Share

Tiga

Author: Liana Dee
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Apa dia sudah mati?

Lana gemetaran mendekati pria itu, lalu berjongkok perlahan di hadapannya. Tangannya akan menggapai hidung pria itu, bermaksud mengecek apakah dia masih bernapas atau tidak.

Belum sempat ia melakukannya, tiga orang wanita muncul di depan kamar dengan ekspresi terkejut. Lana menoleh. Seorang wanita paruh baya mendekati pria itu dan jongkok di sisi lain. Kemudian, dia menempelkan dua jarinya, hening sejenak dengan dahi mengernyit, setelah itu menghela napas lega.

"Syukurlah. Apa yang telah terjadi?" gumamnya pada diri sendiri.

Dan wanita itu menemukan jawabannya ketika matanya tanpa sengaja mengarah pada pecahan kaca dari botol wine yang ditemukan tak jauh darinya. Ia kembali mengernyit, melemparkan tatapan menuduh pada wanita yang tubuhnya hanya ditutupi oleh selimut putih.

Lana tentu terhenyak serta salah tingkah. Wanita ini sepertinya pelayan Mikail. Apakah dia akan melaporkan kejadian ini pada majikannya?

"Hei, kalian!" seru wanita paruh baya itu pada dua pelayan muda seraya berdiri. "Panggil pak Wawan dan pak Anton. Terus, bawakan gaun-gaun yang telah dipilihkan oleh tuan muda."

"Ba-baik, Bu," jawab kedua gadis itu berbarengan dengan gugup, kemudian bergegas pergi.

Lantas, wanita tadi memutar tubuh ke hadapan Lana, yang sontak tertegun. Senyum kakunya terulas seraya berkata, "Nona, silakan mandi dulu. Handuk, piyama mandi, dan peralatan mandi telah tersedia di kamar mandi. Nanti para pelayan akan membawakan pakaian untuk Anda."

Lana paham. Jadi, gaun-gaun yang disebutkan pelayan paruh baya itu pada kedua pelayan muda tadi untuknya? Ini trik Mikail untuk meluluhkan hatinya? Heh! Tidak akan semudah itu! Ia akan menikmati fasilitas dari Mikail, sekalian mencari cara untuk membunuhnya.

Senyum liciknya terkembang samar, kemudian ia menoleh kembali pada wanita itu. "Baik. Terima kasih, Bi," jawabnya, lantas pelayan itu mengangguk sekilas.

Lana berjalan ke arah kamar mandi seraya tersenyum licik. Rencana telah dirancang di dalam otaknya. Begitu ia masuk ke dalam kamar mandi, pak Wawan dan pak Anton masuk ke dalam kamar. Keduanya tercengang melihat pria yang dipukul Lana tadi terkapar di lantai. Keduanya menoleh berbarengan pada pelayan paruh baya tadi, menunjukkan ekspresi yang seolah sedang bertanya: "apa yang telah terjadi?"

"Tolong pindahkan tubuh pak Norman ke kamarnya. Habis itu, telepon dokter!" suruh wanita itu.

"I-iya. Tapi, pak Norman kenapa? Kok bisa pingsan dengan kepala berdarah begini?" tanya pak Wawan sambil menggaruk-garuk kepalanya.

Wanita itu menoleh pada pintu kamar mandi yang tertutup. "Saya juga nggak tahu pasti. Tapi yang jelas, calon istri tuan muda yang telah memukul pak Norman dengan botol wine itu."

Kini pandangan pak Wawan dan pak Anton mengarah pada pecahan botol wine. Keduanya tak habis pikir, kenapa gadis itu memukul pria baik seperti pak Norman?

"Apa salahnya pak Norman? Kok dipukul?" gumam pak Anton prihatin.

"Apa kita perlu memberitahukannya pada tuan muda?" cetus pak Wawan menimpali.

"Nanti tuan juga tahu. Melihat perban di kepala pak Norman, tuan pasti mempertanyakannya," sahut si pelayan wanita. "Sudah, gotong pak Norman ke kamarnya, nanti dia kehabisan darah."

