“Shasha betul, Tante. Dia sudah hafal untuk merawatku, hingga ingin segera meresmikan.” Keringat mulai membanjiri tubuhnya. Persis saat aku melamarnya dulu. Ada apa ini? Baiklah, sepertinya memang dia butuh psikiater. Tidak, sebentar lagi pasti akan gemetar.
“Sebentar aku ke toilet.” Dia beranjak. Aku telah membuat kesalahan. Tapi, setidaknya mengerti ketidaknormalannya. Selepas dari sini, aku akan memaksanya untuk ketemu dengan psikiater.
***Meyyis***
POV DAVIN
“Tan, aku akan bawa Shasha ke psikiater. Apakah tante mengijinkan?” Tante Rara memejamkan mata. Aku tahu, berat bagi seorang ibu menerima kenyataan anaknya tidak baik-baik saja.
“Iya, silakan. Nak Davin, pernikahan aku dan papanya tidak berjalan dengan baik. Aku tidak menyangka jika Mas Aji akan meninggalkan kami dengan cara begitu. Semua ini pukulan yang sangat telak untukn
“Semoga perkataan mama terwujut. Ada banyak hal, yang membuat dia belum bersedia menikah denganku.” Memikirkan hal itu, aku sangat sedih. Bukan hanya bersedih karena dia tidak mau menikah denganku, terlebih karena alasannya. Betapa luka yang dirasakan Shasha sangat dalam, sehingga sampai menimbulkan rasa trauma yang tidak dapat dijangkau oleh akalnya. Ternyata, tidak dapat dia menyembuhkan dirinya sendiri. Sudah puluhan tahun sejak saat itu, tapi tidak juga dapat terlupakan.***Meyyis***POV ShashaMalam menjelang. Aku harus bangkit, karena esok hari juga harus bekerja. Mungkin, malam ini akan tinggal di rumah mama saja. Aku kangen memeluknya saat tidur. Tentu, harus pamit dengan Davin. Dia akan menungguku kalau tidak diberi tahu.“Aku mau nginap di rumah mama, bolehkan?” Aku menemuinya di teras.“Tentu saja boleh. Besok aku jemput kalau begitu. Suda
“Dia sudah lebih rapi.” Tersusun bagus dan rapi. Baju dan stelan, setelah itu … bagian dalaman. Pagi-pagi, melihat dalaman miliknya, otakku sudah traveling ke mana-mana.“Hus, hus, hus … gila! Hanya lihat beginian saja, Sudah membuat aku on. Memang tidak bisa lebih lama lagi. Semoga, terapinya segera akan berhasil. Sha, jangan hukum aku.”***Meyyis***POV SHASHAPagi menjelang, aku sudah bangun untuk membersihkan diri. Mama juga sudah bangun membuatkan sarapan untukku. Wanita itu, walau kesehatannya sudah memburuk, tapi bandel saja tidak mau istirahat. Kali ini, membuatkanku bubur mutiara. Sungguh repot, tapi dia terlihat sangat bahagia. Tidak lama, suara mobil datang dan berhenti tepat di depan rumah. Senyumku mengembang, semoga mama tidak menyadari.“Ma, aku lihat dulu.” Kakiku melangkah keluar. Davin sudah rapi dengan ste
“Ah, iya. Maafkan saya, Tante. Lain kali akan datang lagi. Jangan lupa masak yang enak, ya? Sang permaisuri sudah pasang tanduk.” Mereka tertawa lagi, membuatku mencibikkan bibir. Kami berjalan beriringan menuju ke mobil. Tidak seperti biasa, dia mengganti pengharum mobil? Ini wangi jeruk kesukaanku, yang Davin tidak suka. Kenapa? Aku bangkit dan bermaksud akan mengganti pengharum ruangan.“Jangan diganti, aku mulai menyukainya.” Aku mngerutkan kening. Ada apa dengannya? Biasanya juga tidak suka. Tapi biarlah, setidaknya aku bisa duduk tenang dan relaksasi.***Meyyis***POV SHASHAKami sudah sampai di kantor. Keningku berkerut, melihat Elsa ada di sana. Mau apa dia? Tapi bodo amat, biarkan saja dia mau ngamuk juga tidak akan kupedulikan. Langkah kakiku terus menapaki ubin yang berjejer rapi. “Oh, memang ibu dan anak sama saja. Seleramu tinggi juga. Setelah pengacara tidak kesamp
