Eliana datang ke kantor Bayu. Dia sudah tidak sabar ingin melakukannya. Ah, menyusahkan sekali. Sejak hamil Eliana menjadi sensitif. Dia selalu ingin melakukan hubungan badan tidak tentu waktu. Dia selalu bergairah saat memikirkannya saja. Eliana menyetir sendiri. Padahal dia tidak diperbolehkan oleh Bayu. Tapi karena hasratnya, maka dia membangkang kali ini. Dia sudah sampai di lobi. Semua orang menaruh hormat padanya dan mengucapkan selamat siang.
“Pak Han, suamiku ada? Pak Han berada di sini? Memang kemana Rara?” tanya Eliana ketika berpapasan dengan Pak Han di depan pintu lift.
“Ibu Eliana? Beliau ada di ruangannya. Rara ada, saya ke sini ada perlu dengan Bapak.” Eliana sedikit tidak suka, sebab dia ingin bermesraan dengan suaminya.
“Oh, terima kasih. Mau masuk?” tanya Eliana.
“Saya sudah selesai. Mari!” Eliana tersenyum dan langsung ke ruangan suam
“Kita makan siang habis itu nungguin aku rapat. Nggak boleh pulang sendiri. kalau mau pulang, bilang. Nanti biar OB yang nganterin. Janji, ya?” Bayu mencium kening sang istri dan mengajaknya untuk duduk di sofa. Mereka menunggu makanan yang di pesan. Tidak begitu lama ada bunyi bel yang terdengar. Bayu membuka pintu. Ada seorang pengantar pizza. Bayu membayarnya sekaligus memberikann tips utuk lelaki pengantar makanan tersebut.“Sayang, pizzanya.” Bayu mengarahkan pizza itu ke mulut sang istri. Eliana dengan cepat menyambarnya, Bayu menganga. Istrinya begitu lahap menyambar pisa yang ada dari tangannya. Padahal dia paling tidak suka dengan pizza. Tapi hari ini lahap memakannya. Ini sungguh aneh sekali.“Sayang, pelan-pelan.” Eliana tersedak karena makan terburu-buru. Seolah-olah dia dikejar oleh sesuatu. Padahal tidak ada yang menyuruhnya buru-buru.“Ah, habisnya ini enak sekali
Setelah mertuanya datang, maka Bayu menemui istrinya yang sedang menunggu di ruangannya. Lelaki itu berjalan sedikit tergesa-gesa karena istrinya pasti sudah lama menunggu dan jenuh. Bayu membuka pintu ruangannya dan tersenyum ketika mendapati sang istri sudah terlelap di sofa. Dia mengelus puncak kepalanya dan menciumnya sangat dalam. Eliana yang mendapati ada pergerakan yang menyentuhnya terjaga. “Sudah selesai?” tanya Eliana. Suaranya serak khas bangun tidur.“Iya, pulang, yuk? Atau mau jalan-jalan ke mana gitu?” Eliana bangkit di bamtu oleh sang suami.“Kita mampir ke mall sebentar. Sepertinya bahan makanan sudah mau habis. Bi Surti ‘kan sakit. Mama kasihan kalau suruh belanja sendiri.” Bayu mengangguk. Eliana bangkit dan mencuci wajahnya. Tidak lupa menyapukan sedikit make-upke wajahnya yang mulai tembem. Dia menggelembungkan pipinya, hingga terlihat sangat lucu.“Hai,
Miranda di bawa ke sebuah tempat. Stevan menyewa tempat itu. Dia akan tinggal berpindah-pindah saat ini untuk mengelabui petugas kepolisian. “Masuk! Kau sudah berani macam-macam sama aku. Kau akan terima akibatnya, Mira!” Stefan mulai melumat bibir Miranda. Wanita itu menerima saja, kerena memang dia juga merindukan sentuhan Stefan.“Kau mengharapkannya? Aku akan akan mengabulkan dengan gaya yang berbeda malam ini. Berdoa saja esok hari kamu masih bisa berjalan.” Miranda memang selalu bisa menaklukkan hati Stefan semarah apa pun. Dia mengalungkan tangannya. Rasa takut yang tadi menggelayuti bertambah gairah yang tersulut. Dia membalas ciuman Stefan. Lelaki itu yang tadinya ingin memberikan pelajaran pada Miranda ikut terhanyut dalam balutan bibir mereka yang saling terkait dan melumat.Stefan dengan kasar menyobek baju Mira, hingga atasnya terekspose dengan bra warna hitam. Mira berbalik dan menaikkan rambutnya agar S
