Oji akhirnya menceritakan semuanya padaku. Katanya, ia sedang menjalani hubungan atau bisa disebut pacaran. Dan, benar saja dugaan ku ia berpacaran dengan siswa sekolah lain.
Mereka saling mengenal karena sebuah event pramuka. Gadis yang Oji ceritakan ini menarik, dan saat itu aku langsung memiliki pin BB nya. Oji jatuh cinta padanya karena ia gadis yang asik, menarik, lucu, dan mungil.
Aku bernafas lega untuk itu. Dan, tak butuh waktu lama untuk aku mengenalnya. Sosok gadis yang selama ini Oji ceritakan, bisa dengan mudahnya akrab denganku.
Namanya, Cia Saputri . Dan lebih akrab dengan nama panggilan Ciput. Memang unik sekali panggilannya seperti orangnya.
Dan, beberapa kesempatan Oji mengajakku untuk memperkenalkan aku. Atau istilahnya, kita bermain bersama.
Apa yang dibayangkan dari jalinan cinta anak SMP? Terlebih, Oji bukan tipikal cowok romantis. Tidak ada pegangan tangan, apalagi hal yang di luar batas. Mereka hanya saling menyukai, saling nyaman, lalu menyatakan dan berujung dengan pacaran.
"Bisa-bisanya, dapat pacar disaat aku disakiti."
Oji menatapku, "Iri ya?" Tanyanya.
Aku menggeleng, "Tentu tidak. Hanya saja, cepat atau lambat sikapmu akan berbeda padaku."
"Tidak akan Tije. Kita akan tetap berteman. Aku janji!" katanya menyakinkan.
"Yakin?"
"Yakin!" Jawabnya mantap.
"Oji, kalau aku dekat dengan seseorang. Bagaimana tanggapan mu?" Tanyaku.
Ia menoleh, "Tak apa. Asal yang jelas-jelas tak akan menyakitimu." jawabnya.
"Ah, Sial. Yang datang padaku kebanyakan para buaya!"
"Berarti, itu pertanda kamu tak usah dekat dengan siapapun."
Aku mendengus, "Itu lebih sial lagi. Kamu mau aku jomblo seumur hidup?"
"Ada aku." Jawabnya santai, beda halnya dengan pikiran ku yang melayang jauh.
Ada aku. Singkat, padat. Mampu membuatku bertanya-tanya, apakah dia akan selamanya menjadi sahabatku?
###
Hari ini, hari yang terasa begitu melelahkan. Dan bisa-bisanya Oji malah mengajakku untuk menemaninya bertemu dengan Ciput. Bukannya tak mau, hanya saja aku terlalu lelah.
"Ayolah, sebentar saja!" Ujar Oji memaksa.
Aku membuang nafas lelah, "Besok saja, bagaimana? Capek banget hari ini."
"Aku terlanjur janji hari ini."katanya.
"Kenapa gak bilang dari pagi sih!" Gerutu ku.
Oji menyentil keningku."Mau bilang. Tapi kamu sibuk main futsal tadi!" Kesalnya.
"Dih, kamu juga asik ngerumpi sama anak cewek!" Balasku.
"Ya, karena gak ada yang ngajak main!"
Aku memutar bola mataku malas, "Kamu memang tidak mau, karena kamu tidak bisa. Bisa-bisanya mengatakan tak ada yang mengajak!" Sanggahku.
"Ah sudahlah. Temani aku bertemu Ciput hari ini!"
Jika sudah begini, lebih baik aku mengalah. Oji masih membujukku dengan membayar ongkos angkutan umum sampai ia membelikan aku minuman. Tumben sekali, padahal ia pribadi yang sangat irit.
"Enak gak?" Tanyanya.
Aku mengangguk, terlalu lelah jika harus menjawab pertanyaannya.
"Aku sama Ciput rencana bertemu di kedai. Kamu mau satu meja, atau gimana?"
"Bebas deh, yang penting cepat duduk. Aku capek!" Keluhku.
"Ok!"
Tak lama, aku dan Oji sampai di sebuah kedai yang saat itu tengah populer. Banyak anak sekolah yang memilih untuk mampir dari pada langsung pulang. Contohnya, seperti Oji dan aku sekarang.
