpa kumis. Wajahnya terlihat ramah dan hangat.Benjamin langsung berdiri dan menghampiri pria berjanggut. Aku dan David juga berdiri. Benjamin dan pria itu bersalaman lalu saling memeluk bahu masing-masing. Bila memperhatikan cara mereka saling menyapa, aku menyimpulkan mereka kawan lama. Aku kira kedua orang itu seusia. Aku mendengar Benjamin sedikit berbasa-basi tentang bagaimana perjalanan si pria berjanggut dan apakah asistennya memperlakukannya dengan baik atau tidak.Aku bisa menebak, pria Asia yang berdiri dengan muka dingin itu sudah p