Sidang pertama Stefan dan Miranda digelar. Bayu dan keluarga datang. Sesungguhnya Bayu tidak tega melihat Stefan dalam keadaan begitu. Seperti apa pun jahatnya Stefan, dia adalah tangan dewa yang pernah menyelamatkannya. “Stefan,” panggil Bayu ketika Stefan keluar dari kursi pesakitan.
“Kenapa? Mau menertawakan aku? Aku mungkin hanya seorang pecundang, tapi aku bukan seorang yang menusuk sahabat dari belakang.” Stefan berlalu saja. Eliana menepuk pundah Bayu agar lebih tenang. Demikian juga dengan Agung.
“Papa mengerti sakitnya kamu, Bay. Tapi bagaimana pun kamu berusaha, tetap saja dia akan salah paham. Biarkan waktu yang akan membawa kesalah pahaman ini menjadi berarah ke mana.” Lelaki yang berambut mulai memutih itu mengajak Bayu untuk pulang. Ke kantor juga percuma karena memang sudah tidak mood lagi. Di kantor ada sekretaris yang menghendle semua pekerjaan. Biarlah mengabari jika ada perlu.
Stefan berhenti sebentar melihat Bayu dan keluarganya saat akan pulang ke rutan. Dia melirik tajam ke arah mereka. Hatinya penuh dengan rasa dendam yang kian berkobar-kobar. Mata membunuhnya seolah siap merobekkan semua yang dia pandang. Beberapa detik kemudian, dengan tangan yang masih terborgol dia ditarik oleh petugas berseragam sipir dan beberapa polisi yang menjaganya dengan senjata lengkap dan seluruh peralatan seperti Stefan adalah seorang penjahat kelas wahid.Stefan langsung didorong ke dalam mobil tahanan. Hati Stefan miris dan menertawakan dirinya. Dadanya semakin panas saat melihat Bayu menggandeng Eliana masuk ke dalam mobil mewah. “Seharusnya aku, Bayu yang di sana. Kamu memang brengsek seberengsek-brengseknya. Aku membencimu!” Stefan diam saja sampai kantor tahanan. Dia sudah dimasukkan ke selnya. Lelaki itu menatap nyalang ke arah kepergian petugas yang sudah kembali mengunci pintu penjara itu.Lelaki dewasa itu m
Bayu mondar-mandi di depan ruang bersalin. Dia bingung, mau ikut masuk tapi takut. Tidak ikut, tapi kasihan. Bayu melongok ke dalam seolah-olah dapat terlihat dari pintu itu. “Bayu, Eli memanggilmu.” Bayu gemetar masuk ke ruangan itu.“Mas, kamu ke mana aja? Aku mau melahirkan.” Bayu tersenyum yang terkesan dipaksakan. Dia duduk di samping istrinya dan menggenggam tangannya.“Nyonya, sudah merasa mau buang air besar?” tanya dokter.“Iya, apa aku harus ke kamar mandi?” tanya Eliana.“Tidak usah, ayo mengejan saja. Biarkan feces ikut keluar nanti kami yang membersihkan. Ayo dorong!” Eliana mengejan, bersamaan dengan itu dia menjambak rambutnya Bayu dengan sangat kuat.“Aaa!” Bukan suara Bayu melainkan suara Eliana yang terdengar.“Bagus, ayo brnapas dulu. Tarik napas panjang, mengejan
Bayu merasa matanya mengantuk karena memang suah malam. Keluarga semua sudah pulang, tinggal dia yang menjaga. Padahal malam ini Irwan juga jaga malam. Kesepian di kamar itu membuatnya mengantuk. Baby twin juga sudah dialihkan ke inkubator. Tinggalah Bayu seorang menemani Eliana yang masih terpejam. Dia mamandang nyalan ke arah tangan Eliana. Satu tangan dialiri darah, yang satunya lagi infus. Bayu mengusap anakan rambut Eliana yang tidak teratur lagi.Bayu menaikan temperatur ruangan itu agar istrinya tidak terlalu kedinginan. Dia menarik selimut sang istri agar sampai ked leher. Satu ciuaman mendarat di kening sang istri yang hari ini begitu heroik berjuang untuk kedua jagoannya yang sudah nyenyak dengan balutan kain bedong. Satu warna biru dan satu lagi warna merah dengan boneka dan juga buah-buahan seakan menempel menjadi lucu dan terlihat menyenangkan.“Sayang, aku mengantuk,” ucap Bayu. Dia berkali-kali menguap. Ucapannya t
