Share

Empat

Penulis: Liana Dee
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-16 22:13:44

"Kau akan kubunuh!"

Lana membeku dengan mata mendelik ngeri. Dibunuh? Tapi, ia tidak siap mati sekarang. Kematian orangtuanya belum terbalas. Ia baru bisa mati jika Mikail yang mati duluan!

Mikail menarik Lana yang masih dalam keadaan terkejut. Namun, kesadarannya cepat pulih, dan langsung menahan tubuhnya sekuat mungkin agar tidak dibawa olehnya.

"Lepaskan! Lepaskan!" jerit Lana.

Lana mencoba melepaskan cengkraman Mikail dengan mencabik tangannya menggunakan kuku hingga berdarah. Mikail justru semakin kuat menariknya meski sembari menahan rasa sakit.

Namun, pada akhirnya Lana tak mampu lagi menahannya, dan mau tak mau terhela. Hanya saja, kakinya tiba-tiba tersandung. Lana terhempas, dan kepalanya membentur tepi ranjang.

Suara pekik kesakitan keluar dari bibirnya. Mikail terhenyak, tetapi bergeming di tempat melihat reaksi Lana selanjutnya. Baguslah, gadis itu tak akan pingsan hanya karena dahinya terbentur sedikit.

"Aduh, aduh. Apa dengan cara ini kau membunuhku?" keluh Lana seraya memegang keningnya.

Lana tertegun, merasakan dahinya basah. Wajahnya memucat ketika menemukan darah di telapak tangannya. "Darah! Kepalaku berdarah! Kepalaku bocor!" pekiknya panik seperti anak kecil yang sedang merengek.

Mikail menghela napas panjang, lalu menggeleng heran. Apa nona mantan orang kaya ini tak pernah terluka? Masa sampai panik begini hanya karena keningnya terluka sedikit?

Lantas, Mikail mendekatinya dan membungkuk. Tanpa seizinnya, Mikail menggendong tubuh Lana, yang langsung memprotes.

"Mau apa kau? Turunkan aku!" semburnya garang.

Mikail tak peduli, dibawanya tubuh Lana ke ranjang, dan mendudukkannya. Lana sudah suudzon saja pada pria itu, dikira Mikail akan berbuat tak senonoh padanya. Tapi, Mikail malah menghampiri sebuah nakas, mengeluarkan sesuatu dari dalam laci.

Mata Lana membulat melihat benda yang dibawa oleh Mikail. Kotak obat? Apa pria itu ingin mengobatinya?

Mikail duduk di hadapan Lana, lalu membuka kotak obat. Lana terdiam melihat Mikail mengisi segelas air yang ada di nakas dekat ranjang, dan mencelupkan kapas ke dalam air. Mikail mengarahkan kapas basah itu ke arah kening Lana, tetapi Lana spontan menjauhkan tubuhnya seraya menatap curiga.

Gadis ini tak mempercayainya? Dikira Mikail ingin mencelakainya? Mikail mendengus keras. "Aku hanya ingin mengobatimu," katanya agak jengkel.

Tetap saja ekspresi Lana tak berubah. "Kenapa?"

Mikail menelengkan kepala seraya mengernyit. "Apanya yang kenapa?"

"Ya ... kenapa kau mau mengobatiku? Bukannya kau ingin membunuhku?"

Masih saja gadis itu berani mengkonfrontasinya, makin kesal saja! "Memangnya kau sudah siap mati?" Mikail bertanya sembari mengusapkan kapas basah pada kening Lana dengan paksa, tak peduli wanita itu memasang wajah cemberut ataupun memprotesnya lagi.

"Sebenarnya sih...." gumam Lana, lambat-laun terdiam karena ragu.

"Kau takut mati, 'kan?" tebak Mikail langsung.

"Nggak!" seru Lana, menyanggah keras. "Aku tidak akan mati sekarang, sebelum kau yang mati duluan!"

Mikail tak menjawab, fokus memberikan obat merah dan membalut luka dengan plester. Lana juga tidak mengatakan apa pun lagi setelahnya, iapun terdiam sambil mencoba mengalihkan tatapannya ke arah lain. Habis, canggung sekali rasanya, dan ia takut tergoda oleh wajah tampan Mikail yang aristokrat.

