Irwan sudah siap di sebelah mobilnya. Dia bersandar di pintu mobil yang tertutup itu. Tidak lama kemudian sang istri datang dengan anggun meski hanya mengenakan kaos oblong dan celana jeans. Dia langsung menyambut dengan pelukan dan membukakan pintu. Nilam mengucapkan terima kasih. Ah, kenapa ini bisa demikian mengasyikan? Menikah ternyata tidak buruk. Demikian batin Nilam sambil tersenyum.
“Kenapa senyum-senyum?” tanya Irwan, “minta nambah?”
“Ah, nambah apa?” Nilam bersemu merah.
“Nambah bercumbu,” bisik Irwan sambil menyetir demikian lambatnya. Nilam sangat tidak suka dengan kendaraan yang sangat lamban. Menurutnya sangat tidak keren cowok yang menyetir sangat lamban. Karena saking keselnya, dia sampai tidak merespon perkataan dari Irwan.
“lebih semangat lagi nyetirnya. Mau sampai kapan? Kita masih harus ke pasar, belum lagi ke rumah
Irwan menginjak pedal gas sangat dalam sehingga mobil melaju sangat kencang. Dia sengaja masuk ke tol dalam kota agar bisa mengebut. Saat sampai di gerbang tol, dia mengerem mendadak sehingga membuat Nilam terjedot dasbor. “Au, kira-kira ... mas ih ... nagapain ngebut sih? Nggak usah ngebut.” Irwan hanya tersenyum saja. Dia memberikan kartu elektronik kepada petugas setelahnya dia keembali mengebut. Irwan tidak rela dirinya kalah dengan cowok lain dibilang tidak keren. Dia sudah tidak mengebut lagi karena padat mau keluar dari gerbang tol.Lihatlah wajah Nilam yang begitu pucat pasi karena ketakutan. Dia juga masih berpegangan pada handle yang ada di jendela, padahal Irwan sudah tidak mengebut lagi. Buah-buahan mungkin sudah berantakan karena ulahnya itu. “Sudah lepasin itu!” Irwan menggoda sang istri.“Nggak mau! Kamu usil!” tukas Nilam.“Hahaha, makanya jangan menantangku, Saya
Nilam marah dan masuk ke kamarnya. Untung saja, Eliana tidak jadi minta yang buatin rujak itu Nilam. Maka Irwan menyusulnya masuk ke kamar. “Sepertinya istriku ngambek karena minta itu. Soalnya langsung masuk kamar, sih. Aku juga suka kalau begitu. Ngambek terus saja biar bisa bercinta terus.” Nilam memelototkan matanya, ketika suaminya sudah berada mengkungkungi tubuhnya.“Lepasin, ih ... aku marah!” Nilam kembali tengkurap.“Aku tahu, makanya aku mau obati.” Irwan membalik tubuh sangh istri. Mereka saling menatap. Irwan menelususpkan jemarinya ke jemari sang istri dengan posisi dia mengkungkung di atas sang istri. “Dengarkan! Aku hanya mengikuti kata-katamu. Kamu bilang cowok ngebut itu keren. Aku ingin tampil keren selalu untukmu. Aku mencintaimu.” Irwan mencium lembut bibir istrinya. Nilam hanya pasrah saja. dia menikmati sentuhan lembut dari sang suami. Tangan mereka saling menggenggam.
Malam ini tiga pasang saling bercanda dan sesekali mencuri cium. Hingga malam kian larut. Eliana yang ibu hamil sudah di peluk sang suami masuk ke kamar mereka. Begitu juga dengan Agung. Kini tinggal Nilam dan Irwan. Mereka berdua saling pandang. Nilam seakan sudah mengetahui hasrat yang tertahan dari sang suami. Dia mmejamkan mata untuk memberikan akses Irwan menjelajahi bibirnya. Irwan malah tersenyum melihat istrinya memejamkan mata. Dia meraba bagian pipi sebelah kanan sengan tangan kirinya. Hingga Nilam sedikit memiringkan wajahnya sehingga lelaki itu terus menjelajahi wajah indah itu dan berakhir di dagu. Dia melumat tipis bibir itu dan bertukar saliva dengan cara mengecapnya.Mereka bangkit masih dalam posisi berciuman. Berjalan dengan memutar, memutar sehingga sampai pada pintu kamarnya. Tangan kanan Irwan memnekan handle pintu hingga daun pintu terbuka sempurna. Nilam mengarahkan diri ke ranjang mereka sehingga Irwan membantunya merebahkan diri. d