Benar juga! Seketika kedua pria paruh baya panik, lantas bergegas mengangkat tubuh pak Norman ke dalam kamarnya.

💍

Lana telah keluar kamar mandi dengan tubuh masih dililiti handuk. Para pelayan sudah berada di kamar dengan membawa pajangan yang berisi beberapa buah gaun, lalu di bawahnya berjejer beberapa pasang sepatu, dan tak lupa aksesoris. Meja rias juga sudah dipenuhi oleh macam-macam skincare dan alat rias.

Sumpah! Niat sekali Mikail memberikan semua fasilitas itu padanya?

Pelayan paruh baya tadi berjalan maju ke arah Lana, lalu berkata, "Nona, silakan pilih pakaian yang ingin Anda kenakan."

Semua ini untuknya? Lana melangkah takjub mendekati pajangan. Ia mulai melihat-lihat beberapa buah gaun dengan berbagai mode. Semuanya bagus. Tenyata, selera pilihan Mikail boleh juga, puji Lana dalam hati.

Gaun polos warna mint menjadi pilihannya. Lana mencocokkannya dulu di depan cermin sebelum memakainya.

"Cocok denganmu," seru seorang pria di belakangnya. Sontak semua orang memalingkan pandangannya pada sosok si pemilik suara.

Mikail melangkah masuk dengan kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Para pelayan langsung membungkukkan badan ke arahnya. Lana menatapnya waspada, merapatkan gaun yang dipegangnya untuk menutupi dadanya agar tak terlihat oleh pria mesum itu.

Mikail tersenyum geli, Lana menantangnya tanpa gentar, meskipun hatinya agak gemetaran. Tanpa diberi perintah, para pelayan itu keluar meninggalkan kamar, lalu menutup pintunya.

"Ngapain di sini? Keluar! Aku mau pakai baju!" kata Lana membentak, tak ada perlakuan lembut bagi pria ini.

Lana tak betah lama-lama di dekat pria itu, maka ia pergi dari hadapan Mikail. Namun, dengan santainya Mikail menangkap lengan Lana, menghempaskan kembali ke hadapannya dengan kasar.

"Apa-apaan ini? Lepaskan!" Lana meronta, mencoba menghela tangan Mikail dari lengannya.

Semakin meronta, semakin kuat pegangan tangan Mikail. Lana merasakan hal itu, lantas berhenti menggerakkan lengannya untuk mengurangi rasa sakitnya.

Ternyata berhasil juga cara itu, genggaman tangan Mikail melonggar. Kemarahan Lana belum surut. Lalu, ditatapnya Mikail dengan kekesalan yang menyala-nyala.

"Kau mau apa lagi? Tidak puas mempermainkanku?" ucapnya dengan geram tertahan.

Mikail menatap lekat kedua mata indah Lana yang tengah memancarkan sinar kebencian yang pekat. Kepalanya dimiringkan. Ekspresinya yang tak terbaca itu malah membuat Lana gugup.

"Kau apakan Norman?" tanya Mikail, nada suaranya yang dalam membuat bulu kuduk Lana meremang.

Norman? Maksudnya pria yang dipukulnya tadi? Jadi, kejadian itu sudah sampai ke telinga Mikail secepat itu?

Tatapan Lana goyah, menunduk, melirik ke arah lain. Lana benar-benar tak sanggup menatap pria itu, apalagi Lana telah berbuat kesalahan pada pelayannya.

"Aku ..." Lana memberanikan diri menatap Mikail dengan sikap menantang, walaupun masih agak takut. "Memangnya kenapa? Apa dia pelayan yang sangat penting buatmu?"

Norman bukan pelayan biasa, dia bahkan seperti penasihat dalam setiap keputusannya. Namun, Mikail tak berniat menjelaskan, ada hal yang mengalihkan pikirannya.