"Ji, banyak orang. Malu ih!"
"Santai aja, kita gak minta traktir sama mereka 'kan?"
"Tapi, tetap saja. Malu!"
"Masih pakai baju, kok malu!"
Aku tak menjawabnya, bisa panjang urusannya jika berdebat dengan Oji.
Armadeo Jingga adalah nama lengkapnya. Namun, aku lebih senang memanggilnya OjiOji adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Kami bersahabat sejak sekolah menengah pertama. Saat itu, aku masih ingat ia bermain dengan beberapa teman wanita sekelas kami, tanpa rasa canggung sedikit pun.Jika kalian bertanya, mengapa bisa aku bersahabat dengannya?Jadi, begini ceritanya.Sukabumi, enam tahun yang lalu.Saat itu, aku dan Oji masih kelas satu SMP. Biarpun kemayu, Oji ini aktif sekali mengikuti ekstrakurikuler. Beda halnya dengan aku yang malas. Hingga, saat wali kelas ku meminta semua siswa dikelas kami untuk memiliki ekstrakurikuler, Oji adalah penyelamat bagiku.Awalnya, aku tak sedekat seperti sekarang dengan Oji. Banyak teman wanita yang lebih dekat dengannya. Apalagi, Kania dan Tsakila.Namun, karena keinginan wali kelas. Akhi
Setelah seminggu aku memilih menghindari Arul. Semua terkesan biasa-biasa saja. Ada beberapa teman satu angkatan yang memberikan kode, namun aku kurang sensitif akan perasaan mereka."Gadis tomboi seperti dirimu, ternyata banyak yang suka juga, ya?" Ujar Oji.Aku mendelik ke arahnya, "Memangnya kenapa?" Sewot ku."Tidak, hanya saja biasanya lelaki mencintai wanita yang anggun dan--"Belum selesai Oji berbicara. Aku memotong ucapannya cepat."Lemah!""Bukan lemah. Tapi, anggun dan elegan," sanggahnya.Aku tak peduli atas apa yang ia ucapkan. Hingga, saat aku memutar tubuh untuk mengabaikan apa yang Oji ucapkan. Tiba-tiba ada yang mencari ku di luar. Aku tak tahu siapa, dan tak begitu memperdulikannya."Tije, ada yang mencari," kata Sari teman sekelas ku."Siapa?" Tanya Oji.
Patah hati pertama kali. Rasanya, sangat tidak menyenangkan dan menganggu.Saat itu, aku masih sangat kekanak-kanakan dalam menghadapi perasaan ku sendiri. Setelah perdebatan dengan Oji. Akhirnya, aku mendiamkannya satu Minggu. Dan menyebalkan, ia hanya membujukku satu kali.Terkadang, mengingat kejadian saat aku baru beranjak remaja dulu sangat menggelitik.Bisa-bisanya setelah marah itu, aku dan Oji biasa-biasa saja dan kembali melakukan aktivitas seperti biasanya tanpa ada kata maaf dan baikan."Kemarin aku melihat kak Arul sedang bercanda berdua dengan kak Resti," Helma membuka topik pembicaraan.Aku terdiam. Oji nampak tenang sambil menikmati makanan yang baru saja kami beli. Ekspresinya menyatakan seperti sudah tahu saja, sangat menyebalkan."Terus?"Helma melanjutkan ceritanya, "Ya, kayaknya kak Arul deketin banyak cewek deh,"Oji menyunggingkan senyumnya,"Sudah aku tebak," ujarnya santai."Oh iya, Ayu juga
Hari itu, tepat sepuluh hari aku hanya main mata saja dengan Oji."Tiga hari aja gak baikan, udah dosa. Kalian ini udah sepuluh hari, masih aja cuman main mata," ujar Helma.Tak ada yang menjawab. Oji diam, aku pun. Helma meninggalkan kami. Mungkin, ia lelah menghadapi aku dan Oji yang sama sekali tak membuka mulut.Tugas hari ini cukup banyak. Tugas matematika, latihan soal. Dan tugas bahasa Indonesia, yaitu membuat puisi.Biasanya, jika aku dan Oji sedang baik-baik saja. Aku akan meminta bantuannya untuk mengerjakan angka-angka sialan itu. Dan ia, akan meminta bantuan ku untuk membuat puisi yang aku yakin ia pasti kerepotan untuk memilah-milah kata dengan diksi yang indah.Aku dan Oji saling tatap. Sepertinya, aku ataupun ia tak ingin memulai duluan. Gengsi kami sama tingginya."Soal matematikanya susah banget," aku berujar dengan ekor mata yang melir
