“Apa? Bukankah kamu yang tidurnya ngorok dan berliur? Sudah begitu, jorok lagi nggak gosok gigi kalau mau tidur.” Kami selalu seperti ini saling mengolok. Hari ini, menjadi sejarah setelah sekitar lima tahun kami tidak saling bicara panjang karena terpisah. Sebelumnya, dia yang di luar negeri, sekarang tinggal aku yang selalu ke luar negeri. Aku sungguh merindukannya, semoga kebahagiaan yang kuberikan padanya bisa membuat keabadian.
***Meyyis***
POV AUTHOR
Elsa dan mamanya kalang kabut karena sudah satu bulan mencari Ajisaka tidak ketemu. Sabrina seperti orang gila menangis meraung-raung. Elsa memeluknya erat, ikut menangis dan sedih. “Ma, sudahlah. Papa memang tidak mencintai mama lagi. Tolong jangan begini,” tangis Elsa.
“Mas Aji hanya mencintaiku, aku tidak akan membiarkan dirinya pergi. Elsa, aku tidak akan.” Sabrina menangis tersedu-sedu.
“Ya Tuhan, bagaimana bisa begini.” Elsa kepayahan menenang
Terbayang kembali saat-saat menyenangkan bersama Shasha. “Kakak, bunga ini untukmu. Selamat sudah lulus.” Saat lulus SD, Shasha kecil menyambutnya turun panggung, memberikan bunga dan mencium pipinya. Betapa saat itu mereka sangat akrab. Hanya karena hasutan dari Mama Sabrina, selama ini Elsa menjadi jahat pada Shasha. ***Meyyis*** POV Shasha. Bagai terlahir kembali. Kebahagiaan melingkupiku. Kali ini, dengan seluruh hati yang sudah dalam terpaut dengan keluarga ini, aku datang ke balkon untuk mengucapkan selamat pagi pada dunia. Ini bukan kali pertama aku harus menginap di rumah ini. Saat dulu kami masih sama-sama kecil, sellau bersama bermain, walau setelah mama dan papa papa bercerai, tidak pernah sekali pun datang ke sini. Aku mengingat semuanya, kami sering sekali bersama dan berebut mainan. “Kenapa bengong di sini?” Davin menyusulku di balkon. “Tidak apa-apa, sepertinya, perasaan ini dulu pernah terjadi sebelumnya.” A
Ternyata, emosi memang tidak boleh. Bahagia yang terlalu juga mengganggu, apalagi sedih. Aku berlari masuk ke dalam kamar, menjatuhkan diri. “Au!” Kepalaku terantuk headboard. Sakit banget, aku usap-usap karena terasa pusing. Namun, hal itu tidak memudarkan senyumku. “Oh, Davin. Aku sungguh gila.”***Meyyis***POV DAVIN“Kenapa bengong di sini?” Aku mencarinya beberapa waktu, ternyata belahan jiwaku ini berada di sini dan sedang merenung. Di bawah sinar rembulan ini, wanitaku itu menjadi sangat manis dan cantik. Betapa anugerah ini tidak pernah dapat aku hindari.“Tidak apa-apa, sepertinya, perasaan ini dulu pernah terjadi sebelumnya.” Dia memandang lepas ke arah langit yang kali ini membiru. Suasana pagi ini sangat cerah secerah hatiku yang kini merekah karena mendapatkan barkah dari cinta yang sudah terkait.“Kamu sudah mengingatnya? Di pohon itu dulu kita sering bermai
Rasa manis lumatan masih membasahi bibir ini. Kami saling melepaskan tautan, setelahnya saling mengikat lebih dalam.“Tidurlah, sudah malam. Aku takut kebablasan kalau bersamamu semalaman.” Aku mengingat kembali momen yang lain semalam, yang juga sama hebatnya ciuman kami.***Meyyis***POV AuthorElsa tidur di lantai. Tubuhnya menggigil, sedangkan Sabrina seperti orang ketakutan di pohok kamarnya. Wanita itu baru saja terbangun dari tidurnya karena suara petir yang menggelegar. Sabrina memeluk lututnya di pojokan sampai pagi menjelang.Elsa bangun sudah pukul delapan. Setelah membuka mata, wanita itu langsung memandang ke arah ponselnya. Sekretarisnya sudah meneleponnya tiga kali. Wanita itu memanggil kembali ke nomor ponsel wanita itu. “Aku tidak masuk hari ini. Kepalaku pusing. Jika ada yang penting, ke rumah saja,” ucap Elsa.“Baik, Nona. Saya akan sampaikan pada investor bahwa Anda tidak hadir hari ini
