Irwan menginjak pedal gas sangat dalam sehingga mobil melaju sangat kencang. Dia sengaja masuk ke tol dalam kota agar bisa mengebut. Saat sampai di gerbang tol, dia mengerem mendadak sehingga membuat Nilam terjedot dasbor. “Au, kira-kira ... mas ih ... nagapain ngebut sih? Nggak usah ngebut.” Irwan hanya tersenyum saja. Dia memberikan kartu elektronik kepada petugas setelahnya dia keembali mengebut. Irwan tidak rela dirinya kalah dengan cowok lain dibilang tidak keren. Dia sudah tidak mengebut lagi karena padat mau keluar dari gerbang tol.
Lihatlah wajah Nilam yang begitu pucat pasi karena ketakutan. Dia juga masih berpegangan pada handle yang ada di jendela, padahal Irwan sudah tidak mengebut lagi. Buah-buahan mungkin sudah berantakan karena ulahnya itu. “Sudah lepasin itu!” Irwan menggoda sang istri.
“Nggak mau! Kamu usil!” tukas Nilam.
“Hahaha, makanya jangan menantangku, Saya
Nilam marah dan masuk ke kamarnya. Untung saja, Eliana tidak jadi minta yang buatin rujak itu Nilam. Maka Irwan menyusulnya masuk ke kamar. “Sepertinya istriku ngambek karena minta itu. Soalnya langsung masuk kamar, sih. Aku juga suka kalau begitu. Ngambek terus saja biar bisa bercinta terus.” Nilam memelototkan matanya, ketika suaminya sudah berada mengkungkungi tubuhnya.“Lepasin, ih ... aku marah!” Nilam kembali tengkurap.“Aku tahu, makanya aku mau obati.” Irwan membalik tubuh sangh istri. Mereka saling menatap. Irwan menelususpkan jemarinya ke jemari sang istri dengan posisi dia mengkungkung di atas sang istri. “Dengarkan! Aku hanya mengikuti kata-katamu. Kamu bilang cowok ngebut itu keren. Aku ingin tampil keren selalu untukmu. Aku mencintaimu.” Irwan mencium lembut bibir istrinya. Nilam hanya pasrah saja. dia menikmati sentuhan lembut dari sang suami. Tangan mereka saling menggenggam.
Malam ini tiga pasang saling bercanda dan sesekali mencuri cium. Hingga malam kian larut. Eliana yang ibu hamil sudah di peluk sang suami masuk ke kamar mereka. Begitu juga dengan Agung. Kini tinggal Nilam dan Irwan. Mereka berdua saling pandang. Nilam seakan sudah mengetahui hasrat yang tertahan dari sang suami. Dia mmejamkan mata untuk memberikan akses Irwan menjelajahi bibirnya. Irwan malah tersenyum melihat istrinya memejamkan mata. Dia meraba bagian pipi sebelah kanan sengan tangan kirinya. Hingga Nilam sedikit memiringkan wajahnya sehingga lelaki itu terus menjelajahi wajah indah itu dan berakhir di dagu. Dia melumat tipis bibir itu dan bertukar saliva dengan cara mengecapnya.Mereka bangkit masih dalam posisi berciuman. Berjalan dengan memutar, memutar sehingga sampai pada pintu kamarnya. Tangan kanan Irwan memnekan handle pintu hingga daun pintu terbuka sempurna. Nilam mengarahkan diri ke ranjang mereka sehingga Irwan membantunya merebahkan diri. d
Pagi ini Bayu sudah bangun dan rapi. Eliana juga sudah bangun dan siap untuk berjalan-jalan. Namun pagi ini dia harus ditemani mamanya karena suaminya tidak bisa menemaninya. “Maaf, ya? Kayaknya kasus lanjutan dari Stevan belum kelar. Semoga saja bukan jilid dua. Masalah yang Stevan buat sungguh sangat berimbas bagi perusahaan,” ucap Bayu. Dia pasrah ketika sang istri dengan perut yang masih rata mengikatkan dasi untuknya.“Tidak masalah, bayinya bisa mengerti kok.” Eliana tersenyum. Antara senyum pada hasil karyanya mengikat dasi yang memuaskan dan tersenyum pada suaminya,bahwa dirinya baik-baik saja.“Hmmm, setelah masalah ini selesai, bagaimana kalau kita baby moon. Aku pingin menikmati suasana. Tanpa ada yang mengganggu. Hanya ada kita.” Bayu mencium perut rata sang istri.“Emang kalau di sini ada yang mengganggu?” tanya Eliana. Dia berjalan dan menarik box khusus buat
