“Sayang, kok cemberut mulu dari tadi? Bisa meminta tolong ikatin dasi nggak?” Bayu sampai meminta. Biasanya, dengan manja Eliana sudah siap mengikatkan dasi. “Jangan cemberut macam itu, nanti cantiknya ilang lho.” Bayu mencoba merayu sang istri.
“Oh, gitu? Pantesan aja hepi-hepi dengan mantan. Aku baru tahu kamu mempertahankan dia karena masih kesengsem sama dia ;kan?” Bayu tidak baru ngeh arti kemarahan Eliana.
“Sayang, kok jadi ngelantur? Ya mana mungkinlah? Aku hanya kasihan, lagi pula dia udah ngasih tahu banyak banget informasi tentang Stefan dan kecurangannya.” Eliana tertawa mengejek.
“Sungguh polos kamu, Mas.” Eliana langsung meraih ponselnya dengan kasar. “Lihat baik-baik! ini yang kamu inginkan, Mas? Hah? Jawab aku!” Bayu melihat vidio itu. dia tidak percaya dan berulang kali melihat ke arah vidio dan Eliana secara bergantian.
Eliana meminta sang suami untuk diantar pergi ke mal. Dia akan membeli perlengkapan bayi. Sebagai suami yang baik, sudah tentu Bayu menurutinya. Mereka mulai menyusuri mal itu. bayu padahal sudah memakai kaca mat dan topi.tapi ternyata masih saja pada mengenali. “Wow, Bang Bayu, ya? Kok nggak pernah narik lagi?padahal pelanggan dan viewernya sangat banyak. Mengapa bagai ditelan bumi.” Seorang wanita menghentikannya.“Mungkin kebetulan aja, Mbak. Maaf, Mbake salah orang.” Bayu mencoba menghindar dari wanita itu. Namun sia-sia. Wanita itu kekeh pada pendiriannya.“Aku tidak mungkin salah, Mas. Aku tahu itu kamu. Aku berlangganan ‘kan udah lama?” kata yang satunya lagi.“Maaf, ya? Saya harus menemani istri saya. Sayang ....” Bayu berlari mengejar Eliana.“Terus aja begitu? Kesenengen kalau banyak yang ngejar.” Bayu menggeleng.&nbs
Sebelum tepuk gemuruh menghilang, Bayu mengajak istrinya turun panggung. Mereka tidak jadi belanja. Bayu malah mengajak sang istri ke pantai. Suara debur ombak selalu menenangkan mereka. Karena debur ombak pantai yang menyatukan mereka dulu. “Sayang, jangan pernah ragu sama cintaku. Walau diakui kita dijodohkan, aku mencintaimu sangat dalam Eliana.” Bayu memeluk pinggang sang istri posesif.“Tapi aku cemburu, kamu selalu baik pada banyak wanita. Kau anggap aku apa?” Eliana tiba-tiba menangis tersedu. Bayu melepaskan pelukannya kemudian meraih pipi sang istri.“Hai, Cinta. Kok malah nangis? Aku tahu, itu artinya kamu pinter milih suami. Karena aku digemari. Hahaha, enggak bercanda. Sayang, kita tidak bisa menyuruh orang untuk berhenti menyukai atau mulai menyukai. Yang pasti, ini bukan pertama kalinya orang lain mengerumini kita. Sayang, sekali lagi Mas tegaskan. Aku hanya mencintaimu. Ini buktinya. Jadi, stop ma
Bayu mengajak istrinya pulang setelah perhelatan panas semalam. Mereka sudah berdamai. Kurang dari dua kali dua puluh empat jam, Stefan dan Miranda sudah di tangkap. Kali ini tidak ada ampun kepada mereka. Setelah ngedrop istrinya pulang, dengan seluruh emosi Bayu mendatangi penjara.“Pak Bayu, silakan. Buruan telah tertangkap,” ucap Wisnu sebagai kepala humas di kepolisian tersebut.“Stefan, kau sungguh menyedihkan! Rasa irimu membuatmu teraniaya begini. Salah apa aku sama kamu, hah? Sehingga kamu berkali-kali ingin mencelakakanku?” Di depan penjara itu Bayu meluapkan emosinya.“Salah apa? Salahmu adalah anaknya ibumu. Kamu tahu, ayahku tergila-gila pada ibumu hingga mengabaikan mama sampai meninggal,” rutuk Stefan.“Salahkah ibu kalau papamu mencintainya? Tapi nyatanya ibu nggak ernah meladeni. Lalu apa salahnya? Kamu terlalu picik, Stefan. Kita tidak perna
Bayu menyetir mobil dengan sedikit melambat. Hatinya sangat kacau sekarang. Perasaannya berantakan tidak karuan. Setefan adalah sahabat yang paling dicintainya. Tapi menjadi begini. Hati Bayu terasa porak-poranda. Dia ingin mengalah dengan Stefan dan membiarkan dia berkeliaran tanpa hukuman. Tapi rupanya Stefan tidak mengerti. Dia malah membahayakan Eliana. Sungguh sebuah kebingungan yang tidak bisa dipilihnya. Suara dering ponsel membuatnya kembali ke “Sayang, kamu di mana?” Eliana meneleponnya.“Di jalan, Cinta. Sebentar lagi Mas pulang.” Eliana memutuskan sambungannya setelah mengetahui suaminya mau pulang. Bayu sedikit mempercepat laju kendaraannya. Istrinya selalu bisa membuatnya tenang. Lelaki itu akhirnya masuk ke garasi rumahnya. Setelah mematikan mesin kendaraanya, Bayu masuk ke rumah. Terlihat Irwan dan Nilam sedang bercengkrama dengan Agung dan juga istrinya.“Bayu, dari ma
