[Honey, kau sedang apa?]Sebuah pesan Ezra terima dari Poppy yang ada di apartemennya. Pria yang sedang mengecek laporan bulanan itu lantas membalas pesan tersebut.[Aku sedang mengecek laporan bulanan] Ezra memambahkan foto tumpukan berkas yang begitu banyak dengan emoji lelahmTentu saja Poppy yang baru melihatnya jadi tidak tega sendiri. [Apa ada yang bisa kubantu? Di hari pertamamu bekerja, kau sudah dihadiahkan begitu banyak pekerjaan.][Aku membutuhkanmu sebagai penyemangat di sini, tapi aku sadar jika kau sedang anti padaku!]Poppy terkekeh membacanya, lalu membalas, [Maafkan aku.][Tidak apa. Kalau begitu aku akan kembali bekerja, kau istirahatlah!][Baiklah, kau yang semangat.]Setelah membaca pesan dari istrinya, Ezra kembali fokus bekerja. Sementara Poppy malah bersiap-siap.Wanita itu tampaknya akan mengunjungi Ezra seperti yang diinginkan Ezra. Poppy juga membuatkan bekal makan siang yang akan dimakan bersama di sana.“Kali ini kejutannya tidak akan gagal,” gumam Poppy ke
“Apa setelah ini kau akan pulang?” tanya Ezra di sela-sela makannya.Dengan cepat Poppy menggeleng. “Aku akan lebih lama di sini.”Jelas jawaban Poppy membuat Ezra senang. Pria itu langsung menghentikan makannya.“Itu ide yang bagus! Memang baiknya begitu. Aku masih merindukanmu,” ujar Ezra, tetapi dibalas gelengan oleh Poppy.Sehingga membuat Ezra kebingungan. “Kenapa kau menggeleng?” “Aku memang berniat lebih lama di sini. Tapi aku tidak akan tinggal di ruangan ini.”Mengerutkan keningnya, Ezra dibuat bingung dengan jawaban yang Poppy berikan. “Aku tidak paham. Maksudmu apa?” tanyanya. "Aku akan menemui Rexi! Sudah lama tidak mengobrol. Apa tidak apa-apa?" Ezra lantas mendesah pelan. Pria itu pikir sang istri berniat menemaninya, tetapi ternyata bukan itu tujuan utamanya. "Ck! Kupikir kau akan menemaniku di sini, Baby.""Kau kan sibuk, daripada aku bosan ada baiknya kalau aku menemui Rexi saja." "Tapi Rexi juga memiliki pekerjaan. Kau jangan menganggunya!" ujar Ezra keras kepal
Poppy melebarkan matanya mendengar pengakuan dari Rexi. Wanita itu masih mecerna jika yang diucapkan temannya itu sungguhan atau bukan."Kau tidak sedang berbohong 'kan?" Dengan gerakan patah-patah Rexi menggeleng. Kemudian wanita itu berkata, "Aku dan Pak Kevin memang benar berpacaran, Poppy."Mengerjap beberapa kali, Poppy masih saja tidak percaya. Namun, raut wajah Rexi mengatakan kesungguhan. Sehingga ia pun akhirnya percaya, lantas berteriak kegirangan. "Ya ampun, ya ampun! Ini berita besar, Rexi." Senyum mengembang tercetak jelas di wajah Poppy yang tampak berseri. Wanita itu benar-benar tidak menyangka, tetapi begitu senang mendengar kabar gembira ini. Sehingga tangannya refleks menggenggam tangan Rexi. "Aku tidak menyangka, kau berpacaran dengan Pak Kevin!" Rexi lantas meringis kecil. Ia sendiri bahkan merasa masih bermimpi karena sekarang menjadi kekasih Kevin, yang notabennya adalah pria yang ia sukai secara diam-diam saat dulu. "Aku saja kadang merasa ini mimpi, Poppy
“Apa itu dari suamimu?” tanya Rexi begitu Poppy telah mengakhiri panggilan teleponnya dengan seseorang di seberang sana. Menaruh ponselnya di dalam tas, Poppy lantas membenarkan. “Hemm, barusan dari Ezra,” ujarnya sambil mengangguk.“Sudah kuduga! Sepertinya kita terlalu lama berbincang, sampai-sampai tidak ingat dengan waktu.Poppy terkekeh kecil mendengarnya, tetapi juga membenarkan. “Ya, kau benar! Tapi aku merasa masih saja kurang.” “Untuk soal itu aku pun merasakan hal yang sama. Mungkin lain kali … kita bisa berkumpul lagi.”Berdeham pelan, Poppy mengangguk membenarkan. “Itu harus! Paling tidak, mainlah ke apartemenku.”Mendengarnya lantas membuat Rexi menggeleng. “Untuk yang ini aku tidak bisa.” “Kenapa?” tanya Poppy dengan kedua alis yang salling bertautan.“Aku segan, Poppy. Meski kita berteman, tetapi kau tetap istri dari bosku! Yang artinya sama saja aku bermain ke rumah atasan sendiri.” Mendesah pelan, entah kenapa Poppy kurang senang dengan pengakuan Rexi. “Kau janga