Setan memang resek! Hati Lana lama-lama terayu untuk memandangi wajah pria itu. Awalnya, matanya tak sengaja melirik sekilas pada Mikail. Namun, setan terus menghasut, ia melirik beberapa kali pria itu, sampai akhirnya ia menatapnya diam-diam. Lana sengaja menunduk supaya Mikail tak mencurigainya sewaktu-waktu ia kepergok.

Finish! Mikail menekan agak keras plester yang ditempelkan pada kening Lana seraya berkata, "Baiklah. Silakan saja kau coba membunuhku, itupun kalau bisa."

Lana menyipit sengit ketika Mikail beranjak dari tempatnya. Senyum mencemooh itu, apa Mikail meremehkannya? Ya, walaupun Mikail dijaga ketat oleh banyak pengawal, dan kualitas makanannya terjamin sebab memiliki banyak pelayan yang memasakkan makanan, bukan berarti Lana tak memiliki kesempatan untuk membunuhnya.

Lihat saja Mikail. Nyawamu dalam genggamanku sekarang!

đź’Ť

Pakaian sudah berganti dengan gaun pilihannya. Para pelayan muda membantunya berdandan dengan riasan natural yang cantik. Setelah itu, ia ditinggalkan dalam kamar dengan menu sarapan.

Lana menatap nampan yang berisi lasagna, susu, dan sepiring puding cokelat dengan fla yang lumer di atasnya. Menggoda? Tidak! Justru ia malas melihatnya.

"Bagaimana dia bisa tahu menu sarapan kesukaanku?" gumamnya, memalingkan wajah jengkel. "Apa dia pikir, makanan favoritku bisa mengubah pendirianku? Jangan harap!"

Tapi, perut yang keroncongan tak bisa disembunyikan. Sekeras apa pun Lana untuk menolak makanan itu, pada akhirnya sulit baginya untuk menahan rasa lapar, apalagi sudah terlambat baginya untuk sarapan.

Disantapnya makanan itu sampai ludes, yang tersisa hanya nampan berisi piring dan gelas kosong. Sepertinya benar, kalau perut sudah terisi penuh, maka otak bisa berpikir dengan baik. Pandangannya kembali teralihkan pada nampan, dan sebuah ide muncul saat itu juga

"Apa aku berdalih mengantarkan nampan itu ke dapur sambil mencari jalan keluar?" gumamnya, kemudian mengalihkan pandangan pada pintu kamar. "Kan aku nggak dikurung dalam kamar?"

Lana melompat dari ranjang, berjalan menuju jendela. Ia berdiri di sana, memperhatikan situasi area halaman rumah dari atas. Entah apa karena sejak Lana ditempatkan di sini, penjagaan rumah menjadi sangat ketat?

Sudah ada dua satpam yang berjaga, Mikail tetap menempatkan dua pengawal berbadan besar di sana. Selain itu, ia melihat 3 penjaga mondar-mandir di sekitar halaman. Bahkan, salah satu pengawal memergokinya di sana. Lana terkesiap, spontan bersembunyi di balik pintu.

"Kalau kayak gini? Bakal susah buat kabur," rutuknya, rahangnya mengeras. "Jangan-jangan ... Mikail juga menempatkan pengawal di sana?"

Gusar, gemas, dan cemas, itulah yang dirasakan Lana seraya mondar-mandir di ruangan itu. Otaknya benar-benar buntu, tak ada ide lagi! Kalau ia tak bisa keluar dari sini, sulit baginya untuk membunuh Mikail.

"Tau ah!" pekiknya geram. "Mungkin ada baiknya aku coba dulu mencari jalan keluar lain yang ada di rumah ini."

Lana menyambar nampan itu, lalu melangkah cepat keluar dari ruangan. Namun, sesampainya di luar, Lana malah bergeming skeptis. Apa rencananya ini akan berhasil? Ia cemas jika ada pengawal atau pelayan yang menghalanginya.

Ia mengulum bibirnya, berpikir berulang kali sebelum akhirnya memutuskan untuk terus melanjutkan rencananya. Gamang, Lana melangkahkan kakinya di lorong itu. Sesampainya di tangannya, Lana berjingkat menuruni tangga sembari melihat waspada di sekitar.