Kelasku dan kelas Ajar heboh hari ini. Entah siapa yang menyebarkan berita bahwa aku dan dirinya memiliki hubungan spesial. Semua teman sekelas ku bertanya, apakah benar dengan gosip itu?Aku tebak. Arul penyebab semua ini. Ajar menitipkan pesan pada Oji, bahwa ia ingin bertemu denganku. Namun, aku menolaknya.Masalahnya, semua teman laki-laki dikelasnya kerap kali meledekku. Katanya, kenapa tidak salah satu dari mereka yang aku pilih?.Rasanya, aku ingin meledak saat itu juga. Namun, aku tak bisa jika melabrak Arul dan memakinya. Lebih baik, aku diam saja siapa tahu gosip ini segera berlalu."Sudahlah, biarkan saja. Nanti juga mereka lelah membicarakan mu," ujar Oji.Aku melipat kedua tanganku di atas meja, lalu menyembunyikan wajahku disana. Aku sangat tak suka memiliki perasaan seperti ini. Rasa yang amat berat untuk aku tutupi dengan senyuman."Sudah ku b
Oji akhirnya menceritakan semuanya padaku. Katanya, ia sedang menjalani hubungan atau bisa disebut pacaran. Dan, benar saja dugaan ku ia berpacaran dengan siswa sekolah lain.Mereka saling mengenal karena sebuah event pramuka. Gadis yang Oji ceritakan ini menarik, dan saat itu aku langsung memiliki pin BB nya. Oji jatuh cinta padanya karena ia gadis yang asik, menarik, lucu, dan mungil.Aku bernafas lega untuk itu. Dan, tak butuh waktu lama untuk aku mengenalnya. Sosok gadis yang selama ini Oji ceritakan, bisa dengan mudahnya akrab denganku.Namanya, Cia Saputri . Dan lebih akrab dengan nama panggilan Ciput. Memang unik sekali panggilannya seperti orangnya.Dan, beberapa kesempatan Oji mengajakku untuk memperkenalkan aku. Atau istilahnya, kita bermain bersama.Apa yang dibayangkan dari jalinan cinta anak SMP? Terlebih, Oji bukan tipikal cowok romantis. Tidak ada pegangan tangan, apal
Kelasku dan kelas Ajar heboh hari ini. Entah siapa yang menyebarkan berita bahwa aku dan dirinya memiliki hubungan spesial. Semua teman sekelas ku bertanya, apakah benar dengan gosip itu?Aku tebak. Arul penyebab semua ini. Ajar menitipkan pesan pada Oji, bahwa ia ingin bertemu denganku. Namun, aku menolaknya.Masalahnya, semua teman laki-laki dikelasnya kerap kali meledekku. Katanya, kenapa tidak salah satu dari mereka yang aku pilih?.Rasanya, aku ingin meledak saat itu juga. Namun, aku tak bisa jika melabrak Arul dan memakinya. Lebih baik, aku diam saja siapa tahu gosip ini segera berlalu."Sudahlah, biarkan saja. Nanti juga mereka lelah membicarakan mu," ujar Oji.Aku melipat kedua tanganku di atas meja, lalu menyembunyikan wajahku disana. Aku sangat tak suka memiliki perasaan seperti ini. Rasa yang amat berat untuk aku tutupi dengan senyuman."Sudah ku b