Eliana datang ke kantor Bayu. Dia sudah tidak sabar ingin melakukannya. Ah, menyusahkan sekali. Sejak hamil Eliana menjadi sensitif. Dia selalu ingin melakukan hubungan badan tidak tentu waktu. Dia selalu bergairah saat memikirkannya saja. Eliana menyetir sendiri. Padahal dia tidak diperbolehkan oleh Bayu. Tapi karena hasratnya, maka dia membangkang kali ini. Dia sudah sampai di lobi. Semua orang menaruh hormat padanya dan mengucapkan selamat siang.“Pak Han, suamiku ada? Pak Han berada di sini? Memang kemana Rara?” tanya Eliana ketika berpapasan dengan Pak Han di depan pintu lift.“Ibu Eliana? Beliau ada di ruangannya. Rara ada, saya ke sini ada perlu dengan Bapak.” Eliana sedikit tidak suka, sebab dia ingin bermesraan dengan suaminya.“Oh, terima kasih. Mau masuk?” tanya Eliana.“Saya sudah selesai. Mari!” Eliana tersenyum dan langsung ke ruangan suam
“Kita makan siang habis itu nungguin aku rapat. Nggak boleh pulang sendiri. kalau mau pulang, bilang. Nanti biar OB yang nganterin. Janji, ya?” Bayu mencium kening sang istri dan mengajaknya untuk duduk di sofa. Mereka menunggu makanan yang di pesan. Tidak begitu lama ada bunyi bel yang terdengar. Bayu membuka pintu. Ada seorang pengantar pizza. Bayu membayarnya sekaligus memberikann tips utuk lelaki pengantar makanan tersebut.“Sayang, pizzanya.” Bayu mengarahkan pizza itu ke mulut sang istri. Eliana dengan cepat menyambarnya, Bayu menganga. Istrinya begitu lahap menyambar pisa yang ada dari tangannya. Padahal dia paling tidak suka dengan pizza. Tapi hari ini lahap memakannya. Ini sungguh aneh sekali.“Sayang, pelan-pelan.” Eliana tersedak karena makan terburu-buru. Seolah-olah dia dikejar oleh sesuatu. Padahal tidak ada yang menyuruhnya buru-buru.“Ah, habisnya ini enak sekali
Setelah mertuanya datang, maka Bayu menemui istrinya yang sedang menunggu di ruangannya. Lelaki itu berjalan sedikit tergesa-gesa karena istrinya pasti sudah lama menunggu dan jenuh. Bayu membuka pintu ruangannya dan tersenyum ketika mendapati sang istri sudah terlelap di sofa. Dia mengelus puncak kepalanya dan menciumnya sangat dalam. Eliana yang mendapati ada pergerakan yang menyentuhnya terjaga. “Sudah selesai?” tanya Eliana. Suaranya serak khas bangun tidur.“Iya, pulang, yuk? Atau mau jalan-jalan ke mana gitu?” Eliana bangkit di bamtu oleh sang suami.“Kita mampir ke mall sebentar. Sepertinya bahan makanan sudah mau habis. Bi Surti ‘kan sakit. Mama kasihan kalau suruh belanja sendiri.” Bayu mengangguk. Eliana bangkit dan mencuci wajahnya. Tidak lupa menyapukan sedikit make-upke wajahnya yang mulai tembem. Dia menggelembungkan pipinya, hingga terlihat sangat lucu.“Hai,
Miranda di bawa ke sebuah tempat. Stevan menyewa tempat itu. Dia akan tinggal berpindah-pindah saat ini untuk mengelabui petugas kepolisian. “Masuk! Kau sudah berani macam-macam sama aku. Kau akan terima akibatnya, Mira!” Stefan mulai melumat bibir Miranda. Wanita itu menerima saja, kerena memang dia juga merindukan sentuhan Stefan.“Kau mengharapkannya? Aku akan akan mengabulkan dengan gaya yang berbeda malam ini. Berdoa saja esok hari kamu masih bisa berjalan.” Miranda memang selalu bisa menaklukkan hati Stefan semarah apa pun. Dia mengalungkan tangannya. Rasa takut yang tadi menggelayuti bertambah gairah yang tersulut. Dia membalas ciuman Stefan. Lelaki itu yang tadinya ingin memberikan pelajaran pada Miranda ikut terhanyut dalam balutan bibir mereka yang saling terkait dan melumat.Stefan dengan kasar menyobek baju Mira, hingga atasnya terekspose dengan bra warna hitam. Mira berbalik dan menaikkan rambutnya agar S