“Kamu yakin tidak ada apa-apa? Davin pasti memiliki rasa padamu. Kalau tidak, mana mungkin?” Aku hanya tersenyum. Dia memang benar, tapi bukan sekarng harus diketahui public hubunganku. Kalau Rani sudah tahu, dia pasti akan keceplosan dan seluruh kantor pasti akan tahu. Belum saatnya mereka tahu. Lagi pula, aku tidak bisa memberi kepastian pada hubungan ini. Tidak menutup kemungkinan jika orang tuanya akan menyuruhnya menikah dengan orang lain, jika ternyata aku tidak mampu menjadi Nyonya Davin.“Yah, malah melamun. Dengar, ye? Kalau besok lagi dia berbuat begitu? Jangan tanga, aku akan meremas rambutnya.” Masih saja, Rani belum move on dari kejadian pagi tadi.***Meyyis***POV DAVIN.Kenapa belum sampai? Aku tanya sendiri dalam hatiku. Langkah kaki menuju ke lobi menyusulnya. Tapi … tunggu! Bukankah itu Elsa? Apa yang dilakukannya? Dia pasti mengganggu Sh
“Sukses. Hanya saja, aku tidak yakin papa mama menerima dari latar belakang dia.” Tanganku menepuk pundaknya untuk memberikan semangat. Aku yakin papa akan mengerti, demikian juga dengan mama. Bukankah mereka berdua memang selalu mendukung apa pun yang kami lakukan?***Meyyis***POV DAVIN“Kamu sendiri, bagaimana dengan Shasha?” tanya Devan. Aku menggeser tubuh sehingga bisa dekat dengannya. Kami saling berdekatan memandang jauh kea rah senja yang mulai tertutup dengan awan hitam sehingga menggelap.“Masih sama, besok mau aku jebak untuk ketemu dengan dokter. Dia sakit, Van. Harus dibawa ke ahlinya. Bicara tentang pernikahan akan membuat dia bereaksi hebat, bahkan sampai pingsan. Sepertinya, perceraikan orang tuanya mmebuat syock.” Devan tampak mengerti. Tangannya hangat menyentuh pundakku. Aku tersenyum memberikan tanda bahwa aku baik-baik saja. walau telah
“Kamu tidak nginep?” Aku menggeleng mendengar pertanyaan dari mama.“Shasha sendirian di rumah, Ma. Kasihan.” Mama menganguk mendengar alasanku. Akhirnya, aku berjalan menuju ke arah mobil untuk pulang ke rumah.***Meyyis***POV ShashaAku sampai di rumah, tapi Davin tidak ada. Kemana dia? kenapa jadi posesif? Tidak seharusnya aku kepo urusannya. Bairkan saja, lebih baik mengurus baju-bajunya. Sepertinya tukang loundri sudah menyelesaikan pekerjaannya. Baiklah, lepaskan baju, berganti dengan gaun santai.Aku bersenandug lirih sambil mendorong troli pakaian. Sudah sampai di kamar Davin. Pakaian yang dilipat kuletakkan di lemari kecil, termasuk pakaian dalam. sedangkan jas dan kemeja di lemari besar digantung. Timbul hasrat untuk berdendang sambil sedikit bergoyang.“Sudah selesai?” Terdengar sebuah suara. Kaget, hingga hampi
“Terima kasih, aku tidak bisa melakukannya tanpamu.” Davin memajukan wajahnya, aku tahu endingnya. Tanganku mencegahnya.“Jangan sekarang,” pintaku.***Meyyis***POV DAVINPagi ini aku sudah rapi. Terlihat, sarapan sudah berada di atas meja. Kemana dia?“Sha! Kamu sudah siap?” Hening, tidak ada suara. Kemana wanita itu? Kakiku berlari menuju tangga untuk menengok kamarnya. Tangaku menekan handle untuk masuk ke kamarnya.“Sha,” panggilku. Kemana dia?Kakiku masuk dan menilik ke kamar mandi. Kosong? Dia sudah pergi? Napasku berembus menghentak. Mengapa dia pergi tanpa aku? Sepertinya harus kukerjain sekalian nanti. Mungkin saja sudah pergi. Tapi kenapa? Sepertinya dia merasa canggung. Aku seperti orang linglung bertanya sendiri, jawab sendiri.Aku segera berl