"Apa kau lelah?" tanya Poppy ketika melihat Ezra yang menjatuhkan begitu saja tubuhnya di sofa ruang tengah ketika mereka baru tiba di rumah."Hemm, aku merasa lelah dan aku membutuhkan asupan vitamin." Ezra mengangguk sambil menatap Poppy dengan memelas.Tentu saja ucapan Ezra membuat Poppy lekas ke kamar untuk mengambil obat milik Ezra. Tidak lama ia kembali dengan obat tersebut lalu duduk di bawah sambil bersila.Wanita itu mengeluarkan semua obat milik Ezra untuk dipilih mana vitamin suaminya. Sementara Ezra yang duduk di sofa menatap Poppy dengan heran. "Baby, apa yang sedang kau lakukan?" "Aku sedang mencari vitamin milikmu." Poppy menjawab tanpa melihat ke arah Ezra. Hingga akhirnya ia menemukan vitamin yang dicari lalu menunjukannya kepada sang suami dengan senyum yang mengembang."Ketemu! Ini vitaminnya, Honey." Ezra lantas terkekeh melihat hal tersebut. Setelahnya ia ikut duduk di bawah dengan bersandar pada kaki sofa. Sedangkan tangannya ia taruh satu di sofa, dan tangan
"Aku senang, setelah lama menanti akhirnya baby boy tidak rewel lagi." Ezra mengusap perut Poppy yang semakin membesar. Usia kandungan Poppy sudah menginjak usia lima bulan. Sehingga wanita itu sudah memasuki tri semester dua, yang artinya tidak ada lagi drama ngidam dan lain sebagainya. Sehingga kini Ezra sudah bisa leluasa berdekatan dengan istrinya setelah sekian lama menjauh. Poppy tersenyum tipis mendengar ucapan Ezra. Wanita itu menahan tangan Ezra yang sedang mengusap perutnya. "Aku pun sama, Honey. Sejujurnya, bukan hanya kau tersiksa. Tapi aku juga!" cetus Poppy membuat satu alis Ezra terangkat. Pria yang sejak tadi tiduran di pangkuan istrinya itu bangkit, lalu menatap Poppy dengan heran. "Apa maksudmu?" tanyanya. Poppy tersenyum lalu mengusap perutnya yang buncit dengan refleks. "Hanya baby boy yang tidak ingin dekat dengan daddy, kalau mommynya sangat ingin dekat dengan suaminya." Terdiam sejenak, Ezra mencoba mencerna apa yang dikatakan Poppy. Hingga matanya meleba
"Honey, mau sampai kapan kau mogok bicara?" tanya Poppy ketika melihat Ezra yang terus mengatupkan bibirnya.Wanita itu beberapa kali mengajak Ezra bicara, tetapi suaminya itu hanya menjawab dengan singkat. Sehingga membuat Poppy menjadi bingung harus berbuat apa. "Honey ...." Poppy merengek karena sudah tidak tahan dengan sikap Ezra yang seperti itu. Ia bahkan bersiap membuka pintu mobil yang sedang melaju karena Ezra terus mendiamkannya. Padahal ia merasa tidak memiliki salah apapun. "Jika diam saja, lebih baik aku turun di sini!" Citttt! Sontak Ezra langsung menghentikan laju mobilnya dengan mendadak. Pria itu mengulurkan satu tangannya untuk menahan Poppy agar tidak terjadi benturan."Baby, apa yang kau lakukan?" sentak Ezra saking terkejutnya.Pria itu khawatir jika Poppy benar-benar akan keluar dari mobil ketika sedang melaju. Yang akibatnya bisa saja tubuh Poppy terseret. Atau paling tidak jatuh dan membuat kandungannya gugur.Tidak! Ezra tidak akan membiarkan itu terjadi.