Ia berhasil melewatinya tanpa bertemu dengan pelayan atau pengawal. Pada ke mana mereka? Apa jangan-jangan para pelayan sedang sibuk di dapur? Biar saja! Dengan begitu, ia bisa bebas menjelajahi sudut rumah setelah mengantarkan nampan ini.

Lana sampai di ambang pintu menuju dapur. Perlahan ia melongok ke dalam dapur. Tapi, dapur ternyata kosong. Lana tertegun heran. Ke mana para pelayan?

"Apa mereka tidak mempersiapkan menu makan siang? Oh, iya! Majikan mereka kan tidak di rumah."

Hmm ... sudahlah! Walaupun tak sesuai perkiraan, Lana akan tetap pada rencana awal. Bagaimana hasilnya, lihat saja nanti!

Lana akan melangkah masuk ke dalam dapur, tapi kembali bersembunyi di balik tembok sebab seorang pelayan muncul dari sebuah pintu di samping kulkas.

Ada ruangan lain di sana? Tempat apa itu? Apa di sana terdapat pintu keluar? Lana penasaran.

Lana keluar dari persembunyian, bersikap biasa. Pelayan tadi tengah membersihkan tangan. Dia tertegun ketika melihat Lana memasuki dapur.

"Nona?" Spontan pelayan itu menyapa. Mendapati Lana membawa nampan, pelayan itu bergegas merenggutnya dari Lana. "Sini, Nona. Biar saya aja yang bawa."

Lana tertawa kecil. "Terima kasih," jawabnya.

Pelayan meletakkan nampan itu di westafel. Lana berpura-pura mencari gelas dan mengisinya dengan air sebagai dalih menunggu pelayan itu keluar dari dapur.

Lana diam-diam melirik pelayan itu sembari menyesap airnya sedikit-sedikit, menunggu sampai akhirnya si pelayan berkata:

"Nona, saya permisi dulu. Kalau membutuhkan sesuatu, panggil saja."

Lana tersenyum samar sekejab, lalu berpura-pura tertegun. "Ah, iya! Terima kasih," sahutnya.

Pelayan itu pergi. Lana melongok ke luar, memastikan pelayan itu benar-benar sudah menjauh dari sini. Sekarang, giliran ia memeriksa tempat ruangan itu.

Lana menghampiri, lalu membuka pintu yang dilewati oleh pelayan tadi. Gegas ia masuk ke dalam. Ia terpana melihat ini hanya lorong sempit yang terdapat beberapa pintu di samping kanan dan kiri lorong.

"Mirip kos-kosan," gumamnya. "Ruangan apa yang ada di balik pintu ini?"

Lana mencoba mencari tahu dengan membuka pintu paling depan lorong ini. Dikunci! Mungkinkah semua ruangan juga dikunci? Sia-sia dong pencariannya?

Akan tetapi, ia menemukan jalan lain di lorong ini. Pikirnya, mungkin sama juga dengan di lorong ini?

Sikap keras kepala dan rasa keyakinan tinggi membuatnya terus melangkah untuk mencari tahu. Akhirnya, Lana menuju ke lorong itu. Ternyata, lorong itu sangat pendek, dan terdapat sebuah pintu yang terbuka sedikit.

Ada cahaya yang terlihat dari celah pintu! Apa itu adalah pintu keluar rahasia?

"Nona? Sedang apa Anda di sini?"

Lana mendelik, suara seseorang di belakangnya mengejutkannya. Gawat, ia ketahuan![]

Bab terkait

  • Office Girl Pribadi CEO   Lima

    Mikail mengoleskan salep luka pada bekas cakaran Lana di ruang kerjanya. Sang sekretaris, Vincent, berdiri memandanginya tanpa kata. Namun, Vincent tak dapat menahan lagi bibirnya untuk mengajukan sebuah pertanyaan padanya."Apa Anda baik-baik saja? Bagaimana kalau diperiksa ke dokter, Pak? Saya cemas jika luka itu infeksi.""Tak perlu, aku sudah mengoleskan antiseptik. Lagi pula, ini hanya luka ringan," jawab Mikail santai. Vincent tak berkomentar sesaat, sebelum muncul lagi pertanyaan lain. "Apa wanita itu yang melakukannya?""Ya, dia hebat, 'kan?" sahut Mikail, tersenyum sinis. "Dia sangat lancang. Berani sekali dia melakukan hal itu pada Bapak?" Vincent tak bermaksud memprovokasi, tapi dia memang benar-benar marah pada perlakuan yang dilakukan Lana pada bosnya. Namun yang terjadi, Mikail malah tersenyum lebar. "Dia memang berbeda. Aku tidak pernah menemui wanita manapun yang berani menentangku," komentarnya, mata birunya yang tajam melirik ke arah lain. "Biasanya, wanita-wanit