“Aku memang brengsek karena masuk ke banyak lubang. Tapi itu karena kamu nggak ada. Kamu tahu aku mencarimu. Kenapa kamu bisa bocorkan pada Bayu kalau aku yang menggelapkan uang itu.” Miranda masih terlentang di lantai karena mereka melakukan adegan itu di lantai.“Aku nggak bilang, tiba-tiba mereka memberikan bukti-bukti dan akhirnya mau tidak mau aku mengaku.” Lagi-lagi Stefan membungkam mulut Miranda dengan alat tempurnya.“Aku tidak percaya. Malam ini aku benar-benar akan membuatmu kelelahan.” Dia menaik-turunkan tubuhnya hingga sang raja kenikmatan itu berdiri lagi. Tanpa basa-basi dia memasukkan lagi ke lubangnya. Miranda masih mampu melenguh karena masih merasakan sangat nikmat. Hingga mereka menuju puncak bersama.Stefan terus menggempur Miranda hingga wsanita itu sangat lemas. Entah sudah berapa kali. Dia juga sudah lunglai. Mereka akhirnya tidur di lantai dengan bekas kenikma
Pagi hari Bayu sudah siap berangkat ke kantor. Dia sudah rapi denga jas mahalnya warna hitam. Sebeluim jas itu disematkan di leher, terlebih dulu Eliana menyematkan dasi ke lehernya. “Sayang, kamu jangan terlalu capek. Kalau memang harus get out biarkan saja. Toh kamu masih punya APK banyak.” Bayu mencubit pipi sang istri dan menciumnya.“Pikiran macam apa itu? aku akan berusah sekuat tenaga. Sudah hampir finish. Kau tahu dari siapa?” tanya Bayu. Eliana sudah tahu jika perusahaannya devisit. Dia wanita cerdas. Bahkan tanpa ikut terlibat dia sudah mencari tahu apa sebenarnya yang membuat perusahaan defisit.“Sudah, aku menyayangimu, Mas. Jangan terlalu diforsir. Aku tidak suka.” Eliana sudah selesai mengikatkan dasi dan memakaikan jas mahal keluarganya.“Sayang, sudah selesai. Tinggal satu lagi, karena jauh ke luar pulau jadi mungkin membutuhkan waktu. Jaga mama, Sayang. Pap
Irwan berangkat kerja dengan bangga membawa bekas percintaannya semalam. Dia memasuki ruang prakter rumah sakit.. Asistennya tersenyum melihatnya. “Ada apa, Tia? Senyam senyum?” tanya Irwan saat Tia sang asisten senyam-senyum karena melihat leher dokternya bekas tanda merah yang banyak.“Dok, sengaja atau memang gimana? Cupanggnya kelihatan banget.” Tanya Tia.“Begitulah kalau menikah. Makanya kamu menikah.” Perkataan singkat itu membuat suster wanita itu menutup mulutnya. Dia membayangkan bahwa istri dokternya itu sangat beringas di ranjang. Hingga dia merasakan tubuhnya sendiri bergetar. Tuk ... Dokter Irwan menjentikkan jari di kening Tia.“Jangan kebanyakan mengkhayal. Cepat buka antrian. Kasihan mereka sudah menunggu.” Irwan memulai prakteknya. Ibu muda dengan dres warna ungu dengan belahan dada rendah mulai dengan antrian pertama. Dia nampak cantik dan seksi. Da
“Sudah? Mau nambah nggak?” ucap Irwan. Dia memeluk tubuh ramping sang istri yang kelelahan disampingnya.“Ih, udah ah. Aku mau pulang. Hmmm, nanti mau makan apa? Biar aku masakin. Maksudnya Bi Siti.” Nilam meringis memperlihatkan giginya.“Mandi dulu.apa aja, nggak mau pulang ke rumah? Nanti biar aku suruh asisten untuk tinggal di rumah baut nemenin.” Irwan duduk dan meraih handuk yang ada di gantungan baju. Dia kemudian melemparkan satu ke arah istrinya, dan untuk dia pakai sendiri satu.“Kalau masih di rumah Kakak gimana? Setidaknya aku tidak bolak-balik kalau kamu nggak pulang. Aku nggak enak kalau tinggal dengan orang lain.” Irwan tersenyum. Dia mencium pucuk kepala sang istri.“Kenapa? Kamu nggak mau?” ucap Nilam.“Bukan gitu, tapi siapa tahu kamu mau pulang. Aku nggak masalah mau tinggal di mana saja, y
“Ogah, bye aku tunggu di rumah. cepat selesaikan, cepat pulang. Maka kau akan mendapatkanku seutuhnya. Mau berapa kali? Aku siap terlentang.” Nilam bergelayut manja di leher sang suami.“Ck, ya sudah. Hati-hati. nggak usah ngebut. Tunggu aku, ya? Hmmm, jadinya kapan wisuda?” Irwan memegang pinggang sang kekasih halalnya tersebut.“Bulan depan. Ini sudah selesai tinggal nunggu saja.” Irwan meremas bibir istrinya dengan mulutnya. Lelaki itu memeperdalam lumatannya dengan memegang tengkuknya.“Hati-hati, tunggu aku di rumah. Ini nggak jadi ke mall?” Mat Irwan berkedip-kedip.“Nunggu kamu libur saja. Aku akan menghabiskan uangmu, Dokter Irwan.” Nilam memegang bibir suaminya dengan telunjuknya.“Boleh,” Irwan tersenyum. Dia mencium sekali lagi bibir sang istri kemudian melepaskannya. Nilam menarik tasn