"Sasaran yang sebenarnya bukan Norman, 'kan? Tapi aku!" tuding Mikail, matanya melotot geram.

Lana mendelik. Bagaimana pria ini bisa tahu? Dia bisa baca pikiran orang?

Mikail tersenyum sinis, menjauhkan wajahnya sedikit dari Lana. "Kau tak usah heran jika aku mengetahui hal itu. Sejak awal, kau memang ingin membunuhku, 'kan?"

Lana terkejut lagi, tetapi hanya sebentar. Tatapan kebencian yang dilemparkannya ke arah Mikail seakan diterjemahkan begini: "memang! Aku sangat ingin membunuhmu!"

Mikail mengangguk paham. Meski tak terucap, ia sudah tahu jawabannya. Tak ada yang boleh melawannya, termasuk gadis ini. Direnggutnya gaun yang dipegang oleh Lana, kemudian gaun itu dilemparkan sembarang.

Lana terhenyak. Mikail menarik Lana dari tempatnya. Akan tetapi, Lana berusaha sekuat tenaga menahannya. "KAU MAU APA? JANGAN PAKSA AKU! AKU TIDAK MAU TIDUR DENGANMU!" jerit Lana.

"Itulah gunanya dirimu, menjadi pemuas nafsuku! Tapi jika kau tidak mau, untuk apa lagi kau di sini?" kata Mikail dingin.

"Maksudnya, kau mau melepaskanku?" tanya Lana, matanya membulat.

"Melepaskanmu?" Mikail tersenyum sinis. "Hanya orang bodoh yang mau melepaskan orang yang ingin membunuhnya. Kau...."

Pertahanan Lana lemah, dan inilah kesempatan Mikail untuk menariknya hingga jatuh di dada kekarnya yang terbalut oleh tuksedo biru dongker.

"Akan kubunuh!"[]

Related chapters

  • Office Girl Pribadi CEO   Empat

    "Kau akan kubunuh!"Lana membeku dengan mata mendelik ngeri. Dibunuh? Tapi, ia tidak siap mati sekarang. Kematian orangtuanya belum terbalas. Ia baru bisa mati jika Mikail yang mati duluan!Mikail menarik Lana yang masih dalam keadaan terkejut. Namun, kesadarannya cepat pulih, dan langsung menahan tubuhnya sekuat mungkin agar tidak dibawa olehnya."Lepaskan! Lepaskan!" jerit Lana. Lana mencoba melepaskan cengkraman Mikail dengan mencabik tangannya menggunakan kuku hingga berdarah. Mikail justru semakin kuat menariknya meski sembari menahan rasa sakit. Namun, pada akhirnya Lana tak mampu lagi menahannya, dan mau tak mau terhela. Hanya saja, kakinya tiba-tiba tersandung. Lana terhempas, dan kepalanya membentur tepi ranjang. Suara pekik kesakitan keluar dari bibirnya. Mikail terhenyak, tetapi bergeming di tempat melihat reaksi Lana selanjutnya. Baguslah, gadis itu tak akan pingsan hanya karena dahinya terbentur sedikit. "Aduh, aduh. Apa dengan cara ini kau membunuhku?" keluh Lana ser

  • Office Girl Pribadi CEO   Lima

    Mikail mengoleskan salep luka pada bekas cakaran Lana di ruang kerjanya. Sang sekretaris, Vincent, berdiri memandanginya tanpa kata. Namun, Vincent tak dapat menahan lagi bibirnya untuk mengajukan sebuah pertanyaan padanya."Apa Anda baik-baik saja? Bagaimana kalau diperiksa ke dokter, Pak? Saya cemas jika luka itu infeksi.""Tak perlu, aku sudah mengoleskan antiseptik. Lagi pula, ini hanya luka ringan," jawab Mikail santai. Vincent tak berkomentar sesaat, sebelum muncul lagi pertanyaan lain. "Apa wanita itu yang melakukannya?""Ya, dia hebat, 'kan?" sahut Mikail, tersenyum sinis. "Dia sangat lancang. Berani sekali dia melakukan hal itu pada Bapak?" Vincent tak bermaksud memprovokasi, tapi dia memang benar-benar marah pada perlakuan yang dilakukan Lana pada bosnya. Namun yang terjadi, Mikail malah tersenyum lebar. "Dia memang berbeda. Aku tidak pernah menemui wanita manapun yang berani menentangku," komentarnya, mata birunya yang tajam melirik ke arah lain. "Biasanya, wanita-wanit