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-18
  • Office Girl Pribadi CEO   Enam

    Lana duduk di atas ranjang seraya bersandar dan menjulurkan kaki. Matanya fokus pada satu arah, termenung berpikir serius dengan tangan menyentuh dagu."Apa itu benar-benar pintu keluarnya? Bagaimana kalau bukan?" gumamnya, kakinya digerak-gerakkan cepat. Ingatannya melintas pada kejadian beberapa jam yang lalu. Norman memergokinya di tempat itu. Apakah nanti akan terpengaruh?"Takutnya..." Mata Lana menyipit. "Aku ketahuan tadi, terus Norman menutup pintu tadi."Lana menegak, wajahnya pucat dengan keraguan dan rasa cemas yang menyeruak. Tiba-tiba ia beranjak lalu membeku dan menegang. "Aku nggak ketahuan kan tadi?" gumamnya resah, berjalan mondar-mandir di tempat. Pasti nggak ketahuan, aku yakin! Duuuuuuuh... semoga aja nggak ketahuan! Kalau sampai itu terjadi, aku nggak bisa kabur...."Ting! Langkahnya sontak terhenti. Bagaimana kalau ia manfaatkan situasinya? Maksudnya. Lana terkurung di rumah, tapi tidak di dalam kamar ini. Ia bisa berkeliling di rumah ini kapanpun, bahkan di ma

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-25
  • Office Girl Pribadi CEO   Tujuh

    "Haruskah aku membunuhnya?"Keraguan itu berkecambuk dalam hati, seakan ada dua suara yang menghasutnya. Hati nurani berusaha mencegah untuk melakukan hal itu. Di lain sisi setan menghembuskan kebencian dengan memutar memori kematian orangtuanya dalam otak. Akhirnya, dendam berhasil menguasai, perlahan kedua tangannya mengarah pada leher Mikail, bersiap mencengkramnya kuat sampai meregang nyawa.Grep!Lana terhenyak, tiba-tiba kedua tangannya digenggam oleh Mikail. Kemudian, mata pria itu terbuka. Tatapan kebencian Lana berubah menjadi keterkejutan lalu kecemasan.Lana berusaha menarik tangannya, tetapi Mikail semakin kuat menggenggamnya. Senyuman sinis pria itu berkembang, membuat Lana gugup bukan kepalang.Apakah hari ini ia akan mati?Dengan cepat Mikail memutar keadaan sehingga kini Lana yang terbaring di ranjang. Kedua lengan Lana diletakkan di samping kepalanya, mengekangnya dengan lengan kekar Mikail."Kemarin diracun, sekarang dicekik. Besok apa lagi? Mungkin kau akan mencoba

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Office Girl Pribadi CEO   Delapan

    "Apa katamu?" Begitu kata itu terucap, Norman gemetaran. Cepat Mikail beranjak, lalu melemparkan gelas yang dipegangnya ke dinding. Tak sempat bagi Norman untuk bergidik, sebab Mikail langsung meraih lehernya dan mencekiknya. "Pelayan di rumah ini banyak, bagaimana kalian bisa seteledor itu, hah?" bentak Mikail, matanya nyalang mengerikan.Cekikan dari tangan kekar Mikail tak begitu kencang, sehingga Norman masih bisa sedikit bernapas, meskipun agak sulit untuk berbicara. "Ma... ma... maafkan saya... Tuan," jawabnya tercekat. "Saya akan memaksimalkan penjagaan."Sayangnya, Mikail tak mudah dibujuk, ia belum puas jika kemarahannya belum dilampiaskan dulu, barulah ia menghempaskan Norman hingga terjungkal. Mikail melirik dingin pada Norman yang tengah merangkak di bawah kakinya. "Pastikan bahwa hal itu bukan sekadar ucapan!"Ancaman yang cukup membuat tubuh Norman menggigil di balik sikap dan ucapannya yang tenang. "Baik, Tuan."Mikail mengibas-kibaskan tangannya, menyuruh Norman eny

