"Apa maksudmu? Kau memintaku untuk melawan mereka yang merupakan orang yang sah memiliki tanah ini?" tanya Nirmala terbelalak tak percaya. Ia bahkan sampai berdiri mematap sengit Bhaskara di bawahnya. "Ayolah, Bhaskara, aku tidak sekuat itu dan setangguh itu untuk terus melawan mereka."Lelaki itu berdiri menatap Nirmala teduh. "Bukan begitu." Bhaskara menjeda sebentar membujuk Nirmala agar tak lantas terbawa emosi. "Sudah kubilang kan aku yang akan mengurus," sambungnya menyungging senyum.Bukannya senang, Nirmala malah menghela napas lelah. "Sudahlah, Kara, sudah tak ada harapan lagi. Berhenti membuatku terus mengharap suatu hal yang sudah pasti mustahil terwujud," jawabnya melengang pergi. Wanita itu mengambil tas besar kemudian mulai mengemasi barang-barang."Kau masih akan tetap berdiri di sana? Kalau begitu pergi saja kau," sahut Nirmala sewot."Nirmala, jangan memaksakan rela jika hatimu sulit untuk menerima."Nirmala menoleh cepat dan menatap berang. "STOP! Aku hanya ingin be
"Apa maksudmu? Jangan mengada-ngada kamu ya!"Helena dibuat berang oleh ucapan serampangan Bhaskara. Ia menatap tajam lelaki itu seolah ingin menguliti hidup-hidup.Sedangkan Nirmala sendiri menatap lelaki di depannya tak percaya. Sepertinya tidak seharusnya ia mempercayai lelaki serampangan itu. Bagaimana bisa ia sendiri sudah melihat bukti sertifikat itu tapi bisa-bisanya kini mengeklaim bukti senyata itu sebagai bukti palsu.Seringaian kecil tersungging pada wajah Bhaskara. Ia sudah menebak hal ini, wanita tua itu pasti akan mengelak keras.Baladewa yang sedari tadi mengawasi interaksi mereka, membaca gelagat aneh Bhaskara. Ia masih bergeming menanti apa yang akan lelaki itu kerjakan selanjutnya."Berhenti berucap kosong. Pergi dari sini!" usir Helena yang mulai khawatir kedoknya akan terbongkar. Sepertinya ia kurang memperhitungkan jika sosok Bhaskara adalah anak dari seorang notaris yang sudah pasti akrab dengan yang namanya akta tanah."Mala, ambilkan tasku di dalam rumahmu," ce
Dua insan yang mengendarai motor itu berhenti di depan sebuah rumah dengan halaman rumah dipenuhi tanaman menyejukkan."Woaaa, Bhaskara kalau aku lagi suntuk boleh nggak aku ke sini?" tanya Nirmala mandang tanaman penuh binar. "Nyaman banget dan bikin pikiran fresh," puji Nirmala sekali lagi.Lelaki yang masih ada di kemudi terkekeh geli. "Terserahlah kamu mau nginep di sini juga nggak papa. Asalkan siap-siap aja denger ocehan mamaku tiap hari," celetuknya setengah bercanda."Waduh-waduh anak mama bawa calon mantu nih!"Nirmala yang tadinya fokus menatap beberapa tanaman, kini teralihkan kepada sosok wanita paruh baya yang keluar dari gerbang.Nirmala meringis pelan mendengar wanita itu menyebutnya calon mantu. "Hehe tante kami cuma temenan kok.""Iya sekarang baru temenan, gak tau ya besok," jawab Vani masih ingin menggoda Nirmala.Sedang Nirmala sendiri tak tahu kengapa justru menjadi salah tingkah."Ishh mama ini," potong Bhaskara tak enak melihat Nirmala yang tak nyaman.Vani ters
Nirmala berjalan lesuh keluar dari rumah Bhaskara. Usai mendengarkan kebenaran soal ayahnya, perasaannya berubah tak menentu. Tak lama dari belakangnya muncul lelaki sang pemilik rumah yang berjalan membuntuti."Kenapa lemas gitu?" tanyanya terheran melihat wajah Nirmala yang ditekuk. Padahal beberapa saat lalu wanita itu terlihat begitu antusias mendengarkan dan sesekali bertanya kepada ayahnya mengenai sosok Rajendra.Nirmala menghentikan langkahnya kemudian berbalik tiba-tiba. Bhaskara sampai tersentak dengan gerakan Nirmala yang begitu tiba-tiba."Aku kelihatan seperti anak durhaka, ya?" tanya Nirmala dengan begitu kuyu menyesali dirinya yang baru mengetahui semuanya.Alis Bhaskara terangkat dan hidungnya mengkerut heran. "Karena kau baru tahu sekarang?" balas Bhaskara berbalik tanya.Wanita itu menghela napas kemudian mengangguk singkat.Tangan Bhaskara mengusap dagunya berpikir. "Kurasa tìdak juga. Om Rajendra kan memang sengaja menyembunyikan hal itu dari anaknya, jadi memang