Kami menuju ke kantin. Mereka tidak memandang aneh karena Shasha sekretarisku. Tentu saja, kami sering bersama. Karyawan yang berpapasan, memilih menganggukkan kepala untuk menghirmatiku. Aku hanya memasang senyum segaris untuk menerima hormat mereka.Meja ujung menjadi pilihan Shasha. Cobalah, apakah dia akan cemburu jika aku menggoda wanita? Ada seseorang yang kukenal, aku manfaatkan saja momen ini untuk membuat hatinya kebat-kebit.***Meyyis***POV ShashaDavin kekanak-kanakan banget. Dia marah karena kemarin aku meninggalkannya. Kalau sudah begini, aku tidak bisa menghindar lagi. ya sudahlah, pasrah saja. kami sekarang ada di kantin kantor. Demi Allah aku merasakan ketidakenakan dilihat oleh banyak karyawan. Ini sudah biasa aku makan bareng. Yang tidak biasa adalah jantungku yang berdetak sangat kencang. Bagaimana ini?“Ada sesuatu di bibirmu.” Davin mengusa
“Lihatlah Davin melongo,” bisik Rania. Apa ada yang salah? Apakah dia tahu jika belakang gaun ini terdapat banyak peneliti aku tiba-tiba tidak percaya diri.POV Davin“Ada apa?” tanyaku. Penasaran masih juga menggerayangi jiwaku. Aku tahu kekasihku itu hanya meggodaku. Ia memang membuat aku sangat gemas kepadanya. “Dilarang bertanya,” katanya. “Biar aku yang menyetir. Matamu begitu merah, kamu boleh tidur,” ucapnya. Aku tahu ia adalah kekasihku yang super pengertian. Jika tidak begitu, mana mungkin aku tergila-gila padanya. Biar aku lihat lagi, ada apa sebenarnya di matanya? Ia selalu membuatku tidak dapat berpaling darinya.“Tidak,” ucapku. Aku laki-laki, kalau hanya bertahan sebenatar sampai kantor, masa tidak bisa? Ah, Dia keras kepala. Punggungku didorong ke arah kursi penumpang di samping kemudi. Setelah itu ia segera berlari memutar untuk masuk ke ruang kemudi.“Hari ini aku yang akan menjadi sopirmu. Itu kejutan pertamanya.” Ia tersenyum sambil mengenakan sabuk pengaman. Bib
“Maafkan aku, Cinta. Ini yang aku takutkan. Aku lelaki dewasa dan membutuhkan ini.” Aku kembali membungkus tubuhnya dengan selimut walau sejujurnya aku ingin melanjutkan. “Kuharap kamu mengerti. Tolong ….” Aku pergi meninggalkannya yang meringkuk di dalam selimut.***Meyyis***POV Shasha Jam dinding berbentuk kepala kelinci sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi aku segera bersih-bersih untuk melaksanakan salat malam yang tinggal beberapa menit lagi waktunya, menuju ke subuh. Setelah salat malam dan sedikit dzikir mulai terdengar suara azan. Aku melaksanakan salat dua rakaat dan keluar dari kamar untuk sekedar olahraga pagi. Davin sudah siap di taman belakang, melakukan pemanasan tanpa banyak bicara. Aku menyusulnya dan melakukan pemanasan juga. “Mau cobain kita jogging di trek taman depan?” tanyanya.“Yuk, aku ingin membeli sarapan,” ucapku.“Pingin sarapan apa?” tanyanya. “Bubur ayam di tepian itu sepertinya enak.” Davin mengangguk.“Baiklah, sebentar aku ambil dompet dulu.” Lelakiku