  • Office Girl Pribadi CEO   Enam

    Lana duduk di atas ranjang seraya bersandar dan menjulurkan kaki. Matanya fokus pada satu arah, termenung berpikir serius dengan tangan menyentuh dagu."Apa itu benar-benar pintu keluarnya? Bagaimana kalau bukan?" gumamnya, kakinya digerak-gerakkan cepat. Ingatannya melintas pada kejadian beberapa jam yang lalu. Norman memergokinya di tempat itu. Apakah nanti akan terpengaruh?"Takutnya..." Mata Lana menyipit. "Aku ketahuan tadi, terus Norman menutup pintu tadi."Lana menegak, wajahnya pucat dengan keraguan dan rasa cemas yang menyeruak. Tiba-tiba ia beranjak lalu membeku dan menegang. "Aku nggak ketahuan kan tadi?" gumamnya resah, berjalan mondar-mandir di tempat. Pasti nggak ketahuan, aku yakin! Duuuuuuuh... semoga aja nggak ketahuan! Kalau sampai itu terjadi, aku nggak bisa kabur...."Ting! Langkahnya sontak terhenti. Bagaimana kalau ia manfaatkan situasinya? Maksudnya. Lana terkurung di rumah, tapi tidak di dalam kamar ini. Ia bisa berkeliling di rumah ini kapanpun, bahkan di ma

  • Office Girl Pribadi CEO   Tujuh

    "Haruskah aku membunuhnya?"Keraguan itu berkecambuk dalam hati, seakan ada dua suara yang menghasutnya. Hati nurani berusaha mencegah untuk melakukan hal itu. Di lain sisi setan menghembuskan kebencian dengan memutar memori kematian orangtuanya dalam otak. Akhirnya, dendam berhasil menguasai, perlahan kedua tangannya mengarah pada leher Mikail, bersiap mencengkramnya kuat sampai meregang nyawa.Grep!Lana terhenyak, tiba-tiba kedua tangannya digenggam oleh Mikail. Kemudian, mata pria itu terbuka. Tatapan kebencian Lana berubah menjadi keterkejutan lalu kecemasan.Lana berusaha menarik tangannya, tetapi Mikail semakin kuat menggenggamnya. Senyuman sinis pria itu berkembang, membuat Lana gugup bukan kepalang.Apakah hari ini ia akan mati?Dengan cepat Mikail memutar keadaan sehingga kini Lana yang terbaring di ranjang. Kedua lengan Lana diletakkan di samping kepalanya, mengekangnya dengan lengan kekar Mikail."Kemarin diracun, sekarang dicekik. Besok apa lagi? Mungkin kau akan mencoba

  • Office Girl Pribadi CEO   Delapan

    "Apa katamu?" Begitu kata itu terucap, Norman gemetaran. Cepat Mikail beranjak, lalu melemparkan gelas yang dipegangnya ke dinding. Tak sempat bagi Norman untuk bergidik, sebab Mikail langsung meraih lehernya dan mencekiknya. "Pelayan di rumah ini banyak, bagaimana kalian bisa seteledor itu, hah?" bentak Mikail, matanya nyalang mengerikan.Cekikan dari tangan kekar Mikail tak begitu kencang, sehingga Norman masih bisa sedikit bernapas, meskipun agak sulit untuk berbicara. "Ma... ma... maafkan saya... Tuan," jawabnya tercekat. "Saya akan memaksimalkan penjagaan."Sayangnya, Mikail tak mudah dibujuk, ia belum puas jika kemarahannya belum dilampiaskan dulu, barulah ia menghempaskan Norman hingga terjungkal. Mikail melirik dingin pada Norman yang tengah merangkak di bawah kakinya. "Pastikan bahwa hal itu bukan sekadar ucapan!"Ancaman yang cukup membuat tubuh Norman menggigil di balik sikap dan ucapannya yang tenang. "Baik, Tuan."Mikail mengibas-kibaskan tangannya, menyuruh Norman eny