Seorang wanita berpakaian kemeja lusuh memasuki sebuah gedung. Tak seperti biasanya ramnut sebahunya ia buat terurai dengan berberapa polesan pada wajahnya menambah keanggunan dan keelokan paras. Beberapa karyawan saling berpandangan begitu melihat wanita asing itu memasuki gedung perusahaan mereka. "Apa aku aneh?" gumam wanita itu mendadak kehilangan kepercayaan dirinya. Tapi ia tetap memasuki pintu masih dan berdiam diri di depan lobi."Permisi, Mbak, ada yang bisa saya bantu?" sapa seorang resepsionis bertanya ramah.Nirmala yang masih berdiri kaku hanya bisa membalas senyuman kaku. "Maaf, Mbak saya sedang menunggu—""Oh kau sudah sampai?" tanya Bhaskara dengan lantang. Lelaki itu baru saja keluar dari ruang keamanan yang ada di sisi lobi.Wanita itu sejenak tertegun melihat penampilan Bhaskara yang tak biasa. Ia mengenakan jas dengan dasi melingkar di lehernya. Ia nampak berwibawa mencerminkan posisinya sebagai direktur dan ... menawan."Oh—eh iya baru aja," balas Nirmala mendad
"Bhaskara, gimana?"Lelaki itu yang tadinya sibuk berkutat dengan layar laptop menodongak. Seketika itu juga ia dibuat ternganga, rahangnya bahkan hampir terjatuh melihat pintu kamar mandi yang terbuka lebar dengan seorang wanita berdiri diambang pintu.Seorang wanita yang sudah sangat familiar, namun kini terlihat begitu asing. Penampilannya berubah 180° hanya karena berpakaian setelan jas yang melekat pas pada tubuhnya. Tatanan rambut sebahu yang ia biarkan terurai membuat auranya berubah mahal, begitu dewasa sekaligus anggun tanpa menanggalkan kesan formal."Wo—WOW!" Lelaki itu tanpa sadar bangkit dan berjalan mendekat. "Apa ini sungguh Nirmala yang aku kenal?" ungkapnya menatap dari ujung kaki sampai ujung kepala kagum.Nirmala yang ditatap memuja seketika merona. Ia menjadi salah tingkah sendiri. "Nggak usah berlebihan!" serunya menahan senyuman lebar yang meronta ingin terbit. Wanita itu memukul lengan Bhaskara yang tak henti-hentinya memandangnya terperangah. "Biasa aja, Kara
Bhaskara secepat kilat menoleh pada Nirmala. Ia tak menyangka Nirmala akan menjelaskan hal itu secara gamblang. "Apa? Jadi tak ada Keluarga Wahyatma yang memberi tahumu?" ujar Gergio terkejut."Bahkan sebenarnya selama ini saya bekerja sebagai OG di Rajya Corp, Pak. Jika Pak Gergio tidak percaya bisa melihat datanya di perusahaan saya menjadi OG sejak beberapa tahun lalu sebelum kemarin kontrak saya diputus sepihak oleh Pak Raja karena saya mengetahui kebenarannya," jelas Nirmala dengan santainya. Sepertinya rasa sakit hati yang sempat mendiami hatinya telah mengerak hingga tak lagi terasa sakit, hanya terasa miris. Terlihat Gergio menatap Nirmala iba. Bhaskara yang menyadari rencana brilian Nirmala dalam mengundang rasa simpati Gergio mengembangkan senyum lega. "Apa alasannya menyembunyikan hal itu?" Nirmala mengendikkan bahu. Ia rasa tindakannya sudah cukup membuat Gergio skeptis terhadap Raja, ia tak perlu menjelaskannya lebih lanjut. Melihat tatapan mengiba yang Gergio sorot
Di kediaman Wahyatma saat itu tengah lengang seperti biasa. Veda tengah berkutat di dapur mempersiapkan menu sarapan hari ini. Sedangkan Maharaja masih bersiap mengenakan kemeja dan dasi sebelum melakukan ritual sarapan bersama. "Baladewa mau kemana? Kita sarapan dulu!" seru Veda melihat anak semata wayangnya terburu-buru menenteng jas abu.Baladewa yang merasa terpanggil menoleh. "Kayaknya dewa sarapan dikantor papa aja deh, Nda.""Ini Bunda masak Nasi goreng seafood loh," ucap Veda memamerkan sepiring nasi goreng dengan beberapa seafood di atasnya.Mata hitam Baladewa berbinar. Ia secepat kilat mendekat ke meja makan kemudian menanggalkan jasnya pada kursi. "Yummy, mana bisa dewa nolak!" ucap Baladew girang menerima sepiring nasi goreng buatan mamanya.Veda mengamati perubahan ekspresi Baladewa dengan senang. Mengingat akhir-akhir ini sang anak mengalami berbagai hari yang pelik, ia berinisiatif membuatkan makanan kesukaan anaknya. Ia tak begitu mengerti dengan urusan bisnis, jadi