Hari itu, tepat sepuluh hari aku hanya main mata saja dengan Oji."Tiga hari aja gak baikan, udah dosa. Kalian ini udah sepuluh hari, masih aja cuman main mata," ujar Helma.Tak ada yang menjawab. Oji diam, aku pun. Helma meninggalkan kami. Mungkin, ia lelah menghadapi aku dan Oji yang sama sekali tak membuka mulut.Tugas hari ini cukup banyak. Tugas matematika, latihan soal. Dan tugas bahasa Indonesia, yaitu membuat puisi.Biasanya, jika aku dan Oji sedang baik-baik saja. Aku akan meminta bantuannya untuk mengerjakan angka-angka sialan itu. Dan ia, akan meminta bantuan ku untuk membuat puisi yang aku yakin ia pasti kerepotan untuk memilah-milah kata dengan diksi yang indah.Aku dan Oji saling tatap. Sepertinya, aku ataupun ia tak ingin memulai duluan. Gengsi kami sama tingginya."Soal matematikanya susah banget," aku berujar dengan ekor mata yang melir
Patah hati pertama kali. Rasanya, sangat tidak menyenangkan dan menganggu.Saat itu, aku masih sangat kekanak-kanakan dalam menghadapi perasaan ku sendiri. Setelah perdebatan dengan Oji. Akhirnya, aku mendiamkannya satu Minggu. Dan menyebalkan, ia hanya membujukku satu kali.Terkadang, mengingat kejadian saat aku baru beranjak remaja dulu sangat menggelitik.Bisa-bisanya setelah marah itu, aku dan Oji biasa-biasa saja dan kembali melakukan aktivitas seperti biasanya tanpa ada kata maaf dan baikan."Kemarin aku melihat kak Arul sedang bercanda berdua dengan kak Resti," Helma membuka topik pembicaraan.Aku terdiam. Oji nampak tenang sambil menikmati makanan yang baru saja kami beli. Ekspresinya menyatakan seperti sudah tahu saja, sangat menyebalkan."Terus?"Helma melanjutkan ceritanya, "Ya, kayaknya kak Arul deketin banyak cewek deh,"Oji menyunggingkan senyumnya,"Sudah aku tebak," ujarnya santai."Oh iya, Ayu juga
Setelah seminggu aku memilih menghindari Arul. Semua terkesan biasa-biasa saja. Ada beberapa teman satu angkatan yang memberikan kode, namun aku kurang sensitif akan perasaan mereka."Gadis tomboi seperti dirimu, ternyata banyak yang suka juga, ya?" Ujar Oji.Aku mendelik ke arahnya, "Memangnya kenapa?" Sewot ku."Tidak, hanya saja biasanya lelaki mencintai wanita yang anggun dan--"Belum selesai Oji berbicara. Aku memotong ucapannya cepat."Lemah!""Bukan lemah. Tapi, anggun dan elegan," sanggahnya.Aku tak peduli atas apa yang ia ucapkan. Hingga, saat aku memutar tubuh untuk mengabaikan apa yang Oji ucapkan. Tiba-tiba ada yang mencari ku di luar. Aku tak tahu siapa, dan tak begitu memperdulikannya."Tije, ada yang mencari," kata Sari teman sekelas ku."Siapa?" Tanya Oji.
Armadeo Jingga adalah nama lengkapnya. Namun, aku lebih senang memanggilnya OjiOji adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki. Kami bersahabat sejak sekolah menengah pertama. Saat itu, aku masih ingat ia bermain dengan beberapa teman wanita sekelas kami, tanpa rasa canggung sedikit pun.Jika kalian bertanya, mengapa bisa aku bersahabat dengannya?Jadi, begini ceritanya.Sukabumi, enam tahun yang lalu.Saat itu, aku dan Oji masih kelas satu SMP. Biarpun kemayu, Oji ini aktif sekali mengikuti ekstrakurikuler. Beda halnya dengan aku yang malas. Hingga, saat wali kelas ku meminta semua siswa dikelas kami untuk memiliki ekstrakurikuler, Oji adalah penyelamat bagiku.Awalnya, aku tak sedekat seperti sekarang dengan Oji. Banyak teman wanita yang lebih dekat dengannya. Apalagi, Kania dan Tsakila.Namun, karena keinginan wali kelas. Akhi