  • Office Girl Pribadi CEO   Sembilan

    "Ya, itu aja!"Lana sigap beranjak dari tempatnya. Setelah hampir satu jam berpikir, ia memutuskan untuk mencoba pakai cara yang tadi. Maka, Lana berjalan keluar kamar, mencari keberadaan Norman. Namun, ia tak menemukannya di dapur. Saat keluar dari dapur, ia berpapasan dengan dua pelayan muda. "Siang, Nona. Apa ada yang bisa kami bantu?" sapa salah seorang pelayan.Iya, Lana memang membutuhkan bantuan. Senyumannya merekah kala pertanyaan itu diajukan. "Apa kalian tahu di mana pak Norman?" tanyanya bergegas. "Tuan Norman sepertinya ada di taman belakang. Mau saya panggilkan?" Padahal Lana bisa meminta mereka untuk menyuruh Norman datang ke kamarnya, tetapi Lana malah menolak. "Nggak usah, saya yang akan menghampirinya."Kaki mungilnya terburu-buru melangkah meninggalkan kedua pelayan itu menuju taman belakang yang sering dilihat Lana lewat jendela kamarnya.Norman sedang menyiram kebun bagian bunga mawar putih. Keindahan taman yang dihiasi oleh air mancur tak membuat Lana terpana.

  • Office Girl Pribadi CEO   Sepuluh

    "Bagaimana dia bisa lolos?!" maki Mikail, sebuah vas yang dibelinya langsung dari China melayang hampir ke wajah seorang pengawal.Sang pengawal berlutut dan menunduk gemetaran. Hanya satu kata yang bisa diucapkannya:"Maafkan saya, Tuan."Bukan pengampunan, melainkan amarah Mikail semakin menjadi. Mikail menghampirinya, menggenggam kerah bajunya, lalu melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah si pengawal, menjadikannya tontonan memilukan di depan para pengawal lainnya. "Bodoh! Saya mencari pengawal terbaik dan menggaji tinggi kalian. Apa otakmu sangat kecil, bisa-bisanya ditipu oleh wanita itu!" Mikail memaki seraya menendang tubuh sang pengawal yang terbaring tanpa melawan. Norman juga merasa takut sekaligus kasihan pada pengawal itu. Iapun memberanikan diri maju untuk mempertanggungkan perbuatannya. "Tuan, saya juga bersalah dalam hal ini. Tolong, maafkan kami."Mikail langsung menoleh bengis pada pria paruh baya itu. Gerakannya cepat melesat mendorong Norman dengan satu tangan sa

  • Office Girl Pribadi CEO   Sebelas

    "Tuhan, selamatkan aku...," lirih Lana dalam hati, terisak.Pria itu bergerak di atas Lana, lalu menindihnya. Dia tersenyum, memandangi wajah cantiknya. "Jangan takut, sayang. Kamu pasti ketagihan nanti," ucapnya sensual, setengah berbisik.Rahang Lana mengeras. Ia malah nekat membuat pria itu semakin bengis dengan meludahi wajahnya. Alhasil, pria itu mendelik marah. Dari raut wajahnya, kali ini perlakuan kasar yang akan didapatkan Lana atas kelancangannya itu."DASAR JALANG!"Pria itu meradang, menyingkapkan baju kaus Lana hingga terlihatlah bra hitam yang menutupi payudara ranumnya. Wajah pria itu mendekat pada area sensitif itu. Lana mendelik dan sebisa mungkin meronta. "JANGAN!" jerit Lana kencang.Tiba-tiba, bahu pria itu digenggam, lalu ditarik oleh seseorang di belakangnya hingga terjatuh di atas sebuah makam. Keempat temannya menoleh kaget pada pria yang membuatnya jatuh. Lana juga melirik pada pria itu. Tapi karena tempat itu gelap, ditambah lagi matanya digenangi oleh air m