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • Office Girl Pribadi CEO   Sembilan

    "Ya, itu aja!"Lana sigap beranjak dari tempatnya. Setelah hampir satu jam berpikir, ia memutuskan untuk mencoba pakai cara yang tadi. Maka, Lana berjalan keluar kamar, mencari keberadaan Norman. Namun, ia tak menemukannya di dapur. Saat keluar dari dapur, ia berpapasan dengan dua pelayan muda. "Siang, Nona. Apa ada yang bisa kami bantu?" sapa salah seorang pelayan.Iya, Lana memang membutuhkan bantuan. Senyumannya merekah kala pertanyaan itu diajukan. "Apa kalian tahu di mana pak Norman?" tanyanya bergegas. "Tuan Norman sepertinya ada di taman belakang. Mau saya panggilkan?" Padahal Lana bisa meminta mereka untuk menyuruh Norman datang ke kamarnya, tetapi Lana malah menolak. "Nggak usah, saya yang akan menghampirinya."Kaki mungilnya terburu-buru melangkah meninggalkan kedua pelayan itu menuju taman belakang yang sering dilihat Lana lewat jendela kamarnya.Norman sedang menyiram kebun bagian bunga mawar putih. Keindahan taman yang dihiasi oleh air mancur tak membuat Lana terpana.

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-13
  • Office Girl Pribadi CEO   Sepuluh

    "Bagaimana dia bisa lolos?!" maki Mikail, sebuah vas yang dibelinya langsung dari China melayang hampir ke wajah seorang pengawal.Sang pengawal berlutut dan menunduk gemetaran. Hanya satu kata yang bisa diucapkannya:"Maafkan saya, Tuan."Bukan pengampunan, melainkan amarah Mikail semakin menjadi. Mikail menghampirinya, menggenggam kerah bajunya, lalu melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah si pengawal, menjadikannya tontonan memilukan di depan para pengawal lainnya. "Bodoh! Saya mencari pengawal terbaik dan menggaji tinggi kalian. Apa otakmu sangat kecil, bisa-bisanya ditipu oleh wanita itu!" Mikail memaki seraya menendang tubuh sang pengawal yang terbaring tanpa melawan. Norman juga merasa takut sekaligus kasihan pada pengawal itu. Iapun memberanikan diri maju untuk mempertanggungkan perbuatannya. "Tuan, saya juga bersalah dalam hal ini. Tolong, maafkan kami."Mikail langsung menoleh bengis pada pria paruh baya itu. Gerakannya cepat melesat mendorong Norman dengan satu tangan sa

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-16
  • Office Girl Pribadi CEO   Sebelas

    "Tuhan, selamatkan aku...," lirih Lana dalam hati, terisak.Pria itu bergerak di atas Lana, lalu menindihnya. Dia tersenyum, memandangi wajah cantiknya. "Jangan takut, sayang. Kamu pasti ketagihan nanti," ucapnya sensual, setengah berbisik.Rahang Lana mengeras. Ia malah nekat membuat pria itu semakin bengis dengan meludahi wajahnya. Alhasil, pria itu mendelik marah. Dari raut wajahnya, kali ini perlakuan kasar yang akan didapatkan Lana atas kelancangannya itu."DASAR JALANG!"Pria itu meradang, menyingkapkan baju kaus Lana hingga terlihatlah bra hitam yang menutupi payudara ranumnya. Wajah pria itu mendekat pada area sensitif itu. Lana mendelik dan sebisa mungkin meronta. "JANGAN!" jerit Lana kencang.Tiba-tiba, bahu pria itu digenggam, lalu ditarik oleh seseorang di belakangnya hingga terjatuh di atas sebuah makam. Keempat temannya menoleh kaget pada pria yang membuatnya jatuh. Lana juga melirik pada pria itu. Tapi karena tempat itu gelap, ditambah lagi matanya digenangi oleh air m

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-17
  • Office Girl Pribadi CEO   Dua belas