“Kamu sangat … please jangan seperti ini. Aku bisa mati penasaran.” Aku menggoyangkan telunjukku tanda memberinya kode bahwa dia tidak akan mendapatkan jawabannya sekarang. Ia terlihat kesal, akan tetapi menurut. Sebenarnya, aku sedikit merasa kasihan tetapi juga merasa senang, bisa sekali-kali ngerjain dia.***Meyyis***POV DAVINSetelah pesta usai, kami tentu pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Sasha membuatku jengkel. Apa ia sudah tidak cinta lagi? sepertinya berubah, hal itu menjadi sering uring-uringan karena takut kehilangan dia. Leboh baik aku menghindar saja, biar ia merasa. Kalau tidak merasa juga, berarti memang sudah tidak mencintaiku. Apakah ada orang lain? Tidak mungkin … ia mencintaiku. Aku menghempaskan pikiran jahat yang menguasaiku.Dia memegang tangan, aku tahu itu trik untuk mengelabuhi, lebih baik aku menghempaskan tangannya saja. Tapi aku rindu memeluk tubuhnya, harum tubuhnya terutama bibirnya yang membuatku mabuk
“Kamu mau mengatakannya atau mendapatkan hukuman dariku.” Davin akan menciumku kembali, akan tetapi aku dorong. “Tidak malam ini. Aku tidak akan mengalah padamu. Kalau kamu memberi hukuman, berarti tidak akan aku beritahu apa yang aku persiapkan.” Aku tahu ia sangat kesal. Biarkan saja.***Meyyis***POV Shasha“Kamu memang benar-benar,” tutur Davin. Ia merasa sangat kesal dengan sang keksih, tapi juga gemas.“Oke, kali ini kamu harus kalah, dan harus mengalah aku ….” Kedua lengaku, lepas dari leher Davin, dan berhasil kabur darinya. “Biarkan saja ia kesal. Makanya jadi orang jangan suka ngambil kesimpulan cepat.” Aku menutup pintu kamar dan menguncinya. Suara tutukan sepatu terdengar menjauh dari kamarku. Aku yakin lelakiku itu akan berpikir sepanjang malam dan tidak bisa tidur. Biarkan saja, aku sangat suka menggodanya seperti itu.Esok hari, telah tiba sebelum ayam berkokok. Davin sudah mengetuk pintu kamarku. Aku yang baru saja bangun tidur bahkan belum sempat mencuci wajah, m
Tepuk tangan menggema di taman itu. Setelah sesi tukar cincin, maka selanjutnya mereka berjalan turun dari pelaminan untuk menemui tamu. Aku sudah siap dengan keranjang kalau mawar untuk ditaburi sepanjang jalan. Sampai di ujung karpet, Elsa melempar buket bunga. Kami berdesakan agar mendapatkan buket itu.***Meyyis***POV ShashaSetelah pesta berlangsung aku dan Davin pulang ke Indonesia. Kami beraktifitas seperti biasanya, akan tetapi akhir-akhir ini Davin menjadi sering uring-uringan. Aku tidak tahu kenapa? Bahkan hari ini dia dua kali marah. Davin memang berbeda dengan orang lain, dia kalau marah lebih suka diam. Ditanya diam dan menghindar. Aku mengingat-ingat salah apa hari ini, tetapi tidak juga menemukan kesalahanku. Kami sudah memasuki mobil untuk pulang ke rumah. Aku bermaksud untuk mengajaknya bicara sekarang, karena kami dalam wilayah santai sehingga akan sangat mudah berbicara dengannya.Aku memegang tangannya, akan tetapi Davin menghempaskan tanganku. Aku memilih untuk t
Aku tahu papa juga terharu melihat putri pertamanya sudah melangkah ke jenjang selanjutnya. Meskipun Papa menginginkan ini, aku yakin sebagai seorang ayah lelaki itu merasa dirampok ketika putrinya akan dinikahi oleh lelaki mana pun. Bisa dibilang, hati dan cintanya akan direbut oleh lelaki lain walaupun dalam konotasi yang berbeda.***Meyyis***POV ShashaPapa adalah orang Jawa tulen. Meskipun sekarang berada di Singapura, ia menghendaki suara gamelan, alih-alih lagu romantic. Maka saat Elsa keluar, walaupun menggunakan gaun bertema internasional, akan tetapi suara gamelan mulai terdengar. Hatiku ikut merasa tersenyum mendengar suara music pentatonic itu. Betapa indahnya, sebuah musik yang menjadi ciri khas Nusantara tersebut yang telah mengakar pada budaya kita.Aku menjadi pengiring pengantin mengikuti langkah pengantin dari belakang. Setelah sampai ke pelaminan, Papa menyerahkan tangan pada Arya yang sudah berdiri di atas pelaminan dengan jas putih yang menawan. Rambutnya tertata