Latest chapter

  • Office Girl Pribadi CEO   Empat belas

    “Sshhh... kau akan menyakiti lenganmu kalau kau meronta-ronta terus seperti itu.” Bibir Mikail merayap dan mendarat di bibir Lana.Lelaki itu mengecup sedikit ujung bibir Lana, lalu lidahnya menelusup masuk, membuka bibir Lana yang lembut, mencecapnya dan merasakan seluruh tekstur bibir Lana yang hangat dan panas, lidahnya mengait lidah Lana dan memainkannya dengan intensitas yang sangat ahli.Ketika Mikail melepaskan bibirnya, napas Lana terengah-engah, ciuman ini adalah ciuman yang paling intens yang pernah dirasakannya.“Kau menyukainya bukan?” Mikail berbisik lembut dengan nafasnya .yang panas di telinga Lana. “Aku sangat menyukai bibirmu, dan sensasi kelembutannya di bibirku...” Tangan Mikail merayap ke bawah, meraba kulit leher Lana. “Seluruh tubuhmu hangat sayang, seakan menggodaku....” Jemari Mikail menyingkap rok Lana dan menelusup ke dalam sana, menggoda pusat gairahnya. “Di sini... yang

  • Office Girl Pribadi CEO   Tiga belas

    Tubuh lemas Lana di baringkan di lantai di pinggiran kolam, lalu dia merasakan perutnya di tekan dengan ahli hingga aliran air yang tertelan keluar.Lana memuntahkan banyak air dan terbatuk-batuk kesakitan. Paru-parunya masih terasa begitu sakit dan nyeri. Siapakah penolongnya?Apakah dia memang belum diizinkan mati? Tangan kuat itu terus menekan hingga seluruh cairan terpompa keluar dari perut Lana. Mata Lana mulai buram, kesadarannya semakin hilang, ketika suara itu terdengar tenang di atasnya. “Panggil dokter.”Itu suara Mikail. Apakah Mikail yang menyelamatkannya? Lagi pula... kenapa lelaki itu menyelamatkannya?♡♡♡Mikail keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup. Dan seluruh pakaiannya yang basah teronggok di lantai. Sebuah gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh.Norman berdiri di sana, bekas-bekas pukulan Mikail masih menimbulkan memar-memar di sana sini, tetapi lelaki itu sep

  • Office Girl Pribadi CEO   Dua belas

    Tubuh Norman hampir melemas. Tubuhnya dan wajahnya dipenuhi lebam. Darah mengalir pada hidung dan bibirnya, semakin membuat Lana kasihan melihatnya.Lana menjerit, tangisannya semakin keras. "Hentikan! Aku mohon," pintanya memelas, semakin lama tubuhnya duduk bersimpuh di atas lantai.Mikail menghentikan pukulannya, lalu menoleh pada Lana yang tengah menangis tak berdaya. Dihampirinya gadis itu. "Kamu menangisinya? Apa sekarang kau menyesal?"Lana tak menjawab, tertunduk sesegukan. Namun, Mikail tetap ingin menagih jawabannya. Dagu Lana diremasnya dan dihelanya kasar hingga tatapan mereka kini beradu. Mikail tersenyum puas melihat mata Lana basah disebabkan oleh air mata penderitaan."Norman begitu gara-gara kau. Lihat!" Mikail beringsut sedikit, mengarahkan tunjukkannya pada tubuh Norman yang tengah meringkuk kesakitan. "Jika kau berbuat salah, maka para pekerja yang ada di rumah ini yang akan menanggung hukumannya."Kejam sekali! Lana menat

