"Sial...sial......Dia tidak terpengaruh sama sekali." Umpatnya kesal di bawah kran air.Wanita tersebut mengigit ujung kuku jempol kiri miliknya, dengan mata yang terus berkilat akan sesuatu yang sulit untuk di lepas dengan mudah."Percepat semuanya." Anggara.Akan tetapi, ketika sebuah suara dari luar kamar mandi menyambangi kedua telinga miliknya, wanita di bawah pancuran bergegas menyelesaikan acara bersih-bersih diri, secepat kilat.Tak membutuhkan waktu lama seperti ketika Anggara mandi, sepuluh menit saja telah membawa tubuh polos disana keluar dari kamar mandi.Wanita itu meraih setiap pakaian miliknya, yang masih tergolek nyaman di atas lantai akibat letupan gelora gairah tidak sabar Anggara semalam.Dan dengan cepat juga, ia mengenakan pakaian tersebut.Setelah semua pakaian melekat kembali ke tubuh, wanita tersebut melirik sejenak pada sosok Anggara yang tengah duduk santai pada sebuah kursi, tak jauh dari ranjang dan se
"Kau tak jauh berbeda dengan wanita-wanita itu. Bahkan nilai nominal yang tertera di keningmu, jelas terlihat di mataku." Anggara menggumamkan semuanya, ketika pintu kamar kembali tertutup setelah punggung wanita itu melangkah keluar.Ia berbalik menoleh untuk melihat sisi ranjang yang masih berantakan.Di sana,dalam sekali lihat melintas sosok wanita lain yang mungkin juga tengah menarik sudut lengkung bibirnya, dan menggoda dirinya dnegan manja."Aku mungkin tengah gila denganya sementara waktu, tapi ketika tubuh itu telah ku jelajahi segalanya akan kembali biasa saja, tidak lebih." Lanjutnya lagi, masih dengan gumaman untuk diri sendiri.Bagi Anggara ia hanya sedang mengagumi sosok wanita itu, dan hal ini terus berlangsung karena ia belum sempat menyentuhnya.Anggara merasa yakin dengan pemikirannya seperti biasa. Namun yang tidak ia pahami, bahwa sebentar lagi, dirinya akan membentur dinding tembok tebal, yang bahkan akan meruntuhkan setiap pandangannya tentang sosok lawan jenis.
"Shit...kau bahkan menginginkannya sebesar ini?."Sejauh apa pikiran Anggara, semakin besar keinginan yang ia rasakan untuk sosok semu di atas ranjang.Pria tersebut, seolah enggan menghilangkan sosok manis yang menjerat seluruh pikirannya, meski ia sadar bahwa segalanya adalah palsu.Wajah Anggara kian memerah seiring semakin erotis imajinasi, serta tekanan hangat yang mulai melingkupi tubuhnya."Sial...sial...sejak kapan aku semakin lemah mengatasi ini?." Umpatnya lagi untuk diri sendiri.Dan itu benar adanya, sosok lawan main yang di siapkan Handoko semalam belum sampai 30 menit meninggalkan ruang kamar hotel miliknya. Pria tersebut sudah kelimpungan lagi, dengan hasrat yang menggebu."Sialan kau Angel...." Serunya dengan suara sedikit keras, sembari menghentakkan kaki dan membawa tubuh itu masuk ke kamar mandi, Anggara harus menyelesaikan secara pribadi kebutuhan yang di rasanya telah mulai menyiksa.........................Meningg
"Makanlah dulu, kau pasti lapar." Angel bukan tidak memahami maksud dari sikap itu, jelas di sana adalah sosok yang pengertian dalam situasi tertentu, misalnya untuk sekarang ini.Jika Bagas ingin mengabaikan topik yang di sampaikannya, maka dengan senang hati ia akan mengikuti alur."Baiklah, sebenarnya aku juga sudah lapar." Jawab Angel mengimbangi saran Bagas.Wanita itu melangkah perlahan menuju pintu ruang, dan menarik gagang kunci. "Cekleeek."Akan tetapi, gerakan tangan tersebut berhenti, Angel menoleh sejenak kearah sosok di atas ranjang, dan berkata. "Benar tidak apa-apa di tinggal sebentar." Sambungnya lagi.Mendengar perkataan itu, hati Bagas menghangat secara signifikan.Bibirnya yang semula hanya mencetak senyum kecil, kini semakin melengkung lebar serta indah. "Sebenarnya aku takut mati karena kangen, tapi demi kepuasan istri tercinta aku rela menunggu...hehe." Bagas ingin sedikit bercanda dengan Angel seperti dulu. Hanya sekedar ingin membangkitkan kenangan serta memor