"Baby, ada apa?" tanya Ezra panik ketika melihat wajah istrinya yang tiba-tiba pucat. "Perutku sakit, Honey." Poppy menjawab dengan terbata lantaran menahan sakit yang teramat. Jelas hal itu semakin membuat Ezra khawatir. "Mana yang sakit?" tanyanya sambil meraba perut Poppy.Poppy menggeleng dengan segera. "Aku tidak tahu, tapi ini sakit semua."Tus! Tiba-tiba saja sebuah cairan keluar dari jalan lahir Poppy, membuat ranjang itu basah oleh ketuban yang pecah duluan. Sehingga semakin membuat Ezra dan Poppy yang tidak berpengalaman terkejut."Baby, apa kau mau melahirkan?" tanya Ezra yang hanya dibalas dengan erangan oleh Poppy. Wanita itu sudah tidak sanggup bicara karena menahan sakit yang teramat. Sehingga hanya mampu mengerang saja.Hal itu lantas membuat Ezra dengan sigap menggendong Poppy. Pria itu tidak ingin terjadi sesuatu dengan istri dan calon anaknya. Sehingga segera membawa Poppy ke rumah sakit."Argh!" Ezra mengumpat ketika jalanan tiba-tiba saja macet. Refleks ia me
Tidak bisa memutuskan begitu saja, Sesil diam. Sehingga Keenan kembali menocba meyakinkan. "Sesil, aku benar-benar lajang." "Meski begitu, kita bahkan tidak saling mengenal.""Kita bisa belajar mengenal satu sama lain lebih dulu jika begitu." "Lantas jika aku tidak merasa cocok denganmu, bagaimana?" tanya Sesil menatap Keenan dengan tajam."Kita tetap harus menikah."Tentu saja keputusan Keenan membuat Sesil mendengus sebal. "Jika keputusannya sama, untuk apa melakukan pendekatan?"Keenan terkekeh kecil dengan tangan yang mengusap ujung kepada Alice. "Karena aku yakin kau akan merasa cocok denganku." Begitu percaya dirinya Keenan mengatakan itu, sehingga membuat Sesil lagi-lagi mendengus. "Kau terlalu percaya diri!" cetus Sesil."Kau akan merasakannya jika sudah menjalani." "Sayangnya aku tidak mau," ujar Sesil masih teguh dengan pendirian. Mendensah pelan, Keenan menatap Sesil dengan serius. "Sesil, pertimbangkan baik-baik. Ini demi Alice. Lagipula ... apa yang mampu membiay
Kali ini Sesil yang mengerutkan kening. Apa maksudnya Keenan mengatakannya bodoh? "Dari pada bingung, lebih baik kau ikut denganku!" ujar Keenan lantas mengajak Sesil untuk kembali ke restoran tempat ia berkumpul dengan teman-temannya.Tentu dengan tidak semerta-merta Sesil mau ikut. Wanita itu menggeleng lalu berkata, "Untuk apa aku ikut denganmu? Aku bahkan tidak memiliki kepentingan hingga harus mendengarkan penjelasanmu!" Mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu Keenan sadar jika ini tidak akan mudah. Terlebih ia dan Sesil yang bahkan hanya berhungan ketika malam itu saja. "Tentu saja kita memiliki kepentingan! Apa kau tidak lihat Alice merindukanku? Merindukan papa kandungannya!" Menggeleng dengan cepat, Sesil menyangkal itu semua. "Tidak, Alice tidak merindukanmu." "Benarkah?" Keenan lantas menoleh ke arah Alice yang sekarang berada dalam gendongannya. "Alice, apa kau tidak merindukan papa?" Tentu Alice yang masih polos tidak mengerti jik mamanya tengah menghindari pria ya