  • Office Girl Pribadi CEO   Sebelas

    "Tuhan, selamatkan aku...," lirih Lana dalam hati, terisak.Pria itu bergerak di atas Lana, lalu menindihnya. Dia tersenyum, memandangi wajah cantiknya. "Jangan takut, sayang. Kamu pasti ketagihan nanti," ucapnya sensual, setengah berbisik.Rahang Lana mengeras. Ia malah nekat membuat pria itu semakin bengis dengan meludahi wajahnya. Alhasil, pria itu mendelik marah. Dari raut wajahnya, kali ini perlakuan kasar yang akan didapatkan Lana atas kelancangannya itu."DASAR JALANG!"Pria itu meradang, menyingkapkan baju kaus Lana hingga terlihatlah bra hitam yang menutupi payudara ranumnya. Wajah pria itu mendekat pada area sensitif itu. Lana mendelik dan sebisa mungkin meronta. "JANGAN!" jerit Lana kencang.Tiba-tiba, bahu pria itu digenggam, lalu ditarik oleh seseorang di belakangnya hingga terjatuh di atas sebuah makam. Keempat temannya menoleh kaget pada pria yang membuatnya jatuh. Lana juga melirik pada pria itu. Tapi karena tempat itu gelap, ditambah lagi matanya digenangi oleh air m

  • Office Girl Pribadi CEO   Sepuluh

    "Bagaimana dia bisa lolos?!" maki Mikail, sebuah vas yang dibelinya langsung dari China melayang hampir ke wajah seorang pengawal.Sang pengawal berlutut dan menunduk gemetaran. Hanya satu kata yang bisa diucapkannya:"Maafkan saya, Tuan."Bukan pengampunan, melainkan amarah Mikail semakin menjadi. Mikail menghampirinya, menggenggam kerah bajunya, lalu melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah si pengawal, menjadikannya tontonan memilukan di depan para pengawal lainnya. "Bodoh! Saya mencari pengawal terbaik dan menggaji tinggi kalian. Apa otakmu sangat kecil, bisa-bisanya ditipu oleh wanita itu!" Mikail memaki seraya menendang tubuh sang pengawal yang terbaring tanpa melawan. Norman juga merasa takut sekaligus kasihan pada pengawal itu. Iapun memberanikan diri maju untuk mempertanggungkan perbuatannya. "Tuan, saya juga bersalah dalam hal ini. Tolong, maafkan kami."Mikail langsung menoleh bengis pada pria paruh baya itu. Gerakannya cepat melesat mendorong Norman dengan satu tangan sa

  • Office Girl Pribadi CEO   Sembilan

    "Ya, itu aja!"Lana sigap beranjak dari tempatnya. Setelah hampir satu jam berpikir, ia memutuskan untuk mencoba pakai cara yang tadi. Maka, Lana berjalan keluar kamar, mencari keberadaan Norman. Namun, ia tak menemukannya di dapur. Saat keluar dari dapur, ia berpapasan dengan dua pelayan muda. "Siang, Nona. Apa ada yang bisa kami bantu?" sapa salah seorang pelayan.Iya, Lana memang membutuhkan bantuan. Senyumannya merekah kala pertanyaan itu diajukan. "Apa kalian tahu di mana pak Norman?" tanyanya bergegas. "Tuan Norman sepertinya ada di taman belakang. Mau saya panggilkan?" Padahal Lana bisa meminta mereka untuk menyuruh Norman datang ke kamarnya, tetapi Lana malah menolak. "Nggak usah, saya yang akan menghampirinya."Kaki mungilnya terburu-buru melangkah meninggalkan kedua pelayan itu menuju taman belakang yang sering dilihat Lana lewat jendela kamarnya.Norman sedang menyiram kebun bagian bunga mawar putih. Keindahan taman yang dihiasi oleh air mancur tak membuat Lana terpana.