    Tubuh Norman hampir melemas. Tubuhnya dan wajahnya dipenuhi lebam. Darah mengalir pada hidung dan bibirnya, semakin membuat Lana kasihan melihatnya.Lana menjerit, tangisannya semakin keras. "Hentikan! Aku mohon," pintanya memelas, semakin lama tubuhnya duduk bersimpuh di atas lantai.Mikail menghentikan pukulannya, lalu menoleh pada Lana yang tengah menangis tak berdaya. Dihampirinya gadis itu. "Kamu menangisinya? Apa sekarang kau menyesal?"Lana tak menjawab, tertunduk sesegukan. Namun, Mikail tetap ingin menagih jawabannya. Dagu Lana diremasnya dan dihelanya kasar hingga tatapan mereka kini beradu. Mikail tersenyum puas melihat mata Lana basah disebabkan oleh air mata penderitaan."Norman begitu gara-gara kau. Lihat!" Mikail beringsut sedikit, mengarahkan tunjukkannya pada tubuh Norman yang tengah meringkuk kesakitan. "Jika kau berbuat salah, maka para pekerja yang ada di rumah ini yang akan menanggung hukumannya."Kejam sekali! Lana menat

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-18

Bab terbaru

  • Office Girl Pribadi CEO   Empat belas

    “Sshhh... kau akan menyakiti lenganmu kalau kau meronta-ronta terus seperti itu.” Bibir Mikail merayap dan mendarat di bibir Lana.Lelaki itu mengecup sedikit ujung bibir Lana, lalu lidahnya menelusup masuk, membuka bibir Lana yang lembut, mencecapnya dan merasakan seluruh tekstur bibir Lana yang hangat dan panas, lidahnya mengait lidah Lana dan memainkannya dengan intensitas yang sangat ahli.Ketika Mikail melepaskan bibirnya, napas Lana terengah-engah, ciuman ini adalah ciuman yang paling intens yang pernah dirasakannya.“Kau menyukainya bukan?” Mikail berbisik lembut dengan nafasnya .yang panas di telinga Lana. “Aku sangat menyukai bibirmu, dan sensasi kelembutannya di bibirku...” Tangan Mikail merayap ke bawah, meraba kulit leher Lana. “Seluruh tubuhmu hangat sayang, seakan menggodaku....” Jemari Mikail menyingkap rok Lana dan menelusup ke dalam sana, menggoda pusat gairahnya. “Di sini... yang

  • Office Girl Pribadi CEO   Tiga belas

    Tubuh lemas Lana di baringkan di lantai di pinggiran kolam, lalu dia merasakan perutnya di tekan dengan ahli hingga aliran air yang tertelan keluar.Lana memuntahkan banyak air dan terbatuk-batuk kesakitan. Paru-parunya masih terasa begitu sakit dan nyeri. Siapakah penolongnya?Apakah dia memang belum diizinkan mati? Tangan kuat itu terus menekan hingga seluruh cairan terpompa keluar dari perut Lana. Mata Lana mulai buram, kesadarannya semakin hilang, ketika suara itu terdengar tenang di atasnya. “Panggil dokter.”Itu suara Mikail. Apakah Mikail yang menyelamatkannya? Lagi pula... kenapa lelaki itu menyelamatkannya?♡♡♡Mikail keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan kemarahan. Rambutnya basah kuyup. Dan seluruh pakaiannya yang basah teronggok di lantai. Sebuah gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh.Norman berdiri di sana, bekas-bekas pukulan Mikail masih menimbulkan memar-memar di sana sini, tetapi lelaki itu sep

  • Office Girl Pribadi CEO   Dua belas

    Tubuh Norman hampir melemas. Tubuhnya dan wajahnya dipenuhi lebam. Darah mengalir pada hidung dan bibirnya, semakin membuat Lana kasihan melihatnya.Lana menjerit, tangisannya semakin keras. "Hentikan! Aku mohon," pintanya memelas, semakin lama tubuhnya duduk bersimpuh di atas lantai.Mikail menghentikan pukulannya, lalu menoleh pada Lana yang tengah menangis tak berdaya. Dihampirinya gadis itu. "Kamu menangisinya? Apa sekarang kau menyesal?"Lana tak menjawab, tertunduk sesegukan. Namun, Mikail tetap ingin menagih jawabannya. Dagu Lana diremasnya dan dihelanya kasar hingga tatapan mereka kini beradu. Mikail tersenyum puas melihat mata Lana basah disebabkan oleh air mata penderitaan."Norman begitu gara-gara kau. Lihat!" Mikail beringsut sedikit, mengarahkan tunjukkannya pada tubuh Norman yang tengah meringkuk kesakitan. "Jika kau berbuat salah, maka para pekerja yang ada di rumah ini yang akan menanggung hukumannya."Kejam sekali! Lana menat