“Aku memang brengsek karena masuk ke banyak lubang. Tapi itu karena kamu nggak ada. Kamu tahu aku mencarimu. Kenapa kamu bisa bocorkan pada Bayu kalau aku yang menggelapkan uang itu.” Miranda masih terlentang di lantai karena mereka melakukan adegan itu di lantai.“Aku nggak bilang, tiba-tiba mereka memberikan bukti-bukti dan akhirnya mau tidak mau aku mengaku.” Lagi-lagi Stefan membungkam mulut Miranda dengan alat tempurnya.“Aku tidak percaya. Malam ini aku benar-benar akan membuatmu kelelahan.” Dia menaik-turunkan tubuhnya hingga sang raja kenikmatan itu berdiri lagi. Tanpa basa-basi dia memasukkan lagi ke lubangnya. Miranda masih mampu melenguh karena masih merasakan sangat nikmat. Hingga mereka menuju puncak bersama.Stefan terus menggempur Miranda hingga wsanita itu sangat lemas. Entah sudah berapa kali. Dia juga sudah lunglai. Mereka akhirnya tidur di lantai dengan bekas kenikma
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata
“Aku bawa ke rumah Davin. Di rumahnya akan banyak kesedihan jika ia melihat kamar mama.” Aku tahu karena kekasihku itu sudah bicara sebelumnya. Aku tersenyum dengan interaksi kedua orang itu. Setelah mengetahui yang dibicarakan Arya, aku memilih hengkang dari tempatku mengintip.***Meyyis***POV ShashaIni adalah pernikahan yang diimpikan oleh Elsa setelah banyak rintangan dengan Arya. Hari ini saatnya kedua sejoli itu melangkah ke jenjang selanjutnya, mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Bunga-bunga bernuansa putih sudah menghiasi nuansa taman golf tersebut.Pernikahannya dilakukan di Singapura karena mama dan papa berada di sini. Wanita yang menjadi kakakku dari ibu yang berbeda itu, kini sudah mengenakan gaun putih dengan hiasan kepala yang menjuntai. Dia sangat cantik dan menawan. Lekuk tubuhnya yang indah, tinggi badannya yang menjulang dan semampai membuatnya bak model.“Kak, kamu sangat cantik.” Aku memandang lekat ke mata indah kakakku itu. “Benarkah? Aku masih tidak
Aku ke dapur untuk membuat yang kupikirkan itu. Setelah dua sendok sereal masuk ke gelas, dua sendok susu coklat masuk juga. Air panas segera meluncur untuk menyatukan keduanya. Aroma khas coklat semakin memperparah rasa laparku. Aku mulai meniup makanan itu, menyendoknya mengarahkan ke mulut. Hmmm … ini lebih nikmat. Sesuap demi suap makanan itu tandas meluncur ke perutku. Ini lebih dari cukup.***Meyyis***POV DAVINTeleponku berbunyi. Aku tersenyum saat di layar terlihat Sayangku memanggil. Langsung saja tombol terima aku usap.“Iya, Sayang.” Sapaan terakhir tidak akan pernah lupa agar wanitaku itu merasakan bahwa aku memang sangat menggilainya.“Bagaimana korbannya?” tanyanya. Aku tahu, hanya alasan saja bertanya tentang korban kecelakaan yang sedang kami urus. Akan tetapi aku paham bahwa sebenarnya ia sangat ingin bersamaku.“Kamu kangen sama aku?” Langsung saja aku tembak dengan perkataan begitu agar ia makin berbunga-bunga. Aku yakin saat ini perutnya penuh dengan taman bunga y
“Aku melihat korban penuh darah, Sha. Bagaimana keadaannya. Ia kasihan banget. Seandainya kita satu mobil saat itu, Arya akan lebih tenang memandangku. Aku yang salah.” Aku ingin tertawa rasanya. Bagaimana bisa Arya menyetir sambil memandang Elsa. Pantas saja kecelakaan.***Meyyis***POV Shasha“Kamu kok malah ketawa?” Elsa menghapus air matanya.“Maaf … aku tertawa karena itu lucu, Kak. Arya benar-benar mencintaimu. Aku akan cari tahu untukmu bagaimana keadaan dari korban.” Aku mengelus pundak Elsa. Setelahnya, menelepon Davin untuk mengetahui keadaan sang korban.“Iya, Sayang.” Suara Davin memang selalu bikin baper.“Bagaimana korbannya?” tanyaku.“Kamu kangen sama aku?” ‘Kan? Dia memang selalu begitu. Tapi … sebenarnya kangen juga, sih?“Jangan mengalihkan perhatian. Bagaimana keadaannya. Elsa masih ketakutan.” Davin terdengar tertawa sedikit.“Dia sudah ditangani. Bilang sama kakakmu tenang saja. Arya sedang diintrogasi. Tim legal dari kantornya juga sudah datang untuk membebaska