***Bagi orangtua, tidak akan ada hal yang lebih berharga dari keluarga dan anak-anak, begitupun Margareth dan Abrady. Mereka bisa saja rela kehilangan harta benda dan kekayaan, tapi tidak untuk melepaskan putri tercinta.Yerinsa adalah putri yang bahkan mereka besarkan seperti cangkang telur mudah pecah, dan bagi Gabriella dia adalah setengah jiwanya yang terpecah sejak di dalam kandungan.Bagaimana mereka bisa melepaskan sosok yang seperti permata?Dua bulan melewati masa pemulihan, Abrady dinyatakan sembuh dan boleh pulang dari rumah sakit. Dengan itu keluarga De Vries perlahan merintis naik kembali usaha mereka, dibantu sokongan dari segelintir rekan bisnis dan kolega yang mau berbaik hati.Bantuan dari Luga juga sudah mereka hentikan, ditolak secara halus dan sopan, karena bagaimanapun mereka yakin Yerinsa bersama Luga, takut putri bungsu itu mendapat perlakuan tidak baik jika De Vries bersikap kasar.Pembicaraan yang dibawa Luga dua bulan lalu dengan sang kepala keluarga De Vrie
***Gabriella diam sejenak, memang dilihat bagaimana pun tidak tampak kejanggalan di raut wajah itu, selain ketulusan dan rindu."Jadi, kamu bisa melacaknya atau tidak?" tanya Gabriella datar, tidak ingin membuang waktu lebih lama tanpa kepastian.Handphone yang sudah menghentikan pemutaran rekaman itu Rion letakkan untuk diambil Gabriella kembali. "Mungkin bisa, tapi aku butuh melihat video yang dikirim orang itu langsung tanpa perantara salinan seperti ini," ujarnya ikut serius dengan siku bertumpu di atas meja."Ada di laptopku, di rumah." Gabriella menjawab cepat. "Tapi, aku tidak bisa membawa keluar, karena video itu kami rahasiakan dari publik," lanjutnya sebelum Rion membalas.Mendengar itu, Rion mengangguk kecil mengerti. "Kalau begitu, kalau tidak keberatan juga, apa aku boleh ke rumahmu untuk melihat? Aku butuh mengetahui data pengirimnya," tanyanya meminta izin.Untuk beberapa saat Gabriella tidak langsung menjawab, mengingat kondisi rumah tidak sama lagi sejak Yerinsa meng
***"Apa itu sudah bisa selesai minggu ini?" tanya Luga pada seseorang di seberang telepon, satu tangan lain mengutak-atik keyboard laptop."... perbanyak pekerja, paling lama satu bulan, tidak masalah," lanjutnya lagi setelah sesaat diam mendengar balasan."Hmm," gumam Luga kembali, tatapan mendadak tajam ke arah layar laptop. "Aku akan ke sana secepatnya," lanjutnya sebelum menutup sambungan telpon sepihak setelah mendengar balasan.Menarik laptop agar lebih dekat setelah meletakkan handphone, kernyitan muncul di antara alis sebelum menghempaskan punggung pada sandaran kursi."Aku ditemukan," gumam Luga dengan suara rendah.Di ruang kerja bernuansa coklat gelap itu Luga duduk bersandar di kursi kebesaran empuk, memperhatikan titik kecil merah di sudut layar laptop yang berkedip-kedip, pertanda ada seseorang sedang menerobos data akunnya.Mengambil pulpen dan kertas dengan cepat menyalin sederet digit angka yang tertera bergerak di layar laptopnya. Setelah selesai, Luga menatap kerta
***Usai makan malam, membiarkan meja dibersihkan pelayan, Luga dengan tanpa beban menggendong Yerinsa untuk kembali ke kamar tidur. Menggendong seakan itu hanya boneka berisi kapas ringan, berjalan tanpa mendengarkan permintaan Yerinsa yang ingin diturunkan."Sepertinya aku harus membelikan dress lebih banyak nanti," kata Luga dengan tawa kecil membenahi gendongan yang melorot."Apa? Untuk apa? Kenapa?" tanya Yerinsa mendadak panik, otomatis rontaan untuk meminta diturunkan berhenti."Kamu sedikit lebih berat, jadi kurasa dress yang sekarang akan kekecilan untukmu," jawab Luga tenang, lega saat Yerinsa tidak lagi memberontak.Yerinsa tercengang, lalu menggeleng. "Tetap tidak mungkin sebanyak itu, paling hanya beberapa kilo, itu karena aku hanya makan dan tidur selama di sini," ujarnya berdecak-decak sambil menunjukkan pergelangan tangan yang masih normal."Kita tidak tau, bisa saja sebulan kemudian kamu menjadi gendut," kata Luga dengan senyum kecil di sudut bibir melirik gadis di