  • Office Girl Pribadi CEO   Sebelas

    "Tuhan, selamatkan aku...," lirih Lana dalam hati, terisak.Pria itu bergerak di atas Lana, lalu menindihnya. Dia tersenyum, memandangi wajah cantiknya. "Jangan takut, sayang. Kamu pasti ketagihan nanti," ucapnya sensual, setengah berbisik.Rahang Lana mengeras. Ia malah nekat membuat pria itu semakin bengis dengan meludahi wajahnya. Alhasil, pria itu mendelik marah. Dari raut wajahnya, kali ini perlakuan kasar yang akan didapatkan Lana atas kelancangannya itu."DASAR JALANG!"Pria itu meradang, menyingkapkan baju kaus Lana hingga terlihatlah bra hitam yang menutupi payudara ranumnya. Wajah pria itu mendekat pada area sensitif itu. Lana mendelik dan sebisa mungkin meronta. "JANGAN!" jerit Lana kencang.Tiba-tiba, bahu pria itu digenggam, lalu ditarik oleh seseorang di belakangnya hingga terjatuh di atas sebuah makam. Keempat temannya menoleh kaget pada pria yang membuatnya jatuh. Lana juga melirik pada pria itu. Tapi karena tempat itu gelap, ditambah lagi matanya digenangi oleh air m

  • Office Girl Pribadi CEO   Sepuluh

    "Bagaimana dia bisa lolos?!" maki Mikail, sebuah vas yang dibelinya langsung dari China melayang hampir ke wajah seorang pengawal.Sang pengawal berlutut dan menunduk gemetaran. Hanya satu kata yang bisa diucapkannya:"Maafkan saya, Tuan."Bukan pengampunan, melainkan amarah Mikail semakin menjadi. Mikail menghampirinya, menggenggam kerah bajunya, lalu melayangkan pukulan bertubi-tubi ke wajah si pengawal, menjadikannya tontonan memilukan di depan para pengawal lainnya. "Bodoh! Saya mencari pengawal terbaik dan menggaji tinggi kalian. Apa otakmu sangat kecil, bisa-bisanya ditipu oleh wanita itu!" Mikail memaki seraya menendang tubuh sang pengawal yang terbaring tanpa melawan. Norman juga merasa takut sekaligus kasihan pada pengawal itu. Iapun memberanikan diri maju untuk mempertanggungkan perbuatannya. "Tuan, saya juga bersalah dalam hal ini. Tolong, maafkan kami."Mikail langsung menoleh bengis pada pria paruh baya itu. Gerakannya cepat melesat mendorong Norman dengan satu tangan sa

  • Office Girl Pribadi CEO   Sembilan

    "Ya, itu aja!"Lana sigap beranjak dari tempatnya. Setelah hampir satu jam berpikir, ia memutuskan untuk mencoba pakai cara yang tadi. Maka, Lana berjalan keluar kamar, mencari keberadaan Norman. Namun, ia tak menemukannya di dapur. Saat keluar dari dapur, ia berpapasan dengan dua pelayan muda. "Siang, Nona. Apa ada yang bisa kami bantu?" sapa salah seorang pelayan.Iya, Lana memang membutuhkan bantuan. Senyumannya merekah kala pertanyaan itu diajukan. "Apa kalian tahu di mana pak Norman?" tanyanya bergegas. "Tuan Norman sepertinya ada di taman belakang. Mau saya panggilkan?" Padahal Lana bisa meminta mereka untuk menyuruh Norman datang ke kamarnya, tetapi Lana malah menolak. "Nggak usah, saya yang akan menghampirinya."Kaki mungilnya terburu-buru melangkah meninggalkan kedua pelayan itu menuju taman belakang yang sering dilihat Lana lewat jendela kamarnya.Norman sedang menyiram kebun bagian bunga mawar putih. Keindahan taman yang dihiasi oleh air mancur tak membuat Lana terpana.