Sesil dan Alice langsung menoleh ketika mendengar nama mereka dipanggil. Keduanya tampak terkejut ketika mengetahui yang memanggil mereka adalah Keenan. Hanya saja mereka memiliki reaksi yang berbeda. Jika Sesil langsung pucat. Sangat bertolak berlakang dengan Alice yang sangat bahagia. Gadis kecil itu bahkan langsung memanggil Keenan sambil melambaikan tangan. "Papa!" Keenan membalas lambaian tangan Alice kemudian berjalan mendekat. Membuat Sesil yang menyadari itu lekas pergi dari sana.Sesil berbalik sambil menarik Alice sedikit kasar karena takut akan kehadiran Keenan yang semakin mendekat. "Alice, ayo kita pergi!""Tidak! Aku ingin bertemu Papa." Alice menahan sekuat tenaga, tetapi tenaganya sangat jauh dari sang mama. Alhasil Alice terseret yang membuat Keenan yang melihat itu tidak terima. Keenan berlari, mempercepat langkahnya untuk mengejar Sesil. Sehingga kakinya yang panjang berhasil menyusul. "Tunggu!" seru Keenan seraya menghadang jalan Sesil sambil merentangkan kedu
Tiba di rumah, Sesil langsung memasukkan semua pakaiannya ke koper. Wanita itu tidak bisa diam saja karena takut jika Keenan akan merebut Alice darinya.Tidak, Sesil tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi! Ia yang mengandung dan melahirkannya. Sesil juga yang merawatnya sampai sekarang. Jadi yang berhak atas Alice adalah dirinya. "Mama, kita mau ke mana?" tanya Alice ketika Sesil selesai mengemasi pakaiannya, dan mengajak Alice untuk pergi. "Kita ke rumah nenek, Alice. Kau tau, Nenek sudah merindukan kita!" Dengan cepat Alice menggeleng. "Tidak! Aku akan tetap tinggal di sini," cetusnya."Alice---" "Papa sudah berjanji akan pulang, jadi aku akan menunggunya!" Sesil mendesah frustasi. Lagi-lagi anaknya itu bersikap keras kepala dalam keadaan genting seperti ini. Sehingga membuat Sesil semakin terpojok. "Kita bisa beritahu papa, biarkan papa menyusul nanti. Hemm?" Sekuat tenaga Sesil menahan dirinya untuk tidak marah kepada Alice. Karena bagaimanapun Alice tidaklah salah.
"Mohon maaf sebelumnya, tapi bisakah Anda tidak mengaku-ngaku sebagai papa dari anak saya?" Sesil menatap Keenan dengan tajam.Sementara Keenan tampak lebih tenang dari sebelum-sebelumnya. Banyak pelajaran yang pria itu ambil dari kejadian beberapa tahun terakhir. Sehingga ia bersikap lebih tenang. "Maafkan saya jika memang perbuatan saya tadi membuatmu tidak nyaman. Saya hanya ingin menyenangkan Alice," ucap Keenan begitu tenang.Sesil mendesah pelan lalu berkata, "Tetapi perbuatan Anda akan membuat Alice menjadi ketergantungan. Alice anak yang kadang keras kepala, jadi saya khawatir jika nanti Alice akan benar-benar menganggap Anda sebagai papanya." "Jika memang demikian ... saya tidak keberatan," ujar Keenan lagi-lagi membuat Sesil merasa pening. Seharusnya Keenan melakukan penolakan. Terlebih bagaimana jika istri dari pria itu salah paham andai melihat Alice yang memanggilnya dengan sebutan papa? Oh, ayolah! Sesil tidak tahu saja jika Keenan sudah menduda selama lima tahun ini
"Pak Keenan," tegur Gigi ketika melihat Keenan yang malah melamun. Sontak hal itu membuat Keenan terperanjat. Sehingga cangkir yang dipegangnya terjatuh. Prang! Pecahan kaca itu berserakan, membuat Keenan refleks menghindar. Pria itu mendesah sambil menunduk, menatap pecahan kaca tersebut dengan datar. “Dokter, tidak apa-apa?” tanya Gigi panik.“Hemm. Tolong panggilkan petugas kebersihan,” ujar Keenan sambil berlalu. Setelahnya Keenan mengembuskan napasnya dengan kasar. Entah kenapa senyum Alice terus menari-nari dalam pikirannya. Hingga dadanya berdebar-debar, seolah merasakan kerinduan yang mendalam. Padahal ia baru sekali bertemu dengan anak gadis itu! Sementara di tempat lain, lebih tepatnya di rumah Sesil. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di sofa, lalu memejamkan mata. Pertemuannya dengan Keenan jelas membuat Sesil terganggu. Wanita itu bahkan menjadi teringat dengan malam panas bersama Keenan.“Mama,” panggilan dari Alice lantas menyadarkan Sesil. Buru-buru ia menggele