ge
***Untuk alasan suara gemerincing yang terdengar setiap mengambil langkah, Yerinsa tidak heran lagi. Bangun pagi menemukan dirinya sendirian di atas kasur dan dalam keadaan kaki sudah dibelenggu.Kebiasaan sejak di kediaman ini.Bongkar-pasang rantai di kaki itu mulai terbiasa Yerinsa alami, walaupun selalu tidak tau kapan Luga memasangkan. Bahkan tidak tau juga kapan Luga pergi, karena selalu hilang saat dia bangun. Salahkan saja tidur Yerinsa yang selalu nyenyak setiap malam tanpa peduli tempat dan suasana.Ketukan di pintu menarik atensi Yerinsa dari rantai di kaki. "Masuk," serunya singkat.Detik selanjutnya wajah Ruan Ruan dan Chang Mei muncul dengan senyum halus, mendekati di mana Yerinsa berdiri masih mengenakan handuk mandi."Selamat pagi, Nona. Bagaimana tidur Anda?" Ruan Ruan menyapa, akhir-akhir ini baru Yerinsa ketahui perempuan itu cukup bersemangat sikapnya."Selamat pagi, itu nyaman seperti biasa," balas Yerinsa dengan senyum simpul.Dua pelayan itu menuntun Yerinsa un
***Yerinsa berdecak kagum memikirkan betapa besar keluarga Roosevelt sebenarnya. Total ada sembilan cucu dari tiga orang putra, bisa dibayangkan berapa besar tanggung jawab setiap anggota keluarga.Bisa juga terbayangkan betapa banyak harta keluarga ini, sampai setiap orang bisa menguasai beberapa cabang perusahaan seperti Luga.Semua itu baru harta dari pihak ayah, belum lagi pihak almarhumah ibu Luga, memikirkan itu membuat jiwa miskin Yerinsa meringis."Lalu, dua saudara Luga yang lain?" tanya Yerinsa lagi."Kakak pertama Tuan Muda ada di Italy, tapi berbeda tempat dengan adik perempuan mereka di Roma yang menempati rumah orangtua, sedangkan kakak ke dua Tuan Muda ada di Rusia," jawab Chang Mei setelah tampak mengingat-ingat sejenak."Roosevelt terkenal dengan gen kuat para laki-laki, kan? Bahkan lima sepupu Tuan Muda adalah laki-laki," sela Ruan Ruan menatap rekannya seakan berdiskusi serius.Chang Mei mengangguk setuju. "Satu-satunya perempuan berdarah Roosevelt hanya adik tuan
***Luga menatap bangunan mewah di depan dengan pandangan nostalgia begitu keluar dari mobil, merapikan jas biru dongker yang membalut tubuh sebelum melangkah ke undangan anak tangga di teras.Lampu kristal di langit-langit teras menyala, bersama lampu lainnya membuat halaman itu terang-benderang hingga ke pos penjagaan di gerbang.Kediaman De Vries ...Terhitung ini sudah ke tiga kali Luga mendatangi rumah ini secara sengaja, ditambah satu kali dulu saat mengantar Yerinsa, tapi tidak masuk.Menekan bel dua kali, tak lama pintu dibuka oleh seorang pelayan, tampak terkesiap pelan melihat wajah sang tamu yang begitu dekat."A-Ah, Anda ingin bertemu siapa?" Mauren bertanya terbata, sedikit menyingkir dari ambang pintu rumah untuk mempersilahkan tamu masuk."Semuanya, Tuan dan Nyonya, dan Gabriel," jawab Luga sambil melangkah masuk dengan pandangan menyapu sekitar.Semua tata letak benda masih sama seperti terakhir kali dia datang tempo bulan, tidak ada perubahan, mungkin hanya suasana ya
***"Aku tau kamulah bajingan itu! Kembalikan kembaranku! Apa kamu berpikir kamu berhak melakukan semua ini pada kami?! Apa yang kamu pikirkan, HAH!?" Gabriella berteriak tepat sejengkal dari wajah Luga yang mengedip berkali-kali merasakan hembusan napas panas dari gadis itu.Abrady dan Margareth spontan ikut bangkit berdiri, menarik putri mereka untuk menjauh dari Luga, berusaha melepaskan cengkeraman maut Gabriella di kemeja yang menjadi kusut."Gabby, Sayang, tenanglah dulu, lepaskan dia," bujuk Margareth panik menarik tangan Gabriella yang mengepal kuat.Meja di tengah antara set sofa itu bergeser terdorong kaki entah milik siapa karena keributan tiba-tiba."Apa menurut Ibu aku bisa diam dan tenang mendengarkan dia bicara setelah akhirnya dia mengakui kejahatannya? Tepat di depan kita, di depan keluarga korban yang dia culik dan dia sembunyikan. Ibu dan Ayah mungkin tidak berani bertindak karena laki-laki brengsek ini memiliki segalanya, tapi aku tidak. Dia yang membuat keluarga k