  • Office Girl Pribadi CEO   Delapan

    "Apa katamu?" Begitu kata itu terucap, Norman gemetaran. Cepat Mikail beranjak, lalu melemparkan gelas yang dipegangnya ke dinding. Tak sempat bagi Norman untuk bergidik, sebab Mikail langsung meraih lehernya dan mencekiknya. "Pelayan di rumah ini banyak, bagaimana kalian bisa seteledor itu, hah?" bentak Mikail, matanya nyalang mengerikan.Cekikan dari tangan kekar Mikail tak begitu kencang, sehingga Norman masih bisa sedikit bernapas, meskipun agak sulit untuk berbicara. "Ma... ma... maafkan saya... Tuan," jawabnya tercekat. "Saya akan memaksimalkan penjagaan."Sayangnya, Mikail tak mudah dibujuk, ia belum puas jika kemarahannya belum dilampiaskan dulu, barulah ia menghempaskan Norman hingga terjungkal. Mikail melirik dingin pada Norman yang tengah merangkak di bawah kakinya. "Pastikan bahwa hal itu bukan sekadar ucapan!"Ancaman yang cukup membuat tubuh Norman menggigil di balik sikap dan ucapannya yang tenang. "Baik, Tuan."Mikail mengibas-kibaskan tangannya, menyuruh Norman eny

  • Office Girl Pribadi CEO   Tujuh

    "Haruskah aku membunuhnya?"Keraguan itu berkecambuk dalam hati, seakan ada dua suara yang menghasutnya. Hati nurani berusaha mencegah untuk melakukan hal itu. Di lain sisi setan menghembuskan kebencian dengan memutar memori kematian orangtuanya dalam otak. Akhirnya, dendam berhasil menguasai, perlahan kedua tangannya mengarah pada leher Mikail, bersiap mencengkramnya kuat sampai meregang nyawa.Grep!Lana terhenyak, tiba-tiba kedua tangannya digenggam oleh Mikail. Kemudian, mata pria itu terbuka. Tatapan kebencian Lana berubah menjadi keterkejutan lalu kecemasan.Lana berusaha menarik tangannya, tetapi Mikail semakin kuat menggenggamnya. Senyuman sinis pria itu berkembang, membuat Lana gugup bukan kepalang.Apakah hari ini ia akan mati?Dengan cepat Mikail memutar keadaan sehingga kini Lana yang terbaring di ranjang. Kedua lengan Lana diletakkan di samping kepalanya, mengekangnya dengan lengan kekar Mikail."Kemarin diracun, sekarang dicekik. Besok apa lagi? Mungkin kau akan mencoba

  • Office Girl Pribadi CEO   Enam

    Lana duduk di atas ranjang seraya bersandar dan menjulurkan kaki. Matanya fokus pada satu arah, termenung berpikir serius dengan tangan menyentuh dagu."Apa itu benar-benar pintu keluarnya? Bagaimana kalau bukan?" gumamnya, kakinya digerak-gerakkan cepat. Ingatannya melintas pada kejadian beberapa jam yang lalu. Norman memergokinya di tempat itu. Apakah nanti akan terpengaruh?"Takutnya..." Mata Lana menyipit. "Aku ketahuan tadi, terus Norman menutup pintu tadi."Lana menegak, wajahnya pucat dengan keraguan dan rasa cemas yang menyeruak. Tiba-tiba ia beranjak lalu membeku dan menegang. "Aku nggak ketahuan kan tadi?" gumamnya resah, berjalan mondar-mandir di tempat. Pasti nggak ketahuan, aku yakin! Duuuuuuuh... semoga aja nggak ketahuan! Kalau sampai itu terjadi, aku nggak bisa kabur...."Ting! Langkahnya sontak terhenti. Bagaimana kalau ia manfaatkan situasinya? Maksudnya. Lana terkurung di rumah, tapi tidak di dalam kamar ini. Ia bisa berkeliling di rumah ini kapanpun, bahkan di ma

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status