Sidang pertama Stefan dan Miranda digelar. Bayu dan keluarga datang. Sesungguhnya Bayu tidak tega melihat Stefan dalam keadaan begitu. Seperti apa pun jahatnya Stefan, dia adalah tangan dewa yang pernah menyelamatkannya. “Stefan,” panggil Bayu ketika Stefan keluar dari kursi pesakitan.“Kenapa? Mau menertawakan aku? Aku mungkin hanya seorang pecundang, tapi aku bukan seorang yang menusuk sahabat dari belakang.” Stefan berlalu saja. Eliana menepuk pundah Bayu agar lebih tenang. Demikian juga dengan Agung.“Papa mengerti sakitnya kamu, Bay. Tapi bagaimana pun kamu berusaha, tetap saja dia akan salah paham. Biarkan waktu yang akan membawa kesalah pahaman ini menjadi berarah ke mana.” Lelaki yang berambut mulai memutih itu mengajak Bayu untuk pulang. Ke kantor juga percuma karena memang sudah tidak mood lagi. Di kantor ada sekretaris yang menghendle semua pekerjaan. Biarlah mengabari jika ada perlu.
Stefan berhenti sebentar melihat Bayu dan keluarganya saat akan pulang ke rutan. Dia melirik tajam ke arah mereka. Hatinya penuh dengan rasa dendam yang kian berkobar-kobar. Mata membunuhnya seolah siap merobekkan semua yang dia pandang. Beberapa detik kemudian, dengan tangan yang masih terborgol dia ditarik oleh petugas berseragam sipir dan beberapa polisi yang menjaganya dengan senjata lengkap dan seluruh peralatan seperti Stefan adalah seorang penjahat kelas wahid.Stefan langsung didorong ke dalam mobil tahanan. Hati Stefan miris dan menertawakan dirinya. Dadanya semakin panas saat melihat Bayu menggandeng Eliana masuk ke dalam mobil mewah. “Seharusnya aku, Bayu yang di sana. Kamu memang brengsek seberengsek-brengseknya. Aku membencimu!” Stefan diam saja sampai kantor tahanan. Dia sudah dimasukkan ke selnya. Lelaki itu menatap nyalang ke arah kepergian petugas yang sudah kembali mengunci pintu penjara itu.Lelaki dewasa itu m
Bayu mondar-mandi di depan ruang bersalin. Dia bingung, mau ikut masuk tapi takut. Tidak ikut, tapi kasihan. Bayu melongok ke dalam seolah-olah dapat terlihat dari pintu itu. “Bayu, Eli memanggilmu.” Bayu gemetar masuk ke ruangan itu.“Mas, kamu ke mana aja? Aku mau melahirkan.” Bayu tersenyum yang terkesan dipaksakan. Dia duduk di samping istrinya dan menggenggam tangannya.“Nyonya, sudah merasa mau buang air besar?” tanya dokter.“Iya, apa aku harus ke kamar mandi?” tanya Eliana.“Tidak usah, ayo mengejan saja. Biarkan feces ikut keluar nanti kami yang membersihkan. Ayo dorong!” Eliana mengejan, bersamaan dengan itu dia menjambak rambutnya Bayu dengan sangat kuat.“Aaa!” Bukan suara Bayu melainkan suara Eliana yang terdengar.“Bagus, ayo brnapas dulu. Tarik napas panjang, mengejan
Bayu merasa matanya mengantuk karena memang suah malam. Keluarga semua sudah pulang, tinggal dia yang menjaga. Padahal malam ini Irwan juga jaga malam. Kesepian di kamar itu membuatnya mengantuk. Baby twin juga sudah dialihkan ke inkubator. Tinggalah Bayu seorang menemani Eliana yang masih terpejam. Dia mamandang nyalan ke arah tangan Eliana. Satu tangan dialiri darah, yang satunya lagi infus. Bayu mengusap anakan rambut Eliana yang tidak teratur lagi.Bayu menaikan temperatur ruangan itu agar istrinya tidak terlalu kedinginan. Dia menarik selimut sang istri agar sampai ked leher. Satu ciuaman mendarat di kening sang istri yang hari ini begitu heroik berjuang untuk kedua jagoannya yang sudah nyenyak dengan balutan kain bedong. Satu warna biru dan satu lagi warna merah dengan boneka dan juga buah-buahan seakan menempel menjadi lucu dan terlihat menyenangkan.“Sayang, aku mengantuk,” ucap Bayu. Dia berkali-kali menguap. Ucapannya t