Hari ini Eliana dan bayinya boleh pulang. Sambutan yang meriah bagi mereka untuks ampai di rumah. Pesta penyambutan dengan tumpeng dan juga banyak makanan dengan menundang anak-anak yatim seperti keinginan Bayu sudah berjejer. Tentu dengan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat. Suara salawat yanabi salam mengalun dari mulut mungil anak-anak kecil itu. Bayu menggendong kedua anaknya tangan kanan dan kiri. Nama akan diumumkan bebarengan dengan lepas pusar nanti. Sebenarnya Bayu sudah memiliki nama, tapi nanti saja ngumuminnnya. Dia sudah memiliki rencana untuk istrinya dan bayinya.Wajah-wajah ceria anak-anak itu tergambar jelas. Suara terbangan dari tangan-tangan mungil itu membuat Bayu menyunggingkan senyuman. Dia membawa kedua jagoannya melewati mereka. Kemudian berakhir di depan dan beebrapa adat Jawa dengan ditaburi beras yang dicampur kunyit. “Anak-anak, terima kasih.” Hanya itu yang diucapkan Bayu. Setelah ramah tamah, maka anak-anak i
Pagi hari baby twin sudah tertidur lelap. Eliana juga tertidur karena merasakan sangat lelah. tapi Bayu harus rapat pagi ini. dia mencium kening kedua bayinya kemudian istrinya secara bergiliran. Setelah itu, lelaki jangkung itu pergi dari kamarnya. Letih rasanya. Baru dua hari menjadi ayah sudah merasa sangat payah. Dia mulai sdar, bahwa memang seperti itu payahnya mengasuh anak.Di kantor, dia berusaha konsentrasi walau badannya sebenarnya sangat terasa remuk. Berkali-kali dia mengulat untuk membuat pinggangnya lebih baik. “Pak, apakah memerlukan sesuatu?” ucap Sasa.“Ah, tidak, Sa. Biar saya bikin sendiri kalau nanti merasa ingin meminum sesuatu.” Bayu lebih hati-hati sejak Miranda mengerjai dia dengan obat tidur. Dia tidak percaya dengan siapa pun. Dia memijit kepalanya yang berdenyut karena kurang tidur. Lelaki kuning langsat itu menutup pintu ruangannya dan menguncinya. Dia tidur untuk sementara. Demi apa pun sa
Bayu keluar dari kantornya. Dia memilih mengajak Pak Yono untuk menyetir. Tubuhnya sangat letih bahkan demam. Dua hari mengasuh baby twin membuatnya kurang tidur. Bayu memanfaatkan waktu sebaik mungkin untuk membuat tubuhnya tidak tepar. Tapi ternyata tepar juga. Lelaki tiga puluh lima tahun itu pulang dengan lemas. “He, ayah sudah pulang.” Eliana mencoba duduk walau masih sedikit nyeri.“Hai jagoan ayah,” sapa Bayu. Dia mencium kening kedua putranya kemudain bibir sang istri. Elaina mengerutkan keningnya. Pasalnya, saat Bayu menciumnya terasa panas.“Ayah sakit?” Eliana meraih ponselnya menelepon Nilam yang ada di kamarnya. Telepon tersambung, terdengar suara menyapa.“Ada pa, Kak.” Nilam baru saja mandi saat Eliana bicara.“Suamimu pulang jam berapa? Mas Bayu demam.” Bayu melepas jasnya dan meletakkan di keranjang pakaian kotor. Dia hanya
Eliana memaksakan diri untuk bangun ketika putranya menangis. Dia menggendong baby pertama keluar dari kamar agar suaminya bisa tidur. Mamanya Bayu tergopoh menghampiri. “Dia rewel? Kayaknya kerasa kalau ayahnya sakit. Sebaiknya boxnya bawa ke kamarnya saja. Ibu akan menemanimu biar suamimu tidur.” Eliana mengangguk.“Mbak Mia dan Mbak Dira, tolong bantu Nyonya mendorong box ke kamar bayi.” Mereka memang dipersiapkan Bayu untuk membantu Eliana walau sebenarnya juga malah keluarga yang banyak mengurus baby twin. Mereka mendorong box ke kamar sebelah. Sedangkan kembar ke dua digendong oleh Dira.“Terima kasih, Mbak.”“Sama-sama, Nyonya.” Wanita berpakaian putih-putih itu duduk di samping box bayi dan meletakkan baby ke dua ke dalam box.“Bu, biasanya berapa hari pusarnya lepas?” ucap Eliana sambil menggoyangkan tubuhnya.&
Stefan menajamkan matanya. Seorang sahabat yang masih setia sama dia datang menjenguknya. Stefan sejujurnya merasakan sangat malu dengan keadaannya. Tapi sudah tidak ada lagi waktu dan tempat untuk sebuah rasa malu. Nyatanya, dia tetap tidak bisa bersembunyi dari dunia. Bahwa tubuhnya selalu dalam kungkungan karena kejahatannya. Namun hal itu tidaklah membuat dirinya jera. Stefan justru semakin menjadi.Lewat tangan temannya itu, Stefan meminta tolong untuk mencelakai Bayu dan keluarganya. Selain dendam dengan Bayu, Stefan juga marah dengan Agung. Lelaki itu marah dengan mertuanya Bayu itu karena ingin naik pangkat menjadi CEO tapi gara-gara suara satu orang tersebut maka gagal.Padahal jika mau disimpulkan, Stefan salah sendiri. Dia tidak mumpuni. Bagaimana bisa dia naik menjadi CEO yang bertanggung jawab semua secara sinegi, jika meneger saja dia telah gagal. Stefan duduk di jabatan itu karena menggantika papanya. Sebenarnya, dia belum sia