  • Office Girl Pribadi CEO   Delapan

    "Apa katamu?" Begitu kata itu terucap, Norman gemetaran. Cepat Mikail beranjak, lalu melemparkan gelas yang dipegangnya ke dinding. Tak sempat bagi Norman untuk bergidik, sebab Mikail langsung meraih lehernya dan mencekiknya. "Pelayan di rumah ini banyak, bagaimana kalian bisa seteledor itu, hah?" bentak Mikail, matanya nyalang mengerikan.Cekikan dari tangan kekar Mikail tak begitu kencang, sehingga Norman masih bisa sedikit bernapas, meskipun agak sulit untuk berbicara. "Ma... ma... maafkan saya... Tuan," jawabnya tercekat. "Saya akan memaksimalkan penjagaan."Sayangnya, Mikail tak mudah dibujuk, ia belum puas jika kemarahannya belum dilampiaskan dulu, barulah ia menghempaskan Norman hingga terjungkal. Mikail melirik dingin pada Norman yang tengah merangkak di bawah kakinya. "Pastikan bahwa hal itu bukan sekadar ucapan!"Ancaman yang cukup membuat tubuh Norman menggigil di balik sikap dan ucapannya yang tenang. "Baik, Tuan."Mikail mengibas-kibaskan tangannya, menyuruh Norman eny

  • Office Girl Pribadi CEO   Tujuh

    "Haruskah aku membunuhnya?"Keraguan itu berkecambuk dalam hati, seakan ada dua suara yang menghasutnya. Hati nurani berusaha mencegah untuk melakukan hal itu. Di lain sisi setan menghembuskan kebencian dengan memutar memori kematian orangtuanya dalam otak. Akhirnya, dendam berhasil menguasai, perlahan kedua tangannya mengarah pada leher Mikail, bersiap mencengkramnya kuat sampai meregang nyawa.Grep!Lana terhenyak, tiba-tiba kedua tangannya digenggam oleh Mikail. Kemudian, mata pria itu terbuka. Tatapan kebencian Lana berubah menjadi keterkejutan lalu kecemasan.Lana berusaha menarik tangannya, tetapi Mikail semakin kuat menggenggamnya. Senyuman sinis pria itu berkembang, membuat Lana gugup bukan kepalang.Apakah hari ini ia akan mati?Dengan cepat Mikail memutar keadaan sehingga kini Lana yang terbaring di ranjang. Kedua lengan Lana diletakkan di samping kepalanya, mengekangnya dengan lengan kekar Mikail."Kemarin diracun, sekarang dicekik. Besok apa lagi? Mungkin kau akan mencoba

  • Office Girl Pribadi CEO   Enam

    Lana duduk di atas ranjang seraya bersandar dan menjulurkan kaki. Matanya fokus pada satu arah, termenung berpikir serius dengan tangan menyentuh dagu."Apa itu benar-benar pintu keluarnya? Bagaimana kalau bukan?" gumamnya, kakinya digerak-gerakkan cepat. Ingatannya melintas pada kejadian beberapa jam yang lalu. Norman memergokinya di tempat itu. Apakah nanti akan terpengaruh?"Takutnya..." Mata Lana menyipit. "Aku ketahuan tadi, terus Norman menutup pintu tadi."Lana menegak, wajahnya pucat dengan keraguan dan rasa cemas yang menyeruak. Tiba-tiba ia beranjak lalu membeku dan menegang. "Aku nggak ketahuan kan tadi?" gumamnya resah, berjalan mondar-mandir di tempat. Pasti nggak ketahuan, aku yakin! Duuuuuuuh... semoga aja nggak ketahuan! Kalau sampai itu terjadi, aku nggak bisa kabur...."Ting! Langkahnya sontak terhenti. Bagaimana kalau ia manfaatkan situasinya? Maksudnya. Lana terkurung di rumah, tapi tidak di dalam kamar ini. Ia bisa berkeliling di rumah ini kapanpun, bahkan di ma

DMCA.com Protection Status