Tanpa pikir panjang Alice langsung mengangguk dengan cepat. Gadis kecil itu tampak tidak sabar ingin segera memakan cokelat yang diberikan Keenan. Karenanya ia langsung membuka bungkusnya kemudian membuang sembarangan.Tentu saja hal itu membuat Keenan yang selalu ingin bersih dan rapih melebarkan mata saat melihatnya. Namun, dengan segera ia mengubah raut wajahnya karena yang dihadapannya ini adalah seorang anak kecil."Hei, gadi kecil! Kau harus membiasakan diri untuk tidak membuang sampah sembarangan." Meringis kecil, Alice yang menyadari kesalahannya hanya mampu berkata, "Maaf, Doktel! Alice lupa."Keenan tersenyum kecil lalu mengangguk saja. Hingga Sesil yang sejak tadi melihat interaksi keduanya pun segera mengajak Alice pulang."Alice, kita pulang.""Tapi Alice masih betah di sini. Doktelnya baik, Mom!"Mendesah pelan, Sesil kebingungan harus membujuk Alice bagaimana. "Sayang, Dokternya mau kerja. Jangan diganggu," ujarnya masih berusaha membujuk.Namun, gadis kecil itu tidak
Keenan melebarkan matanya saat melihatmu wanita yang ada di depannya. Wanita yang sama dengan malam yang pernah ia lewati dulu. Iya, Keenan masih ingat betul pada sosok Sesil yang menghabiskan malam bersamanya saat ia mabuk waktu itu. Begitu juga dengan Sesil, wanita itu masih hafal dengan wajah dan .... "Huwaaaa ... Dokternya jahat," tangis Alice menyadarkan Sesil maupun Keenan dari rasa terkejut mereka.Sesil lantas menarik Alice agar menjauh dari Keenan. "Sudah, Alice. Jangan menangis," ujarnya mencoba menenangkan anaknya.Namun, tangis anak bernama Alice itu tidak berhenti dan cenderung lebih keras. Membuat Sesil kebingungan harus melalukan apa. Hingga tiba-tiba .... "Hei anak girl, menangislah yang puas." Keenan mendekat dengan posisi yang masih berjongkok--mensejajarkan diri dengan tubuh Alice yang kecil.Tentu saja Sesil melebarkan mata mendengar ucapan Keenan. Padahal dirinya sedang kesulitan untuk menghentikan tangis Alice yang tidak kunjung berhenti dan mengganggu sekitar
Sudah lima tahun berlalu dari Keenan meninggalkan hiruk-pikuk kota tempat asalnya tinggal. Mengabdi pada salah satu rumah sakit yang berada di desa pinggir kota membuat Keenan mulai menata hidupnya yang berantakan karena kesalahannya di masa lalu.Meski begitu, Keenan masih belum bisa sepenuhnya melupakan cinta pertama sekaligus mantan kekasihnya--Poppy yang ia dengar sudah memiliki seorang anak.Karenanya Keenan selalu menyibukan diri dengan bekerja meski itu di hari liburnya. Seperti sekarang ini, pria itu baru saja tiba di rumah sakit yang membuat para pekerja di sana menyapa."Dokter Keenan, kau kembali bekerja. Padahal ini hari liburmu. Apa kau tidak ingin menikmati hari libur dengan bersantai di rumah saja?" Keenan tersenyum mendengarnya lantas menjawab, "Tidak ada yang spesial di hari libur. Saya lebih menyukai tinggal di sini.""Dokter, kau memang idaman! Tidak hanya tampan dan jenius, tapi kau juga rajin. Beruntung sekali yang akan menjadi istrimu nanti." Sontak Keenan t