Elsa terduduk di lantai dengan air yang membanjiri kepalanya. Sudah sekitar satu jam, Elsa berada di bawah guyuran air shower.Elsa keluar dari kamar mandi. Wanita itu mengenakan baju selutut. Bahkan, Elsa tidak lagi memoles wajahnya.***Meyyis***POV AuthorElsa akan menemui Rara untuk memohon agar papanya dibolehkan untuk bertemu sang mama sekali saja. akan tetapi, wanita itu tidak tahu di mana mereka berada. Elsa datang ke kantor Davin pagi sekali, bahkan lelaki itu belum datang ke kantor. Wanita berambut curly tersebut menunggu di lobi.Tidak berapa lama, Davin datang bersama dengan Shasha. “Sha, aku ada perlu sama kamu,” ucap Elsa.“Katakan sekarang kalau mau bicara,” ucap Davin.“Ini urusan keluarga, jadi aku mohon biarkan kami bicara berdua.” Elsa masih punya malu untuk membicarakan masalah keluarganya kepada orang lain.“Bicara di depanku, atau tidak sama sekali!” Davin eb
“Aku bisa mengerti, terima kasih kamu mau membantuku. Aku benar-benar menyesal sudah pernah menyakitimu. Aku menyesal.” Elsa memeluk Shasha dengan penuh kelembutan. Shasha tahu jika suatu hari nanti ini akan terjadi, kakaknya akan kembali. Dirinya yang lembut, tidak pernah sedetik pun membenci sang kakak.***Meyyis***POV Shasha.Pagi ini terasa sangat lelah. Semalam tidurku tidak nyenyak. Aku sendiri tidak mengerti, seharusnya tidak seperti ini. Saat semua berjalan lancar, harusnya bahagia menyelimuti dan bisa tidur sangat nyenyak. Akan tetapi, nyatanya tidak. Hingga berefek letih dan lesu. “Nona Shasha, ada yang mencari Anda,” tutur salah satu satpam kepadaku.“Saya?” ulangku sambil menunjuk pada diriku sendiri.“Iya, Nona. Siapa, Pak?” Satpam tersebut menunjukkan ke arah resepsionis, di ruang tunggu. Mataku menyapa sesosok yang sangat kukenal. “Elsa?” batinku. Kami sedikit berjala
Elsa memeluku dengan penuh kelembutan. Aku tahu, suatu hari nanti dia akan kembali. Pelukan ini yang dulu kurasakan. Pelukan ini, yang selalu kunantikan kembali. Terima kasih Tuhan, sudah membawa kakakku kembali.***Meyyis***Pov Davin.Aku tersenyum melihat kebaikan kekasihku itu. Inilah, mengapa aku tidaj bisa mengganti dirinya dengan orang lain. Terlalu lembut wanita ini untuk digantikan. Tidak berapa lama, Shasha masuk ke ruangannya. Aku memilih untuk pura-pura tidak mengetahui kejadian dirinya dan Elsa.“Kamu sudah di ruangan? Tolong bawakan berkas untuk rapat dengan pemegang saham hari ini,” titahku. Aku tidak akan bertanya apa pun, jika dirinya tidak menceritakan semuanya.“Baik,” ucapnya di sambungan telepon. Suara ketukan terdengar, hingga aku menyuruh sang pengetuk untuk masuk. Terlihat kekasihku itu membawa map hitam kemungkinan berisi berkas yang kuminta. Senyumku menyambutnya, tapi hanya segaris dirinya&nb
“Mau balapan sama aku?” tanyaku karena memang datang sendiri.“Di dalam ada Ramon. Sepertinya sepadan denganmu. Dia juga sedang kesal sepertinya.” Aku sedikit tersenyum mendengar ada seorang teman yang dapat diajak duel saat ini.Aku melangkah ke ruang ganti. Terlihat Ramon sudah berganti kostum. Kini, giliranku untuk berganti pakaian.***Meyyis***POV Shasha.Aku mengikuti Kak Elsa ke rumah. Masih sama seperti dulu, ketika kami pergi dari rumah itu. Aku memejamkan mata, mengingat betapa saat itu sangat dramatis. Aku dan mama diusir oleh papa karena perintah dari Mama Sabrina. Dadaku bergetar, tangan gemetar. Akan tetapi, saat ini Mama Sabrina di dalam sana sedang membutuhkan kami.Kami menjejaki lantai marmer, hingga sampai di kamar utama. Aku memejamkan mata sebelum akhirnya Elsa membuka pintu kamar tersbut. Mama Sabrina hanya ketakutan di pojok, membuat air mataku mengalir deras. “Ma, Shasha
“Sudah, sudah tidak apa-apa, ayo kembali. Nanti aku ceritakan.” Untung saja, Davin mau mendengarkanku. Aku menutup pintu mobil setelah Davin mau masuk ke dalam. Ia sedang emosi, biarkan kali ini aku yang menyetir. Davin masih terlihat penasaran. Biarkan saja, nanti saat sampai di kantor baru aku jelaskan. Aku hanya tersenyum melihat dirinya sudah mirip langit mendung.***Meyyis***POV Davin“Kamu di sini?” tanya Shasha. Aduh aku ketahuan, pdahal tadinya hanya ingin melihatnya dari arah jauh, untuk berjaga-jaga kalau Elsa menyakitinya.“Aku kebetulan lewat, lihat mobilmu berhenti saja. sudah selesai?” tanyaku pura-pura. Semoga saja, dirinya tidak menyadarinya.“Sudah.” Ia berusaha tersenyum, ah memang kekasihku itu pandai menyembunyikan keluhannya. Pasti Elsa sudah menganiayanya. Kapan kamu akan sedikit jahat sama kakak tirimu itu? Sbenarnya terbuat dari apa hatumu? Hingga bisa mema