“Aku bawa ke rumah Davin. Di rumahnya akan banyak kesedihan jika ia melihat kamar mama.” Aku tahu karena kekasihku itu sudah bicara sebelumnya. Aku tersenyum dengan interaksi kedua orang itu. Setelah mengetahui yang dibicarakan Arya, aku memilih hengkang dari tempatku mengintip.***Meyyis***POV ShashaIni adalah pernikahan yang diimpikan oleh Elsa setelah banyak rintangan dengan Arya. Hari ini saatnya kedua sejoli itu melangkah ke jenjang selanjutnya, mengikat janji suci dalam ikatan pernikahan. Bunga-bunga bernuansa putih sudah menghiasi nuansa taman golf tersebut.Pernikahannya dilakukan di Singapura karena mama dan papa berada di sini. Wanita yang menjadi kakakku dari ibu yang berbeda itu, kini sudah mengenakan gaun putih dengan hiasan kepala yang menjuntai. Dia sangat cantik dan menawan. Lekuk tubuhnya yang indah, tinggi badannya yang menjulang dan semampai membuatnya bak model.“Kak, kamu sangat cantik.” Aku memandang lekat ke mata indah kakakku itu. “Benarkah? Aku masih tidak
Aku ke dapur untuk membuat yang kupikirkan itu. Setelah dua sendok sereal masuk ke gelas, dua sendok susu coklat masuk juga. Air panas segera meluncur untuk menyatukan keduanya. Aroma khas coklat semakin memperparah rasa laparku. Aku mulai meniup makanan itu, menyendoknya mengarahkan ke mulut. Hmmm … ini lebih nikmat. Sesuap demi suap makanan itu tandas meluncur ke perutku. Ini lebih dari cukup.***Meyyis***POV DAVINTeleponku berbunyi. Aku tersenyum saat di layar terlihat Sayangku memanggil. Langsung saja tombol terima aku usap.“Iya, Sayang.” Sapaan terakhir tidak akan pernah lupa agar wanitaku itu merasakan bahwa aku memang sangat menggilainya.“Bagaimana korbannya?” tanyanya. Aku tahu, hanya alasan saja bertanya tentang korban kecelakaan yang sedang kami urus. Akan tetapi aku paham bahwa sebenarnya ia sangat ingin bersamaku.“Kamu kangen sama aku?” Langsung saja aku tembak dengan perkataan begitu agar ia makin berbunga-bunga. Aku yakin saat ini perutnya penuh dengan taman bunga y
“Aku melihat korban penuh darah, Sha. Bagaimana keadaannya. Ia kasihan banget. Seandainya kita satu mobil saat itu, Arya akan lebih tenang memandangku. Aku yang salah.” Aku ingin tertawa rasanya. Bagaimana bisa Arya menyetir sambil memandang Elsa. Pantas saja kecelakaan.***Meyyis***POV Shasha“Kamu kok malah ketawa?” Elsa menghapus air matanya.“Maaf … aku tertawa karena itu lucu, Kak. Arya benar-benar mencintaimu. Aku akan cari tahu untukmu bagaimana keadaan dari korban.” Aku mengelus pundak Elsa. Setelahnya, menelepon Davin untuk mengetahui keadaan sang korban.“Iya, Sayang.” Suara Davin memang selalu bikin baper.“Bagaimana korbannya?” tanyaku.“Kamu kangen sama aku?” ‘Kan? Dia memang selalu begitu. Tapi … sebenarnya kangen juga, sih?“Jangan mengalihkan perhatian. Bagaimana keadaannya. Elsa masih ketakutan.” Davin terdengar tertawa sedikit.“Dia sudah ditangani. Bilang sama kakakmu tenang saja. Arya sedang diintrogasi. Tim legal dari kantornya juga sudah datang untuk membebaska