Pagi ini Bayu sudah bangun dan rapi. Eliana juga sudah bangun dan siap untuk berjalan-jalan. Namun pagi ini dia harus ditemani mamanya karena suaminya tidak bisa menemaninya. “Maaf, ya? Kayaknya kasus lanjutan dari Stevan belum kelar. Semoga saja bukan jilid dua. Masalah yang Stevan buat sungguh sangat berimbas bagi perusahaan,” ucap Bayu. Dia pasrah ketika sang istri dengan perut yang masih rata mengikatkan dasi untuknya.“Tidak masalah, bayinya bisa mengerti kok.” Eliana tersenyum. Antara senyum pada hasil karyanya mengikat dasi yang memuaskan dan tersenyum pada suaminya,bahwa dirinya baik-baik saja.“Hmmm, setelah masalah ini selesai, bagaimana kalau kita baby moon. Aku pingin menikmati suasana. Tanpa ada yang mengganggu. Hanya ada kita.” Bayu mencium perut rata sang istri.“Emang kalau di sini ada yang mengganggu?” tanya Eliana. Dia berjalan dan menarik box khusus buat
Eliana datang ke kantor Bayu. Dia sudah tidak sabar ingin melakukannya. Ah, menyusahkan sekali. Sejak hamil Eliana menjadi sensitif. Dia selalu ingin melakukan hubungan badan tidak tentu waktu. Dia selalu bergairah saat memikirkannya saja. Eliana menyetir sendiri. Padahal dia tidak diperbolehkan oleh Bayu. Tapi karena hasratnya, maka dia membangkang kali ini. Dia sudah sampai di lobi. Semua orang menaruh hormat padanya dan mengucapkan selamat siang.“Pak Han, suamiku ada? Pak Han berada di sini? Memang kemana Rara?” tanya Eliana ketika berpapasan dengan Pak Han di depan pintu lift.“Ibu Eliana? Beliau ada di ruangannya. Rara ada, saya ke sini ada perlu dengan Bapak.” Eliana sedikit tidak suka, sebab dia ingin bermesraan dengan suaminya.“Oh, terima kasih. Mau masuk?” tanya Eliana.“Saya sudah selesai. Mari!” Eliana tersenyum dan langsung ke ruangan suam
“Kita makan siang habis itu nungguin aku rapat. Nggak boleh pulang sendiri. kalau mau pulang, bilang. Nanti biar OB yang nganterin. Janji, ya?” Bayu mencium kening sang istri dan mengajaknya untuk duduk di sofa. Mereka menunggu makanan yang di pesan. Tidak begitu lama ada bunyi bel yang terdengar. Bayu membuka pintu. Ada seorang pengantar pizza. Bayu membayarnya sekaligus memberikann tips utuk lelaki pengantar makanan tersebut.“Sayang, pizzanya.” Bayu mengarahkan pizza itu ke mulut sang istri. Eliana dengan cepat menyambarnya, Bayu menganga. Istrinya begitu lahap menyambar pisa yang ada dari tangannya. Padahal dia paling tidak suka dengan pizza. Tapi hari ini lahap memakannya. Ini sungguh aneh sekali.“Sayang, pelan-pelan.” Eliana tersedak karena makan terburu-buru. Seolah-olah dia dikejar oleh sesuatu. Padahal tidak ada yang menyuruhnya buru-buru.“Ah, habisnya ini enak sekali
Setelah mertuanya datang, maka Bayu menemui istrinya yang sedang menunggu di ruangannya. Lelaki itu berjalan sedikit tergesa-gesa karena istrinya pasti sudah lama menunggu dan jenuh. Bayu membuka pintu ruangannya dan tersenyum ketika mendapati sang istri sudah terlelap di sofa. Dia mengelus puncak kepalanya dan menciumnya sangat dalam. Eliana yang mendapati ada pergerakan yang menyentuhnya terjaga. “Sudah selesai?” tanya Eliana. Suaranya serak khas bangun tidur.“Iya, pulang, yuk? Atau mau jalan-jalan ke mana gitu?” Eliana bangkit di bamtu oleh sang suami.“Kita mampir ke mall sebentar. Sepertinya bahan makanan sudah mau habis. Bi Surti ‘kan sakit. Mama kasihan kalau suruh belanja sendiri.” Bayu mengangguk. Eliana bangkit dan mencuci wajahnya. Tidak lupa menyapukan sedikit make-upke wajahnya yang mulai tembem. Dia menggelembungkan pipinya, hingga terlihat sangat lucu.“Hai,
Miranda di bawa ke sebuah tempat. Stevan menyewa tempat itu. Dia akan tinggal berpindah-pindah saat ini untuk mengelabui petugas kepolisian. “Masuk! Kau sudah berani macam-macam sama aku. Kau akan terima akibatnya, Mira!” Stefan mulai melumat bibir Miranda. Wanita itu menerima saja, kerena memang dia juga merindukan sentuhan Stefan.“Kau mengharapkannya? Aku akan akan mengabulkan dengan gaya yang berbeda malam ini. Berdoa saja esok hari kamu masih bisa berjalan.” Miranda memang selalu bisa menaklukkan hati Stefan semarah apa pun. Dia mengalungkan tangannya. Rasa takut yang tadi menggelayuti bertambah gairah yang tersulut. Dia membalas ciuman Stefan. Lelaki itu yang tadinya ingin memberikan pelajaran pada Miranda ikut terhanyut dalam balutan bibir mereka yang saling terkait dan melumat.Stefan dengan kasar menyobek baju Mira, hingga atasnya terekspose dengan bra warna hitam. Mira berbalik dan menaikkan rambutnya agar S