"Angel...apakah itu kamu?." Wanita itu menoleh kebelakang, dan menemukan sosok pria dengan pakaian kerja putih yang tersenyum kearahnya."Angel kan?." Tanyanya lagi ragu-ragu.Namun kali ini ia berjalan lebih mendekat kearahnya."Ya..?" Jawabnya dengan pikiran yang di penuhi tanda tanya.Melihat pakaian yang di kenakan oleh sosok itu, Angel jelas tahu bahwa pria di depannya adalah seorang dokter, dan tentu saja dengan pertemuan mereka disana, berarti pria di depannya sekarang juga salah satu dokter di rumah sakit ini.Dan seingatnya, selama ini ia tidak memiliki kenalan ataupun sahabat yang berprofesi di bidang kedokteran.Wajah Angel yang mulai cerah ketika melihat plakat "Kantin" terpasang di depannya beberapa saat yang lalu, kini berubah menjadi kernyitan tebal dengan kebingungan."Ternyata wajahku tidak meninggalkan kesan sama sekali untukmu. Haaaah...padahal banyak yang bilang ketampanan ini susah di lupakan lho..." Ucap
"Malunya.....". Wajah itu semakin tertunduk, jika bisa ia ingin menggali lubang di bawah meja dan masuk untuk mengubur diri sendiri.Angel tak bisa mengatakan apapun sama sekali.Piring dengan nasi yang masih tersisa di depannya, seolah tak lagi bisa ia sendok untuk di masukkan ke mulut.Bahkan karena rasa malu yang besar, suhu tubuhnya juga meningkat tajam, dan tangan itupun seolah berkarat pada setiap persendian serta sulit untuk di gerakkan. "Rupanya dia tahu."Jika saja dirinya adalah pasien di sini, mungkin sekarang dokter harus meresepkan obat penurun suhu tubuh dengan segera."Ya Tuhan...bukankah niatku baik, mengapa hasilnya jadi memalukan seperti ini, apa.tidak ada bonus sedikitpun?." protesnya dalam hati.Angel merasa bahwa akhir-akhir ini peruntungan nasibnya sungguh buruk, dari biduk rumah tangga, perkerjaan, pertemanan, bahkan upaya dengan niat kebaikan selalu bermasalah.Perlahan Angel mengintip tipis kearah meja di depannya, dan berlanjut menoleh kearah lain di sekitaran
"Aahkk...sial..Wanita itu meloloskan ikan ku." Umpatnya lirih.Perkataan itu meluncur ringan, dengan bercampur kekesalan akibat ikan yang lolos.Sehingga tanpa di sadari, nada yang terlontar saat ia melepas perkataan termasuk dalam kategori lumayan keras.Dan hal itu, membuat sosok yang berada di sisi lain sungai menoleh kearahnya.Prakas membeku sejenak, ketika mendapati tatapan mereka bertemu."Deg." Dada Prakas berdegup kencang. Di saat itulah, pria tersebut menyadari apa yang baru saja ia ucapkan adalah sebuah kebodohan."Bagaimana mungkin ikan itu lolos, ada hubungannya dengan wanita di sana?." Ia sadar betul bahwa semua adalah kelalaiannya sendiri, dan perkataan barusan hanya sekedar baris kata kosong, tanpa maksud apapun atau berniat dengan sungguh-sungguh untuk menyalahkan sosok di sana."Mata sendiri yang meleng(tidak fokus), namun ujung jari menuding orang lain.".Prakas ingin membuka suara lagi d
"Kau sudah kembali?. Darimana saja kau barusan?." Ucap Heni dengan wajah menampilkan rasa kelegaan yang nyata."Kau ini, baru datang tapi langsung ke sungai. Bukankah itu masih disana, dan tidak akan pergi meskipun nanti atau besok kau melihatnya." Sambung Heni lagi sembari menyentuh pundak Angel, yang tampak rapuh.Bahasa itu mungkin terdengar kasar, namun itulah sosok Heni yang tak bisa berkata baik ketika ia bergulat dengan kecemasan.Heni yang telah mengetahui perihal kejadian buruk rumah tangga Angel dan Bagas, semakin cemas ketika melihat sang keponakan datang kesana dengan kehancuran jelas di mata.Bahkan, sebelum ia menempatkan barang bawaan kedalam kamar yang di siapkan, Angel menghilang dari pandangan Heni, ketika wanita itu ke dapur untuk mengambil air minum untuknya.Wanita itu berangkat kesana pagi-pagi sekali, bahkan mungkin Angel bersaing dengan ayam jantan tetangga yang bertugas membangunkan cakrawala pagi ini, setelah memutusk